Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Perlu diketahui bahwa karya sastra disebut sebagai seni tertua di


Indonesia. Meskipun berumur lama, namun karya sastra tidaklah
punah. Seiring berjalannya waktu sastra kian berkembang berkat
teknologi dan wawasan sastrawan yang kian luas. Salah satunya
adalah Puisi. Dalam perkembangannya puisi merupakan suatu bentuk
karya sastra yang tertua. Hal ini terdapat pada tradisi berpuisi yang
merupakan tradisi kuno masyarakat Indonesia. Penyebutan puisi
tertua dinamakan sebagai Mantra Menurut Herman J. Waluyo , 1987:
3) . di dalam mantra tercermin hakikat sesungguhnya dari puisi, yakni
bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh
penciptanya yang dapat menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib.
Kemudian seiring dengan perkembangan zaman di Indonesia lalu
dikenal berbagai jenis tipografi dan berbagai model puisi yang
menunjukkan perkembangan struktur puisi hal ini diperjelas juga
dengan adanya cirri-ciri struktur puisi dari zaman ke zaman dan dari
perkembangan periode ke periode yang muncul adanya perbedaan
antara struktur fisik dan struktur makna atau tematiknya. Sekitar tahun
1920 sampai dengan 1933 yakni ketika bangsa Indonesia dijajah oleh
Belanda, muncul adanya Angkatan Balai Pustaka merupakan karya
sastra di Indonesia muncul sejak tahun 1920 yang dipelopori oleh
penerbit Balai Pustaka. Dalam Balai Pustakan yang mulai muncul
berbagai karya sastra di Indonesia sebagai wujud sindiran kepada
penjajah seperti prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan
puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan
hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana sejarah mengenai puisi angkatan balai pustaka ?
2. Siapa tokoh yang terlibat angkatan balai pustaka ?
2

3. Bagaimana ciri-ciri serta kelebihan dan kekurangan puisi angkatan


balai pustaka ?
4. Bagaimana analisis puisi angkatan balai pustaka?

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Untuk dapat mengetahui mengenai sejarah puisi angkatan balai
pustaka
2. Untuk mengetahui mengenai tokoh-tokoh puisi yang ada pada
angkatan balai pustaka.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri, serta kelebihan dan kekurangan
puisi pada angkatan balai pustaka
4. Untuk mengetahui analisis puisi pada angkatan balai pustaka.

1.4 MANFAAT MAKALAH

1. Memberikan pemahaman mengenai karya sastra puisi yang ada


pada angkatan balai pustaka.
2. Dapat berguna untuk dijadikan suatu referensi bagi pembaca agar
lebih menambah wawasan mengenai puisi pada angkatan balai
pustaka.
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Puisi

Puisi adalah suatu karya seni tertulis yang berupa keindahan


makna bahasa dalam tulisan. Puisi merupakan ragam sastra lisan dan
tulisan yang terikat oleh rima, matra, irama, serta penyusunan larik dan
bait dan penggunaan bahasanya ditata dan diatur agar mengungkapkan
suatu ekspresi makna dari penulis. Puisi merupakan salah satu karya
sastra tertua, namun penyebutan untuk puisi tertua disebut dengan
Mantra, yang dikaitkan dengan unsur religius dan mistis.
Sedangkan secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa
Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam
bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan,
menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata
tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-
kadang kata kiasan Dalam Darwin, dkk. 2010 ( Menurut Sitomorang,
1980:10).
Dalam menghadapi puisi-puisi yang sukar dan belum termashur,
penulis menganjurkan untuk mengikutsertakan faktor genetik sebagai
acuan untuk menelaah makna puisi. (Herman J. Waluyo, 1987: 2)
mengungkapkan bahwa faktor genetik puisi meliputi penyair serta latar
belakang yang Melatarbelakangi proses penulisan puisi tersebut. Puisi
yang sukar dan gelap dapat ditafsirkan maknanya dengan lebih mudah
jika kita mampu memahami faktor genetiknya.

