Perlu diketahui bahwa karya sastra disebut sebagai seni tertua di
Indonesia. Meskipun berumur lama, namun karya sastra tidaklah punah. Seiring berjalannya waktu sastra kian berkembang berkat teknologi dan wawasan sastrawan yang kian luas. Salah satunya adalah Puisi. Dalam perkembangannya puisi merupakan suatu bentuk karya sastra yang tertua. Hal ini terdapat pada tradisi berpuisi yang merupakan tradisi kuno masyarakat Indonesia. Penyebutan puisi tertua dinamakan sebagai Mantra Menurut Herman J. Waluyo , 1987: 3) . di dalam mantra tercermin hakikat sesungguhnya dari puisi, yakni bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh penciptanya yang dapat menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman di Indonesia lalu dikenal berbagai jenis tipografi dan berbagai model puisi yang menunjukkan perkembangan struktur puisi hal ini diperjelas juga dengan adanya cirri-ciri struktur puisi dari zaman ke zaman dan dari perkembangan periode ke periode yang muncul adanya perbedaan antara struktur fisik dan struktur makna atau tematiknya. Sekitar tahun 1920 sampai dengan 1933 yakni ketika bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, muncul adanya Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra di Indonesia muncul sejak tahun 1920 yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Dalam Balai Pustakan yang mulai muncul berbagai karya sastra di Indonesia sebagai wujud sindiran kepada penjajah seperti prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah mengenai puisi angkatan balai pustaka ? 2. Siapa tokoh yang terlibat angkatan balai pustaka ? 2
3. Bagaimana ciri-ciri serta kelebihan dan kekurangan puisi angkatan
balai pustaka ? 4. Bagaimana analisis puisi angkatan balai pustaka?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Untuk dapat mengetahui mengenai sejarah puisi angkatan balai pustaka 2. Untuk mengetahui mengenai tokoh-tokoh puisi yang ada pada angkatan balai pustaka. 3. Untuk mengetahui ciri-ciri, serta kelebihan dan kekurangan puisi pada angkatan balai pustaka 4. Untuk mengetahui analisis puisi pada angkatan balai pustaka.
1.4 MANFAAT MAKALAH
1. Memberikan pemahaman mengenai karya sastra puisi yang ada
pada angkatan balai pustaka. 2. Dapat berguna untuk dijadikan suatu referensi bagi pembaca agar lebih menambah wawasan mengenai puisi pada angkatan balai pustaka. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puisi
Puisi adalah suatu karya seni tertulis yang berupa keindahan
makna bahasa dalam tulisan. Puisi merupakan ragam sastra lisan dan tulisan yang terikat oleh rima, matra, irama, serta penyusunan larik dan bait dan penggunaan bahasanya ditata dan diatur agar mengungkapkan suatu ekspresi makna dari penulis. Puisi merupakan salah satu karya sastra tertua, namun penyebutan untuk puisi tertua disebut dengan Mantra, yang dikaitkan dengan unsur religius dan mistis. Sedangkan secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang- kadang kata kiasan Dalam Darwin, dkk. 2010 ( Menurut Sitomorang, 1980:10). Dalam menghadapi puisi-puisi yang sukar dan belum termashur, penulis menganjurkan untuk mengikutsertakan faktor genetik sebagai acuan untuk menelaah makna puisi. (Herman J. Waluyo, 1987: 2) mengungkapkan bahwa faktor genetik puisi meliputi penyair serta latar belakang yang Melatarbelakangi proses penulisan puisi tersebut. Puisi yang sukar dan gelap dapat ditafsirkan maknanya dengan lebih mudah jika kita mampu memahami faktor genetiknya.
