Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
pulalah makalah Periode Sastra Indonesia ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah yang kami susun ini khusus membahas tentang periode sastra dari sejarahnya, nama
pengarang dan sastranya, perbandingan antar angkatan, dan analisis unsur intrinsik dan
ekstrinsik salah satu karya pengarang.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, khususnya masalah pembahasan periodisasi sastra yang kesemuanya itu
disebabkan oleh minimnya pengetahuan, maka dari itu kami butuhkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Sengonagung, 09 Januari 2022

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ 1
DAFTAR ISI …........................................................................................................... 2
Periodisasi Sastra Indonesia
A.Pengertian Periodisasi Sastra Indonesia .................................................... 3
 Angkatan Balai Pustaka .......................................................................... 5
 Angkatan Pujangga Baru ........................................................................ 6
 Angkatan 1945 ........................................................................................ 6
 Angkatan 1950-1960 ............................................................................... 8
 Angkatan 1966-1970 ............................................................................... 9
 Angkatan 1980-1990 ............................................................................. 10
B.Ciri-ciri Angkatan dan Perbandingan ....................................................... 11
C. Analisis Novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” ....... 14
 Unsur Intrinsik ....................................................................................... 16
 Unsur Ekstrinsik .................................................................................... 19
D.Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 20
E.Daftar pustaka............................................................................................. 21

2
PERIODISASI SASTRA INDONESIA

A.Pengertian Periodisasi Sastra Indonesia


Sastra indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra yang
ada di Indonesia. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah
kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang berbahasa Melayu,
dimana bahasa Indonesia adalah turunannya.
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai
dengan ciri-ciri tertentu. Dalam periodesasi sastra Indonesia dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu lisan dan tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama, angkatan
Balai Pustaka, angkatan Pujangga baru, Angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an, angkatan
1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan reformasi, dan angkatan 2000-an.
Periodisasi sejarah sastra Indonesia secara eksplisit telah diperlihatkan oleh Ajip Rosidi
dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1969). Secara garis besar Ajib Rosidi (1969: 13)
membagi sejarah sastra Indonesia sebagai berikut:
a) Masa Kelahiran mencakup kurun waktu 1900-1945 yang dapat dibagi lagi menjadi
beberapa periode, yaitu:
1. Periode 1900-1933
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945
b) Masa Perkembangan mencakup kurun waktu 1945-1968 yang dapat dibagi menjadi
beberapa periode, yaitu:
1. Periode 1945-1953.
2. Periode 1953-1961.
3. Periode 1961-1968.
Menurut Ajip, warna yang menonjol pada periode awal (1900-1933) adalah persoalan
adat yang sedang menghadapi akulturasi sehingga menimbulkan berbagai masalah bagi
kelangsungan eksistensi masing-masing daerah. Sedangkan periode 1933-1942 diwarnai
dengan pencarian tempat di tengah pertarungan antara kebudayaan Timur dan Barat dengan
pandangan romantic-idealis.
Perubahan terjadi pada periode 1942-1945 atau masa pendudukan Jepang yang
melahirkan warna pelarian, kegelisahan, dan peralihan. Sedangkan warna perjuangan dan
pernyataan diri di tengah kebudayaan dunia tampak pada periode 1945-1953 dan selanjutnya
warna pencarian identitas diri sekaligus penilaian kembali terhadap warisan leluhur tampak
menonjol pada periode 1953-1961. Sedangkan, pada periode 1961-1968 yang tampak
menonjol adalah warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan
sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan
sastra.

3
Pada kenyataannya, telah tercatat enam angkatan yang muncul pada rentang waktu
10– 15 tahun sehingga dapat disusun perodisasi sejarah sastra Indonesia modern sebagai
berikut:
1. Sastra Awal (1900 – an )
2. Sastra Balai Pustaka (1920 – 1942)
3. Sastra Pujangga Baru (1930 – 1942)
4. Sastra Angkatan 45 (1942 – 1955)
5. Sastra Generasi Kisah (1955 – 1965)
6. Sastra Generasi Horison (1966)

Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia menurut Jakob Sumardjo didasarkan pada nama
badan penerbitan yang menyiarkan karya para sastrawan. Seperti Penerbit Balai Pustaka,
majalah Pujangga Baru, majalah Kisah, dan majalah Horison, kecuali angkatan 45 yang
menggunakan tahun revolusi Indonesia. Ada juga penamaan angkatan 66 yang dicetuskan
H.B. Jassin dengan merujuk pada gerakan politik yang penting di Indonesia sekitar tahun
1966.
Penulisan sejarah sastra Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara atau metode, yaitu
(1) menerapkan teori estetika resepsi atau estetika tanggapan, dan (2) menerapkan teori
penyusunan rangkaian perkembangan sastra dari periode atau angkatan ke angkatan. Di
samping itu, sejarah sastra Indonesia dapat juga dilakukan secara sinkronis dan diakronis.
Sinkronis berarti penulisan sejarah sastra dalam salah satu tingkat perkembangan atau
periodenya. Sedangkan yang diakronis berarti penulisan sejarah dalam berbagai tingkat
perkembangan, dari kelahiran hingga perkembangannya yang terakhir.
Setelah meninjau periodisasi sejarah sastra Indonesia dari Jakob Sumardjo dan Ajip
Rosidi, maka muncullah tawaran lain dari Rachmat Djoko Pradopo mengenai periodisasi
sejarah sastra Indonesia sebagai berikut:
1. Periode Balai Pustaka : 1920-1940
2. Periode Pujangga Baru : 1930-1945
3. Periode Angkatan 45 : 1940-1955
4. Periode Angkatan 50 : 1950-1970
5. Periode Angkatan 70 : 1965-1984

Dari pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan periodisasi sastra sebagai berikut:
1. Angkatan Balai Pustaka
2. Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan ’45 4. Angkatan 50-an
5. Angkatan 60-an
6. Angkatan kontemporer (70-an--sekarang).

4
1. Angkatan Balai Pustaka

Abdul Muis sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka


Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun
1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam
khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk
mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi
politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi,
bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak,
dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" karena ada
banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para
pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini
adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
N NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
O
1. Merari Siregar Azab dan Sengsara (1920) Binasa kerna Gadis Priangan
(1931) Cinta dan Hawa Nafsu
2. Marah Roesli Siti Nurbaya (1922) La Hami (1924) Anak dan
Kemanakannya (1956)
3. Muhammad Yamin Tanah Air (1922) Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata Ken Arok dan Ken Dedes
(1934)
4. Abdul Muis Salah Asuhan (1928) Pertemuan Djodoh (1933)
5. Djamaludin Adinegoro Darah Muda (1927) Asmara Jaya (1928)

5
2. Pujangga Baru

Sutan Takdir Alisjahbana pelopor Pujangga Baru


Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra
yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah
sastra intelektual, nasionalistis dan elitis.
NO NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
.
1. Sutan Takdir Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega -
Alisjahbana kumpulan sajak (1935) Layar Terkembang (1936) Anak
Perawan di Sarang Penyamun (1940)
2. Hamka Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938) Tenggelamnya Kapal
Van der Wijck (1939) Tuan Direktur (1950) Di dalam
Lembah Kehidoepan (1940)
3. Armijn Pane Belenggu (1940) Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa - kumpulan
sajak (1960) Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953) Habis
Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A. Kartini
(1945)
4. Sanusi Pane Pancaran Cinta (1926) Puspa Mega (1927) Madah Kelana
(1931) Sandhyakala Ning Majapahit (1933) Kertajaya
(1932)
5. Roestam Effendi Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan Pertjikan
Permenungan
6. Fatimah Hasan Delais Kehilangan Mestika (1935)

6
3. Angkatan 1945

Chairil Anwar pelopor Angkatan 1945


Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan
Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
baru yang romantikidealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang
perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan
angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang".
Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam
kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheisdianggap sebagai karya pembaharuan prosa
Indonesia
NO NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
.
1. Chairil Anwar Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu (1949)
2. Idrus Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki
(1949) Perempuan dan Kebangsaan
3. Achdiat K. Mihardja Atheis (1949) 4. Trisno Sumardjo Katahati dan Perbuatan
(1952) 5. Utuy Tatang Sontani Suling (drama) (1948)
Tambera (1949) Awal dan Mira - drama satu babak
(1962)
4. Trisno Sumardjo Katahati dan Perbuatan (1952)
5. Utuy Tatang Sontani Suling (drama) (1948) Tambera (1949) Awal dan
Mira - drama satu babak (1962)
6. Asrul Sani, Rivai Apin, Tiga Menguak Takdir (1950)
dan Chairil Anwar

7
4. Angkatan 1950 – 1960

Pramoedya Ananta Toer novelis generasi 1950-1960


Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri
angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi.
Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya,
Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung
dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis.
Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di
Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena
masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di
Indonesia.
NO NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
.
1. W.S Rendra Balada Orang-orang Tercinta (1957) Empat Kumpulan
Sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963)
2. Ali Akbar Navis Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963) Hujan Panas
(1964) Kemarau (1967)
3. N.h Dini Dua Dunia (1950) Hati jang Damai (1960)
4. Trisnojuwono Angin Laut (1958) Dimedan Perang (1962) Laki-laki dan
Mesiu (1951)
5. Mochtar Lubis Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah
Gersang (1964) Si Djamal (1964)
6. Pramoedya Ananta Toer Toer Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam
(1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951) Keluarga Gerilya
(1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951) Perburuan
(1950) Cerita dari Blora (1952)

8
5. Angkatan 1966 - 1970

Taufik Ismail sastrawan Angkatan 1966


Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan
ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran
surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak
membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan
1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan
Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko
Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
N NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
O
Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Tirani dan Benteng Buku
Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan
Saya Hewan Puisi-puisi Langit
Sapardi Djoko Damono (1969) Mata Pisau (1974)
Dukamu Abadi
Leon Agusta Monumen (1966) Catatan Putih (1975) Di Bawah Bayangan Sang
Safari Kekasih (1978) Hukla (1979)
Umar Kayam Kunang-kunang di Manhattan Sri Sumarah dan Bawuk
Lebaran di Karet Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
Kelir Tanpa Batas Para Priyayi Jalan Menikung
Putu Wijaya Bila Malam Bertambah Malam (1971) Telegram (1973)
Stasiun (1977) Pabrik Gres Bom
Wisran Hadi Empat Orang Melayu Jalan Lurus 10

9
6. Angkatan 1980 – 1990

Hilman Hariwijaya penulis cerita remaja pada dekade 1980 dan 1990
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya
roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T.
Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan
penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini
antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira
Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop,
yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial
Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang
kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama terkenal muncul
dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose,
Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmin
N NAMA PENGARANG KARYA SASTRA
O
Hilman Hariwijaya 28 novel (1986-2007) Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
Lupus Olga Sepatu Roda (1992) Lupus ABG - 11 novel (1995-
2005)
Darman Moenir Bako (1983) Dendang (1988)
Y.B Mangunwijaya Burung-burung Manyar (1981)
Arswendo Atmowiloto Canting (1986)
Dorothea Rosa Herliany Nyanyian Gaduh (1987) Matahari yang Mengalir (1990)
Kepompong Sunyi (1993) Nikah Ilalang (1995) Mimpi
Gugur Daun Zaitun (1999)
Budi Darma Olenka (1983) Rafilus (1988)

10
B.Ciri-Ciri Angkatan dan Perbandingan
Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Disebut Angkatan Dua Puluhan karna novel yang pertama kali terbit adalah novel
Azab dan Sengsara yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh Merari siregar. Disebut pula
sebagai Angkatan Balai Pustaka karna karya-karya tersebut banyak diterbitkan oleh
penerbit Balai Pustaka.

Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’20-an


Ciri-ciri Karya penting Pengarang
Puisinya berupa syair dan Azab dan sengsara Merari siregar
pantun
Aliranya bercorak Siti nurbaya Merah rusli
romantik
Soal kebahasaan belum Salah aasuhan Abdul muis
mengemuka
Gaya bahasa masih Sengsara membawa Tulis sutan sati
menggunakan nikmat
perumpamaan

Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru


Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir tahun ’30-’40-an,
diambil dari majalah Pujangga Baroe yang terbit tahun 1933. Disebut sebagai
Angkatan Tiga Puluhan sebab sngkatan ini lahir pada tahun ’30-an.
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’30-an
Ciri-ciri Karya penting Pengarang
Dinamis Layar berkembang S.T. Alisyhbana
Individualistisw Belenggu Armin pane
Tidakpersonalkan tradisi Indonesia tumpah Muhammad yamin
sebagai temanya darahku
Hasil karya bercorak Nyanyian sunyi dan buah Amir hamzah
kebangsaan rindu

Periode ‘45
Disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar kerna perjuangan Chairil Anwar dalam
melahirkan angkatan ’45 ini. Disebut juga sebagai angkatan kemerdekaan karna
dilahirkan pada tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Ciri-ciri Karya penting Pengarang
Bebas Tiga menguak takdir Chairil Anwar, Asrul
Sani, Riayi Apin
Individualistis Atheis Achdiat Karta Mihardja
Dari ave maria ke jalan Idrus

11
Universitalitas lain roma
Surat kertas hijau dan Sitor Situmorang
Realitas wajah tak bernama

Angkatan ‘66
Nama Angkatan ’66 dicetuskan oleh Hans Bague Jassin melalui bukunya yang
berjudul Angkatan ’66 bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yan tengah kacau
akibat PKI.
Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan ‘66
Ciri-ciri Karya Pengarang
Kebanyakan tentang protes Pagar Kawat Toha Mochtar
terhadap social dan politik Berduri
Tirani dan Benteng Taufiq Ismail
Mulai dikenal gaya epic pada
puisi Pariksit Goenawan Mohammad

Banyak penggunaan gaya Para Priayi Umar Kayam


retorik dan slogan
Mata Pisau dan Peluru Supardi Joko Damono
Cerita dengan berlatar perang Kertas

