Anda di halaman 1dari 5

Lembar Jawaban UTS Semester Gasal 2020/2021

Nama : Wirna Nur Sarin

Kelas : 1B

Prodi : PBSI

NIM : 200621100052

Dosen Pengampu : Wahid Khairul Ihwan, S.Pd., M.Pd

1. Sejarah sastra mempunyai hubungan dengan ilmu sastra. Jelaskan hubungan sejarah
sastra dengan ilmu sastra!

Sastra adalah ruang lingkup yang luas dan tidak terbatas, dalam mengartikannya saja
tidak cukup kata untuk mendeskripsikan eksistensi dan maknanya. Sastra menduduki
peran penting dalam proses peradaban manusia, menjadi media sekaligus teman hidup
dalam berbagai lingkup kehidupan, sastra terlahir sebagai proses berpikir bebas juga
berpikir kritis. Sejarah sastra meupakan bagian yang sangat penting dari ilmu sastra.
Keduanya memiliki hubungan yang erat, sejarah sastra memaparkan perkembangan-
perkembangan berbagai lingkup yang menyertai sastra, mulai dari karya-karya yang
dihasilkan, tokoh-tokoh yang berkecimpung di dalamnya, pola pikir yang dituangkan
dalam karya sastra, corak bahasa yang digunakan, keadaan masyarakat yang
digambarkan pada karya sastra, dasar pedoman masyarakat yang tertuang di
dalamnya, dan periode-periode sastra yang menggambarkan perbedaan dari karya
sastra yang dihasilkan sebelumnya. Dengan demikian secara garis besar sejarah sastra
menyimpan dan menceritakan perkembangan karya sastra dari masa ke masa sehingga
termasuk ke dalam ilmu sastra sebagai gambaran umum yang dijadikan acuan untuk
menghasilkan produk sastra. Selain itu, sejarah sastra yang terkandung dalam ilmu
sastra memiliki peran penting sebagai perbandingan karya sastra dari masa ke masa,
hal ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi siapa saja yang berpikir kritis dan
haus akan ilmu sastra. Ilmu sastra sendiri yang memberi peran penting kepada sejarah
sastra sebagai studi ilmiah yang tidak hanya berpegang teguh pada prinsip kebebasan
menyatakan gagasan, tetapi berpegang teguh pada keaslian ilmu yang tidak bisa
ditambah maupun dikurangi esensinya. Sejarah sastra tentu berbeda dengan bagian-
bagian dari ilmu sastra lainnya, dalam pengkajiannya prinsip sejarah sastra yaitu
bersifat objektif sehingga semua teori yang ada pada sejarah sastra sebagai bagian dari
ilmu sastra memiki kesamaan maksud dan bentuk meskipun cakupan sejarah sastra
meliputi bangsa, daerah, suatu kebudayaan, dan lainnya. Oleh karena itu, sejarah
sastra merupakan bagian dari ilmu sastra yang berisikan perkembangan sastra dari
masa ke masa sehingga pengkajian ilmunya sejarah sastra bersifat objektif dalam
memaparkan esensi sejarah sastra.
2. Ruang lingkup kajian sejarah sastra Indonesia adaalah sastra mayor, satra minor, dan
sastra nusantara. Jelakan apakah sastra mayor, satra minor, dan sastra nusantara
tersebut!

Sastra mayor merupakan karya sastra yang ditulis menggunakan bahasa Indonesia.
Dari kata mayor kita bisa melihat posisi sastra yang satu ini mempunyai ruang
lingkup nasional, dibuktikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Sumpah pemuda
yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi tonggak awal berdirinya sastra
Indoensia sehingga dalam keberadaanya sastra mayor tidak bisa kita lupakan. Sastra
mayor memiliki peran penting dalam perkembangan sastra di Indoensia, sastra mayor
bisa menjadi penghubung antar sastra di wilayah Indonesia. Semua karya sastra yang
bebahasa daerah bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga penikmat
sastra bisa membaca karya sastra dari wilayah yang jauh dari wilayahnya sekalipun.
Indonesia memilki keberagaman budaya, bahasa, dan adat istiadat sehingga
munculnya perbedaan bahasa setiap suku dan budaya. Hal inilah yang menggaris
bawahi sastra minor sebagai karya sastra yang menggunakan bahasa daerah yang ada
wilayah indonesia. Sastra minor bukti dari kekayaan bemacam-macam pemikiran
yang tersebar di semua wilayah Indonesia, sastra minor menjelaskan pola pikir dan
keadaan masyarakat yang tercermin di daerah-daerah tersebut. Sastra minor
mencakup ruang lingkup yang lebih kecil daripada sastra mayor sehingga
keberadaanya disebut sebagai sastra subkultur. Tetapi kita tidak boleh
mengesampingkan sastra minor karena sastra minor memiliki peran penting dalam
khazanah kekayaan Indonesia sebagai negara majemuk yang patut kita banggakan.
Jika ditinjau dari konsep linguistik, sastra nusantara merupakan kaya sastra yang
ditulis menggunakan bahasa nusantara dimana bahasa tersebut mencakup benua
Australia, Asia, Amerika, dan Afrika. Kata nusantara memiliki banyak pengertian
karena bisa dipandang dari sisi mana saja, secara umum yang diketahui banyak orang
tentang pengertian nusantara yaitu seluruh wilayah kepulauan indonesia, jika ditinjau
dari sejarah kerajaan majapahit istilah nusantara berarti wilayah kerajaan majapahit
yang juga meliputi wilayah Malaysia dan Singapura, jika ditinjau dari letak geografis
maka nusantara yaitu pulau yang beada di antara empat benua. Dengan demikian,
sastra nusantara ditulis oleh para sastrawan menggunakan bahasa nasional maupun
bahasa daerah yang bersal dari bahasa Austroensia. Tentu sastra nusantara
cakupannya lebih luas dari sastra mayor dan satra minor sehingga sastra Indonesia
masuk ke dalam sastra nusantara.