2.2 Sejarah Puisi dalam Balai Pustaka
Perlu kita ketahui bahwa pada tahun 1848 pemerintahan jajahan
Hindia Belanda mendapatkan persetujuan dari raja setempat untuk mendapatkan hak mempergunakan uang setiap tahun yang ditujukan dalam kebutuhan sekolah. Dalam hal ini sangatlah penting dari seorang raja untuk menyekolahkan anak-anak bumiputera terutama anak-anak priyayi. Namun dengan adanya pendirian sekolah-sekolah dapat 4
meningkatkan adanya pendidikan dan kegemaran untuk membaca. Hal
ini menimbulkan pengetahuan serta kesadaran kepada generasi mengenai kondisi bangsa Indonesia yang telah dijajah oleh bangsa Belanda. Oleh karena itu muncul sebuah pikiran untuk mengungkapkan kepada masyarakat salah satunya melalui sastra yang ditulis menggunakan bahasa melayu. Karya sastra yang ditulis sebagian besar berisi pemberontakan untuk menghasut rakyat . Penamaan karya-karya ini disebut dengan “Bacaan Liar”. Melihat banyaknya pemberontakan bangsa Belnda mulai khawatir dan mencari akal untuk tidak kehilangan tanah jajahan yang dianggap subur ini oleh karena itu pada tahun 1908 didirikan Komisi Bacaan Rakyat yang lalu pada sekitar 1917 berubah nama menjadi Kantor Bacaan Rakyat yang bertugas menerbitkan buku bacaan rakyat. Kini dikenal sebagai “Balai Pustaka”. Nama balai pustaka telah besar dan sudah terhitung hingga 90 tahun berdirinya. Kebesaran balai pustaka ini sudah lama dikenal karena terbitan bukunya. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). (Darwin, dkk. 2010 (HB. Jassin, ) Menurut penjelasan pernyataan HB Jassin tersbut puisi-puisi Angkatan Balai Pustaka memiliki tujuan untuk memberikan nasehat kepada para pembaca dan pendengarnya. Gaya penceritaannya terpengaruh oleh sastra Melayu yang mendayu-dayu dan masih menggunakan bahasa klise seperti peribahasa atau pepatah-petitih. Penggunaan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh oleh bahasa Melayu merupakan salah satu ciri puisi Angkatan Balai Pustaka. Tema yang diunduh sebagai dari dari karya sastra angkatan ini dipengaruhi oleh kehidupan tradisi sastra daerah setempat atau bersifat lokal. Dikarenakan oleh eranya yang berdekatan dengan era puisi lama, puisi balai pustaka masih menggunakan beberapa jenis puisi lama. ( Darwin, dkk: 2010).
2.3 Tokoh-Tokoh Puisi dalam Angkatan Balai Pustaka
Ada beberapa penyair yang melejit karirnya dalam pembuatan-
pembuatan karya di Angkatan Balai Pustaka. Penyair tersebut berjumlah tiga orang yang dianggap cukup penting antara tahun 1920 hingga 1933. 5
Mereka dikenal sebagai panyair Angkatan Balai Pustaka karena mereka
berkarya pada periode ini dengan cirri karakteristik karya Angkata Balai Pustaka. Ketiga tokoh tersebut adalah:
a. Muhammad Yamin
Muhammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24
Agustus 1903 – maningga di Jakarta, 17 Oktober 1962 pado umua 59 taun). Baliau dikenal sabagai sastrawan, sajarawan, budayawan, politisi, sarato ahli hukum. Judul-judul kumpulan puisinya menunjukkan bahwa Muhammad Yamin adalah seorang nasionalis yang memiliki rasa cinta kepada tanah air. Sajak-sajak yang ditulis oleh Yamin antara tahun 1920 hingga 1922 dijadikan model puisi pada saat itu dan dijadikan panutan apada penyair- penyair lainnya. Bentuk puisi yang disebut sonata banyak diulis oleh Yamin dan kemudian juga ditulis oleh tokoh-tokoh puisi lainnya. Puisi- puisi Yamin adalah puisi berupa pujian-pujian terhadap tanah air . ditunjukkan pada tahun 1920 lahir puisi berjudul “Tanah Air” dan “Bahasa , Bangsa”. Kemudian pada tahun 1922 puisinya yang berjudul “Tanah Air” dipersembahkan untuk Jong Sumatranen Bond. Kemudian dilanjutkan dengan 1928 Yamin menerbitkan kumpulan puisi berjudul Indonesia, Tumpa Darahku. 6
Berikut Salah Satu contoh puisi Moh. Yamin :
Bahasa, Bangsa
was du ererbt von deinen Vatern,
Erwirb es um es zu besitzen. Goethe Selagi kecil berusia muda Tidur si anak di pangkuan bunda, Ibu bernyanyi, lagu dan dendang Memuji si anak banyaknya sedang;
Bebuai sayang malam dan siang
Buaian tergantung di tanah moyang.
Terlahir di bangsa, berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan sayu; Perasaan serikat menjadi berpadu, Dalam bahhasanya, permai merdu.
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya; Bernapas kita pemanjangkan nyawa, Dalam bahasa sambungan jiwa, Di mana Sumatera, di situ bangsa, Di mana Perca, di sana bahasa.
Andalasku sayang, jana-bejana,
Sejakkan kecil muda teruna, Sampai mati berkalang tanah Lupa ke bahasa, tiadakan pernah, Ingat pemuda, Sumatera malang Tiada bahasa, bangsa pun hilang 7
b. Roestam Effendi
Penyair ini juga dikenal akan sikap nasionalisme yang tinggi.
Roestam merindukan kebebasan bangsanya dari belenggu penjajah. Roestam Effendi dilahirkan pada tahun 1902 dan mulai menulis di tahun 1924 dengan bukunya yang berjudul “Bebasari”. Kemudian disusul dengan adnya buku yang berjudul percikan permenungan (1926). Dalam penjelasannya Bebasari dijelaskan sebagai drama bersajak yang dengan kuat melukiskan keinginan yang kuat dari penyair untuk bebas dari penjajah Belanda. Keinginan akan kebebasan tersebut dilambangkan dengan tokoh pemuda yang dalam perjalanan hidupnya berusaha untuk membebaskan kekasihnya yang berada dalam cengkeraman keserakahan seorang raksasa. Buku kedua berjudul “Percikan Permenungan” yang berisi kumpulan sajak-sajak. Seperti salah satu contoh puisi :
Bukan Beta Bijak Berperi
Bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair, Bukan beta budak Negeri, musti menurut undangan mair. 8
Sarat saraf saya mungkiri,
Untaian rangkaian seloka lama, beta buang beta singkiri, Sebab laguku menurut sukma.
Susah sungguh saya sampaikan
degup-degupan di dalam kalbu. Lemah laun lagu dengungan matnya digamat rasaian waktu. Serung saya susah sesaat, sebab madahan tidak ‘nak datang. Sering saya susah menekat, sebab terkurung lukisan mamang. Bukan beta bijak berlagu, dapat melemah bingkaian pantun. Bukan beta berbuat baru, hanya mendengar bisikan alun.
Percikan Permenungan (1926)
Rustam Effendi
c. Sanusi Pane
(Herman J. Waluyo, 1987 :205) mengungkapkan bahwa
Sanusi Pane sering dikaitkan dengan Angkatan Pujangga Baru, namun sebenarnya Sanusi Pane lebih banyak menulis pada periode 1920-1933 seperti contoh Pancaran Cita ( 1926) dan Puspa Mega ( 9
1927). Sehingga Sanusi Pane lebih dikategorikan sebagai Angkatan
1920-1933. Sanusi Pane lahir tahun 1905 dan meninggal dunia tahun 1968. Dalam puisi-puisinya banyak dipilih kata-kata lama seperti : teja, kilau, durja, muram, rawan, dan sebagainya. Sanusi Pane dipandang sebagai pengarang yang berorientasi ke dunia Timur dan dipandang sebagai tokoh impresionisme. Pengembaraannya berdasarkan pengalamannya mengembara ke India selama dua tahun yang dituangkan dalam buku Madah Kelana ( 1930). Contoh salah satu puisi Karya Sanusi Pane di buku Madah Kelana yang pertama kali diterbitkan tahun 1931 :
Taj Mahal Kepada “Anjasmara”
Dalam Taj Mahal, ratu astana,
Putih dan permai: pantun pualam Termenung diam di tepi Jamna Di atas makam Ardjumand Begam,
Yang beradu di sisi Syah Jahan,
Pengasih, bernyanyi megah mulia Dalam malam tiada berpadan, Menerangkan cinta akan dunia,
Di sana, dalam duka nestapa,
Aku merasa seorang peminta Di depan gapura kasih cinta,
Jiwa menjerit, di cakra duka
Ah, Kekasihku, memanggil tuan. Hanya Jamna membalas seruan. 10