Angkatan ’70-an
Sekitar tahun ’70-an, muncul karya-karya sastra yang lain dari sebelumnya yang
dimana tidak menekankan pada makna kata yang kemudian digolongkan kedalam
jenis sastra kontemporer.
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’70-an
Ciri-ciri Karya Pengarang
Diabaikannya unsur makna Sutardji Calzoum
O, Amuk, Kapak
Bachri
Penuh semangat Hukla Leon Agusta
eksperimentasi Wajah Kita Hamid Jabar
Catatan Sang
Beraliran surealistik F. Ibrahim
Koruptor
Dalam drama,pemain sering Dandandik Ibrahim Sattah
improvisasi
s
Angkatan ’80-an
Karya sastra Indonesia pada setelah tahun 1980 ditandai dengan banyaknya roman
pecintaan karya sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebu

12
Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan ’80-an
Ciri-ciri Karya Pengarang
Didominasi oleh roman Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer
percintaan Burun- Burung Manyar Y.B Mangun Wijaya
Boko Darman Moenir
Konvensional : tokoh Ronggen Dukuh Paruk Ahmad Tohari
antagonis selalu kalah

Tumbuh sastra beraliran pop


Lupus Ahmad Tohari
Karya sastra tersebar luas
diberbagai majalah dan
penerbitan umum

13
C. ANALISIS UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK
NOVEL “DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN

1.    IDENTITAS BUKU
a.    Judul : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
b.    Pengarang : Tere Liye
c.     Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
d.    Tahun Terbit : Juni 2010
e.    Jumlah halaman : 264 Halaman
f.      Sampul Buku

2.    SINOPSIS
Novel ini mengisahkan tentang kehidupan Tania, seorang gadis perempuan yang berasal
dari keluarga yang kurang mampu. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika sang ayah
meninggal dunia, dan membuat ibunya menjadi tulang punggung keluarga kecil yang terdiri
dari Tania, dan seorang adiknya bernama Dede. 
Dengan segala keterbatasan yang menghimpitnya, Tania dan Dede akhirnya berhenti
bersekolah. Mereka mulai mengisi hari-hari mereka dengan berjalan dari mobil ke mobil,
mengamen, menyanyikan lagu-lagu dewasa demi mengumpulkan pundi-pundi uang yang
diharapkan bisa meringankan beban sang ibu, yang bekerja serabutan dan seringkali sakit.
Tapi semua kesulitan itu mendadak sirna, saat Tania menemukan seseorang. 
Hari itu malam mulai larut. Tania dan Dede mengamen di sebuah bis kota yang penuh
dengan orang-orang yang baru pulang kantor. Saat mengamen itulah, Tania yang berbaju