2.2 Sejarah Puisi dalam Balai Pustaka

Perlu kita ketahui bahwa pada tahun 1848 pemerintahan jajahan


Hindia Belanda mendapatkan persetujuan dari raja setempat untuk
mendapatkan hak mempergunakan uang setiap tahun yang ditujukan
dalam kebutuhan sekolah. Dalam hal ini sangatlah penting dari seorang
raja untuk menyekolahkan anak-anak bumiputera terutama anak-anak
priyayi. Namun dengan adanya pendirian sekolah-sekolah dapat
4

meningkatkan adanya pendidikan dan kegemaran untuk membaca. Hal


ini menimbulkan pengetahuan serta kesadaran kepada generasi mengenai
kondisi bangsa Indonesia yang telah dijajah oleh bangsa Belanda.
Oleh karena itu muncul sebuah pikiran untuk mengungkapkan
kepada masyarakat salah satunya melalui sastra yang ditulis
menggunakan bahasa melayu. Karya sastra yang ditulis sebagian besar
berisi pemberontakan untuk menghasut rakyat . Penamaan karya-karya
ini disebut dengan “Bacaan Liar”. Melihat banyaknya pemberontakan
bangsa Belnda mulai khawatir dan mencari akal untuk tidak kehilangan
tanah jajahan yang dianggap subur ini oleh karena itu pada tahun 1908
didirikan Komisi Bacaan Rakyat yang lalu pada sekitar 1917 berubah
nama menjadi Kantor Bacaan Rakyat yang bertugas menerbitkan buku
bacaan rakyat. Kini dikenal sebagai “Balai Pustaka”. Nama balai pustaka
telah besar dan sudah terhitung hingga 90 tahun berdirinya. Kebesaran
balai pustaka ini sudah lama dikenal karena terbitan bukunya.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh
buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar). (Darwin, dkk. 2010 (HB. Jassin, )
Menurut penjelasan pernyataan HB Jassin tersbut puisi-puisi
Angkatan Balai Pustaka memiliki tujuan untuk memberikan nasehat
kepada para pembaca dan pendengarnya. Gaya penceritaannya
terpengaruh oleh sastra Melayu yang mendayu-dayu dan masih
menggunakan bahasa klise seperti peribahasa atau pepatah-petitih.
Penggunaan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh oleh bahasa
Melayu merupakan salah satu ciri puisi Angkatan Balai Pustaka. Tema
yang diunduh sebagai dari dari karya sastra angkatan ini dipengaruhi
oleh kehidupan tradisi sastra daerah setempat atau bersifat lokal.
Dikarenakan oleh eranya yang berdekatan dengan era puisi lama, puisi
balai pustaka masih menggunakan beberapa jenis puisi lama. ( Darwin,
dkk: 2010).

2.3 Tokoh-Tokoh Puisi dalam Angkatan Balai Pustaka

Ada beberapa penyair yang melejit karirnya dalam pembuatan-


pembuatan karya di Angkatan Balai Pustaka. Penyair tersebut berjumlah
tiga orang yang dianggap cukup penting antara tahun 1920 hingga 1933.
5

Mereka dikenal sebagai panyair Angkatan Balai Pustaka karena mereka


berkarya pada periode ini dengan cirri karakteristik karya Angkata Balai
Pustaka. Ketiga tokoh tersebut adalah:

a. Muhammad Yamin

Muhammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24


Agustus 1903 – maningga di Jakarta, 17 Oktober 1962 pado umua 59 taun).
Baliau dikenal sabagai sastrawan, sajarawan, budayawan, politisi, sarato
ahli hukum.
Judul-judul kumpulan puisinya menunjukkan bahwa Muhammad
Yamin adalah seorang nasionalis yang memiliki rasa cinta kepada tanah
air. Sajak-sajak yang ditulis oleh Yamin antara tahun 1920 hingga 1922
dijadikan model puisi pada saat itu dan dijadikan panutan apada penyair-
penyair lainnya. Bentuk puisi yang disebut sonata banyak diulis oleh
Yamin dan kemudian juga ditulis oleh tokoh-tokoh puisi lainnya. Puisi-
puisi Yamin adalah puisi berupa pujian-pujian terhadap tanah air .
ditunjukkan pada tahun 1920 lahir puisi berjudul “Tanah Air” dan “Bahasa
, Bangsa”. Kemudian pada tahun 1922 puisinya yang berjudul “Tanah Air”
dipersembahkan untuk Jong Sumatranen Bond. Kemudian dilanjutkan
dengan 1928 Yamin menerbitkan kumpulan puisi berjudul Indonesia,
Tumpa Darahku.
6

Berikut Salah Satu contoh puisi Moh. Yamin :


Bahasa, Bangsa

was du ererbt von deinen Vatern,


Erwirb es um es zu besitzen.
Goethe
Selagi kecil berusia muda
Tidur si anak di pangkuan bunda,
Ibu bernyanyi, lagu dan dendang
Memuji si anak banyaknya sedang;

Bebuai sayang malam dan siang


Buaian tergantung di tanah moyang.