3. Sejarah sastra Indonesia sangat berhubungan erat dengan sejarah bangsa Indonesia.
Jelaskan hubungan antara sejarah sastra indonesia dengan sejarah bangsa Indonesia!

Sejarah sastra Indonesia menduduki perannya yang dipengaruhi oleh sejarah bangsa
Indonesia itu sendiri. Sejarah sastra berarti awal berdirinya, proses yang
menyertainya, dan hal-hal yang berhubungan kuat dengan sejarah sastra Indonesia
sebelum masa-masa sekarang ini. Sejarah bangsa Indonesia mencakup awal
berdirinya, sepak terjangnya, dan hal-hal lain yang turut andil membangun bangsa
Indoensia. Nasib bangsa Indonesia yang dikekang oleh pemerintah Belanda akhirnya
menemukan puncak persatuan pada peristiwa Sumpah Pemuda. Isi ketiga Sumpah
Pemuda yang bebunyi “Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia” menandakan bahwasanya perbedaan di setiap kalangan
telah menyatu. Begitu juga lahirnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu
mengingat sebelumnya terdapat banyak ragam bahasa yang tersebar luas di wilayah
Indonesia. Ada banyak karya sastra sebelum peristiwa Sumpah Pemuda, karya sastra
tersebut mayoritas menggunakan bahasa Melayu dan Jawa sehingga pada prinsipnya
tidak termasuk karaya sastra Indonesia karena tidak menggunakan bahasa Indonesia.
Bangsa indoensia yang mulai menggalang persatuan di situasi tersebut turut
melahirkan sastra Indonesia yang isinya penuh dengan semangat-semangat
perjuangan melawan pemerintah Belanda. Sastra Indonesia lahir ketika bahasa
Indonesia lahir karena pada hakikatnya semua karya sastra yang dibuat oleh orang
Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia merupakan sastra Indonesia. Meskipun
awal-awal berdirinya sastra Indonesia masih hangatnya masyarakat mengira karya
sastra tersebut merupakan karya sastra Melayu. Corak-corak karya sastra yang ada
pada masa itu sebagian besar bernafaskan perjuangan melawan penajajah, seruan-
seruan menggalang persatuan, dan sebagainya. Sejarah sastra dan sejarah bangsa
keduanya bejalan secara berdampingan dan sejarah bangsa Indoensialah yang
membuka dan merangkul sejarah sastra Indoensia. Oleh karena itu, sejarah sastra
Indonesia memiliki hubungan erat dengan sejarah bangsa Indonesia karena sastra
Indonesia ada ketika bangsa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928 dan
merdeka pada tangal 17 Agustus 1945. Sebegitu pentingnya peran sejarah bangsa
Indonesia yang turut andil dalam lahirnya sejarah sastra Indonesia, maka sebagai
pemikir kita harus menghargai perjuangan tersebut dengan cara berbahasa Indonesai
yang baik dan benar.

4. Balai pustaka apa awalnya sebagai badan yang mengelola pendidikan dan penerbitan
di masa penjajahan Belanda beralih fungsi sebagai lembaga sensor terhadap karya-
karya yang akan diterbitkan oleh Balai Pustaka. Jelaskan dampak Balai Pustaka
sebagai lembaga sensor terhadap karya sastra di masa itu!