14
lusuh dan tidak memakai alas kaki menginjak sebuah paku payung, menciptakan luka di
telapak kakinya dan membuat darah segar mengalir deras.
Saat itulah seseorang itu menolongnya. Ia membersihkan luka di kaki Tania, menutupnya
dengan saputangan yang ia miliki. Kemudian dibelikannya Tania obat merah untu
menyembuhkan lukanya.
Keesokan harinya Tania kembali mengamen. Dengan kakinya yang pincang, ia kembali
bernyanyi dari satu bis ke bis lainnya, bersama Dede. Rupanya, ia bertemu lagi
dengan seseorang itu.seseorang itu datang menghampirinya dan Dede, kemudian
menyerahkan dua buah kotak dan menyerahkannya kepada Tania dan Dede. 
Kotak tersebut berisi dua buah sepatu, satu untuk Tania dan satu untuk Dede. Hari itu juga
seseorang itu berkunjung kerumahnya, bertemu dengan ibunya. Ia mengatakan kepada sang
ibu bahwa ia akan menyekolahkan Tania dan Dede hingga tamat.       
Sejak itulah kehidupan Tania mulai berubah. Ia kembali bersekolah, kembali menuntut
ilmu berkat seseorang yang kehadirannya ia anggap seperti malaikat di
kehidupannya.  Seseorang itu, yang bernama Danar. Tania kemudian mulai merasakan
perasaan ganjil itu: Jatuh cinta. Tetapi dirinya masih terlampau kecil dan tidak mengerti akan
perasaan yang menyelimuti hatinya itu.
Namun, tak lama setelah nasib baik itu menghampirinya, cobaan kembali datang menerpa
dirinya. Ibunya meninggal. Hidup Tania terus berlanjut meski duka menyelimuti hatinya. Tak
lama setelah kepergian ibunya, Tania menerima beasiswa untuk bersekolah menengah
di  Singapura. Dengan nasihat Oom Danar, ia berangkat ke Singapura, meninggalkan Dede,
pusara ibu, dan tentu saja meninggalkan dia.
Tiga tahun terlewati. Tania kembali pulang ke Indonesia, dan menghabiskan masa
liburannya. Meski setelahnya, ia kembali ke Singapura untuk melanjutkan studi sekolah
menengah atasnya disana. Saat hari kelulusan SMA-nya, Oom Danar datang dengan
kekasihnya, Kak Ratna, dan adiknya, Dede. Saat itulah Oom Danar dan kak Ratna
menyampaikan bahwa mereka memutuskan untuk menikah. Tania kaget bukan main. Setelah
kepulangan mereka, Tania bertekad untuk tidak datang ke acara pernikahan mereka.
Dan Tania benar-benar tidak datang, meski Oom Danar sendiri yang memintanya. Meski
kak Ratna sudah mendatangi kediamannya di Singapura beberapa hari sebelum
pernikahannya, hanya untuk membujuk agar Tania mau datang ke pernikahan tersebut.Tania
tidak mau datang karena ia mengira jawaban dari pertanyaannya selama ini tentang perasaan
Oom Danar yang sebenarnya sudah jelas didepan mata: Malaikatnya itu tak pernah
mencintainya. Padahal ia sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk pemuda itu,
menuruti semua perkataannya, dan tumbuh menjadi gadis yang cantik, cerdas, dan dewasa.
 Semuanya terus berlanjut sampaiakhirnya suatu hari Tania menerima e-mail dari kak
Ratna yang bercerita tentang kehidupan rumah tangganya dengan Oom Danar. Cerita-cerita
itulah yang kemudian membuat Tania memutuskan untuk kembali pulang. Tania pulang ke
Indonesia. Dan semuanya terungkap. Sesampainya Tania di Indonesia, Dede akhirnya
bercerita tentang semuanya, maksud dari semua perlakuan Oom Danar selama ini, dan sebuah
draf novel di laptop Oom Danar yang pernah ia baca, yang katanya tidak akan selesai.
Karena novel itu bercerita tentang Tania dan Oom Danar. Tentang perasaan Oom Danar
yang sebenarnya: bahwa ia juga memendam rasa yang sama kepada Tania. Tapi novel itu
berhenti, dan tidak akan pernah selesai, berhenti pada saat hari pernikahan Oom Danar dengan
Kak Ratna. Tania kemudian bergegas menemukan Oom Danar. Tania bertemu dengan
Malaikatnya itu dibawah pohon linden, dekat rumah kardus mereka dulu. Dan disinilah
akhirnya semua kebenaran terungkap, Semua perasaan terluapkan. Tetapi tidak ada yang
berubah, karena semuanya sudah terlambat. Bahwa Oom Danar sudah bersama Kak Ratna,
dan Kak Ratna sedang mengandung. Akhirnya, jalan yang terbaik adalah sama-sama
melepaskan, dan mengikhlaskan perasaan yang selama ini mereka pendam diam-diam itu.

15
3.    UNSUR INSTRINSIK
a.    Tema
Tema dalam novel ini adalah "Cinta tak harus memiliki", seperti  dalam kutipan berikut
"Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang    sempurna dalam kehidupan ini." (hal.256)
Tema dalam novel ini adalah “Ikhlas dalam menerima takdir tuhan.” Seperti dalam
kutipan berikut:

“Ketahuilah, Tania dan Dede.... Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.... Dia
membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semunya..” (hlm.63)

“Bahwa hidup harus menerima.. penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus
mengerti...pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami...pemahaman yang tulus.
Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski
lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.” (hlm. 196)
b.    PENOKOHAN
1)    Tania (Tokoh Aku)
Tania adalah seorang gadis yang cerdas, cantik, dewasa, bertanggung jawab, menepati
janji, tulus, setia, membanggakan, dan berlapang dada. Selain itu, Tania juga seorang yang
menyayangi keluarganya, terutama adik dan ibunya. Ia rela mengorbankan sekolahnya demi
membantu sang ibu mengumpulkan pundi uang untuk kelangsungan hidup mereka.
Cerdas
“Setelah berjuang habis-habisan di ujian terakhir, akhirnya aku berhasil melampaui 0,1 digit
si nomor satu selalu. Tipis sekali. Aku mendapatkan peringkat terbaik.” (hlm. 127)
Cantik
“Aku tahu aku cantik. Tubuhku proporsional. Rambut hitam legam nan panjang. Menurut
seseorang yang akan penting sekali dalam semua urusan malam ini: “mukamu bercahaya oleh
sesuatu, Tania..””  (hlm. 15)
Membanggakan
“Lihatlah....Tania yang dewasa dan cantik. Tania yang akan selalu membanggakan ibu. Tania
yang akan selalu membanggakan.” (hlm. 192)
2)    Oom Danar.
Danar adalah seorang pemuda yang tampan, dewasa, baik, murah hati, penyayang, dan
menyukai anak-anak. Ia juga pandai menulis, sehingga novel-novel karyanya laku keras di
pasaran hingga merambah ke mancanegara.
Tampan
“Dia berkeliling berkenalan dengan teman-temanku. Maggie yang orangtuanya tinggal di
Selangor mendesis, “wow, cute,” saat bersalaman dengannya. Teman-temannya ikut tertawa.
Berbisik dengan genitnya. Lebih ramai.” (hlm. 95)
Baik
“Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di hadapanku. Mengeluarkan saputangan
dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati
membersihkannya dengan ujung saputangan. Kemudian membungkusnya perlahan-lahan.”
(hlm. 24)

16
“saat kami akan turun, ia memberikan selembar uang sepuluh ribuan,”untuk beli obat merah.”
(hlm.24)

3)    Dede.
Dede adalah seorang pemuda yang baik, menyanyangi keluarganya, cerdas, memilki
nalar yang tinggi, tampan, serta tidak bisa diam. Dede seringkali menyeletuk dan mengoceh
ketika sedang berkumpul dengan Oom Danar, Tania, dan Kak Ratna. Ia memiliki hobi
bermain lego, sejak lego pertama yang ia dapatkan dari Oom Danar sewaktu ia kecil dulu. Ia
juga pandai bercerita, karena sering bercerita bersama Oom Danar di kelas mendongeng.
Cerdas
“Dede ranking empat dikelas, meski tidak ikut ulangan umum karena sakit.” (hlm.44)
4)    Ratna
Kak Ratna adalah seorang perempuan yang berperawakan seperti artis. Ia baik,
menyenangkan, cantik, pengertian, mau mendengarkan, penyabar, dan tulus. Ia begitu
menyayangi Danar sehingga tidak begitu menyadari perasaan yang sebenarnya Danar simpan
diam-diam.
c.     ALUR
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran atau alur maju mundur. Hal ini
dibuktikan oleh tahapan cerita berikut ini:
1)    Pengenalan/Awal cerita.
Awal Cerita dalam novel ini dimulai dengan narasi Tania yang berlokasi di sebuah toko
buku. Toko buku inilah yang mengaitkan segala cerita yang kelak akan mengalir. Narasi yang
dipaparkan adalah narasi mengenai perasaan Tania, sang tokoh utama, yang kemudian
berlanjut dengan pengenalan berbagai tokoh dalam cerita ini.
2)    Konflik/ awal permasalahan
Permasalahan/konflik dalam cerita ini berlangsung ketika Tania kecil mulai merasa
perasaan yang mengganggu ketika dirinya, Danar, Kak Ratna, Dede, dan Ibu berjalan bersama
ke Dunia Fantasi. Ia mulai merasa cemburu. Selain itu, konflik juga terjadi ketika Kak Ratna
memberitahu dirinya bahwa ia dan Danar akan segera menikah.
3)    Klimaks/Puncak permasalahan
Klimaks dari novel ini adalah terletak pada bagian ketika menjelang akhir, yakni ketika
Tania bertemu dengan Oom Danar di bawah pohon Linden dan membicarakan mengenai
kejujuran yang sebenarnya dari seluruh perasaan yang mereka pendam selama ini.
4)    Anti Klimaks
Anti Klimaks dari novel ini adalah ketika Tania memutuskan untuk berdamai dengan
perasaannya sendiri dan ingin berusaha melepaskan bayang-bayang Danar di benaknya.
5)    Resolusi/Penyelesaian
Resolusi dari cerita ini adalah ketika Tania akhirnya memutuskan untuk meninggalkan
Danar dan kembali melanjutkan hidupnya dengan kembali ke Singapura.

d.    LATAR
1)    Latar Tempat
Yang menjadi latar tempat dalam novel ini adalah daerah di negara Indonesia dan
Singapura. Seperti  ketika di Indonesia, novel ini mengambil latar tempat di :
Ø  rumah kardus Tania: 
“dan akhirnya sampailah kami kepada pilihan rumah kardus.” (hlm.30)
Ø  lingkungan rumah kardus Tania:
“aku, adikku, dan Ibu sering duduk dibawah rumah kardus kami, menatap pohon yang mekar
tersebut dibawah bulan purnama, seperti malam ini.” (hlm. 232)

17
Ø  toko buku favorit Danar:
“Lantai dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah jam lebih aku terpekur berdiam diri
disini. Mengenang semua kejadian itu. Mengenangnya. “ (hlm. 104)
Ø  rumah sakit:
“menyuruh kami mandi di kamar mandi rumah sakit.” (hlm. 57)
Ø  pusara Ibu:
“Aku tersenyum sambil bersibak, agar mereka berdua bisa merapat ke pusara ibu.” (hlm. 195)
Ø  Kontrakan Danar
“Sehari setelah ibu meninggal, aku dan adikku pindah ke kontrakannya.” (hlm. 67)
Ø  Bandara:
“ketika tiba di bandara, dia dan Dede sudah menjemputku di lobbi kedatangan luar negeri.”
(hlm. 78)
Novel ini juga mengambil latar tempat di Singapura yaitu di :
Ø  Bandara Changi:
“pukul 15.00 aku mengantar mereka ke Bandara Changi” (hlm. 102)
Ø  NUS (National University of Singapore):
“Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National University of Singapore (NUS)” (hlm.
100)
Ø  Toko buku terbesar di Singapura:
“buktinya, saat Dede ingin membeli buku-buku di salah satu toko buku terbesar di Singapura,
ia hanya mengangguk, mengiyakan.” (hlm. 96)

2)    Latar Waktu
Ø  Pagi hari
“besok pagi-pagi, ibu mengganti perban itu dengan lap dapur, saputangan itu dicuci.” (hlm.
24)
Ø  Siang hari
“kami makan siang di kantin mahasiswa.” (hlm. 101)
Ø  Sore hari
“aku ingat sekali, sore hari Minggu itu seperti biasa aku dan adikku pulang lebih lama
dibandingkan anak-anak lain.” (hlm.38)
Ø  Malam hari
“malam-malam duduk didepan kontrakan berlalu percuma.” (hlm. 37)

3)    Latar Suasana
Ø  Menyenangkan
“pesta sweet seventeen-ku hanya seperti itu. (meski bagiku itulah pesta terbaik selama ini)”
(hlm. 95)
Ø  Menyedihkan
“Kak.. kenapa Ibu dibungkus?” aku hanya menggeleng lemah. Usianya delapan tahun, dan ia
belum mengerti benar tentang kata “kematian”” (hlm. 62)
Ø  Mengharukan
“tahukah kau. Danar tadi sempat berkaca-kaca mendengar pidatomu.” (hlm. 130)
Ø  Mengagetkan
“mukaku memang terlanjur memerah. Semua ini mengejutkan.” (hlm. 131)

e.    SUDUT PANDANG

18
Sudut pandang dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama.
Cerita ini dikisahkan melalu sudut pandang Tania, sang tokoh utama dari novel ini. Tercermin
dalam kutipan berikut ini:
“aku mencintainya. Itulah semua perasaanku.” (hlm. 154)
“aku menimpuk kepala Anne dengan gumpalan tisu.” (hlm. 177)
“dia menoleh padaku. Kami bersitatap sejenak. Ya Tuhan, mata itu redup. Redup sekali.”
(hlm.237)
f.      GAYA BAHASA
1)    Simile
“seseorang yang bagai malaikat hadir dalam kehidupan keluarga kami...” (hlm.128)
2)    Asosiasi
“mobil beringsut seperti keong.” (hlm. 65)
3)    Hiperbola
“seseorang yang membuatku rela menukar semua kehidupan ini dengan dirinya.”
(hlm.129)
“Esok malamnya e-mail kak Ratna berdarah-darah.” (hlm. 228)
4)    Personifikasi
“Angin malam memainkan anak rambut.”(hlm.236)
“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.” (hlm. 63)
g.    AMANAT
Amanat yang terkandung dalam novel ini ialah, terkadang hal yang terbaik adalah
menerima. Menerima, bahwa segala hal yang terjadi tidak selalu seperti apa yang kita
inginkan. Menerima, dan belajar untuk mengikhlaskan. Jika sesuatu itu memang bukan hadir
untuk kita, Meski seberapapun besar usaha yang kita perbuat, meski seberapa susahnya pun
kita berjuang, meski seberapa sakitnya pun kita bertahan, dan meski seberapapun indahnya
memori yang ada bersama seseorang tersebut, kita tidak akan bisa mendapatkannya. Karena
yang terbaik menurut kita, belum tentu yang terbaik menurut kehendak Tuhan.
Dan ketika kita menghadapi suatu musibah, suatu masalah, atau apapun yang negatif,
hendaknya kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Karena sedih dan senang itu datangnya
satu paket. Tuhan maha adil, dan tidak akan membiarkan hambanya bersedih kecuali apabila
hambanya memang sanggup untuk menanggungnya. Alih-alih bersedih, sebaiknya kita
semakin mengembangkan diri kita dan menjadi lebih baik lagi, seperti yang dilakukan Tania.
Meski Danar tidak jadi bersamanya, ia tetap melanjutkan hidup dan menjadi seseorang yang
sukses di Singapura.
Karena cinta tidak harus memiliki.

4.    UNSUR EKSTRINSIK
a.    Nilai Sosial
Menolong orang dengan tidak memandang siapa yang di tolong karena menolong dengan
ikhlas seperti dalam novel tokoh Danar yang menolong Tania dengan tidak memandang siapa
Tania.

b.    Nilai Moral
Memberi pengetahuan kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat sulit nyatanya tidak sesulit
yang kita lihat jika kita ingin bersungguh sungguh mencapainya seperti dalam novel tokoh
Tania yang pantang menyerah menjalani hidupnya walau banyak rintangan yang
menghalanginya.

19
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Periodesasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan
sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Dalam periodesasi sastra Indonesia dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu lisan dan tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas angkatan
Pujangga Lama, angkatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga baru, Angkatan 1945, angkatan
1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan reformasi, dan
angkatan 2000-an. Berdasarkan analisis “daun yang jatuh tak pernah membenci angin” Novel
ini memaparkan bahwa kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat sulit nyatanya tidak sesulit
yang kita lihat jika kita ingin bersungguh sungguh mencapainya.
Saran Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi saran adalah perlu ditinjau kembali
secara mendalam tentang pengertian periodisasi sastra, masa berkembangnya angkatan, ciri-
ciri tiap angkatan, dan analisis unsur intrinsik dan eksrinsik sebuah karya sastra. Saya
membuat tugas ini berdasarkan sumber sumber yang ada. Saya juga menyadari, masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan tugas ini. Maka dari itu, saya memerlukan saran
dari para pembaca supaya menjadikan makalah ini lebih baik. Atas perhatiannya, saya
ucapkan terima kasih.

20
E. DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=ABDUL+MUIS&sxsrf=AOae

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2F2.bp.blogspot.com%2F-
0oBmhXVT5vY%2FWh4wlvcuhuI%2FAAAAAAAAAvE%2Fhqls6U5SH-
csCwNfvHOS0zeIoXsHaYaNQCLcBGAs
%2Fs1600%2Fsultan_takdir_alisjahbana.jpg&imgrefurl=https%3A%2F
%2Fwww.mjbrigaseli.com%2F2017%2F11%2Fkumpulan-puisi-sutan-takdir-
alisjahbana.html&tbnid=mdqhzOGuWvOCSM&vet=12ahUKEwiks8mz66j1AhUlktgFHSklC
80QMygCegUIARC8AQ..i&docid=woTfqGl0vKXJ_M&w=250&h=275&itg=1&q=sutan
%20takdir
%20alisjahbana&ved=2ahUKEwiks8mz66j1AhUlktgFHSklC80QMygCegUIARC8AQ
https://www.google.com/search?
q=CHAIRIL+ANAWAR&tbm=isch&ved=2ahUKEwiks8mz66j1AhUlktgFHSklC80Q2-
cCegQIABAA&oq=CHAIRIL+ANAWAR&gs_lcp=CgNpbWcQAzIKCCMQ7wMQ6gIQJzI
KCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQ
JzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6
gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJ1CKBVj5TmCPU2gBcAB4AIABAIgBAJIBAJgBAKABAaoB
C2d3cy13aXotaW1nsAEKwAEB&sclient=img&ei=iATdYaTPOKWk4t4Pqcqs6Aw&bih=61
5&biw=736
https://www.google.com/search?
q=TAUFIK+IMAIL&tbm=isch&ved=2ahUKEwjE8OSV7Kj1AhXpNbcAHVjGA-gQ2-
cCegQIABAA&oq=TAUFIK+IMAIL&gs_lcp=CgNpbWcQAzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCC
MQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIK
CCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJzIKCCMQ7wMQ6gIQJ
zIKCCMQ7wMQ6gIQJzoHCCMQ7wMQJ1CQB1iVJmC9KGgBcAB4AIABhAKIAYQCkg
EDMi0xmAEAoAEBqgELZ3dzLXdpei1pbWewAQrAAQE&sclient=img&ei=VgXdYcTtNu
nr3LUP2IyPwA4&bih=615&biw=736
https://www.google.com/search?
q=hilman+hariwijaya&tbm=isch&ved=2ahUKEwiho4zC7Kj1AhVEyXMBHaMmDEkQ2-
cCegQIABAA&oq=HILMAN+HARI&gs_lcp=CgNpbWcQARgAMgUIABCABDIFCAAQg
AQyBQgAEIAEMgUIABCABDIFCAAQgAQyBQgAEIAEMgUIABCABDIFCAAQgAQy
BAgAEB4yBggAEAUQHjoHCCMQ7wMQJzoKCCMQ7wMQ6gIQJzoICAAQgAQQsQM6
CwgAEIAEELEDEIMBUIEFWKzVAmDr4QJoAnAAeASAAZQLiAGVV5IBDzAuMi4xLj
AuMi4xLjMuNZgBAKABAaoBC2d3cy13aXotaW1nsAEKwAEB&sclient=img&ei=swXdY
eH9McSSz7sPo82wyAQ&bih=615&biw=736

21
22

Anda mungkin juga menyukai