A. Kesusastraan
Sastra dapat dikaitkan dengan kebudayaan dan kesenian. Kebudayaan merupakan
hasil pemikiran, perasaan, dan kemauan atau kehendak manusia dalam
penyempurnaan hidupnya dengan jalan menciptakan sesuatu berdasarkan hal-hal
yang ada di alam ini. Dengan demikian sastra merupakan bagian dari kebudayaan
karena berupa buah pemikiran uangkapan pengalaman jiwa seseorang. Dan karya
sastra dapat dikatakan sebagai sebuah kesenian karena mengandung nilai-nilai
estetis. Nilai estetis tersebut disimbolkan dan ditunjukkan melalui
penggunaanbahasa. Dengan demikian, sastra dapat dikatakan sebagai bagian dari
kebudayaan dan kesenian.
Menurut Sumardjo dan Saini ada tiga hal yang membedakan karya sastra dengan
karya tulis lainnya yaitu :
a. Karya Sastra bersifat khayal ( Fictionality)
b. Karya Sastra memiliki nilai-nilai seni (Aestic Values)
- Kesatuan dalam keragaman (Unity in Variety)
- Keseimbangan (Balance)
- Keselarasan (Harmony)
- Tekanan yangTepat (Right Emphasis)
c. Penggunaan Bahasa yang khas sebagai media sastra (Special Use of Language)
B. Fungsi Sastra
Fungsi sastra sebagai karya yang memberikan rasa keindahan dan kegunaan dapat
digolongkan dalam lima kategori yaitu sebagai berikut (Rokhmansyah, 2014)
1. Rekreatif : apabila isinya dapat menghibur pembaca dan menimbulkan emosi
pembaca seperti perasaan senang dan gembira.
2. Didaktif : jika isi karyanya mampu mengarahkan dan mendidik pembaca untuk
berkehidupan lebih baik melalui nilai-nilai yang terdapat pada karya sastra
tersebut.
3. Estetis : memiliki fungsi estetis ketika karya tersebut menimbulkan kesan
keindahan dalam benak pembaca.
4. Moralis : Karya sastra yang baik adalah yang mengandung nilai-nilai moral
didalamnya . Jika suatu karya sastra mengandung nilai-nilai moral, karya sastra
tersebut dapat berfungsi sebagai media agar pembaca dapat membedakan nilai
moral yang baik atau yang tidak baik.
5. Religiusitas : Karya sastra mengandung fungsi religiustas jika karya itu
mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat diteladani oleh pembaca.
b. Priodesasi Sastra
Berkenaan dengan sejarah kesusasteraan Indonesia, para ahli memiliki pandangan yang
berbeda mengenai pembabakan atau pembagian periodisasi sastra. Priode lebih merujuk
pada bagian waktu yang dikuasai oleh norma-norma sastra dan konvensi-konvensi sastra
yang kemunculan, perkembangan, keterbagian, integrasi, dan lenyapnya dapat ditelusuri
(Wellek,1985). Sementara itu, angkatan sastra adalah sekumpulan sastrawan yang hidup
dalam satu kurun waktu atau menempati suatu priode tertentu (Pradopo, 2003). Berikut
perbandingan periodesasi sastra Indonesia menurut beberapa ahli.
2. Sastrawan Indonesia
A. Sastrawan Angkatan Balai Pustaka
1. Abdoel Muis lahir di Bukit Tinggi 1883 , karyanya :
Salah Asuhan, 1928 ;
Pertemuan Jodoh ( roman, 1933);
Surapati (roman,1950)
Robert anak Surapati (roman,1953)
Sebatang Kara (terjemahan karya Hector Malot)
Pangeran Kornel (terjemahan karya Memed Sastra Hadi Prawira)
Tom Sawyer Anak Amerika (terjemahan de Adventres of tom Sawyer
karya Maek Twain ) dll.
2. Adinegoro, lahir di Talawi Sumatra Tengah 1904, karyanya :
- Darah Muda (roman, 1927)
- Asmara Jaya (roman, 1928)
- Melawat keBarat (kisah, 1930)
- dll
3. Aman Datuk Modjoindo, lahir di Solok Sumatra Barat 1896, karyanya :
- Cita- cita Mustafa
- Si Dul Anak Betawi
4. Haji Said Daeng Muntu, lahir di Sulawesi, karyanya :
- Pembalasan (roman, 1935)
- Karena Kerendahan Budi (Balai Pustaka, 1941)
- dll
5. Marah Rusli ( Marah Halim bin Sultan Abu Bakar, 1889), karyanya:
- Siti Nurbaya (roman,1922)
- La Hami (roman,1952)
- Anak dan Kemenakan (roman,1956)
- Memang Jodoh (autobiografi)
- Gadis yang Malang (terjemahan dari novel karya Charles Dickens)
3. H.B. Jassin ( Hans Bague Jassin), lahir di Gorontalo, Sulawesi Utara 1917. Karyanya :
- Angkatan ’45 (1951)
- Gema tanah Air (1984)
- Kisah 13 Cerita Pendek (1955)
- Kesusatraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (1954-1967)
- Analisa Srotan Atas Cerita Pendek (1961)
- dll
4. Taufik Ismail, lahir di Bukit Tinggi 1935. Karya sastranya :
- Tirani ( puisi, 1966)
- Buku Tamu Museum Perjuanagn (puisi 1972)
- Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak,1976)
- Puisi-Puisi Langit (puisi, 1990)
- Prahara Budaya (1955)
- dll
5. W.S Rendra. Karyanya :
- Hamlet (terjemahan, dari karya Wiliam Shakespeare)
- Orang- di Tikungan Jalan (1954)
- Mastodon Burung Kondor (1972)
- Ballada Orang-Orang Tercinta (1971)
- Blues Untuk Bonnie (1971)
- Empat Kumpulan Sajak (1978)
- Perjalanan Bu Aminah (1997)
- dll
6. Goenawan Mohammad, lahir di Karangasem Batang, Pekalongan 1941. Karyanya :
- Parikesit (kumpulan )
- Interlude (kumpulan sajak,1973)
- Almanak ((Prosa dan puisi, Angkatan ’66)
- Di Beranda ini pun Angin Tak Kedengaran Lagi
- Nina Bobok
- dll
7. Sapardi djoko Damano, lahir di Solo 1940. Karyanya :
- Duka-Mu Abadi (1996)
- Mata Pisau (1974)
- Sihir Hujan (1984)
- Ayat-ayat Api (2000)
- Ada Berita Apa Hari ini, Den sastro ? (2002)
8. Subagio Sastrowardoyo, lahir di Jakarta 1996. Karyanya :
- Simponi (puisi, 1957)
- Kejantanan di Sumbing (cerpen,1965)
- Bakat alam dan Intelektualisme ( esai,1972)
- Keroncong motinggo ( 1975)
MAJAS
Majas tidak sama dengan gaya bahasa. Gaya bahasa dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang diantaranya dari sudut pandang non bahasa dan dari bahasa itu sendiri.
Kridalaksana mendifinisikan gaya bahasa ke dalam tiga pengertian, yaitu :
1. Pemafaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis.
2. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.
3. Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.
Dengan demikian Majas adalah salahsatu cara pemanfaatan kekayaan bahasa untuk
melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan atau mengumpamakannya dengan sesuatu
yang lain. Berdasarkan definisi tersebut, majas tidak dapat dipersamakan dengan gaya
bahasa, tetapi majas merupakan penunjang gaya bahasa.
Majas dapat dibedakan atas empat kategori, yakni majas perbandingan, majas
penegasan, majas pertentangan, dan majas sidiran.
1.Majas Perbandingan
Majas perbandingan adalah majas atau kiasan yang digunakan untuk membandingkan
atau menganologikan suatu hal dengan hal lainnya. Penggunaan majas perbandingan
bertujuan untuk meningkatkan kesan atau pengaruhnya terhadap pembaca atu pendengar.
Adapun majas yang tergolong ke dalam majas perbandingan, antara lain sebagai berikut:
a.Alegori
Alegori adalah majas yang membandingkan dua hal berdasarkan kesamaannya secara
utuh dan menyeluruh. C0ntoh “Dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini, Sarman
adalah kapten kapalku, aku bertindak sebagai navigator. Hal yang dibandingkan majas
tersebut adalah bahtera (kapal laut) dan kehidupan rumah tangga. Dlm bahtera yang
menjalani nakhoda dan navigator, dam rumah tangga yang menjalani suami dan isteri.
b.Alusio
Alusio berupa pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena ungkapan tersebut
sudah dikenal secara umum atau penggunaannya ditujukan untuk menyembunyikan
maksud. C0ntoh : “ Ternyata gadis dan pemuda itu mengalami kisah Romeo dan Juliet “
c. Simile
Simile merupakan majas pertautan atau majas perbandingan yang membandingkan dua
hal yang secara hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Penggunaan
majas ini dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, laksana.
Contoh : “Adik kakak itu bagai kucing dan anjing ”
d.Metafora
Metafora adalah majas yang melukiskan sesuatu yang membandingkan langsung atas
dasar sifat yang sama atau hampir sama. Contoh : “Dewi malam mulai menunjukkan
pesonanya”. Kalimat tersebut mengungkapkan keindahan malam. Bulan dilukis langsung
sebagai dewi malam. Hal tersebut berdasarkan sifat bulan yang indah dan memancarkan
sinar sehingga dianalogikan sebagai dewi dan sifat dasar bulan yang hanya muncul kalau
malam.
e.Sinestesia
Sinestesia adalah merupakan majas yang mempertukarkan satu indra dengan indra yang
lain. Contoh : “ Panas telingaku mendengar ucapannya “ Panas telingaku adalah kiasan yang
menunjukkan ucapan yang didengarnya adalah kata-kata yang tidak baikkan . Indra yang
dipertukarkan dalam kalimat itu adalah indra pengecapan dan indra pendengaran.
f.Metonimia
Majas yang mengungkapkan sesuatu hal dengan menggunakan merek, ciri khas atau
atribut untuk menyebut sesuatu benda.
Contoh : “Kijang itu menabrak warung kecil yang ada di bahu jalan sehingga menewaskan
penjaga warung tersebut”. Kijang yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah binatang
melainkan merk mobil.
g.Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang mengungkapkan pernyataan yang memperkecil atau
melemahkan sesuatu yang kuat atau yang besar . Majas ini bertujuan untuk merendahkan
diri.Contoh :” Maaf hanya air putih yang bisa ku hidangkan sebagai jamuan untukmu”
Perkataan maaf karena hanya bisa menjamu seadanya dalam kalimat tersebut bertolak
belakang dengan keadaan. Bisa saja jamuan dihidangkan bermacam-macam ada the, ada
keu-kue dan ada camilan lainnya.
h. Hiperbola
Hiperbola merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau
tindakan yang sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat.
Contoh :
“ Ia harus memandikan darah mendapatkannya”.
Pernyataan tersebut bertujuan untuk mengungkapkan bahwa dia bekerja keras untuk
mendapat sesuatu yang dinginkannya. Tetapi tidaklah benar-benar bermandikan darah.
i.Personafikasi
Personafikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati seolah-olah hidup
seperti manusia.
Contoh:
“ Bisikan angin menuntunku dalam kekosongan”
Benda mati yang digambarkan seolah-olah dapat berbisik dan menuntun sesorang layaknya
manusia.
j. Deporsonifkasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati, benda-benda alam,
atau benda-benda lainnya.
Contoh :
“Saya tak mampu menggerakkan tubuhku sehingga yang kulakukan hanyalah mematung di
tempat itu”.
Contoh kalimat tersebut, manusia yang merupakan makhluk hidup yang bebas bergerak
diumpamakan sebagai patung karena tidak dapat melakukan apa-apa.
j. Eufemisme
Eufemisme merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk memperhalus suatu ungkapan
sehingga tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak atau terkesan kasar.
Contoh :
“ Ani meneteskan air mata mengenang ayahnya yang telah berpulang sebulan yang lalu”.
Kata berpulang merupakan kata yang diperhalus untuk menyatakan kata mati.
k. Simbolik
Simbolik adalah gaya bahasa yang menyatakan atau melugaskan suatu maksud dengan
menggunakan simbol.
Contoh:
“ Dia berlari ternga-nga ketika melihat bendera merah terpasang di depan rumahnya “
Simbol merupakan lambang untuk menggambarkan suatu maksud. Maksud dari simbol
dipahami jika simbol tersebut sudah umum di masyarakat. Pada kalimat tersebut digunakan
simbol bendera merah, sebagai tanda untuk menunjukkan adanya seseorang meninggal
dunia.
B. Majas Penegasan
1. Apofasis
Apofasis adalah majas yang menunjukkan bahwa penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampak sedang menyangkal.
Contoh :
“Aku ingin mengakui bahwa aku tidak menaruh hati padanya, meski aku selalu berdebar
ketika melihat sosoknya”.
Kalimat tersebut menegaskan bahwa tokoh Aku memiliki perasaan pada orang yang
dimaksudnya. Namun, situasi tersebut seolah-olah ingin disangkal oleh tokoh Aku dengan
menyatakan keinginan untuk mengakui bahwa tokoh Aku tidak menaruh hati pada orang
yang dimaksud.
2. Pleonasme
Pleonasme merupakan majas penegasan berupa pengulangan dengan penanda yang
berbeda untuk menekankan maksud yang ingin disampaikan, yang membuat gagasan
disampaikan secara berlebihan.
Contoh :
“Dia menengadahkan kepalanya ke atas untuk memandang langit biru”.
Kata menengadahkan dan ke atas secara eksplisit memiliki makna yang sama. Kata
menengadah sudah menunjukkan bahwa subjek yang dimaksud sedang melihat ke atas. Hal
ini menunjukkan bahwa kat ke atas tidak perlu digunakan karena tidak ada fungsinya dan
berlebihan. Namun, kata tersebut tetap digunakan dengan maksud sebagai penekanan.
3. Repetisi
Repetisi adalah gaya bahasa pengulangan untuk menegaskan dan memperkuat makna
atau maksud sesuatu kata.
Contoh :
“ Tumbang ia mengucur darah, bermandikan darah”.
Pengulangan yang terdapat pada contoh kalimat tersebut adalah kata darah.
Pengulangan kata tersebut mempertegas bahwa subjek pada kalimat dalam keadaan
terluka parah.
4. Aliterasi
Aliterasi merupan gaya Bahasa berupa repetisi konsonan pada awal kata secara
berturutan.
Contoh:
“ Bukan beta bijak berperi”.
Repetisi konsonan yang terdapat dalam kutipan sajak diatas adalah konsonan ‘ b’ yang
mengawali setiap kata pada larik tesebut. Penggunaan cara berbahasa ini dapat
menghasilkan irama pada setiap lariknya.
5. Paralelisme
Paralelisme adalah gaya Bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frsa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama.
Contoh:
“Perbuatanku bukan saja harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas”.
Kesejajaran pada contoh di atas dapat dilihat dari penggunaan kata berimbuhn dikutuk
dan diberantas. Penggunaan tersebut sejajar karena sama-sama menggunakan imbuhan di- .
Jika kata kutuk menggunakan imbuhan di- menjadi dikutuk, sedangkan kata berantas
menggunakan imbuhan me- menjadi memberantas. Maka makna kalimat menjadi tidak logis
karena fungsi kata dikutuk dan memberantas tidak sama atau tidak sejajar.
6. Tautologi
Tautologi adalah gaya bahasa berupa pengulangan bahasan, pernyataan, atau kata yang
tidak diperlukan sebagai suatu penegasan.
Contoh:
“Sesungguhnya Tiara tidak pernah menginginkan hal initerjadi, tidak pernah
mengharapkannya”.
Pada contoh di atas terdapat pengulangan frasa “tidak pernah”. Penggunaan frasa
tersebut terlihat dari kalusa “ tidak pernah mengharapkannya”. Klausa tersebu berfungsi
sebagai penegasan iasi kalimat. Namun, tanpa klausa tersebutpun tidak merubah maksud
kalimat tersebut dan masih dapat dipahami.
7. Klimaks
Klimaks merupakan gaya bahasa yang menyatakan suatu hal yang semakin lama semakin
meningkat dari yang sederhana menuju ke sesuatu yang komleks.
Contoh :
“ Usahanya dirintis mulai dari menjual kue secara berkeliling di stasiun, kemudian membuka
industry rumahan, membuka took kue di beberapa tempat, sampai akhirnya ia memiliki
cabang took kue di berbagai kota besar di Indonesia”.
Hal yang dinyatakan dalam teks tersebut adalah tahapan terbentuknya usaha kue yang
dilakoni seseorang. Tahapan tersebut dimulai dari yang sederhana yaitu menjual kue secara
berkeliling, kemudian membuka industri rumahan, meningkat membuka toko kue di
beberapa tempat, hingga memiliki cabang toko kue diberbagai kota besar yang merupakan
klimaks atau tingkatan tertinggi dari pernyataan tersebut.
8. Anti klimaks
Anti klimaks merupakan gaya Bahasa berupa pemaparan hal atau kompleks kemudian
menurun kepada pikiran atau hal sederhana dan kurang penting.
Contoh :
“ Jangankan serratus juta, serratus ribupun aku tak memilikinya”.
Anti klimaks merupakan kebalikan dari majas klimaks. Anti klimaks memaparkan sesuatu
hal dari tingkat tinggi (seratus juta ) menurun pada tingkatan yang lebih rendah (serratus
rubu).
9. Inversi
Inversi merupakam gaya bahasa berupa pembalikan susunan bagian kalimat yang berbeda
dari susunan lazim diawali subjek kemudian predikat. Inversi biasanya menyebutkan terlebih
dahulu predikat suatu suatu kalimat kemudian subjeknya.
Contoh :
“ Robohnya Surau kami “.
Sebuah kalimat lazimya disusun dengan pola S + P + O (Subjek + predikat + objek ) yang
diawali oleh subjek, misalnya Ayah mengecat rumah. Pola dari kalimat tersebut adalah ayah
(subjek) mengecat (predikat) rumah( objek). Namun, pada inversi, pola yang digunakan
diawali predikat terlebih dahulu baru sujek, P + S. Dapat dilihat pada contoh robohnya surau
kami yang memiliki pola robohnya (predikat) surau kami (subjek).
10. Retorik
Retorik merupakan gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban.
Contoh :
“ Adilkah menggunakan UN sebagai standarpendidikan, sedangkan fasilitas Pendidikan di
daerah terpencil masih minim ?”.
Pada gaya Bahasa retorik, bentuk kalimat tanya tidak membutuhakan jawaban.
Penggunaan kalimat tanya tersebut untuk menegaskan suatu pandangan atau pemikiran
seseorang mengenai sesuatu. Seperti pada contoh, penggunaan kalimat retorik tersebut
tidak membutuhkan jawaban adil atau tidak adil. Tujuan penutur menggunakan kalimat
tersebut agar pihak yang dituju dapat memikirkan kembali hal yang dimaksud penutur.
11. Elipsis
Elipsis gaya Bahasa berupa penghilangan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat
diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.
Contoh:
“ Mira ke sekolah menggunakan sepeda”
Unsur yang dihilangkan dalam kalimat tersebut adalah unsur predikat, yaitu pergi. Kata
pergi dihilangkan, tetapi tidak mengubah arti kalimat dan maksud kalimat tersebut masih
dapat dipahami.
12. Koreksio
Koreksio adalah gaya bahasa berupa ungkapan dengan menyebutkan hal yang dianggap
keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
Contoh :
“ Dia menggenggam tangan Rudi yang duduk disampingnya. Oh, bukan, ia bahkan
mencengram tangan Rudi ketika sakit di kepalanya terasa semakin menyiksa”.
Hal yang dianggap kurang tepat dalam kalimat tersebut menggenggam tangan Rudi
yang kemudian dikoreksi oleh penutur sendiri menjadi mencengkram tangan Rudi. Suatu
kalimat dapat dikatakan majas koreksio jika koreksi dlakukan oleh penutur itu sendiri.
13. Polisindenton
Polisindenton merupakan gaya bahasa berupa pengungkapan suatu kalimat atau
wacana yang bagian-bagiannya dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh :
“ Pantas, Bambang mampu menjadi pelobi besar, broker politik dan kekuasaan, atau apa
lagi namanya, karena dia memang cerdik dan bisa menggunakan bahasa dan kata-kata
sebagai senjata untuk membuat lawan bicaranya tak berdaya”.
Penggunaan kata penghubung yang terdapat pada kutipan di atas adalah atau, karena,
dan. Penggunaan kata hubung tersebut bertujuan untuk menggambarkan peristiwa yang
dialami tokoh dalam sebuah karya sastra.
C. Majas Pertentangan
1. Paradoks
Paradoks adalah majas pernyataan yang berlawanan dengan pendapat umum atau
fakta yang ada.
Contoh :
“ Ditangah keramaian kota, aku merasakan kesepian mendalam, jiwaku terasa kosong”.
Hal yang bertentangan dalam kalimat tersebut dapat dilihat dari dari penggunaan kata
keramaian, dan kesepian. Keberadaan orang tersebut di tempat ramai tidak membuatnya
merasa ramai. Hal tersebut terlihat dari kata kesepian yang digunakan untuk
menggambarkan suasana batinya yang kosong.
2. Oksimoron
Oksimoron adalah gaya bahasa berupa paradoks atau penempatan dua antonym
dalam suatu frasa yang sama.
Contoh :
“ Rina merasakan ketegangan yang menyenangkan ketika menaiki wahana permainan
tersebut”.
Oksimoron disebut juga paradoks dalam satu frasa karena terdapat dua hal yang
bertentangan dalam satu frasa. Perhatikan frasa ketegangan yang menyenangkan. Dalam
frasa tersebut terlihat penggunaan antonim atau dua kata yang bertentangan. Kata tersebut
memiliki hubungan makna bertentangan dan terdapat dalam suatu frasa sehingga disebut
oksimoron.
3. Antitesis
Antitesis adalah majas yang mengungkapkan gagasan-gagasan yang bertentangan
dalam gagasan sejajar.
Contoh:
“ Dihadapan Tuhan, orang miskin ataupun kaya memiliki kedudukan yang sama”.
Gagasan yang bertentangan dalam contoh kalimat di atas ditandai dengan penggunaan
kata miskin yang maknanya bertentangan makna dengan kata kaya. Penggunaan kata
berlawanan tersebut merupakan salah satu ciri gaya bahasa antitesis.
4. Kontradiksi Interminus
Kontradiksi interminus adalah majas pertentangan yang mempertentangkan dua hal
yang sangat berlawanan atau bertentangan atau berupa pernyataan yang bersifat
menyangkal pernyataan yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
Contoh :
“ Rasanya semua masalah yang kuhadapi adalah masalah-masalah yang pelik dan rumit,
kecuali masalah kecil yang kualami tadi pagi”.
Pernyataan yang menyangkal pernyataan sebelumnya pada kalimat tersebut adalah
kecuali masalah yang kualami tadi pagi. Pernyataan tersebut menyangkal pernyataan
sebelumnya yang menyatakan bahwa semua masalah adalah masalah rumit.
5. Anakronisme
Anakronisme adalah majas yang memuat ungkapan penempatan tokoh, peristiwa
percakapan, atau unsur latar yang tidak sesuai menurut waktu di dalam karya sastra.
Contoh :
“ Jaka Tarub termenung, sesaat kemudian ia melirik arlojinya, hampir satu jam ia menunggu
jawaban sang bidadari”.
Penggunaan arloji tidak sesuai dengan latar waktu yang digunakan cerita. Latar waktu
dalam cerita mengisahkan masa lampau yang belum mengenal keberadaan teknologi.
D. Majas Sindiran
1. Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan makna yang
sesungguhnya, umpamanya dengan mengemukakan ketidak sesuaian antara suasana yang
diketengahkan dengan kenyataan yang mendasarinya.
Contoh:
“ Kunikmati setiap hunusan pedang berkaratmu”.
Hal yang menunjukkan ironi dalam kutipan tersebut adalah adanya makna yang
berlawanan dengan kenyataan sebenarnya. Pada kenyataannya, hunusan pedang
menimbulkan rasa sakit. Namun, pada kutipan tersebut terdapat makna yang bertentangan
bahwa hunusan pedang tersebut akan dinikmati. Kata nikmat berkaitan dengan sesuatu
yang enak atau menyenangkan. Dengan demikian, kata kunikmati dan hunusan pedang
berlawanan makna sehingga menimbulkan ironi.
2. Sinisme
Sinisme merupakan majas sindiran berupa pandangan atau pernyataan sikap yang
mengejek atau memandang rendah, tidak melihat sesuatu kebaikan apapun pada manusia
dan meragukan sifat baik yang ada pada manusia. Sinisme bersifat kasar dibandingkan ironi.
Contoh :
“ Aku tidak percaya kamar ini dihuni manusia, berantakan sekali”.
Hal yang menunjukkan sinisme pada kutipan tersebut adalah sikap aku yang mengejek
kamar seseorang karena berantakan. Hal tersebut disampaikan secara langsung. Nada
mengejek tergambar dalam kutipan tersebut, meskipun tidak ada penggunaan kata-kata
kasar pada kalimat tersebut.
3. Sarkasme
Sarkasme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung dengan
menggunakan kata-kata pedas atau ejekan kasar. Penggunaan sarkasme dapat dilihat ada
kutipan berikut.
Contoh :
“ Nyawamu barang pasar, hai, orang-orang bebal”.
Sarkasme menggunakan kata-kata kasar dalam kalimatnya. Pada kutipan di atas,
terdapat penggunaan kata-kata yang merendahkan, yaitu barang pasar dan bebal (bodoh).
4. Antifrasis
Antifrasis adalah majas ironi dengan kata-kata atau kelompok kata yang maknanya
berlawanan. Antifrasis dapat diketahui jika pembaca atau penyimak dihadapkan pada
kenyataan bahwa yang dikatakan adalah sebaliknya.
Contoh :
“ Badan kamu terlalu pendek sih, makanya kepala kamu terbentur batang pohon yang tinggi
itu”.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata yangberlawanan, yaitu pendek dan tinggi. Kedua
kata tersebut memiliki makna yang berlawanan arti. Kalimat tersebutpun memiliki maksud
menyindir karena orang yang terbentur batang pohon tersebut berbadan tinggi.
5. Inuendo
Inuendo merupakan sindiran yang bermaksud untuk mengecilkan fakta yang
sesunguhnya.
Contoh :
“ Tidak heran gadis itu lolos casting untuk mendapatkan peran di film, ternyata produser
film tersebut pamannya”.
Fakta yang tergambar pada kalimat tersebut yaitu seorang gadis yang mendapat peran
di suatu film. Namun, fakta tersebut tidak terkesan sesuatu yang hebat karena apa yang
didapatkan gadis tersebut seakan-akan karena bantuan pamannya, bukan karena bakatnya.
BAB V. PUISI LAMA
a. Jenis-Jenis Pantun
1) Pantun Berdasarkan Bentuknya
a) Pantun Biasa
Pantun biasa yaitu pantun yang lazim berkembang di masyarakat dengan memenuhi
syarat-syarat pantun seperti yang telah disebutkan sebelum. Isinya dapat berupa curahan
persaan, sindiran, nasihat dan atau humor.
Contoh :
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ketepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Pantun di atas berisi tentang nasihat bahwa untuk memperoleh suatu hal atau tujuan,
kita perlu berusaha dan berupaya semaksimal mungkin. Tidak ada pencapaian maksima dan
membanggakan yang diperoleh dengan cara instan atau tanpa uasaha.
Isi yang terkandung di dalam karmina tersebut cukup jelas, yakni berisi nasihat agar kita
tidak lalai untuk melaksanakan sembahyang, agar kita dapat ketenangan hati.
Pantun tersebut berisi tentang kisah seseorang yang berusaha untukmembela dirinya,
tetapi gagal dan justru menimbulkan tekanan terhadap dirinya secara psikis. Dengan
demikian, seseorang hendaknya bersikap sebagai seorang kesatria, yakni bertanggung jawab
atas segala sesuatu hal yang menjadi tanggung jawabnya, tidak mengelak, dan tidak
menyalahkan orang lain karena hal tersebut justru dapat membuat diri semakin tertekan.
d). Talibun
Talibun yaitu panun yang jumlah barisnya lebih dari empat baris, dapat terdiri atas
enam, delapan, atau sepuluh baris. Sampiran dan isi dalam talibun berjumlah sama banyak,
umpamanya dalam talibun enam baris, maka tiga baris pertama berupa sampiran dan tige
baris selanjutnya berupa isi.
Contoh:
Talibun tersebut berisi nasihat agar kita selalu ingat kepada orang yang membutuhkan.
Talibun tersebut menasihati agar seorang bersikap dermawan kepada orang yang
membutuhkan.
Pantun tersebut merupakan pantun yang memuat nasihat bahwa penyesalan selalu
dating belakangan. Nasihat tersebut bertujuan agar seseorang memikirkan segala ucapan
dan tindakannya sehingga tidak menyesal kemudian hari.
2. Gurindam
Gurindam adalah genre puisi lama yang terdiri atas dua baris dengan rima akhir sama.
Gurindam yang paling terkenal adalah Gurinadam 12 karya Raja Ali Haji. Berdasarkan
strukturnya, gurindam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Setiap larik terdiri atas dua larik
b. Rima akhirnya berpola a-a
c. Setiap larik terdiri atas 8-14 suku kata
d. Larik pertama merupakan syarat, sedangkan larik kedua berupa jawaban
e. Larik 1 dan 2 membentuk kalimat majemuk, umumnya berupa sebab akibat
Contoh :
3. Syair
Syair yang terkenal dalam khasanah sastra Nusantara, antara lain “Syair Perahu” karya
Hamzah Fansuri, “Syair Abdul Muluk” dan “Syair Yatim Nestapa”.
Berdasarkan strukturnya, syair memiliki ciri-ciri berikut :
a. Setiap bait terdiri atas empat baris.
b. Setiap baris terdidri atas 8- 12 suku kata.
c. Rima akhirnya berpola a-a-a-a
d. Syair tidak memiliki sampiran, semua barisnya berupa isi.
Contoh:
4. Mantra
Mantra adalah rangkaian kata yang mengandung rima dan irama yang dianggap
mengandung kekuatam magis. Dalam mantra, hal yang penting bukanlah kata demi kata,
kekuatan bunyi yang bersifat sugestif. Ciri-ciri mantra adalah :
a. Di dalam mantra terdapat rayuan dan perintah
b. Mantra mementingkan keindahan bunyi atau permainan bunyi
c. Mantra menggunakan kesatuan pengucapan
d. Mantra merupakan sesuatu yang utuh sehingga tidak dapat dipahami oleh manusia
karena merupakan sesuatu yang serius
e. Dalam mantra terdapat kecendrungan khusus dari kata-katanya.
c. Gazal, merupakan puisi lama yangterdidri atas delapan baris. Tiap baris terdiri atas 20
atau 22 suku kata. Tiap akhir larik menulang kata yang sama dan berisi tentang masalah
kebenaran yang tinggi.
Contoh :
d. Kit’ah, merupakan puisi lama yang bentuknya tidak teratur dan berisi nasihat atau
bersifat keagamaan.
Contoh:
Nyawa itu yang senantiasa menghidupkan nyawa manusia juga
Dan menghilangkan citanya pun itu kekasihku yang setia juga
Kekasihku itu yang mengenak hatiku dengan rahasia juga
Bukhari yang ada serta nyawa itu ialah berbahagia juga
Jikalau kulihat dalam tanah pada ihwal sekalian insan
Tiadalah kudapat bedakan antara rakyat dan sultan
Fana juga sekalian yang ada, dengarkan yang Allah berfirman
Barang siapa yang di atas bumi itu lenyap jua
e. Nazam, terdiri atas dua belas baris dan berirama kembar. Nazam berisi tentang kisah
hamba sahaya istana yang berbudi serta setia kawan.
Contoh :
Bahwa bagi raja sekalian
Hendak ada menteri demikian
Pada suatu pekerjaan
Sempurnakan segala kerajaan
Menteri inilah yang maha tolan raja
Dan peti segenap rahasianya saja
Karena kata raja itu katanya
Esa artinya dan dua adanya
Maka Menteri yang demikianlah perinya
Ada kerajaan raja dirinya
Jika raja dapat adanya itu
Apat peti rahasianya di situ
1. Variasi Kata
Variasi kata, artinya kita dapat mengubah beberapa pilhan kata yang digunakan dalam
pantun. Dalam memvariasikan kata, kita harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Menggunakan kata yang bersinonim atau mewakili kata yang digantikan.
b. Kata yang digantikan tidak membuat jumlah suku kata dalam larik kurang atau melebihi
ketentuan.
c. Apabila kata yang hendak divariasikan berada di akhir, hendaklah memperhatikan rima
akhirnya.
Contoh:
Hati-hati kala menyeberang
Jangan sampai titian patah
Hati-hati di rantau orang
Jangan sampai berbuat salah
Contoh :
Bangun ini sudah tua
Namun jangan dikira renta
Tentang gelora masa muda
Mereka datang menyongsong asa
2. Variasi Lirik
Variasi lirik maksudnya mengubah bentuk larik puisi lama tanpa mengubah makna
awal, tanpa mengubah struktur, atau tanpa menyalahi aspek kebahasaannya.
Contoh :
Larik kedua dapat divariasikan menjadi Tanggung jawab mesti kau emban, bentuk
variasi tersebut tidak mengubah makna dan isi, tidak menyalahi aspek kebahasaan, dan
tidak mengubah struktur jumlah kata dan rima akhir pada syair tersebut tetap terjaga.
Dalam syair tersebut terdapat kata yang tidak lazim dipergunakan masyarakat
Indonesia, yaitu kata cabaran. Kata ini berasal dari kata yang berarti lalai, kurang ingat
dengan demikaian cabaran berartikelalaian . Jika tidak memahami kata tersebut maka akan
sulit memahami dan menyimpulkan isi puisi rakyat tersebut.
a. Jika puisi disusun adalah syair, maka larik isi yang diperlukan adalah empat larik, terdiri
atas 8-12 suku kata dan berima akhir a-a-a-a.
Contoh :
Tiada anak akan celaka
Jika berbakti pada orang tua
Menurut nasihat ayah bunda
Dunia akhirat berbahagia
b. Apabila puisi akan disusun adalah pantun, maka larik isi yang diperlukan adalah dua larik,
terdiri atas 8-18 suku kata, dan berirama akhir a-b. Adapun larik yang dapat disusun
berdasarkan pernyataan yang telah dibuat adalah sebagai berikut.
Contoh :
Pada orangtua hendak berbakti
Agar hidup tidak sengsara
Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menenukan larik sampiran yang memiliki
pola rima yang selaras dengan kedua larik isi. Rima akhir larik isi pantun tersebut adalah / ti/
dan /ra/. Demikian, rima akhir sampiran yang akan dibuat pun harus sama dengan bagian
isi. Adapun bagian sampiran yang dapat disusun adalah sebagai berikut.
Contoh :
Emas berlian di dalam peti
Lumpur menutup bongkah mutiara
F. Berbalas Pantun
Berbalas pantun merupakan kegiatan saling melempar atau membalas pantun yang
mengandung isi atau maksud tertentu. Artinya, pantun yang dikemukakan oapat berupa leh
suatu pihak akan dijawab atau dibalas oleh pihak yang lain.
Kegiatan berbalas pantun dapat ditemukan dalam tata cara adat perkawinan Melayu,
yakni dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan. Pantun yang
digunakan dalam kegiatan berbalas pantun dapat berupa pantun berupa pantun spontan
yangkan hasil improvisasi atau dibuat pada saat kegiatan berlangsung, dapat pula berupa
pantun yang telah dipersiapkan sebelumnya.
PUISI BARU
Puisi, secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani poet yang berarti “orang yang
menciptakan melalui imajinasinya”.
Secara harafiah , puisi adalah jenis teks sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonterasian struktur fisik dan batinnya
( Waluyo, 2006). Dengan kata lain puisi adalah merupakan ungkapan perasaan penyair.
Puisi baru tidak terikat pada aturan persajakan. Puisi baru ditulis dengan bahasa yang
bebas. Perintis puisi baru adalah Moh. Yamin. Ia dipandang sebagai penyair Indonesia baru
karena telah mengadakan pembaruan puisi Indonesia lewat kumpulan puisinya, Tanah Air,
pada tahun 1922.
A. Jenis-Jenis Puisi
b. Sajak tiga seuntai (terzina), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas tiga baris kalimat.
Terzina dapat bersajak a-a-a-, a-a-b, atau a-b-b.
Contoh : (Or. Mandak)
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
. . . .diriku sendiri
Sepertinya aku
menjadi suteru
. . . . .diriku sendiri
Waktu itu. . . .
Aku . . . . . . . .
Seperti orang lain
c. Sajak empat seuntai (quatrain), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas empat baris
kalimat, dapat bersajak a-b-a- b, a- a- a-a, a-a-b-b
Contoh :
Rumpun Alang- Alang
d. Sajak lima seuntai (kuin), puisi yang terdiri atas lima baris pada setiap baitnya dan
bersajak a- a- a-a
Contoh :
Akulah Si Telaga
Akulah si telaga : berlayarlah di atasnya;
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
Perahumu biar aku yang menjaganya
(Sapardi Djoko Damono)
e. Sajak enam seuntai (sektet), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas enam baris
dengan persajakan atau rima yang tidak beratuan.
Contoh :
Mata Pisau (Sapardi Djoko Damano)
Contoh:
Api Unggun ( Intojo)
g. Sajak delapan seuntai (oktaf), puisi yang setiap barisnya terdiri atas delapan baris dan
bersajakan atau rimanya tidak beraturan. Oktaf disebut juga stanza.
Contoh :
Stanza (W.S Rendra)
3. Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, puisi dibedakan sebagai berikut :
a. Puisi Naratif
Puisi naratif merupakan puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyairnya
dengan makna yang lebih mudah dipahami. Puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam,
antara lain balada, epik, romansa dan syair.
b. Puisi Lirik
Puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, persaan dan pikiran.
Sifat puisi lirik yang menonjol, yaitu ungkapan/ curahan perasaan yang amat intens.
(Mahmud, 2012). Akibatnya, puisi likrik memiliki bentuk fisik yang pendek, tetapi
tingkat emosionalnya tinggi. Untuk mencapai hal itu, puisi lirik sangat eksploratif dalam
menggunakan Bahasa kias atau majas.
c. Puisi Deskriptif
Pada puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai sebagai pemberi kesan terhadap
keadaan /peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya. Puisi
yang termasuk ke dalam jenis puisi deskriptif adalah satire, puisi yang bersifat kritik
sosial, dan puisi impresionistik .
d. Puisi Dramatik
Puisi dramatik, hakikatnya merupakan bagian dari puisi naratif an lirik. Sebagai
bagian dari puisi naratif, boleh jadi puisi ini tercipta dari puisi naratif karena brunsur
tokoh yang berpotensi untuk membangun konflik sebagai unsur drama. Sementara itu,
sebagai bagian dari puisi lirik, puisi dramatik ditandai oleh unsur formal drama, misalnya
terdapat dialog.Perhatikan contoh di bawah ini,
Pot
b. Puisi Sufi
Puisi sufi yaitu puisi yang penyampaiannya dilakukan dengan cara memperlihatkan
perilaku religious. Puisi sufi biasanya mengungkapkan kerinduan atau kecintaan
dalam menjalankan peribadatan kepada Tuhan. Contoh :
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angina dengan arahnya
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kain-Mu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angina dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padam-Mu
( Abdul Hadi W.M)
c. Puisi Mbeling
Puisi mbling yaitu sejenis puisi ringan yang tujuannya membebaskan rasa
tertekan, gelisah, dan tegang. Puisi ini disampaikan dengan cara meniru atau
mendobrak karya puisi penyair mapan yang memiliki konvensi estetis untuk mencari
kejenakaan. Beragam Bahasa dapat dipergunakan dalam puisi mbling, baik Bahasa
sehari-hari maupun kata yang dianggap egatif sekalipun. Ciri puisi mbling adalah
mengandung kelakar dan keritik social. Contoh:
Teka Teki
Siapakah saya ?
Jawab : H.B. Yassin
(Mahawan )
B. Unsur Puisi
1. Unsur fisik
Unsur fisik puisi digunakan oleh penyair sebagai sarana untuk membangun puisi atau
untuk mengungkapkan hakikat puisi. Unsur fisik puisi adalah sebagai berikut.
a. Citraan/ Imaji
Citraan dalam puisi dapat diartikan sebagai suatu penggambaran pengalaman
yang berhubungan dengan benda , peristiwa, dan keadaan yang dialami penyair.
Citraan menggunakan kata-kata konkret dan khas agar dapat memberikan gambaran
secara lebih nyata, baik hal-hal yang bersifat kebendaan, metaforik, maupun
kejiwaan.
Citraan atau imaji adalah penyerapan indra terhadap hal-hal yang diungkapkan
dalam puisi. Citraan dalam puisi dibedakan menjadi empat, yakni :
1) Citraan yang berhubungan dengan penciuman
2) Citraan yang berhubungan dengan penglihatan
3) Citraan yang berhubungan dengan pendengaran
4) Citraan yang berhubungan dengan rabaan
Berikut ini puisi “Permintaan” karya Mohammad Yamin yang dinominasi oleh
kemunculan citraan.
b. Diksi
Diksi adalah kata-kata yang dipilih oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan diksi
tergantung pada nilai rasa dan makna yang dimiliki oleh suatu kata. Diksi dalam puisi
dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi estetis. Misalnya, dalam suatu puisi,
penyair lebih memilih kata ditelan malam daripada berada di tengah malam karena
penggunaannya menimbulkan makna yang lebih estetis mengenai keheningan di
malam hari. Dengan demikian, diksiuntuk puisi harus dipilah secermat mungkin.
Selainnilai rasa dan makna, pemilihan diksi juga berkaitan erat dengan
keselarasan bunyi (rima) dan urutan kata. Penyair menggunakan kata-kata yang
tepat untuk mengekpresikan pengalaman jiwanya sehingga tidak hanya
menggunakan kata-kata yang bermakna denotasi, tetapi juga menggunakan kata-
kata bermakna konotasi.
Contoh :
c. Kata Konkret
Dalam membuat puisi, penyair ingin menggambarkan sesuatu secara lebih konkret.
Namun, kata kata yang menurut penyair lebih konkret adakalanya justru lebih sulit
ditafsirkan maknanya oleh pembaca. Kata konkret, misalnya digunakan oleh W.S.
Rendra dalam puisi “ Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”.
1) Makna Kiasan
Makna kiasan merupakan cara seorang penyair menyampaikan gagasannya
dengan menggunakan media Bahasa yang indah dan harmonis serta mampu
menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya inteletual dan
emosi pembaca.
Gaya Bahasa yang memunculkan makna kiasan, salah satunya adalah
penggunaan majas. Ada beberapa majas yang umum digunakan dalam puisi,
antara lain sebagai beriut.
a) Metafora merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan
langsung atas dasar sifat yang sama atau hampir sama.
b) Hiperbola adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa
atau tindakan yang sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat
pengertiannya.
c) Personifikasi merupakan majas yang mengumpamakan benda mati seolah-
olah hidup seperti manusia.
d) Simle merupakan majas pertautan yang membandingkan dua hal yang secara
hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Perbandingan
dua hal tersebut dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata seperti ,
bagai, laksana.
e) Ironi, merupakan sindiran yang menyatakan makna yang bertentangan
dengan makna sesungguhnya.
f) Retorik merupakan gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan
jawaban
g) Repetisi merupakan gaya Bahasa pengulangan untuk menegaskan dan
memperkuat makna atau maksud suatu kata.
e. Versifikasi
Versifikasi puisi terdiri atas rima, ritma, dan metrum.
1) Rima
Menurut Waluyo (2006), rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk
membentuk musikalisasi atau orchestra sehingga puisi menjadi menarik untuk
dibaca. Rima sering juga di artikan sebagai persamaan bunyi kata setiap barisnya.
Dari pengertian tersebut, rima dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
a) Rima sempurna, yaitu yang seluruh suku akhirnya berirama sama. Contoh
b) Rima tak sempurna, yaitu rima yang terdapat pada sebagian suku kata
terakhir.
Contoh:
d) Rima aliterasi, yaitu rima yang terdapat pada bunyi-bunyi awal kata baik pada
baris-baris berlainan .
contoh :
e) Rima asonansi, persamaan bunyi ang terdapat pada vokal-vokal yang terdapat di
tengah kata atau vocal-vokal yang menjadi rangka kata, baik pada satu baris
maupun pada baris-baris yang berlainan. Contoh :
f) Rima disonansi, terjadi apabila yang berirama ialah vocal-vokal yang menjadi
rangka kata dan memberi kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Misalnya: tindak – tanduk (i-a / a-u)
g) Rima awal, yaitu apbila kata-kata yang berirama terletak pada awal kalimat/larik.
Contoh :
i) Rima akhir, yaitu apabila kata-kata yang berima terletak di akhir kalimat/larik.
Contoh :
Selamat malam,
kami pergi dulu
mencari lebam
warna ungu.
(“ Lagu Minor”, Lutfi Mardian syah)
j) Rima tegak, yaitu apabila kata-kata yang berima terletak di baris-baris yang
berlainan.
Contoh:
k) Rima datar, apabila kata-kata berima teMisalnya terletak di baris yang sama.
Misalnya :
Air mengalir mengilir sungai
l) Rima sejajar, yaitu rima yang terjadi karena terdapat kata yang dipakai berulang-
ulang dalam kalimat yang beruntun.
Misalnya :
m) Rima berpeluk/rima paut, yaitu apabila baris pertama berima dengan baris
keempat, dan baris ke dua berima dengan baris ketiga. Rima berpaut ditandai
dengan pola a-b-b-a.
Contoh :
n) Rima berselang, yaitu persamaan bunyikata atau suku kata yang diletakkan secara
silang. Rima ini letaknya berselang-selang. Rima ini ditandai dengan pola : a-b-a-b,
c-d -c-d
Contoh :
Hidup hanya menunda kekalahan (a)
tambah terasing dari cinta sekolah rendah (b)
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan (a)
sebelum pada akhir kita menyerah (b)
o) Rima rangkai, yaitu rima yang terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun dengan
pola a-a-a-a, b-b-b-b
Contoh :
p) Rima bebas, yaitu yang tidak memenuhi kaidah-kaidah yang sudah ada atau tidak
berima.
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu.
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
(“Doa”, Chairil Anwar)
s) Onomatope, tiruan terhadap bunyi seperti /ng/, /ngiau/, /o/, /ping/ yang
mempunyai unsur-unsur desis, lateral, eksplosis, dan dengung sehingga
memberikan efek magis pada puisi.
Contoh :
2) Ritma / Irama
Ritma /irama dapat diartikan sebagai kepaduan bunyi yang larik puisi yang terjadi
karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus Panjang pendek
bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada untuk menambah nilai estetis
suatu puisi. Disamping itu ritma/irama juga berkaitan erat dengan bunyi yang
berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi yang menimbulkan
suatu gerak yang hidup.(Waluyo, 2006)
3) Metrum
Metrum atau bentuk intern pola bunyi, disebabkan oleh jumlah suku kata dan
tekanan yang tetap sehingga alun suara menaik dan menurun juga tetap. Metrum
umumnya ditemukan dalam puisi lama. Menurut Rohmansyah (2014) metrum sangat
berperan dalam pembacaan puisi dan deklamasi. Metrum merupakan pengulangan
tekanan kat yang tetap dan bersifat statis.
f. Tipografi
Tipo grafi atau perwajahan puisi adalah bentuk puisi yang dikehenaki oleh
penyair, misalnya penuh tidak kata-kata, rata tidaknya bagian tepi kanan-kiri puisi,
ataupun pengaturan baris. Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi
dan prosa.
Tipografi merupakan unsur luar dalam pembentukan suatu puisi. Banyak penyair
yang memanfaatkan tipografi sebagai pendukung maksud puisi yang disajikan. Hal ini
bertujuan membantu pembaca dalam dalam memahami makna yang disampaikan oleh
penyair melalui puisinya.
Tipografi terdiri atas dua jenis, yaitu tipografi konvensional dan non konvesional.
Tipografi non konvensional dapat terlihat dalam puisi Imed Nasir berikut ini.
Tuhanku
Beritahu
Kini
Kemanakah
harus
ku pergi
kemuara
menyongsong
laut
biru
ataukah
melawan
arus
menuju
hulu
2. Unsur Batin
Selain unsur fisik, yaitu unsur pembangunan dibangun oleh unsur batin, yaitu unsur
pembangunan puisi yang tidak tampak langsung dalam penulisan kata-katanya, tetapi
mempengaruhi keseluruhan puisi. Struktur batin puisi dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
a. Tema
b. Nada dan suasana
c. Rasa
d. Amanat
D. Parafrasa Puisi
Parafrasa terhadap puisi dilakukan dengan cara menyampaikan kembali hal-hal yang
disampaikan oleh penyair dengan bahasa sendiri ke dalam bentuk prosa. Adapun cara untuk
memfrasakan suatu puisi adalah dengan menguraikan Bahasa kias yang terdapat di dalam
puisi kemudian membahasakannya kembali.
Langkah -langkah yang perlu dilakukan untuk mempara-frasakan puisi adalah sebagai
berikut .
1. Membaca puisi dengan saksama
Contoh :
2. Menguraikan Bahasa kias dalam puisi. Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk menguraikan Bahasa kias puisi dalam memparafrasa puisi.
a. Dengan menambahkan imbuhan, banyak kata-kata dalam puisi yang kadang-kadang
tidak lengkap sebagai kata berimbuhan. Oleh karena itu, untuk memudahkan
pemahaman perlu ditambahkan imbuhan tertentu sesuai dengan konteks.
b. Dengan menyisipkan kata-kata tertentu pada kalimat yang kata-katanya dilesapkan.
c. Dengan mengubah susunan atau pola kalimatnya yangsulit dimengerti.
d. Dengan mengganti tafsiran kalimat-kalimat yang sulit dimengerti.
e. Dengan mengganti atau menjelaskan kata-kata ganjil yang sulit dipahami maknanya
dengan sinonim dari kata-kata ganjil yang sulit dipahami maknanya dengan sinonim
dari kata-kata tersebut ( Budiasa, dalam Ngara 20014)
E. Deklamasi Puisi
Deklamasi puisi bukan hanya sekedar membunyikan kata-kata, melainkan bertujuan
untuk mengomunikasi ekspresi perasaan penyair. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam mendeklamasi puisi adalah sebagai berikut.
a. Keutuhan makna puisi
b. Penjiwaan peran dan suasana yang terkandung di dalam puis
c. Ketetapan dalam pelafalan
d. Ketetapan irama
d. Kesesuaian ekspresi
e. Kessuaian lagu kalimat dengan makna dan suasan
f. Kesesuaian ekspresi
g. Pembawaan yang meyakinkan.
PROSA LAMA
Istilah prosa berasal dari bahasa latin, yakni prosa yang berarti ‘terus terang’. Prosa
adalah karya sastra yang dilukiskan dalam benuk karangan bebas dan tidak terikat oleh
aturan-aturan atau kaidah-kaidah seperti dalam puisi. Menurut Kuntowijoyo (dalam Anwar,
2007), prosa adalah strukturisasi, fiksi, atau imajinasi; bukan fakta, jurnalisme, karya ilmiah,
atau esai filsafat. Sementara itu, dalam karya sastra, prosa dapat disebut juga dengan fiksi,
yakni sebuah cerita rekaan atau cerita khayalan ( Nugiyantoro, 2007).
Prosa dibedakan atas dua jenis, yakni prosa lama dan prosa baru. Prosa lama
merupakan karya yang belum mendapatkan pengaruh dari sastra dan atau kebidayaan
barat. Sebelum mengenal mengenal tulisan, prosa lama disampaikan secara lisan dan
diwariskan secara turun temurun sehingga prosa lama umumnya bersifat anonim.
Penyampaian cerita dalam prosa lama akan berbeda-beda pada masing-masing orang
karena adanya keinginan untuk berimprovisasi pada diri manusia. Tidak heran, kita banyak
menemukan suatu cerita dengan berbagai versi.
1. Hikayat
Hikayat adalah karya sastra Melayu klasik berupa prosa lama yang mengambarkan
cerita atau sisilah yang bersifat historis, kesejahteraan, riwayat hidup, keagungan,
keagamaan, dan kepahlawanan.
Hikayat banyak mengambiltokoh-tokoh dalam sejarah. Misalnya, Hikayat Hangtuah,
Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang,
dan Hikayat Bayan Budiman.
Hikayat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Hikayat berdasarkan asalnya
dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Hikayat Melayu asli yang mendapat pengaruh Islam, misalnya Hikayat Hang Tuah,
Hikayat si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, dan Hikayat Malim Demam.
b. Hikayat yang mendapat pengaruh Jawa, misalnya Hikayat Panji Semirang, Hikayat
Cekel Weneng Pati, atau Hikayat Indera Jaya.
c. Hikayat yang mendapat pengaruh Hindu (India), misalnya Hikayat Sri Rama (dari
cerita Ramayana), Hikayat Perang Pandawa (dari cerita Mahabarata)
d. Hikayat yang mendapat pengaruh Arab-Persia, misalnya Hikayat Amr Hamzah
(pahlawan Islam), Hikayat Bachtiar, atau Hikayat Seribu Satu Malam.
3. Kisah
Kisah merupakan cerita tentang catatan tentang perjalanan atau pelayaran
seseorang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Misalnya, Kisah Pelayaran Abdullah
ke Negeri Kelantan dan Kisah Perjalan Abdullah ke Negeri Jeddah karya Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi.
4. Dongeng.
Dongeng adalah salah satu genre prosa lama berupa cerita rekaan yang bersifat
fiktif atau tidak nyata. Cerita dalam dongeng dapat berupa cerita binatang,
petualangan, asal usul, ataupun dewa-dewi. Dongeng ceritanya bersifat imajinasi dan
cerita yang dikisahkan diragukan kebenarannya karena kurang masuk akal.
Dongeng dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
a. Mite/Mitos, adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu
benda atau hal yang dipercayai terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai
mempunyai kekuatan gaib. Misalnya Nyai Roro Kidul.
b. Lagenda, merupakan cerita yang mengisahkan atau menjelaskan asal usl suatu
kejadian, tempat, atau benda. Dalam lagenda, diselipkan beberapa kebenaran
sejarah, tetapi lebih didominasi oleh kisah yang sifatnya khayalan. Misalnya, Roro
Jongrang atau Lagenda Gunung Tagubanparahu.
c. Cerita Jenaka, merupakan salah satu genre prosa lama yang bertujuan memberi
hiburan, teladan, atau sindiran. Cerita jenaka merupakan cerita tentang tingkah laku
atau kelucuan tokoh. Berdasarkan watak tokohnya cerita jenaka ada tiga jenis yaitu,
Watak bodoh sial (cerita Lebai Malang dan Pak Kaduk), watak pintar bodoh (cerita
Pak Pandir), dan watak pintar ( cerita Si Kabayan).
d. Fabel, merupakan cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang
pelakunya diperankan oleh binatang.
Prosa baru adalah prosa yang telah mendapat pengaruh dari kebudayaan sastra barat.
Prosa baru merupakan refleksi masyarakat modern. Prosa baru bersifat lebih fleksibel dsn
universl, serta dapat dinikmati oleh lingkup masyarakat secara luas.
Pada dsarnya, penulis prosa baru bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami,
disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang. Tidak mengherankan jika karya prosa
(cerpen, novel, roman) disebutsebagai cermin dan realitas sosial karena menggambar
perasaan penulisnya terhadap kehidupan sosial.
1. Karya sastra yang dihasilkan didasarkan pada kenyataan hidup masyarakat sehari-hari.
2. Selalu berubah dan berkembang secara dinamis, bersiafat fleksibe karena terbuka
terhadap pengaruh luar, dan mengikutiperkembangan zaman.
3. dipublikasikan secara luas, baik di media masa (cetak atau elektronik) maupun dalam
bentuk buku sehingga penyebarannya luas.
4. Karya sastra dihargai oleh masyarakat secara materi.
5. Pengarangnya dengan tegas mengungkapkan dirinya.
1. Cerpen, cerita pendek atau cerpen adalah karanganberbentuk prosa yang mengisahkan
sepenggal kehidupan tokoh yang pertikaian, peristiwa, dan pengalaman.
2. Novel, adalah prosa rekaan yang Panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan
menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun.
3. Roman, adalah bentuk prosa baru yang berisikan tentang kehidupan manusia/ tokoh
yang dilukiskan secara rinci, dan detail. Biasanya mulai dari kecil hingga dewasa, bahkan
sampai meninggal dunia. Berdasarkan isinya, roman dapat dibagikan atas roman
sejarah, roman social, roman jiwa, roman tendens, roman percintaan, dan roman
detektif.
C. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita. Tema bersifat
mengikat keseluruhan masalah yang ada dalam cerita. Untuk mengetahui tema suatu karya
sastra, perlu dilakukan indentifikasi berbagai permasalahan dalam karya karena tema
bersifat mengikat keseluruhan masalah yang ada dalam cerita.
Tema dalam karya sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tema mayor dan tema
minor. Tema mayor adalah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan persoalan
utama dalam kaya sastra, sedangkan tema minor adalah tema yang tidak menonjol,
tetapinmenjadi bagian dan memengaruhi keseluruhan karya sastra.
2. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah orang yang melakukan perbuatan dan mengalami peristiwa dalam sebuah
karya rekaan, sedangkan penokohan/ karakter lebih mengacu pada pandangan, sifat, sikap,
dan emosi yang dimiliki dalam karya rekaan tersebut. Dalam karya sastra, tokoh berfungsi
sebagai pengembang cerita dan penyampai pesan. Tokoh dalam novel umumnya lebih
banyak dibandingkan cerpenkarena novelterdiri atas beragam peristiwasehimgga tokoh
sentraldimungkinkan lebih dari satu. Selain itu karakteristik tokoh dalam novel cendrung
lebih kompleks.
Tokoh dalam karya sastra memiliki watak yang berbeda-beda dan perbedaan
watak itulah yang menjadi pemicu munculnya konflik atau pertentangan. Watak tokoh
dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu ciri-ciri fisik, hubungan tokoh dan lingkungannya,
dan ciri-ciri kejiwaannya. Sementara itu, untuk menggambarkan watak tokoh, pengarang
dapat menggambarkannya melalui du acara, yakni secara analitik dan dramatik.
a. Teknik Analitik
Teknik analitik disebut juga teknik naratif, yaitu cara menggambarkan atau
mendeskripsikan tokoh secara langsung dan tidak berbelit-belit. Melalui narasi,
pengarang langsung menyebutkan watak atau karakter tokoh.
Contoh :
Banun menolak pinagan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula
karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangainya buruk Palar yang
dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
( Banun, Damhuri Muhammad )
b. Teknik Dramatik
Teknik dramatic merupakan Teknik penokohan secara tidak langsung.
Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat serta tingkah laku tokoh.
Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk menunjukkan karakternya masing-masing
melalui berbagai aktivitas, baik secara verbal maupun tindakan. Penokohan tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni sebagai berikut :
Tiba-tiba di balai desa, Kepala Desa tengah termenung di kursi menghadap meja
kayu kusam, wajahnya diterpa seberkas cahaya dari jendela. Sekretaris desa sedang
tekunmenulis sambil merokok. Lalu, datang Pak Kaum, memepas peci menjemurnya
di kaca jendela.
Kabayan Dengkul
3. Latar
Latar merupakan keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan
dalam karya sastra. Latar dalam novel lebih beragam dibandingkan dengan cerpen.
a. Latar tempat adalah lokasi tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar tempat,
merujuk pada lokasi karya fisik ( Nurgiayantoro, 2007)
Contoh :
Sementara Kadek Sukasti, memilih tetap tinggal dan duduk di beranda menemanu Luh
Manik. Ia juga sedang berpikir turut serta mencari kerja di Jakarta. Kebetulan, menurut
ayahnya, seorang saudara jauh yang dulu tinggal di Denpasar , sudah dua tahun ini pindah
tugas di Jakarta. Bisa saja dia tinggal di sana, sementara menunggu pekerjaan.
Bunga Jepun, Putu Fajar Arcana
b. Latar waktu, adalah waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar waktu dapat
digambarkan dengan siang hari, malam hari, atau petang, dan dapat pula
digambarkan secara konkret dengan menyebutkan tanggal dan waktu.
Contoh :
Ketika dengan tiba-tiba pula matahari lenyap suasana kembali samar. Apa lagi hujan
pun berubah deras menyusul ledakan guntur yang bergema di dinding-dinding lembah.
Angin kembali bertiup kencang sehingga pohon-pohon kelapa itu seakan hendak rebah ke
tanah. Ketika itulah dada Darsa berdenyut. Darsa yang sejak lama memandangi pohon-
pohon kelapanya diseberang lembah itu hampir putus harapan.
c.Latar sosial, mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
social masyarakat di tempat/ lokasi yang menjadi latar cerita. Kehidupan sosial
mencakupkan adat istiadat, tradisi, keyakinan, atau pandangan hidup (Nurgiyantoro,
2007).
Contoh :
Masih satu upacara yang harus dilakukan agar benar-benar menjadi perempuan sudra.
Patiwangi berarti mati, wangi berarti keharuman. Kali ini Telaga harus membunuh nama Ida
Ayu yang telah diberikan hidup padanya.
Tarian Bumi, Oka Rusmini
4. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama yang
menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kea rah klimaks dan penyelesaian
untuk mencapai efek tertentu. Alur novel pada umumnya lebih kompleks disbanding
dengan cerpen.
Alur suatu karya sastra dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni alur
progresif atau alur lurus, alur regresif (flashback) atau sorot balik, serta alur bolak-
balik (srikuler). Alur maju atau alur progresif, yaitu peristiwa yang diceritakan secara
berurutan dari awal hingga akhir cerita. Alur sorot balik, yaitu cerita yang diawali
dari peristiwa akhir, selanjutnya disusun kejadian awal dan rangkaian peristiwa
selanjutnya. Sementara itu, alur melingkar / bolak-balik, yaitu peristiwa yang tidak
diceritakan secara berurutan, boleh jadi di awali dari bagian tengah.
Contoh:
Pagi itu, di bandung pada bulan September, tahun 1990, setelah turun dari
angkot, aku jalan menuju sekolahku sebagaimana yang lainnya yang juga sama begitu.
Bedanya, aku jalan sendirian, yang lain ada yang berdua atau lebih.
Dari arah belakang aku mendengar suara motor. Suaranya agak berisik dan yang
bisa kuingat dimasa itu, belum begitu banyak siswa yang pergi sekolah dengan memakai
motor.
Ketika motor itu sudah mulai sejajar denganku, jalannya melambat. Seperti sengaja
ingin menyamai kecepatanku berjalan. Pengendaranya menggunakan seragam SMK.
Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990, Pidi Baiq
Dengan adanya plot, pembaca diarahkan pada suatu ketegangan yang kemudian
menukik pada suatu peleraian atau penyelesaian. Hal tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Stanton ( dalam Nurgiyantoro, 2007). Alur cerita berisi urutan kejadian
yang setiap kejadiannya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Secara umum, rangkaian peristiwa dalam
cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.
a. Pengenalan situasi cerita (exposition)
b. Pengungkapan peristiwa
c. Menuju pada adanya konflik (rising action)
d. Puncak konflik (turning point)
4. Sudut Pandang.
Dalam karya sastra terdapat beberapa jenis sudut pandang yang umum digunakan, ya
itu sebagai berikut.
a. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, ditandai dengan penggunaan
kata ganti aku dalam penyampaian cerita seakan-akan cerita tersebut merupakan
kisah atau pengalaman pribadi pengarang.
Contoh:
Dengan Panjang lebar, ibu menjelaskan bahwa sejak ada di dalam kandungan, aku
telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah ku kenal itu. Dalam pergulatan jiwa yang
sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menurut keinginan ibu. Aku mengecewakannya.
Pudarnya Pesona Cleopatra, Habiburrahman Eli Shirazy
orang
b. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan, ditandai dengan
penggunaan kata ganti aku dalam ceritanya, tetapi sebenarnya mengisahkan orang
lain sebagai pelaku utama.
Contoh :
Dilan yang aku maksud adalah yang dulu tinggal di perumahan Riung Bandung.
Rambutnya seringterlihat berantakan, seperti gak disisir selama hidupnya, dan suka pakai
jaket jeans belel atau jaket Army Korea pemberian ayahnya yang tentera.
Kalau ke sekolah cuma membawa satu buku tulis yang diselipkan di kantong celana
seragamnya, seolah-olah baginya, hanya dengan satu buku saja sudah akan cukup untuk
mencatat semua matapelajaran yang ada di dunia dan ditambah puisi yang suka dia di
hlaman belakangnya.
Dilan 2: Dia adalah Dilanku Tahun 1991, Pidi Baiq
c. Sudut pandang orang ke tiga serba tahu, yakni posisi pengarang sebagi pencerita
yang tidak memiliki peran apa-apa dalam cerita. Pelaku utama dalam cerita adalah
orang lain yang disebut dengan diaatau ia. Namun, dengan sudut ini, pengarang
seakan-akan mengetahui apapun yang dilakukan atau dipikirkan oleh tokoh
dalam cerita.
Contoh :
Kali kedua mereka bertemu adalah di pos pemeriksaan Awka. Kemudian, perang di
mulai dan perlahan bergerak kea rah selatan dari sector bagian uatara yang jauh. Ia sedang
berkendara dari Onitsha ke Enugu dan sedang tergesa-gesa. Walaupun pikirannya setuju
akan pemeriksaan yang teliti di persimpangan jalan, hatinya selalu tersinggung setiap kali ia
harus mematuhi mereka.
Perempuan dalam Perang, Chinua Achebe
e. Sudut pandang orang ke tiga sebagai pengamat, yaitupengarang hanya
menceritakan apa yang dilihatnya saja, seakan-akan tidak mengetahui apa yang
dilakukan atau dipikirkan oleh tokoh dalam cerita. Sudut pandang ini menggunakan
kata ganti dia dan ia .
Contoh :
Dari sebuah kantung di dalam keranjang besarnya, Wak Katok mengeluarkan daun
ramuan-ramuan. Mereka membersihkan luka-luka pak Balam dengan airpanas dan Wak
Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka
membungkus dengan sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus ramuan obat-
obatan sambil membaca matra-mantra, dan setelah air mendidih, air obat dituangkan ke
dalam mangkok dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, wak katok meminumkannya
kepada Pak Balam sedikit demi sedikit.
Harimau-Harimau, Muchtar Lubis.
6. Amanat
Amanat adalah pesan atau makna terselubung yang ingin disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca. Umumnya, amanat memberikan manfaat bagi kehidupan
secara praktis. Amanat dapat disampaikan secara tersurat dalam karya sastra maupun
secara tersirat. Amanat atau makna dibagi menjadi dua, yakni makna niatan dan muatan.
Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh pengarang dalam karya sastra yang
ditulisnya. Sementara itu, makna muatan adalah makna yang termuat dalam karya sastra
tersebut.
D. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik teks sastra adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bentuk suatu karya sastra. Unsur tersebut antara lain
nilai-nilai yangdiyakini masyarakat, unsur biografi pengarang, pandangan hidup suatu
bangsa, dansebagainya.
Melalui bacaan karya sastra, kita dapat memahami berbagai nilai yang terkandung di
dalamnya. Misalnya, melihat kebudayaan suatu daerah yang dijadikan latar pengembangan
karya sastra tersebut. Bahkan kita mempelajari atau meneladani berbagai perbuatan yang
terkandung dalam karya sastra yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya.
Hal-hal tersebut, dalam karya sastra, dikenal dengan istilah nilai-nilai.
1. Nilai Budaya
Sebuah karya sastra akan mengandung nilai budaya, yakni nilai yang dikaitkan
dengan pemikiran, kebiasaan, adat, dan hasil karya cipta manusia. Menurut
Koencaraningrat, nilai budaya adalah sebagai ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal yang
paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat dan biasanya berakar dalam bagian
emosional alam jiwa manusia. Dengan demikian, nilai budaya merupakan konsep
sesuatu yang hidup dari pemikiran masyarakat mengenai sesuatu yang hidup dari
pemikiran masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap bernilai, beradap, atau
bermatabat, sesuai dengan budaya yang hidup dalam kelompok masyarakat tertentu
sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai budaya dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan (Djamaris1996), yaitu :
(1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan,
(2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam,
(3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat,
(4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya,
(5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Cermatilah kutipan novel berikut !
“ Kau adalah harapan Meme, Tugeg. Kelak, kau harus menikah dengan laki-laki yang
memiliki nama depan Ida Bagus. Kau harus tanam dalam-dalam pesanku ini. Sekarang kau
bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa bermain bola lagi. Kau mulai belajar menjadi
perempuan keturunan Brahmana. Menghapal beragam sesaji, juga harus tahu bagaimana
harus mengukir janur untuk upacara. Pegang kata-kataku ini, Tugeg. Kau mengerti ?” suara
perempuan itu lebih mirip paksaan daripada sebuah nasihat.
Tarian Bumi, Oka Rusmini
Gambaran nilai budaya yang berkaitan dengan adat istiadat pada kutipan tersebut
juga ditunjukkan dengan kecakapan yang harus dikuasai oleh perempuan dari kasta
Brahmana, seperti menghapal beragam sesaji dan mengukir janur untuk upacara adat.
2. Nilai Sosial
Nilai social adalah nilai yang berkaitan dengan tata laku interaksi antar manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai social dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk,
antara lain nilai social kasih saying dan nilai social tanggung jawab.
Lidah api bergoyang menjilat wajah saya yang tengah merunduk. Kaget, pantai obor
itu justru saya angkat tinggi-tinggi sehingga minyak mendorong sumbunya terlepas. Api
dengan cepat berpindah membakar punggung saya.
“ Berguling! Berguling!” terdengar teriakannya sembari melepaskan seragam cokelatnya
untuk dipakai menyambet punggung saya. Saya menurut dalam kepanikan.
“ Seragam”, Aris Kurniawan Basuki
Sahabat saya itu tanggap melingkupi tubuh saya dengan seragam coklatnya melihat
saya mulai mengais dan menggigil antara kesakitan dan kedinginan. Lalu, dengan suara
bergetar, dia mencoba membuat isyarat dengan mulutnya. Sayang, tidak ada seorangpun
yang mendekat dan dia sendiri kemudian mengakui bahwa kami telah terlalu jauhberjalan.
Sadar saya membutuhkan pertolongan secepatnya, dia menggendong saya di atas
punggungnya lalu berlari sembari membujuk-bujuk saya untuk tetap tenang. Napasnya
memburu kelelahan, tetapi rasa tanggung jawab yang besar seperti memberinya kekuatan
berlipat. Sayang, sesampai di rumah bukan lain di dapatnya, kecuali caci maki ayah dan ibu.
Pipinya sempat pula kena tampar ayah yang murka.
( “Seragam”, Aris Kurniawan Basuki)
3. Nilai Moral
Penciptaan karya sastra tidak telepas dari norma dan gambaran tingkahlaku
masyarakat dalam tatanan kehidupan. Oleh karena itu, dalm suatu karya sastra akan
terkandung nilai moral sebagai gambaran tingkah laku manusia yang berlaku secara
universal. Nilai moral pada dasarnya memberikan petunjuk dan penilaian terhadap
perbuatan dan tindakan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan di dalam suatu
masyarakat. Dengan demikian, secara sederhana, nilai moral adalah nilai yang berkaitan
dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasarkehidupan manusia dan
masyarakat, (Solomon 1987).
Dalam novel, nilai moral yang ditunjukkan oleh pengarang dapat berupa perilaku
positifdan prilaku negative. Kedua tata laku tersebut dimunculkan sehingga pembaca
dapat bersikap bijaksana dalam menentukan perbuatandan tindakan ang boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan di dalam tatanan bermasyarakat.
Cermatilah kutipan novel berikut !
Karena kemurahan hati Ndoro Seten pula waktu saya kemudian saya lulus sekolah desa lima
tahun, saya dicarikan jalan lewat Ndoro Wedono dan para priyagung di Madiun untuk dapat
diterima magang menjadi guru bantu. Bukan main besar hati saya. Sesungguhnya, hutang
budi orang tua saya menyatakan hal itu kepada Ndoro Seten. Dengan senyum, mereka
mengatakan bahwa itu adalah hadiah mereka buat kejujuran dan ketulusan orang tua kami
menggarap sawah Ndoro. (Para Priayi, Umar Kayam )
4. Nilai Keagamaan
Nilai keagamaan atau religious adalah nilai yang berkaitan dengan ajaran
keagamaan, yakni keterkaitan antara manusia dan Tuhan sebagai sumber
ketenteraman dan kebahagiaan. Menurut Atmosuwito (1987), kriteria religious/
keagamaan dalam novel adalah sebagai berikut.
a. Penyerahan diri, tunduk, dan taat kepada Tuhan.
b. Kehidupan yang penuh kemuliaan.
c. Perasaan batin yang ada hubungan dengan Tuhan.
d. Perasaan batin yang ada hubungannya dengan berdoa
e. Perasaan batin yang ada hubungannya dengan rasa takut.
f. Pengakuan akan kebesaran Tuhan.
Belum lama aku merebahkan tubuhku, azan Magrib pun berkumandang. Langsung saja aku
bangkit dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu. Setelah
aku merasa bersih, langsung saja ku ambil mukena, dilanjutkan dengan dengan salat, aku
berdoa pula semoga yang selama ini aku khawatir tidak terjadi. Semoga kanker itu tidak
pernah kembali lagi padauk.
Surat Kecil untuk Tuhan, Agnes Davonar
5. Nilai Pendidikan
Dalam sebuah karya sastra, terkandung pula nilai Pendidikan atau edukasi, yakni nilai
yang berkaian dengan pengajaran atau pengubahan prilaku dari buruk ke baik. Pada
dasarnya, sastra dan pendidikan memiliki keterkaitan. Hubungan tersebut dibuktikan
dengan adanya nilai-nilai yang dapat mendidik pembaca dalam suatu karya sastra. Selain
itu, pengarang menjadikan karyanya sastra sebagai media untuk menyampaikan suatu
pengajaran. Meskipun karya sastra bersifat realitas imajinatif, tetapi kebenaran dan
aspek sastra bersifat realitas imajinatif, tetapi kebenaran dan aspek pengajaran yang
terdapat di dalamnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Nilai pendidikan
dalam karya sastra memberikan nasihat bagi pembaca bahkan tidak jarang disampaikan
secara eksplisit berupa kritik.
Pada dasarnya, nilai pendidkan mencakup aspek-aspek nilai lain yang telah
disebutkan sebelumnya karena berbagai nilai tersebut ,seperti nilai moral, nilai sosial,
dan nilai agama, mengandung nilai pendidikan yan dapat diteladani. Secara sederhana,
nilai pendidikan yang dapat diteladani. Secara sederhana, nilai pendidikan dapat
dipersamakan dengan amanat atau pesan.
Nilai Pendidikan religius dapat dijadikan sebagai peneguh batin pembaca agar
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Nilai pendidikan moral menuan burukntun
pembaca agar lebih bijaksana dalam menyingkapi hal yang baik dan buruk.
Berikut contoh kutipan untuk masing-masing nilai pendidikan tersebut.
a. Nilai Pendidikan moral, yaitu nilai pendidik yangkan yang menuntun pembaca agar lebih
bijaksana dalam menyingkapi hal yang baik dan buruk.
WC ini sudah hampir setahun diabaikan karena air yang mampet. Tapi manusia-manusia cacing, para
intelektual muda SMA NegeriBukan Main yang tempurung otaknya telah pindah ke dengkul, nekat
menggunakannya jika panggilan alam itu tidak tertahankan. Dengan hanya berbekal segayung air
saat memasuki tempat sacral itu, merekan menghinakan dirinya sendiri dihadapan agam Allah yang
mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Dan Kamilah yang menanggung semua
kebejatan moral mereka.
b. Nilai Pendidikan keagamaan, yaitu nilai Pendidikan yang dapt dijadikan sebagai peneguh
batin pembaca agar lebih mendekat diri kepada Tuhan.
Jibron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami
heran karena kalua mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang
pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah
sebatang kara, ia menjadi anak asuh sangpendeta. Namun, pendeta berdarah itali itu tak sedikit pun
bermaksud mengubah keyakinan Jibron. Beliau malah tak pernah telat mengantarkan Jibron mengaji
ke masjid.
c. Nilai Pendidikan Sosial, yaitu nilai pendidikan yang diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya kehidupan social.
Aku ingin menyelamatkan Jibron walaupun benci setengah mati pada Arai. Aku dan Arai menopang
Jibron dan beruntung kami berada dalam labiran gang yang membingungkan.
Drama umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu drama sebagai pementasan dan drama
sebagai karya sastra. Drama sebagai pementasan dibangun oleh komposisi pentas, seperti
tata kostum, tata rias, tat music, dan tata kelakuan. Sedangkan drama sebagai genre sastra
dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik sebagai man genre sastra lainnya, yakni tokoh,
tema, peristiwa, dan latar ( Hasanuddin, 1996).
Periode sastra Melayu- rendah berlangsung pada tahun 1891-1940. Tema drama
yang diangkat pada preriode ini umumnya adalah tema didaktis yang berusaha
mendidik masyarakat untuk mengikuti norma-norma kesusilaan. Penulis drama yang
produktif pada masa ini, antara lain Kwee Tek Hoay dan Oen Thjing Tiauw. Periode
sastra drama Melayu -rendah berakhir pada saat pendudukkan Jepang. Bahasa yang
digunakan pada periode ini adalah Bahasa Melayu-rendah.
Bahasa Melayu- rendah adalah Bahasa Melayu Tionghoa yang berbeda dengan
Bahasa Melayu standar yang menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu ini
digunakan oleh peranakan Tionghoa yang telah terputus kuiturnya dengan Tiongkok.
Sastra Melayu- rendah muncul karena kebutuhan kaum peranan Tionghoa akan bentuk
budaya baru (hiburan) karena mereka tidak lagi mengusai Bahasa Tionghoa.
Ciri-ciri sastra drama mutakhir ( Soemardjo, 1992), antara lain sebagai berikut.
1. Tokoh
Tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami sebagian atau seluruh
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalma plot. Cerita yang ditampilkan dalam drama
maupun prosa merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh. Cerita
ditentukan oleh kehadiran tokoh, tanpa kehadiran tokoh tidak aka nada cerita dan
segenap peristiwa yang melingkupinya. Tokoh dalam drama dapat dibedakan atas
beberapa segi, diantara lain adalah :
a. Berdasarkan segi peranan, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh
tambahan.
1. Tokoh utama atau tokoh sentral adalah tokoh yang memiliki peran dari awal
hingga akhir cerita sehingga mendominasi cerita.
2. Tokoh tambahan adalah tokoh sampingan yang kehadirannya relatif kurang
dibandingkan kehadiran tokoh utama, tetapi membantu penyelesaian cerita.
b. Berdasarkan fungsi penampilannya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh anta
gonis, protagonis, tritagonis.
1) Tokoh protaganis kerap disebut sebagai hero, yakni tokoh yang menampilkan
pengejawantahan norma dan nilai yang ideal.
2) Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik, dapat
dikatakan sebagai tokoh yang beroposisi dengan tokoh protaganis, tetapi
memberikan keseimbangan dalam jalannya peristiwa.
3) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah atau pendamai dar konflik cerita.
c. Berdasarkan perwatakannya, tokoh dibedakan menjadi tokoh datar dan tukoh
bulat.
1) Tokoh datar adalah tokoh yang hanya memiliki satu watak tunggal,
digambarkan sekilas tanpa uraian terperinci dan mudah dikenali.
2) Tokoh bulat adalah tokoh yang digambarkan secara rinci oleh pengarang,
memiliki watak kompleks dan sulit dijelaskan. Tokoh bulat memiliki watak
tertentu yang dapat diformulasikan atau dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam, seperti bertentangan dan sulit diduga.
Berkaitan dengan hal tokoh, dikenal pula istilah penokohan atau karakter yang
mengacu pada penempatan tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita,
yang memberi alasan pada tokoh untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pada
dasarnya, watak tokoh dapat diamati lewat jalan pikirannya, kejadian di sekitar tokoh, reaksi
seorang tokoh terhadap suatu kejadian, pandangan tokoh terhadap tindakan tokoh lain, dan
bentuk lahir tokoh itu sendiri (Tasrif dalam Sahid, 2008)
2. Alur
Alur drama adalah rangkaian peristiwa dalam drama yang mempunyai penekanan
adanya hubungan sebab akibat. Alur drama dapat ditelusuri melalui motif yang
menyebabkan munculnya suatu peristiwa. Aksi yang dilakukan tokoh akan
memunculkan konflik apabila dapat penentangan dari hal-hal di luar dirinya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa konflik memepengaruhi perkembnagan peristiwa
atau alur sebuah drama. Padateks, drma konflik terletak diantara peristiwa-peristiwa
yang membangunnya.
Alur dalam drama dapat disajikan dengan beberapa jalinan, antara lain sebagai
berikut.
a. Jalinan sirkuler, bila plot disusun dari peristiwa A dan akhirnya kembali ke peristiwa
A.
b. Jalinan linear, bila plot disusun secara kronologis dari peristiwa A sampai peristiwa
Z.
c. Jalina episodik, bila jalinan plotnya terpisah. Maksudnya, dalam satu drama
mengandung dua atau lebih jalinan peristiwa.
4. Tema
Tema adalah ide cerita yang menjadi pusat cerita dan inti permasalahan dalam
drama. Tema memberi kesauan pada peristiwa-peristiwa yang diterangkan dalam cerita.
Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Mengacu pada sifat tersebut, perumusan
tema dilakukan berdasarkan teks yang tersurat.
5. Amanat
Amanat adalah pesan atau makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat
dapat ditentukan melalui tafsir pribadi berdasarkan sudut pandang tertentu sehingga
ama amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Umumnya, amanat memberikan
manfaat bagi bagi kehidupan secara praktis. Amanat dapat disampaikan secara tersurat
dalam karya sastra maupun secara trsirat. Amanat atau makna dapat dibagi dua, yakni
makna niatan, dan makna muatan . Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh
pengarang dalam karya sastra yang ditulisnya. Sementara itu, makna muatan adalah
makna yang termuat dalam karya satra tersebut.
6. Dialog
Dalam drama, dialog menjadi hal utama sehingga cerita yang disampaikan dalam
drama menjadi lebih lugas. Plot, suasana, dan konflik dalam drama dibangun oleh dialog
antar tokoh, tidak seperti prosa yang umumnya dibangun lewat narasi.
C. Jenis-Jenis Drama
Drama terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
1. Tragedi
Trgedi adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan atau
duka cita ditandai dengan kemalangan dan keputusasaan tokoh uamanya. Tokoh
utamanya mengalami nasib tragis dan terlibat dalam bencana atau masalah besar.
Contoh jenis drama Romeo- Juliet karya Shakespeare. Jenis drama ini lainnya seperti
Kapai-kapai karya Arifin C. Noer, Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin, dan Aduh
karya Putu Wijaya.
Drama tragedy biasanya mengisahkan seorang tokoh yang hidupnya berakhir
tragis. Berikut ciri-ciri drama tragedi.
a. Tokoh utama memiliki keistimewaan dan berhati mulia, seperti memiliki
kemampuan merasa, berpengetahuan luas, serta peka terhadap lingkungan lebih
dari manusia umumnya.
b. Meskipun tokoh uatama (protogonis) istimewa dan berhati mulia, tetapi memiliki
cacat yang akan menyebabkan kesengsaraan dan kejatuhannya karena sukar
dihilangkan. Misalnya, terlalu cemburuan, cepat marah, gila kekuasaan, penuh
keraguan-keraguan dalam mengambil keputusan, dan sebagainya.
c. Jatuhnya tokoh utama disebabkan oleh kesalahannya sendiri bukan oleh factor
eksternal.
d. Kesedihan timbul karena penonton / pembaca ikut merasakan apa yang dirasaskan
oleh tokoh uatama ketika menyadari kesalahannya dan akibat yang akan
menimpanya.
2. Komedi
Komedi adalah drama yang bersifat menghibur, mengandung dialog-dialog jenaka
yang cendrung menyindir, dan biasanya berakhir dengan suka cita. Pada setiap adegan,
selalu ada gelak tawa dan humor. Tokoh utama dalam jenis drama ini umumnya
memilih watak konyol dan lucu, tetapi bijaksana. Contoh drama komedi, antara lain
Akal Bulus Scapin dan dokter Gadungan karya Molierre, Kebun Ceri karya A.P. Cekhov,
Si Bakhil karya Nur Sutan Iskandar, Sikabayan karya Utuy Tatang Sotani, dan Tuan Amin
karya Amal Hamzah.
3. Tragikomedi
Tragikomedi adalah sebuah sajian drama yang menggabungkan antara tragedi dan
komedi. Drama jenis ini menampilkan tragedi tetapi menyelipkan kegembiraan dalam
setiap adegan-adegannya. Drama jenis ini juga perpaduan dua emosi mendasar pada
diri manusia. Beberapa drama yang tergolong dalam jenis ini antara lain Jas Panjang
Pesanan karyaWolf Mankowitz, Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, Api karya
Usmar Ismail, Awal dan Mira karya Utuy Tatang Sontai.
4. Melodrama
Drama ini jenis drama yang bersifat menyentuh perasaan, umumnya terdapat pada
karya sastra klasik. Meskipun tidak tercipta dialog antarpemain, emosi dapat dibangun
melalui alunan musik. Tokoh dalam melodrama bersifat hitam putih dan stereotip. Dua
Orang Algojo karya Fernando Arrabal diterjemahkan Sori Siregar. Contoh drama jenis ini
adalah :
a. Memegang prinsip moral yang kuat.
b. Cerita penuh dengan kejadian yang menegangkan dan di luar dugaan.
c. Cerita dapat membangkitkan rasa simpatik pada tokoh protagonis yang sedang
mengalami berbagai macam cobaan akibat ulah dari tokoh antagonis.
5. Farse / Dagelan
Secara umum dapat dikatakan sebuah sajian drama yang bersifat karikatural karena
menonjolkan gerak-gerik karikatural sehimgga kerapkali tampak tidak logis dan terkesan
dibuat-buat. Farce adalah jenis drama yang kocak dan ringan. Alurnya tersusun
brdasarkan arus situasi, bukan berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan
perkembangan cerita sang tokoh. Isinya cendrung kasar, lentur, dan vulgar sehingga
kerapkali disebut komedi murahan, picisan atau ketengan. Contoh drama jenis ini
adalah “ Sibedul”, karya Elwy Mitchel dan lakon “Srimulat”.