Peralihan fungsi peran Balai Pustaka sebagai badan pendidikan dan penerbitan
berubah menjadi lembaga yang mensensor karya-karya sastra yang akan diterbitkan
oleh Balai Pustaka menimbulkan dampak yang tidak sedikit pada masa tersebut. Salah
satu dampaknya yaitu banyak karya-karya sastrawan yang tidak diterbitkan sehingga
untuk kelanjutannya mereka tidak mengirimkan karyanya ke Balai Pustaka lagi,
mereka mengirim karya ke Pujangga Baru awal-awal berdirinya. Hal ini tentu
menyebabkan hambarnya majalah Balai Pustaka yang dibaca karena hanya sebatas
menggunakan tema-tema yang sudah lalu dan itu-itu saja. Padahal tema perjuangan
memiliki ciri khas tersendiri di bacaan dalam majalah mengingat pada masa tersebut
bangsa Indonesia senasib sepenanggungan dijajah oleh Belanda. Tokoh-tokoh yang
ada di penerbitan Balai Pustaka juga merasa tidak setuju dengan tindakan mesensor
tersebut, seperti halnya Sutan Takdir Alisjahbana yang akhirnya mendirikan Pujangga
Baru beserta kedua rekannya, S.M. Latif dan Sutan Moh. Zain yang sefrekuensi
dengannya. Mereka bertiga ingin menerbitkan majalah yang tidak dikekang isinya,
majalah yang mengikuti perkembangan zaman dengan tetap mempertahankan nilai
luhur yang dimiliki Indonesia tentunya. Hingga majalah pertama berhasil diterbitkan,
ada juga masyaakat yang lebih memilih Pujangga Baru daripada Balai Pustaka karena
sentuhan dan gebrakan baru yang dilakukan Pujangga Baru begitu berbeda coraknya
dengan Balai Pustaka yang disokong Belanda. Tindakan mesensor karya sastra yang
berbau perjuangan tidak diragukan lagi kalau kebijakan tersebut dilakukan Belanda
karena pada dasarnya Belanda mendirikan penerbitan Balai Pustaka merupakan
propagandanya yang dilakukan untuk menarik hati masyaakat agar Belanda dicap
sebagai pemerinath yang peduli akan pendidikan setelah masa diberlakukannya
Politik Etis untuk Indonesia. Kesimpulannya, dampak dari peralihan fungsi menjadi
lembaga sensor karya sastra yang akan diterbitkan yaitu beberapa sastrawan yang
tidak lagi mengirimkan karyanya dan didirikannya Pujangga Baru sebagai penerbit
yang agak berbanding terbalik dengan Balai Pustaka sehingga banyak sastrawan
sebelumnya mereka tolak karyanya untuk diterbitkan kini sudah bisa diterbitkan oleh
penerbitan lain, dan mengakibatkan lahirnya angkatan sastra yang baru dan kedua
setelah Balai Pustaka, yaitu angkatan sastra Pujangga Baru.

5. Jelaskan sejarah muculnya Angkatan Pujangga Baru!


Penerbitan Balai Pustaka berada di bawah naungan pemerintah Belanda sehingga
setiap karya sastra yang bernafaskan perjuangan melawan penjajah tidak boleh
dipublikasikan ke masyarakat banyak, pemerintah Belanda sangat tidak mau
masyarakat banyak tergerak hatinya dan menggalang persatuan untuk melawan, hal
ini tentunya berhubungan erat dengan keinginan pemerintah Belanda yang ingin terus
bekuasa memuaskan sifat impeialismenya.Tindakan mesensor itulah yang menjadi
garis besar berdirinya angkatan sastra Pujangga Baru, karena tindakan itulah tidak
sedikit sastrawan yang tidak bisa mengirim karya ke Balai Pustaka karena dibatasinya
paham-paham yang tersurat dan tersirat dalam setiap karya sastra. Awal tahun 1930-
an pengarang-pengarang yang ada di penerbitan Balai Pustaka ingin menerbitkan
majalah khusus yang berisikan kebudayaan yang ada di seluruh wilayah Indonesia,
namun keinginan tersebut belum juga tercapai ketika proses penerbitan Balai Pustaka
berjalan lancar karena biaya penerbitan yang ditanggung pemerintah Belanda, hal ini
juga menjadi latar belakang didirikannya angkatan sastra Pujangga Baru sebagai
penerbitan yang tidak hanya bergerak di bidang kesusastraan tetapi juga bergelut di
bidang kesenian dan kebudayaan. Kemudian tepat pada tahun 1932 Sutan Takdir
Alisjahbana yang bekerja di penerbitan Balai Pustaka membuat rubrik “Menuju
Kesusastraan Baru” yang termuat dalam majalah Panji Poestaka, isi dari karangan
esainya yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia bukanlah bahasa Melayu. Sutan
Takdir Alisjabhana juga menyatakan bahwa perlu adanya pembaruan pada bahasa
Melayu karena menurutnya setiap karya harus mengacu pada perkembangan
modernisasi namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang dimiliki
Indonsia sejak dulu. Hal ini menimbulkan reaksi dari tokoh bahasa Melayu Tinggi
seperti H. Agoes Salim, Sutan Moh. Zain, dan S.M. Latif, mereka menyayangkan
paham tersebut yang menyebabkan polemik pada masyarakat umum. Pada tahun
1933, Sutan Takdir Alisjahbana beserta kedua rekannya yang sefrekuensi dengannya
yaitu Armijin Pane dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru sebagai
gebrakan baru dari angkatan sastra Balai Pustaka, sebagai pembawa semangat baru
dalam kesustraan, kesenian, kebudayaan, dan perihal masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai