NIM : 190211614898
Offr : AA
Prodi : Pend. Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Matkul : Sejarah Sastra Indonesia
Soal
• Tetapkan perisodesasi sastra yang paling relevan dengan perkembangan sastra Indonesia dan jelaskan
alasan yang mendasarinya! Dukung dengan referensi yang memadai! (150-250 kata)
Jawaban
Menurut Rahardjo, pertumbuhan dan perkembangan sastra terbagi menurut zaman atau masanya,
yakni kesusastraan lama, peralihan, hingga baru. Namun, meskipun sudah ada sejak zaman purba,
kesusastraan disepakati lahir pada dekade 20-an dengan ditandai berdirinya penerbit Balai Pustaka.
Yant Mujiyanto dan Amir Fuady juga mengatakan bahwa kesusastraan berangkat dari berdirinya
penerbit Balai Pustaka dan novel "Azab dan Sengsara" karya Merari Siregar pada tahun 1920. Balai Pustaka
dijadikan sebagai masa kelahiran kesusastraan Indonesia tentu bukan tanpa alasan. Balai Pustaka
merupakan penerbit buku pertama di Indonesia yang hampir semua karyanya berbahasa Indonesia (dulu
bahasa Melayu). Sementara itu, karya-karya sastra sebelumnya yang kental akan rasa semangat dan
nasionalisme Indonesia, karya tersebut tidak dapat dicantumkan sebagai karya sastra Indonesia apabila
tidak ditulis dalam bahasa Indonesia. Begitu pula dengan sang penulis. Meskipun penulis adalah orang
Indonesia, beliau tidak termasuk sastrawan/sastrawati Indonesia karena karyanya menggunakan bahasa
asing.
Jadi, tidak heran jika Balai Pustaka disebut sebagai masa kelahiran kesusastraan Indonesia, karena
karya pertama yang diterbitkan merupakan karya dari penulis berkebangsaan Indonesia dan juga ditulis
dalam bahasa Indonesia.
Daftar Rujukan
1. BA, Rahardjo dan Drs. Soewandi. 1985. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia 2. Malang: CV. WARGA
2. Mujiyanto, Yant dan Amir Fuady. 2014. Kitab Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Nama : Caesar ‘Adlu Hakim
NIM :190211614901
Prodi/Offering : PBSID/AA
PERIODISASI YANG PALING RELEVAN DENGAN PERKEMBANGAN
SASTRA INDONESIA
Periode adalah sekadar kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem
norma tertentu atau kesatuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan yang khas yang berbeda
dengan masa sebelumnya. Perngertian tersebut dikemukakan oleh Prof. Drs. H. Sarwadi dalam buku
Sejarah Sastra Indonesia Modern. Ajip Rosidi membagi periodisasi sastra menjadi 6 yaitu, periode awal-
1933, periode 1933-1942, periode 1942-1945, periode 1945-1953, periode 1953-1961, dan periode 1961-
sekarang (1969). Periodesasi sastra yang paling relevan dengan perkembangan sastra Indonesia pada
periode 1961-sekarang (1969) karena pemerintah sudah ikut andil dalam perkembangannya.
Pada tahun 1965 banyak koran-koran yang memulai penerbitannya kembali setelah sebelumnya
dilarang oleh pemerintah seperti Merdeka dan Kompas. Kemudian pada tanggal 6-9 Mei 1966 UI bersama
KAMI dan KAPPI menyelenggarakan sebuah simposium berjudul “ Kebangkitan Semangat 1966:
Menjelajah Tracee Baru” serta menamai dirinya sebagai angkatan 66. Kelompok ini menerbitkan majalah
Horison pada bulan Juli dan majalah inilah para sastrawan bisa bebas melakukan kritikan kepada siapapun.
Pemerintah Jakarta Raya dalam memajukan seni pada umumnya dan sastra khususnya meresmikan pusat
kesenian yaitu, Taman Ismail Marzuki (TIM). TIM menyediakan kompleks gedung-gedung yang berguna
mementaskan kegiatan seni dan kebudayaan. Pemerintah juga mendirikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)
pada tanggal 3 Juli 1968 yang berisikan seniman-seniman dari berbagai cabang kesenian dan berfungsi
untuk mendorong untuk bekerja sama bahu-membahu, baik sejara artistik maupun secara organisasi
mengembangkan kesusastraan. DKJ juga mengadakan berbagai acara tentang seni dan sastra seperti,
Festival Desember, Sayembara penulisan roman dan pembacaan puisi dan ada hadiahnya berupa uang.
Karya sastra pada periode ini memiliki ciri kritik sosial dan politik seperti novel berjudul Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Novel ini menceritakan seorang perempuan yang harus mengikuti
adatnya menjadi seorang ronggeng, Novel ini mengkritisi emansipasi wanita karena perempuan itu harus
nurut dengan adat tersebut.
Refrensi
1. Rosidi, Ajip. 2013. Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.
2. Sarwadi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
3. K.S, Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.
Nama : Devi Aprilia
NIM : 190211614905
Prodi/Offering : PBSID/AA
Daftar Rujukan :
1. Rosidi, Ajib. 1968. Ikhtisar Sejarah Sastra Indoneisa. Bandung: Pustaka Jaya.
2. Junus, A.M., dan Andi Fatimah Junus. 2016. Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
Nama : Dewi Maf úla
NIM : 190211614806
Prodi/Offering : PBSID/AA
Daftar Rujukan :
1. Rosidi, Ajip.2013. Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia. Bandung : Pustaka Jaya
2. Subandiyah, Heny.2013. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta : CV.Arti
Bumi Intaran
Nama : Zahra Apriolita Tsuroyya
NIM : 190211614867
Prodi/Offering : PBSID/AA
Menurut Ajip Rosidi dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia, bahasa
Indonesia tumbuh dari bahasa Melayu sejalan perkembangan rasa kebangsaan atau
nasionalime Indonesia, oleh karena itu bahasa Indonesia baru lahir pada awal abad ke-20.
Menurut beliau masa itu juga baru terlahir sastra Indonesia, yaitu karya sastra yang sudah
ditulis dalam bahasa nasional Indonesia, sedangkan karya-karya sastra yang ditulis sebelum
itu yang masih menggunakan bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya disebut sastra
Nusantara (Ajip Rosidi, 2013: 21).
Menurut beliau, warna yang menonjol pada periode awal (1900-1933) adalah
persoalan adat yang sedang menghadapai akulturasi sehingga menimbulkan berbagai
masalah bagi kelangsungan eksistensi masing-masing daerah. Sedangkan periode 1933-1942
diwarnai dengan pencarian tempat di tengah pertarungan antara kebudayaan Timur dan Barat
dengan pandangan romantik-idealis. Perubahan terjadi pada periode 1942-1945 atau masa
pendudukan Jepang yang melahirkan warna kegelisahan, pelarian, dan peralihan. Sedangkan
warna perjuangan dan pernyataan diri di tengah kebudayaan dunia tampak pada periode
1945-1953 dan selanjutnya warna pencarian identitas diri sekaligus penilaian kembali
terhadap warisan leluhur tampak menonjol pada periode 1953-1961. Sedangkan, pada
periode 1961-1968 yang tampak menonjol adalah warna perlawanan dan perjuangan
mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian
berbagai kemungkinan pengucapan sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Rosidi, Ajip. 2013. Ikhtiar Sejarah Sastera Indonesia. Bandung: Pustaka Jaya.
Ensiklopedia Sastra Indonesia. 2016. Periodisasi Sastra.
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Periodisasi_Sastra (diakses pada
tanggal 30 Januari 2020 pukul 16:22 WIB).
Markijar. 2017. Sejarah Kesusastraan Indonesia, Lengkap Periodisasi.
http://www.markijar.com/2017/06/sejarah-kesusastraan-indonesia-lengkap.html (diakses
pada tanggal 30 Januari 2020 pukul 16:47 WIB).