Terlahir di bangsa, berbahasa sendiri


Diapit keluarga kanan dan kiri

Besar budiman di tanah Melayu


Berduka suka, sertakan sayu;
Perasaan serikat menjadi berpadu,
Dalam bahhasanya, permai merdu.

Meratap menangis bersuka raya


Dalam bahagia bala dan baya;
Bernapas kita pemanjangkan nyawa,
Dalam bahasa sambungan jiwa,
Di mana Sumatera, di situ bangsa,
Di mana Perca, di sana bahasa.

Andalasku sayang, jana-bejana,


Sejakkan kecil muda teruna,
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa, tiadakan pernah,
Ingat pemuda, Sumatera malang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang
7

b. Roestam Effendi

Penyair ini juga dikenal akan sikap nasionalisme yang tinggi.


Roestam merindukan kebebasan bangsanya dari belenggu penjajah.
Roestam Effendi dilahirkan pada tahun 1902 dan mulai menulis di tahun
1924 dengan bukunya yang berjudul “Bebasari”. Kemudian disusul
dengan adnya buku yang berjudul percikan permenungan (1926).
Dalam penjelasannya Bebasari dijelaskan sebagai drama bersajak
yang dengan kuat melukiskan keinginan yang kuat dari penyair untuk
bebas dari penjajah Belanda. Keinginan akan kebebasan tersebut
dilambangkan dengan tokoh pemuda yang dalam perjalanan hidupnya
berusaha untuk membebaskan kekasihnya yang berada dalam
cengkeraman keserakahan seorang raksasa.
Buku kedua berjudul “Percikan Permenungan” yang berisi
kumpulan sajak-sajak. Seperti salah satu contoh puisi :

Bukan Beta Bijak Berperi

Bukan beta bijak berperi,


pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair.
8

Sarat saraf saya mungkiri,


Untaian rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.

Susah sungguh saya sampaikan


degup-degupan di dalam kalbu.
Lemah laun lagu dengungan
matnya digamat rasaian waktu.
Serung saya susah sesaat,
sebab madahan tidak ‘nak datang.
Sering saya susah menekat,
sebab terkurung lukisan mamang.
Bukan beta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun.
Bukan beta berbuat baru,
hanya mendengar bisikan alun.

Percikan Permenungan (1926)


Rustam Effendi

c. Sanusi Pane

(Herman J. Waluyo, 1987 :205) mengungkapkan bahwa


Sanusi Pane sering dikaitkan dengan Angkatan Pujangga Baru,
namun sebenarnya Sanusi Pane lebih banyak menulis pada periode
1920-1933 seperti contoh Pancaran Cita ( 1926) dan Puspa Mega (
9

1927). Sehingga Sanusi Pane lebih dikategorikan sebagai Angkatan


1920-1933.
Sanusi Pane lahir tahun 1905 dan meninggal dunia tahun
1968. Dalam puisi-puisinya banyak dipilih kata-kata lama seperti :
teja, kilau, durja, muram, rawan, dan sebagainya. Sanusi Pane
dipandang sebagai pengarang yang berorientasi ke dunia Timur
dan dipandang sebagai tokoh impresionisme. Pengembaraannya
berdasarkan pengalamannya mengembara ke India selama dua
tahun yang dituangkan dalam buku Madah Kelana ( 1930).
Contoh salah satu puisi Karya Sanusi Pane di buku Madah
Kelana yang pertama kali diterbitkan tahun 1931 :

Taj Mahal
Kepada “Anjasmara”

Dalam Taj Mahal, ratu astana,


Putih dan permai: pantun pualam
Termenung diam di tepi Jamna
Di atas makam Ardjumand Begam,

Yang beradu di sisi Syah Jahan,


Pengasih, bernyanyi megah mulia
Dalam malam tiada berpadan,
Menerangkan cinta akan dunia,

Di sana, dalam duka nestapa,


Aku merasa seorang peminta
Di depan gapura kasih cinta,

Jiwa menjerit, di cakra duka


Ah, Kekasihku, memanggil tuan.
Hanya Jamna membalas seruan.
10

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
11

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai