Anda di halaman 1dari 74

MATA KULIAH INDONESIA LITERATUR

1. Kesusastraan dan Priodesasi Sastra

A. Kesusastraan
Sastra dapat dikaitkan dengan kebudayaan dan kesenian. Kebudayaan merupakan
hasil pemikiran, perasaan, dan kemauan atau kehendak manusia dalam
penyempurnaan hidupnya dengan jalan menciptakan sesuatu berdasarkan hal-hal
yang ada di alam ini. Dengan demikian sastra merupakan bagian dari kebudayaan
karena berupa buah pemikiran uangkapan pengalaman jiwa seseorang. Dan karya
sastra dapat dikatakan sebagai sebuah kesenian karena mengandung nilai-nilai
estetis. Nilai estetis tersebut disimbolkan dan ditunjukkan melalui
penggunaanbahasa. Dengan demikian, sastra dapat dikatakan sebagai bagian dari
kebudayaan dan kesenian.
Menurut Sumardjo dan Saini ada tiga hal yang membedakan karya sastra dengan
karya tulis lainnya yaitu :
a. Karya Sastra bersifat khayal ( Fictionality)
b. Karya Sastra memiliki nilai-nilai seni (Aestic Values)
- Kesatuan dalam keragaman (Unity in Variety)
- Keseimbangan (Balance)
- Keselarasan (Harmony)
- Tekanan yangTepat (Right Emphasis)
c. Penggunaan Bahasa yang khas sebagai media sastra (Special Use of Language)

B. Fungsi Sastra
Fungsi sastra sebagai karya yang memberikan rasa keindahan dan kegunaan dapat
digolongkan dalam lima kategori yaitu sebagai berikut (Rokhmansyah, 2014)
1. Rekreatif : apabila isinya dapat menghibur pembaca dan menimbulkan emosi
pembaca seperti perasaan senang dan gembira.
2. Didaktif : jika isi karyanya mampu mengarahkan dan mendidik pembaca untuk
berkehidupan lebih baik melalui nilai-nilai yang terdapat pada karya sastra
tersebut.
3. Estetis : memiliki fungsi estetis ketika karya tersebut menimbulkan kesan
keindahan dalam benak pembaca.
4. Moralis : Karya sastra yang baik adalah yang mengandung nilai-nilai moral
didalamnya . Jika suatu karya sastra mengandung nilai-nilai moral, karya sastra
tersebut dapat berfungsi sebagai media agar pembaca dapat membedakan nilai
moral yang baik atau yang tidak baik.
5. Religiusitas : Karya sastra mengandung fungsi religiustas jika karya itu
mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat diteladani oleh pembaca.

C. Nilai- Nilai Karya Sastra.


Karya sastra yang baik mengandung nilai (value). Nilai itu dikemas dalam wujud
struktur karya sastra. Nilai- nilai tersebut antara lain :

a. Nilai hedonik (hedonik value) : dapat memberikan kesenangan langsung kepada


pembaca.
b. Nilai artistik (artistik value) : nilai yang dapat memanifestasikan suatu seni atau
keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan.
c. Nilai kultural (cultural value) : nilai yang dapat memberikan atau mengandung
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau
kebudayaan.
d. Nilai etis, moral, agama ( ethical, moral, religios value) : nilai yang dapat
memberikan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau
agama.
e. Nilai praktis (practical value) : nilai yang mengandung hal-hal peraktis yang dapat
diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

D. Aliran dalam Kesusastraan


Aliran dalam kesusastraraan terlahir berdasarkan aliran atau paham yang
berkembang di dunia filsafat. Berapa aliran dalam kesusastraan sebagai berikut :
1. Realisme : Aliran yang berdasarkan pada kenyataan dan melukiskan
sesuatu berdasarkan keadaan sebenarnya dengan pandangan yang objektif ( Dari
Ave Maria ke jalan Lain ke Roma; Kota Harmoni )
2. Naturalisme : menggambarkan objek apa adanya, tetapi cendrung
berterusterang tanpa memperdulikan baik buruk atau akibat negatif yang dapat
ditimbulkan. (Catatan Harian Sang Koruptor karya F. Rahardi)
3. Determinisme : aliran ini beranggapan bahwa semua peristiwa sudah diaturoleh
takdir. ( Roman Atheis . Achdiat K. Mihardja)
4. Impresionisme : aliran yang mengutamakan kesan terhadap objek ( Puisi Candi.
Sanusi Pane )
5. Idealisme : aliran yang menggambarkan dunia yang dicta-citakan, dunia
yang di angan-angankan dan dunia yang diharapkan ,mengutamakan ide atau
cita-cita yang diharapkan ( Layar Terkembang (Sutan Takdir Ali syahbana))
6. Romantisisme : aliran ini berlawanan dengan realisme , aliran ini merupakan
hasil jiwa yang tidak puas terhadap kenyataan yang terjadi. Aliran ini
menimbulkan emosipembaca (Roman Siti Nurbaya (Marah Rusli))
7. Simbolisme : Aliran ini menggambarkan sesuatu melalui simbol atau
perlambangan , aliran ini dapat dijadikan alternatif ketika seorang pengarang
berada dalam kondisi yang tidak mendukungnya untuk berpendapat atau
mengemukakan pikiran yang secara bebas ( “ Dengar Keluhan Pohon Mangga
(Maria Amin))
8. Ekspresionisme : Aliran yang menyampaikan sesuatu dengan curahan jiwa
( Doa ( Chairil Anwar))
9. Surealisme : Aliran yang melukiskan kehidupan dan pembicaraan alam
bawah sadar atau alam mimpi ( Novel Aki ( Idrus ))
10. Eksistensialisme : Aliran yang menggambarkan ketidak puasan terhadap aliran
idealisme dan materialisme. Aliran ini memandang manusia sebagai subjek dan
objek. (Merahnya Merah ( Iwan Simatupang )

b. Priodesasi Sastra

Berkenaan dengan sejarah kesusasteraan Indonesia, para ahli memiliki pandangan yang
berbeda mengenai pembabakan atau pembagian periodisasi sastra. Priode lebih merujuk
pada bagian waktu yang dikuasai oleh norma-norma sastra dan konvensi-konvensi sastra
yang kemunculan, perkembangan, keterbagian, integrasi, dan lenyapnya dapat ditelusuri
(Wellek,1985). Sementara itu, angkatan sastra adalah sekumpulan sastrawan yang hidup
dalam satu kurun waktu atau menempati suatu priode tertentu (Pradopo, 2003). Berikut
perbandingan periodesasi sastra Indonesia menurut beberapa ahli.

Umum : A. Melayu Lama


B. Peralihan: Abdullah
C. Masa Baru
1. Angkatan Balai Pustaka
2. Angkatan Pujangga Baru
3. Angkatan ‘ 45
4. Angkatan ‘66
5. 80- sekarang

B. Simorangkir: A. Kesusastreraan Masa Lama Purba


B. Kesusasteraan Masa Hindu Arab
C. Kesusastraan Masa Baru
1. Abdullah
2. BP / 20
3. BP / 30
D. Kesusasteraan Masa Mutakhir

Sabaruddin : A. Kesusasteraan Lama


Ahmad 1. Dinamisme
2. Hinduisme
3. Islamisme
B. Kesusasteraan Baru
1. Masa Abdullah
2. Masa Balai Pustaka
3. Masa Pujangga Baru
4. Masa Angkatan ‘45

J.S Badudu : A. Kesusasteraan Lama


1. Kesusasteraan Masa Purba
2. Kesusasteraan Masa Hindu – Arab
B. Kesusasteraan Peralihan
1. Abdullah bin Abdulkadir Munsji
2. Angkatan Balai Pustaka
C. Kesusasteraan Baru
1. Angkatan Pujangga Baru
2. Angkatan Modern ( Angkatan ’45)
3. Angkatan Muda
Rachmad : A. Periode Balai Pustaka ( 1920-1940)
Djoko B. Periode Pujangga Baru (1930-1945)
Pradopo C. Periode Angkatan 45 (1940 – 1955)
D. Angkatan 50 (1950 -1970)
E. Angkatan 70 ( 1965 – sekarang)

H.B. Jassin : A. Sastera Melayu Lama


B. Sastera Indonesia Modern
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 ( Pujangga Baru )
3. Angkatan 45
4. Angkatan 66

Nugruho : A. Sastera Malayu Lama


Noto SutantoB. Sastra Indonesia Modren
1. Masa Kebangkitan (1920-1945)
a. Priode 20
b. Peride 33
c. Priode 42
2. Masa Perkembangan (1945- sekarang)
a. Priode 45
b. Priode 50
Ajip Rosidi : A. Masa Kelahiran/ kebangkitan (1900-1945)
1. Priode Awal Abad XX-1933
2. Periode 1933-1942
3. Priode 1942-1945
B. Perkembangan
1. Priode 1945- 1953
2. Periode 1953 – 1960
3. Periode 1960- Sekarang.

2. Sastrawan Indonesia
A. Sastrawan Angkatan Balai Pustaka
1. Abdoel Muis lahir di Bukit Tinggi 1883 , karyanya :
Salah Asuhan, 1928 ;
Pertemuan Jodoh ( roman, 1933);
Surapati (roman,1950)
Robert anak Surapati (roman,1953)
Sebatang Kara (terjemahan karya Hector Malot)
Pangeran Kornel (terjemahan karya Memed Sastra Hadi Prawira)
Tom Sawyer Anak Amerika (terjemahan de Adventres of tom Sawyer
karya Maek Twain ) dll.
2. Adinegoro, lahir di Talawi Sumatra Tengah 1904, karyanya :
- Darah Muda (roman, 1927)
- Asmara Jaya (roman, 1928)
- Melawat keBarat (kisah, 1930)
- dll
3. Aman Datuk Modjoindo, lahir di Solok Sumatra Barat 1896, karyanya :
- Cita- cita Mustafa
- Si Dul Anak Betawi
4. Haji Said Daeng Muntu, lahir di Sulawesi, karyanya :
- Pembalasan (roman, 1935)
- Karena Kerendahan Budi (Balai Pustaka, 1941)
- dll
5. Marah Rusli ( Marah Halim bin Sultan Abu Bakar, 1889), karyanya:
- Siti Nurbaya (roman,1922)
- La Hami (roman,1952)
- Anak dan Kemenakan (roman,1956)
- Memang Jodoh (autobiografi)
- Gadis yang Malang (terjemahan dari novel karya Charles Dickens)

6. Merari Siregar, lahir di Sipirok, 1896. Karyanya:


- Azab dan Sengsara, 1920
- Binasa karena gadis Priangan,
- Busuk dan wanginya Kota Betawi
- Cinta dan Hawa Nafsu
- Si Jamin dan Si Johan, 1918
7. Muhammad Yamin, lahir di Sawah Lunto, 1903. Karyanya :
- Tanah Air ( kumpulan puisi)
- Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)
- Menanti Surat dari Raja (terjemahan karya Rabidranath Tagore)
- Ken Arok dan Ken Dedes (drama, 1934)
- Gajah mada(roman Sejarah, 1945)
- Dll
8. Nur Sutan Iskandar, lahir di Sungai Batang Maninjau, 1893. Karyanya :
- Apa Dayaku karena Aku Perempuan (roman, 1923)
- Salah Pilih (roman, 1928)
- Katak Hendak Menjadi Lembu (roman,1935)
- Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
- Dll
9. Roestam Efendi, lahir di Padang,1902. Karyanya :
- Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1926)
- “ Bebasari”, 1926
10. Suman Hasibuan, lahir di bengkalis, 1904. Karyanya :
- Mencari Pencuri Anak Perawan (roman, 1923)
- Kasih Tak Terlarai (roman,1928)
- Kasih Tersesat (roman,1932)
- Kawan Bergelut (kumpulan cerpen, 1938)
- Tebusan Darah (roman, 1939)

B. Sastrawan Angkatan Pujangga Baru


1. A. Hasjmy, lahir di Seulimeum Aceh, 19 14. Karyanya :
- Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1940)
- Dewan Sajak (kumpulan sajak,1940)
- Sayap Terkulai (novel, 1939)
- Dewi fajar (novel, 140)
- Melalui Jalan Raya Dunia, (novel,1939)
2. Amir Hamzah, lahir di Tanjung Pura 1911. Karyanya :
- Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
- Setanggi Timur (kumpulan sajak, terjemaha,1939)
- Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)

3. Armin Pane, lahir di Muarasipongi, 1908. Karyanya :


- Nyai Lenggang Kencana (drama, 1937)
- Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)
- Kisah antara Manusia (kumpulancerpen, 1953)
- Jinak-Jinak Merpati (drama,1953)
- Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A. Kartini)
4. Asmara Hadi (Ipih / H.R. Asmara Hadi), lahir di Talo Bengkulu, 1914. Karyanya :
- Dibelakang Kawat Berduri (1941)
- Semangat yang Haram Patah
- Kepada Deponegoro
- Nasib Tanah Airku
- Bangsaku Bersatulah
5. Hamka (Haji Adul Malik Karim Amarullah), lahir di Maninjau Sumatra Barat,1908.
Karyanya :
- Di Bawah Lindungan Kabah (roman,1938)
- Tenggelamnya kapal Van der wijk (roman,1939)
- Di dalam Lembah Kehidupan ( kumpulan cerpen,1941)
- Tuan Direktur (roman,1950)
- Menunggu Beduk Berbunyi (roman,1950)
6. I Gusti Njoman Pandji Tisna, lahir di Singaraja, 1908. Karyanya :
- Ni Rawit, Ceti Penjual Orang (roman,1935)
- Sukreni Gadis Bali (roman, 1936)
- Dewi Karuna (roman,1938)
7. J.E. Tatengkeng, lahir di Kalongan, Sangihe,1907. Karyanya:
- Rindu Dendam (kumpulan sajak,1934)
- Esai dan Kritik ( majalah Pujangga Baroe)
8. Sanusi Pane, lahir di Muarasipongi, 1905. Karyanya :
- Pancaran Cinta ( kumpulan prosalirik,1926)
- Puspa mega (kumpulan puisi,1927)
- Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)
- Sandyakala ning majapait (drama,1933)
- Kertajaya (drama,1932)
9. Sutan Takdir Ali Syahbana, lahir di Tapanuli,1908. Karyanya:
- Tak Putus Dirundung Malang (roman,1929)
- Dian Tak Kunjung Padam (roman,1932)
- Layar Terkembang (roman,1936)
- Anak Perawan Di Sarang Penyamun. (roman,1941)
- Tebaran Mega (kumpulan puisi,1936)
- dll
3. Sastrawan Angakatan ‘45
1. Achdiat Karta Miharja, lahir di Garut 1911. Karyanya :
- Atheis (roman psilogi,1949)
- Religi Susila (terjemahan karya M.k. Gandhi,1950)
- Bentrokan Dalam Asrama (drma,1952)
- Kertakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen,1956)
- Debudan Cinta berterbangan (kumpulan cerpen,1973)
- dll
2. Asrul Sani, lahir di Rao Sumatra Barat 1927. Karyanya:
- Tiga Menguak Takdir (kumpualan sajak bersama Chairil Anwar)
- Apa Jang Kau Cari ( film,1969)
- Jendral Nagabonar (skenario film,1988)
- Mantera (kumpulan ajak,1945)
- Mahkamah (drama, 1988)
- dll
3. Chairil Anwar, lahir di Medan,1922. Karyanya :
- Pulanglah Dia si Anak Hilang (terjemahan karya Andre Gide,1948)
- Kerikil Tajam yang Terempas dan Terputus (kumpulan sajak,1949)
- Deru Campur Debu (kumpulan sajak, 1949)
- Tiga menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Asul Sani dan Rivai Api, 1950)
- Kena Gempur (terjemahan karya John Steinbeck, 1951)
4. Dr. Abu Hanif /El- Hakim, lahir di Padang Panjang 1906. Karyanya :
- Rintisan Filsafat (1947)
- Soal Agama dalam Negara Modern 1949)
- Taufan di Atas Asia (drama, 1949)
- Dokter Rimbun (roman,1952)
- Mambang Laut (drama)
5.. Idrus, lahir di Padang 1921. Karyanya :
- Jibaku Aceh (drama,1945)
- Dokter Bisma (drama, 1945)
- Dari Avemaria ke Jalan Lain ke Roma (kumpulan cerpen,1948)
- Aki (novel, 1948)
- Perempuan dan Kebangsaan (1949)
6. Mochtar Lubis, lahir di Padang 1922. Karyanya :
- Tidak Ada Esok (roman,1950)
- Jalan Tak Ada Ujung (roman, 1952)
- Perempuan (kumpulan cerpen,1956)
- Tanah Gersang (novel, 1964)
- Harimau! Hariamau! (novel,1975)

7. Pramoedya Ananta Toer, lahir di Blora Jawa Tengah 1925. Karyanya :


- Perburuan (novel, 1950)
- Keluarga Gerilya (roman,1950)
- Bukan Pasar Malam (novel, 1951)
- Cerita dari Blora (kumpulan cerpen,1950)
- Midah, si Manis Bergigi Emas (novel, 1954)
- dll
8. Rivai Apin, lahir di Padang Panjang 1927. Karyanya :
- Gema Tanah Air (kumpulan prosa dan puisi,1948)
- Tiga menguak Takdir (kumpulan sajak,1950)
- Dari Dua Dunia yang Belum Sudah (kumpulan sajak,1972)
9. Rosihan Anwar, lahir di Sumatra Barat 1922. Karyanya :
- Radio Masyarakat (cerpen)
- Manusia Baru (sajak)
- Raja Kecil, Bajak Laut di Selat Malaka (roman,1967)
- Seruan Napas (sajak)
- Lukisan (sajak)
10. Usmar Ismail, lahir di Bukit Tinggi1921. Karyanya :
- Mekar Melati (drama,1945)
- Harta Karun (film,1949)
- Enam Jam di Jogja (film,1955)
- Lagi-Lagi Krisis (film, 1955)
- Dosa tak Berampun (film,1957)

D. Sastrawan Angkatan ‘66


1. Ajip Rosidi, lahir di Cirebon, Jawa Barat 1938. Karyanya :
- Tahun-Tahun Kematian (kumpulan cerpen,1955)
- Di tengah Keluarga (kumpulan cerpen, 1956)
- Perjalanan Pengantin (novel, 1958)
- Kapankah Kesusastraan Lahir ? (1964)
- Editor Jakarta Dalam Puisi Indonesia (1972)
- dll
2. Arifin C. Noer, lahir di Cirebon, Jawa Barat 1941. Karyanya :
- Nurul Aini (kumpulan sajak,1963)
- Siti Aisah (kumpulan sajak, 1967)
- Mega-Mega ( drama, 1967)
- Sepasang Pengantin (drama, 1968)
- Rio Anakku (film,1973)
- Melawan Badai (film,1974)
- Suci Sang Primadona (film, 1978 )

3. H.B. Jassin ( Hans Bague Jassin), lahir di Gorontalo, Sulawesi Utara 1917. Karyanya :
- Angkatan ’45 (1951)
- Gema tanah Air (1984)
- Kisah 13 Cerita Pendek (1955)
- Kesusatraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (1954-1967)
- Analisa Srotan Atas Cerita Pendek (1961)
- dll
4. Taufik Ismail, lahir di Bukit Tinggi 1935. Karya sastranya :
- Tirani ( puisi, 1966)
- Buku Tamu Museum Perjuanagn (puisi 1972)
- Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak,1976)
- Puisi-Puisi Langit (puisi, 1990)
- Prahara Budaya (1955)
- dll
5. W.S Rendra. Karyanya :
- Hamlet (terjemahan, dari karya Wiliam Shakespeare)
- Orang- di Tikungan Jalan (1954)
- Mastodon Burung Kondor (1972)
- Ballada Orang-Orang Tercinta (1971)
- Blues Untuk Bonnie (1971)
- Empat Kumpulan Sajak (1978)
- Perjalanan Bu Aminah (1997)
- dll
6. Goenawan Mohammad, lahir di Karangasem Batang, Pekalongan 1941. Karyanya :
- Parikesit (kumpulan )
- Interlude (kumpulan sajak,1973)
- Almanak ((Prosa dan puisi, Angkatan ’66)
- Di Beranda ini pun Angin Tak Kedengaran Lagi
- Nina Bobok
- dll
7. Sapardi djoko Damano, lahir di Solo 1940. Karyanya :
- Duka-Mu Abadi (1996)
- Mata Pisau (1974)
- Sihir Hujan (1984)
- Ayat-ayat Api (2000)
- Ada Berita Apa Hari ini, Den sastro ? (2002)
8. Subagio Sastrowardoyo, lahir di Jakarta 1996. Karyanya :
- Simponi (puisi, 1957)
- Kejantanan di Sumbing (cerpen,1965)
- Bakat alam dan Intelektualisme ( esai,1972)
- Keroncong motinggo ( 1975)

E. Sastrawan Angkatan 80’ – 2000—an


1. Afrizal Malna, lahir di Jakarta 1957. Karyanya :
- AbadYang berlari (kumpulan sajak, 1984)
- Arsitektur Hujan (kumpulan sajak, 1984)
- Kalung Dari Teman (kumpulan sajak, 1998)
- Biography Of Reading (1995)
- Lubang Dari Separuh Langit (novel,2004)
- dll
2. Agus Noor, lahir di Tegal 26 Juni 1968. Karyanya :
- Ambang (kumpulan cerpen, 1992 )
- Pagelaran (kumpulan cerpen, 1993)
- Lukisan Marahari (kumpulan cerpen, 1993)
- Lampor (kumpulan cerpen, 1994)
- Bapak Presiden yang Terhormat (kumpulan cerpen, 1999)
- Potongan cerita di kartu Pos (kumpulan cerpen, 2006)
- Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (kumpulan cerpen, 2010)
3. Ahmadun Yosi Hefanda, di Kendal 17 Januari 1956. Karyanya :
- Ladang Hijau ( kumpulan sajak, 1980)
- Penyair Yogya Tiga Generasi (kumpulan sajak, 1981)
- Sang Matahari (kumpulan sajak, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, 1984)
- dll
4. Arswendo Atmowiloto, lahir di Solo 26 November 1984. Karyanya :
- Penantang Tuhan (drama, 1972)
- Bayiku yang Pertama (drama, 1973)
- Kau memanggilku Malaikat (novel, 2008)
- dll
5. Ayu Utami, lahir di Bogor 21 November 1968 ). Karyanya:
- Saman (novel, 1998)
- Larung ( novel, 2001)
- Parasit Lajang (kumpulan esai, 2003)
- Sidang Susila (drama, 2008)
- Manjali dan Cakrabirawa (novel,2010)
- Cerita Cinta Enrico (novel, 2012)
- Pengakuan: Eks Parasit Lajang (novel, 2013)
6. Budi Darma Lahir di Rembang, Jawa Tengah 25 April 1937. Karyanya :
- Solilokui (kumpulan esai, 1983)
- Ny. Talis: Kisah Mengenai Madras (novel, 1996)
- Rafilus (novel, 1998)
- Laki-laki Lain dalam Secarik Surat (kumpulan cerpen 2008)
7. Danarto lahir di Sragen Jawa Tengah, 27 Juni 1940. Karyanya :
- Godlob ( kumpulan cerpen, 1955 )
- Adam Ma’rifat (kumpulan cerpen,1982)
- Berhala (kumpulan cerpen, 1987 )
- Kacapiring (kumpulan cerpen, 2008)
8. Dewi Lestari Simangunsong lahir di Bandung, 20 januari 1976. Karyanya:
- Supernova 1: Kesatria, Putri dan Bintang jatuh (novei, 2001)
- Perahu Kertas (novel, 2009)
- Madre (kumpulan cerpen ,2011)
- dll
9. Dorothea Rosa Herliany lahir di Magelang, Jawa Tengah, 20 Otober 1963.
Karyanya :
-Matahari Mengalir (kumpualan sajak,1990)
- Nikah Ilalang (kumpulan sajak, 1995)
- Para Pembunuh Waktu ( kumpuan sajak, 2002)
- dll
10. Emha ainun Najib lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953. Karyanya :
- “M” Frustrasi (kumpulan sajak, 1976 )
- Seribu Masjid Satu jumlahnya ( kumpualan sajak, 1991)
- Gelandangan di Kampung Sendiri (kumpulan esai,2015)
- dll
11. Hilman Wijaya , lahir di Jakarta 12 Agustus 1964. Karyanya :
- Lupus ( cerpen, 1968 )
- Sepatu Roda ( novel, 1990)
- Olga: Cover Boy (cerpen 1991)
- Sohib Gaib (novel, 1992)
- Cewek Mal (novel, 204)
- dll
12. Joko Pinorbo lahir di Sukabumi Jawa Barat, 11 Mei 1962. Karyanya :
- Celana (kumpulan sajak, 1991)
- Di Bawah Kibaran sarung (kumpulan sajak, 2001
- Baju Bulan ( kumpulan sajak, 2013)
- dll
13.Joni Ariadinata lahir di Majalengka Jawa Barat 1966. Karyanya :
- Air Kaldera (kumpulan cerpen,2000)
- Malaikat Tak Datang Malam Hari (kumpulan cerpen,2004)
- Dari Pemburu ke Terapeutik (kumpulan cerpen, 2005)
- dll.
14. Kuntowijoyo lahir di Bantul Yokyakarta,18 September 1943. Karyanya :
- Topeng Kayu ( drama, 1973)
- Khotbah di atas Bukit ( novel,1976)
- Impian Amerika ( novel, 1998)
- Hampir sebuah Subversi (kumpulan cerpen, 1999)
15. Marga T. Karyanya :
- Karmila (novel, 1971)
- Badai Pasti Berlalu 1974(di filmkan )
- Ranjau-Ranjau Cinta ( novel, 1983)
- Berkerudung Awan Mendung (novel, 1992)
- Dipalu Kecewa dan Putus Asa ( nvel, 2001)
16. Mira W. Kelahiran Jakarta, 13 September 1991. Karyanya :
- Di sini Cinta Pertama Kali Bersemi (novel, 1979)
- Ketika Cinta Harus Memilih (novel, 1980)
- Seandainya Aku Boleh Memilih ( novel, 1981 )
- Kemilau Kemuning Senja ( novel, 1985)
- dll
17. Oka Rosmini lahir di Jakarta, 11 Juli 1967. Karyanya :
- Kembang Mayang (novel, antologi cerpen, 2000)
- Sagra ( novelet, 2001)
- Kenanga ( novel,2003)
- Warna Kita ( kumpulan sajak, 2007)
- dll
18. Seno Gumira Adjidarma lahir di Boston, Amerika Serikat19 Juni 1958.
Karyanya :
-Manusia Kamar (kumpulan cerpen,1988)
- Penembak Misterius ( kumpulan cerpen, 1993)
- dll
19. Shindunata lahir di Kota Batu Jawa Timur, 12 Mei 1952. Karyanya :
- Semar Mencari Raga (1996)
- Tak Enteni Keplokmu: Tanpa Bunga dan Telegram Duka (1999)
- Air Kata-Kata ( kumpulan Sajak, 2004)
- Manusia dan Pengharapan : Segelas Beras Untuk Berdua (2006)
- Putri Cina (novel, 2007)
- dll

MAJAS
Majas tidak sama dengan gaya bahasa. Gaya bahasa dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang diantaranya dari sudut pandang non bahasa dan dari bahasa itu sendiri.
Kridalaksana mendifinisikan gaya bahasa ke dalam tiga pengertian, yaitu :
1. Pemafaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis.
2. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.
3. Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.
Dengan demikian Majas adalah salahsatu cara pemanfaatan kekayaan bahasa untuk
melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan atau mengumpamakannya dengan sesuatu
yang lain. Berdasarkan definisi tersebut, majas tidak dapat dipersamakan dengan gaya
bahasa, tetapi majas merupakan penunjang gaya bahasa.
Majas dapat dibedakan atas empat kategori, yakni majas perbandingan, majas
penegasan, majas pertentangan, dan majas sidiran.

1.Majas Perbandingan
Majas perbandingan adalah majas atau kiasan yang digunakan untuk membandingkan
atau menganologikan suatu hal dengan hal lainnya. Penggunaan majas perbandingan
bertujuan untuk meningkatkan kesan atau pengaruhnya terhadap pembaca atu pendengar.
Adapun majas yang tergolong ke dalam majas perbandingan, antara lain sebagai berikut:

a.Alegori
Alegori adalah majas yang membandingkan dua hal berdasarkan kesamaannya secara
utuh dan menyeluruh. C0ntoh “Dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini, Sarman
adalah kapten kapalku, aku bertindak sebagai navigator. Hal yang dibandingkan majas
tersebut adalah bahtera (kapal laut) dan kehidupan rumah tangga. Dlm bahtera yang
menjalani nakhoda dan navigator, dam rumah tangga yang menjalani suami dan isteri.

b.Alusio
Alusio berupa pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena ungkapan tersebut
sudah dikenal secara umum atau penggunaannya ditujukan untuk menyembunyikan
maksud. C0ntoh : “ Ternyata gadis dan pemuda itu mengalami kisah Romeo dan Juliet “

c. Simile
Simile merupakan majas pertautan atau majas perbandingan yang membandingkan dua
hal yang secara hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Penggunaan
majas ini dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, laksana.
Contoh : “Adik kakak itu bagai kucing dan anjing ”

d.Metafora
Metafora adalah majas yang melukiskan sesuatu yang membandingkan langsung atas
dasar sifat yang sama atau hampir sama. Contoh : “Dewi malam mulai menunjukkan
pesonanya”. Kalimat tersebut mengungkapkan keindahan malam. Bulan dilukis langsung
sebagai dewi malam. Hal tersebut berdasarkan sifat bulan yang indah dan memancarkan
sinar sehingga dianalogikan sebagai dewi dan sifat dasar bulan yang hanya muncul kalau
malam.

e.Sinestesia
Sinestesia adalah merupakan majas yang mempertukarkan satu indra dengan indra yang
lain. Contoh : “ Panas telingaku mendengar ucapannya “ Panas telingaku adalah kiasan yang
menunjukkan ucapan yang didengarnya adalah kata-kata yang tidak baikkan . Indra yang
dipertukarkan dalam kalimat itu adalah indra pengecapan dan indra pendengaran.

f.Metonimia
Majas yang mengungkapkan sesuatu hal dengan menggunakan merek, ciri khas atau
atribut untuk menyebut sesuatu benda.
Contoh : “Kijang itu menabrak warung kecil yang ada di bahu jalan sehingga menewaskan
penjaga warung tersebut”. Kijang yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah binatang
melainkan merk mobil.

g.Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang mengungkapkan pernyataan yang memperkecil atau
melemahkan sesuatu yang kuat atau yang besar . Majas ini bertujuan untuk merendahkan
diri.Contoh :” Maaf hanya air putih yang bisa ku hidangkan sebagai jamuan untukmu”
Perkataan maaf karena hanya bisa menjamu seadanya dalam kalimat tersebut bertolak
belakang dengan keadaan. Bisa saja jamuan dihidangkan bermacam-macam ada the, ada
keu-kue dan ada camilan lainnya.

h. Hiperbola
Hiperbola merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau
tindakan yang sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat.
Contoh :
“ Ia harus memandikan darah mendapatkannya”.
Pernyataan tersebut bertujuan untuk mengungkapkan bahwa dia bekerja keras untuk
mendapat sesuatu yang dinginkannya. Tetapi tidaklah benar-benar bermandikan darah.

i.Personafikasi
Personafikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati seolah-olah hidup
seperti manusia.
Contoh:
“ Bisikan angin menuntunku dalam kekosongan”
Benda mati yang digambarkan seolah-olah dapat berbisik dan menuntun sesorang layaknya
manusia.

j. Deporsonifkasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati, benda-benda alam,
atau benda-benda lainnya.
Contoh :
“Saya tak mampu menggerakkan tubuhku sehingga yang kulakukan hanyalah mematung di
tempat itu”.
Contoh kalimat tersebut, manusia yang merupakan makhluk hidup yang bebas bergerak
diumpamakan sebagai patung karena tidak dapat melakukan apa-apa.

k. Sinekdoke Pars Pro Toto


Majas ini adalah majas pertautan yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti
Namakeseluruhan.
Contoh :
“ Karena kejadian yang takterduga kemarin, hingga kini Tono belum menampakkan batang
hidungnya”
Kalimat diatas menyatakan keberadaan seseorang. Tetapi penggambarannya tidak
dinyatakan secara keseluruhan, tetepi hanya dengan menyebutkan salah satu bagian
anggota tubuhnya. Penggunaan batang hidungnya mewakili penggambaran sosok orang
secara utuh.

i. Sinekdoke Totem Pro Parte


Majas tersebut adalah majas pertautan yang menyebutkan nama keseluruhan sebagai
pengganti nama bagiannya.
Contoh : “Anak-anak zaman now lebih senang menonton sinetron daripada acara kartun”
Kalimat diatas menggambarkan anak-anak zaman now sebenarnya tidak mengacu pada
semua anak zaman now tetapi hanya segelintir anak yang senang menonton sinetron.
Dalam kenyataan masih banyak anak-anak yang menyaksikan kartun.

j. Eufemisme
Eufemisme merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk memperhalus suatu ungkapan
sehingga tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak atau terkesan kasar.
Contoh :
“ Ani meneteskan air mata mengenang ayahnya yang telah berpulang sebulan yang lalu”.
Kata berpulang merupakan kata yang diperhalus untuk menyatakan kata mati.

k. Simbolik
Simbolik adalah gaya bahasa yang menyatakan atau melugaskan suatu maksud dengan
menggunakan simbol.
Contoh:
“ Dia berlari ternga-nga ketika melihat bendera merah terpasang di depan rumahnya “
Simbol merupakan lambang untuk menggambarkan suatu maksud. Maksud dari simbol
dipahami jika simbol tersebut sudah umum di masyarakat. Pada kalimat tersebut digunakan
simbol bendera merah, sebagai tanda untuk menunjukkan adanya seseorang meninggal
dunia.

B. Majas Penegasan
1. Apofasis
Apofasis adalah majas yang menunjukkan bahwa penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampak sedang menyangkal.
Contoh :
“Aku ingin mengakui bahwa aku tidak menaruh hati padanya, meski aku selalu berdebar
ketika melihat sosoknya”.
Kalimat tersebut menegaskan bahwa tokoh Aku memiliki perasaan pada orang yang
dimaksudnya. Namun, situasi tersebut seolah-olah ingin disangkal oleh tokoh Aku dengan
menyatakan keinginan untuk mengakui bahwa tokoh Aku tidak menaruh hati pada orang
yang dimaksud.

2. Pleonasme
Pleonasme merupakan majas penegasan berupa pengulangan dengan penanda yang
berbeda untuk menekankan maksud yang ingin disampaikan, yang membuat gagasan
disampaikan secara berlebihan.
Contoh :
“Dia menengadahkan kepalanya ke atas untuk memandang langit biru”.
Kata menengadahkan dan ke atas secara eksplisit memiliki makna yang sama. Kata
menengadah sudah menunjukkan bahwa subjek yang dimaksud sedang melihat ke atas. Hal
ini menunjukkan bahwa kat ke atas tidak perlu digunakan karena tidak ada fungsinya dan
berlebihan. Namun, kata tersebut tetap digunakan dengan maksud sebagai penekanan.

3. Repetisi
Repetisi adalah gaya bahasa pengulangan untuk menegaskan dan memperkuat makna
atau maksud sesuatu kata.
Contoh :
“ Tumbang ia mengucur darah, bermandikan darah”.
Pengulangan yang terdapat pada contoh kalimat tersebut adalah kata darah.
Pengulangan kata tersebut mempertegas bahwa subjek pada kalimat dalam keadaan
terluka parah.

4. Aliterasi
Aliterasi merupan gaya Bahasa berupa repetisi konsonan pada awal kata secara
berturutan.
Contoh:
“ Bukan beta bijak berperi”.
Repetisi konsonan yang terdapat dalam kutipan sajak diatas adalah konsonan ‘ b’ yang
mengawali setiap kata pada larik tesebut. Penggunaan cara berbahasa ini dapat
menghasilkan irama pada setiap lariknya.

5. Paralelisme
Paralelisme adalah gaya Bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frsa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama.
Contoh:
“Perbuatanku bukan saja harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas”.
Kesejajaran pada contoh di atas dapat dilihat dari penggunaan kata berimbuhn dikutuk
dan diberantas. Penggunaan tersebut sejajar karena sama-sama menggunakan imbuhan di- .
Jika kata kutuk menggunakan imbuhan di- menjadi dikutuk, sedangkan kata berantas
menggunakan imbuhan me- menjadi memberantas. Maka makna kalimat menjadi tidak logis
karena fungsi kata dikutuk dan memberantas tidak sama atau tidak sejajar.

6. Tautologi
Tautologi adalah gaya bahasa berupa pengulangan bahasan, pernyataan, atau kata yang
tidak diperlukan sebagai suatu penegasan.
Contoh:
“Sesungguhnya Tiara tidak pernah menginginkan hal initerjadi, tidak pernah
mengharapkannya”.
Pada contoh di atas terdapat pengulangan frasa “tidak pernah”. Penggunaan frasa
tersebut terlihat dari kalusa “ tidak pernah mengharapkannya”. Klausa tersebu berfungsi
sebagai penegasan iasi kalimat. Namun, tanpa klausa tersebutpun tidak merubah maksud
kalimat tersebut dan masih dapat dipahami.

7. Klimaks
Klimaks merupakan gaya bahasa yang menyatakan suatu hal yang semakin lama semakin
meningkat dari yang sederhana menuju ke sesuatu yang komleks.
Contoh :
“ Usahanya dirintis mulai dari menjual kue secara berkeliling di stasiun, kemudian membuka
industry rumahan, membuka took kue di beberapa tempat, sampai akhirnya ia memiliki
cabang took kue di berbagai kota besar di Indonesia”.

Hal yang dinyatakan dalam teks tersebut adalah tahapan terbentuknya usaha kue yang
dilakoni seseorang. Tahapan tersebut dimulai dari yang sederhana yaitu menjual kue secara
berkeliling, kemudian membuka industri rumahan, meningkat membuka toko kue di
beberapa tempat, hingga memiliki cabang toko kue diberbagai kota besar yang merupakan
klimaks atau tingkatan tertinggi dari pernyataan tersebut.

8. Anti klimaks
Anti klimaks merupakan gaya Bahasa berupa pemaparan hal atau kompleks kemudian
menurun kepada pikiran atau hal sederhana dan kurang penting.
Contoh :
“ Jangankan serratus juta, serratus ribupun aku tak memilikinya”.
Anti klimaks merupakan kebalikan dari majas klimaks. Anti klimaks memaparkan sesuatu
hal dari tingkat tinggi (seratus juta ) menurun pada tingkatan yang lebih rendah (serratus
rubu).

9. Inversi
Inversi merupakam gaya bahasa berupa pembalikan susunan bagian kalimat yang berbeda
dari susunan lazim diawali subjek kemudian predikat. Inversi biasanya menyebutkan terlebih
dahulu predikat suatu suatu kalimat kemudian subjeknya.
Contoh :
“ Robohnya Surau kami “.
Sebuah kalimat lazimya disusun dengan pola S + P + O (Subjek + predikat + objek ) yang
diawali oleh subjek, misalnya Ayah mengecat rumah. Pola dari kalimat tersebut adalah ayah
(subjek) mengecat (predikat) rumah( objek). Namun, pada inversi, pola yang digunakan
diawali predikat terlebih dahulu baru sujek, P + S. Dapat dilihat pada contoh robohnya surau
kami yang memiliki pola robohnya (predikat) surau kami (subjek).

10. Retorik
Retorik merupakan gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban.
Contoh :
“ Adilkah menggunakan UN sebagai standarpendidikan, sedangkan fasilitas Pendidikan di
daerah terpencil masih minim ?”.
Pada gaya Bahasa retorik, bentuk kalimat tanya tidak membutuhakan jawaban.
Penggunaan kalimat tanya tersebut untuk menegaskan suatu pandangan atau pemikiran
seseorang mengenai sesuatu. Seperti pada contoh, penggunaan kalimat retorik tersebut
tidak membutuhkan jawaban adil atau tidak adil. Tujuan penutur menggunakan kalimat
tersebut agar pihak yang dituju dapat memikirkan kembali hal yang dimaksud penutur.

11. Elipsis
Elipsis gaya Bahasa berupa penghilangan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat
diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.
Contoh:
“ Mira ke sekolah menggunakan sepeda”
Unsur yang dihilangkan dalam kalimat tersebut adalah unsur predikat, yaitu pergi. Kata
pergi dihilangkan, tetapi tidak mengubah arti kalimat dan maksud kalimat tersebut masih
dapat dipahami.

12. Koreksio
Koreksio adalah gaya bahasa berupa ungkapan dengan menyebutkan hal yang dianggap
keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
Contoh :
“ Dia menggenggam tangan Rudi yang duduk disampingnya. Oh, bukan, ia bahkan
mencengram tangan Rudi ketika sakit di kepalanya terasa semakin menyiksa”.
Hal yang dianggap kurang tepat dalam kalimat tersebut menggenggam tangan Rudi
yang kemudian dikoreksi oleh penutur sendiri menjadi mencengkram tangan Rudi. Suatu
kalimat dapat dikatakan majas koreksio jika koreksi dlakukan oleh penutur itu sendiri.

13. Polisindenton
Polisindenton merupakan gaya bahasa berupa pengungkapan suatu kalimat atau
wacana yang bagian-bagiannya dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh :
“ Pantas, Bambang mampu menjadi pelobi besar, broker politik dan kekuasaan, atau apa
lagi namanya, karena dia memang cerdik dan bisa menggunakan bahasa dan kata-kata
sebagai senjata untuk membuat lawan bicaranya tak berdaya”.
Penggunaan kata penghubung yang terdapat pada kutipan di atas adalah atau, karena,
dan. Penggunaan kata hubung tersebut bertujuan untuk menggambarkan peristiwa yang
dialami tokoh dalam sebuah karya sastra.

C. Majas Pertentangan
1. Paradoks
Paradoks adalah majas pernyataan yang berlawanan dengan pendapat umum atau
fakta yang ada.
Contoh :
“ Ditangah keramaian kota, aku merasakan kesepian mendalam, jiwaku terasa kosong”.
Hal yang bertentangan dalam kalimat tersebut dapat dilihat dari dari penggunaan kata
keramaian, dan kesepian. Keberadaan orang tersebut di tempat ramai tidak membuatnya
merasa ramai. Hal tersebut terlihat dari kata kesepian yang digunakan untuk
menggambarkan suasana batinya yang kosong.

2. Oksimoron
Oksimoron adalah gaya bahasa berupa paradoks atau penempatan dua antonym
dalam suatu frasa yang sama.
Contoh :
“ Rina merasakan ketegangan yang menyenangkan ketika menaiki wahana permainan
tersebut”.
Oksimoron disebut juga paradoks dalam satu frasa karena terdapat dua hal yang
bertentangan dalam satu frasa. Perhatikan frasa ketegangan yang menyenangkan. Dalam
frasa tersebut terlihat penggunaan antonim atau dua kata yang bertentangan. Kata tersebut
memiliki hubungan makna bertentangan dan terdapat dalam suatu frasa sehingga disebut
oksimoron.

3. Antitesis
Antitesis adalah majas yang mengungkapkan gagasan-gagasan yang bertentangan
dalam gagasan sejajar.
Contoh:
“ Dihadapan Tuhan, orang miskin ataupun kaya memiliki kedudukan yang sama”.
Gagasan yang bertentangan dalam contoh kalimat di atas ditandai dengan penggunaan
kata miskin yang maknanya bertentangan makna dengan kata kaya. Penggunaan kata
berlawanan tersebut merupakan salah satu ciri gaya bahasa antitesis.

4. Kontradiksi Interminus
Kontradiksi interminus adalah majas pertentangan yang mempertentangkan dua hal
yang sangat berlawanan atau bertentangan atau berupa pernyataan yang bersifat
menyangkal pernyataan yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
Contoh :
“ Rasanya semua masalah yang kuhadapi adalah masalah-masalah yang pelik dan rumit,
kecuali masalah kecil yang kualami tadi pagi”.
Pernyataan yang menyangkal pernyataan sebelumnya pada kalimat tersebut adalah
kecuali masalah yang kualami tadi pagi. Pernyataan tersebut menyangkal pernyataan
sebelumnya yang menyatakan bahwa semua masalah adalah masalah rumit.

5. Anakronisme
Anakronisme adalah majas yang memuat ungkapan penempatan tokoh, peristiwa
percakapan, atau unsur latar yang tidak sesuai menurut waktu di dalam karya sastra.
Contoh :
“ Jaka Tarub termenung, sesaat kemudian ia melirik arlojinya, hampir satu jam ia menunggu
jawaban sang bidadari”.
Penggunaan arloji tidak sesuai dengan latar waktu yang digunakan cerita. Latar waktu
dalam cerita mengisahkan masa lampau yang belum mengenal keberadaan teknologi.

D. Majas Sindiran
1. Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan makna yang
sesungguhnya, umpamanya dengan mengemukakan ketidak sesuaian antara suasana yang
diketengahkan dengan kenyataan yang mendasarinya.
Contoh:
“ Kunikmati setiap hunusan pedang berkaratmu”.
Hal yang menunjukkan ironi dalam kutipan tersebut adalah adanya makna yang
berlawanan dengan kenyataan sebenarnya. Pada kenyataannya, hunusan pedang
menimbulkan rasa sakit. Namun, pada kutipan tersebut terdapat makna yang bertentangan
bahwa hunusan pedang tersebut akan dinikmati. Kata nikmat berkaitan dengan sesuatu
yang enak atau menyenangkan. Dengan demikian, kata kunikmati dan hunusan pedang
berlawanan makna sehingga menimbulkan ironi.

2. Sinisme
Sinisme merupakan majas sindiran berupa pandangan atau pernyataan sikap yang
mengejek atau memandang rendah, tidak melihat sesuatu kebaikan apapun pada manusia
dan meragukan sifat baik yang ada pada manusia. Sinisme bersifat kasar dibandingkan ironi.
Contoh :
“ Aku tidak percaya kamar ini dihuni manusia, berantakan sekali”.
Hal yang menunjukkan sinisme pada kutipan tersebut adalah sikap aku yang mengejek
kamar seseorang karena berantakan. Hal tersebut disampaikan secara langsung. Nada
mengejek tergambar dalam kutipan tersebut, meskipun tidak ada penggunaan kata-kata
kasar pada kalimat tersebut.

3. Sarkasme
Sarkasme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung dengan
menggunakan kata-kata pedas atau ejekan kasar. Penggunaan sarkasme dapat dilihat ada
kutipan berikut.
Contoh :
“ Nyawamu barang pasar, hai, orang-orang bebal”.
Sarkasme menggunakan kata-kata kasar dalam kalimatnya. Pada kutipan di atas,
terdapat penggunaan kata-kata yang merendahkan, yaitu barang pasar dan bebal (bodoh).

4. Antifrasis
Antifrasis adalah majas ironi dengan kata-kata atau kelompok kata yang maknanya
berlawanan. Antifrasis dapat diketahui jika pembaca atau penyimak dihadapkan pada
kenyataan bahwa yang dikatakan adalah sebaliknya.
Contoh :
“ Badan kamu terlalu pendek sih, makanya kepala kamu terbentur batang pohon yang tinggi
itu”.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata yangberlawanan, yaitu pendek dan tinggi. Kedua
kata tersebut memiliki makna yang berlawanan arti. Kalimat tersebutpun memiliki maksud
menyindir karena orang yang terbentur batang pohon tersebut berbadan tinggi.

5. Inuendo
Inuendo merupakan sindiran yang bermaksud untuk mengecilkan fakta yang
sesunguhnya.
Contoh :
“ Tidak heran gadis itu lolos casting untuk mendapatkan peran di film, ternyata produser
film tersebut pamannya”.
Fakta yang tergambar pada kalimat tersebut yaitu seorang gadis yang mendapat peran
di suatu film. Namun, fakta tersebut tidak terkesan sesuatu yang hebat karena apa yang
didapatkan gadis tersebut seakan-akan karena bantuan pamannya, bukan karena bakatnya.
BAB V. PUISI LAMA

A. Fungsi Puisi Lama


Sebagai bagian dari kebudayaan, puisi lama memiliki fungsi bagi masyarakat seperti
berikut:
1. Sarana hiburan
2. Alat kendali sosial
3. Sarana Pendidikan anak
4. Sarana untuk memulai permainan
5. Media untuk mengajak, melarang, menekan, atau mengganggu orang lain.
6. Media untuk mengajukan protes terhadap ketidak adilan.

B. Jenis-jenis Puisi Lama


1. Pantun
Pantunberasal dari Bahasa Jawa Kuno yaitu tun artinya mengatur. Secara harafiah,
pantun adalah genre puisi rakyat yang tidak hanya sekedar gubahan kata-kata yang memiliki
rima, kritis, dan padat makna.
Ditinjau dari strukturnya, pantun memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Satu bait terdiri atas empat baris
b. Baris pertama dan kedua berupa sampiran, baris ke tiga dan ke empat berupa isi
c. Setiap baris terdiri atas 8-12 suku kata
d. Rimanya berpola a-b-a-b. Artinya, bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhi baris kedua
sama dengan baris keempat.
Contoh :
Inang anak tuannya (a)
Bersua raja di perjamuan (b)
Takt ahu ilmu maka bertanya (a)
Agar faedah di hari kemudian (b)

a. Jenis-Jenis Pantun
1) Pantun Berdasarkan Bentuknya

a) Pantun Biasa
Pantun biasa yaitu pantun yang lazim berkembang di masyarakat dengan memenuhi
syarat-syarat pantun seperti yang telah disebutkan sebelum. Isinya dapat berupa curahan
persaan, sindiran, nasihat dan atau humor.
Contoh :
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ketepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Pantun di atas berisi tentang nasihat bahwa untuk memperoleh suatu hal atau tujuan,
kita perlu berusaha dan berupaya semaksimal mungkin. Tidak ada pencapaian maksima dan
membanggakan yang diperoleh dengan cara instan atau tanpa uasaha.

b). Pantun Kilat


Pantun kilat atau karmina yaitu jenis pantun yang memiliki syarat seperti pantun biasa,
tetapi lebih singkat. Satu bait hanya terdiri atas dua larik. Larik pertama berupa sampiran
dan larik ke dua berupa isi.
Contoh :
Menapak titian susah sengsara
Tentu sembahyang menyejuk hati.

Isi yang terkandung di dalam karmina tersebut cukup jelas, yakni berisi nasihat agar kita
tidak lalai untuk melaksanakan sembahyang, agar kita dapat ketenangan hati.

c). Pantun Berkait


Pantun berkait atau pantun berantai, yaitu pantun yang bersambung-sambung antara
bait yang satu dan bait yang lainnya, larik kedua dan keempat pada setiap bait pantun harus
muncul pada larik pertama dan ketiga pada bait berikutnya.
Contoh:

Tertindih tangan patahlah jari


Menganbil janur anyamlah ketupat
Maksud hati membela diri
Apa daya diri tak dapat

Mengambil janur anyamlah ketupat


Anyam sampai tidak bersisa
Apa daya diri tak dapat
Buat batin makin tersiksa

Pantun tersebut berisi tentang kisah seseorang yang berusaha untukmembela dirinya,
tetapi gagal dan justru menimbulkan tekanan terhadap dirinya secara psikis. Dengan
demikian, seseorang hendaknya bersikap sebagai seorang kesatria, yakni bertanggung jawab
atas segala sesuatu hal yang menjadi tanggung jawabnya, tidak mengelak, dan tidak
menyalahkan orang lain karena hal tersebut justru dapat membuat diri semakin tertekan.
d). Talibun
Talibun yaitu panun yang jumlah barisnya lebih dari empat baris, dapat terdiri atas
enam, delapan, atau sepuluh baris. Sampiran dan isi dalam talibun berjumlah sama banyak,
umpamanya dalam talibun enam baris, maka tiga baris pertama berupa sampiran dan tige
baris selanjutnya berupa isi.
Contoh:

Surya membias muncul pelangi


Lengkungan utuh delapan warna
Menghias indah jagad buana
Hidup di dunia tidak sendiri
Kala engkau kaya harta
Ingatlah pada yang susah sengsara

Talibun tersebut berisi nasihat agar kita selalu ingat kepada orang yang membutuhkan.
Talibun tersebut menasihati agar seorang bersikap dermawan kepada orang yang
membutuhkan.

2). Pantun Berdasarkan Isinya


Pantun berdasarkan isinya dapat dikembangkan dalam berbagai jenis, seperti pantun
anak-anak, pantun orang tua, pantun muda-mudi, pantun nasihat, pantun jenaka, dan
pantun teka-teki. Perhatikan contoh berikut :

Beras kisar mudik ke hulu


Tanak pulut santan durian
Taka ada orang menyesal dahulu
Banyak orang menyesal kemudian.

Pantun tersebut merupakan pantun yang memuat nasihat bahwa penyesalan selalu
dating belakangan. Nasihat tersebut bertujuan agar seseorang memikirkan segala ucapan
dan tindakannya sehingga tidak menyesal kemudian hari.

2. Gurindam
Gurindam adalah genre puisi lama yang terdiri atas dua baris dengan rima akhir sama.
Gurindam yang paling terkenal adalah Gurinadam 12 karya Raja Ali Haji. Berdasarkan
strukturnya, gurindam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Setiap larik terdiri atas dua larik
b. Rima akhirnya berpola a-a
c. Setiap larik terdiri atas 8-14 suku kata
d. Larik pertama merupakan syarat, sedangkan larik kedua berupa jawaban
e. Larik 1 dan 2 membentuk kalimat majemuk, umumnya berupa sebab akibat
Contoh :

Barang siapa mengenali diri (a) ---------- 10 suku kata


Maka telah mengenal Tuhan yang bahri (a) ------- 12 suku kata

3. Syair
Syair yang terkenal dalam khasanah sastra Nusantara, antara lain “Syair Perahu” karya
Hamzah Fansuri, “Syair Abdul Muluk” dan “Syair Yatim Nestapa”.
Berdasarkan strukturnya, syair memiliki ciri-ciri berikut :
a. Setiap bait terdiri atas empat baris.
b. Setiap baris terdidri atas 8- 12 suku kata.
c. Rima akhirnya berpola a-a-a-a
d. Syair tidak memiliki sampiran, semua barisnya berupa isi.

Contoh:

Wahai Ananda dengarlah pesan (a)


Pakai olehmu sifat anak jantan (a)
Bertanggung jawablah dalam perbuatan (a)
Beban dipikul pantang di elakkan (a)

4. Mantra
Mantra adalah rangkaian kata yang mengandung rima dan irama yang dianggap
mengandung kekuatam magis. Dalam mantra, hal yang penting bukanlah kata demi kata,
kekuatan bunyi yang bersifat sugestif. Ciri-ciri mantra adalah :
a. Di dalam mantra terdapat rayuan dan perintah
b. Mantra mementingkan keindahan bunyi atau permainan bunyi
c. Mantra menggunakan kesatuan pengucapan
d. Mantra merupakan sesuatu yang utuh sehingga tidak dapat dipahami oleh manusia
karena merupakan sesuatu yang serius
e. Dalam mantra terdapat kecendrungan khusus dari kata-katanya.

5. Puisi Lama yang Dipengaruhi Oleh Puisi Arab


a. Matsnui, berisi pujian terhadap orang-orang besar atau perbuatan yang penting-penting.
Contoh :
Umar yang adil dengan perinya
Nyata pun adil sama dirinya
Dengan adil itu anaknya dibunuh
Ini adalah yang benar dan sungguh
Dengan bedah antara isi dan alam
Ialah yang besar pada siang malam
Lagipun yang menjauhkan segala syair
Imamulhak di dalam padang mahsyar
Barang yang hak taala katakana itu
Maka katanya sebenarnya begitu

b. Rubai, merupakan puisi lama yang mengandung persoalan ke agamaan atau


kepercayaan. Puisi lama ini terdiri atas empat baris dan berirama a-a-b-a
Contoh :
Dunia juga yang indah maka tercenganglah manusia
Sebab terkadang ia terhina dan lagi termulia
Bahwa seseorang tiada kenal dunia itu
Dalam dunia juga hidupnya sehari sia-sia

c. Gazal, merupakan puisi lama yangterdidri atas delapan baris. Tiap baris terdiri atas 20
atau 22 suku kata. Tiap akhir larik menulang kata yang sama dan berisi tentang masalah
kebenaran yang tinggi.
Contoh :

Kekasihku sepertinyawa pun adalah terkasih dan mulia juga


Dan nyawa pun, mana daripada nyawa itu jauh ia juga
Jika seribu tahun lamanya pun hidup ada sia-sia juga
Hanya jika pada nyawa itu hampir dengan sedia suka juga

d. Kit’ah, merupakan puisi lama yang bentuknya tidak teratur dan berisi nasihat atau
bersifat keagamaan.
Contoh:
Nyawa itu yang senantiasa menghidupkan nyawa manusia juga
Dan menghilangkan citanya pun itu kekasihku yang setia juga
Kekasihku itu yang mengenak hatiku dengan rahasia juga
Bukhari yang ada serta nyawa itu ialah berbahagia juga
Jikalau kulihat dalam tanah pada ihwal sekalian insan
Tiadalah kudapat bedakan antara rakyat dan sultan
Fana juga sekalian yang ada, dengarkan yang Allah berfirman
Barang siapa yang di atas bumi itu lenyap jua
e. Nazam, terdiri atas dua belas baris dan berirama kembar. Nazam berisi tentang kisah
hamba sahaya istana yang berbudi serta setia kawan.
Contoh :
Bahwa bagi raja sekalian
Hendak ada menteri demikian
Pada suatu pekerjaan
Sempurnakan segala kerajaan
Menteri inilah yang maha tolan raja
Dan peti segenap rahasianya saja
Karena kata raja itu katanya
Esa artinya dan dua adanya
Maka Menteri yang demikianlah perinya
Ada kerajaan raja dirinya
Jika raja dapat adanya itu
Apat peti rahasianya di situ

C. Pola Penyajian Puisi Lama


Pola penyajian puisi lama dapat divariasikan, tetapi tetap berpatok pada
aspekkebahasaan dan aturan-aturan yang berlaku, seperti jumlah baris, jumlah suku kata,
dan pola rima akhir. Adapun hal-hal yang dpat divariasikan dalam penyajian puisi lama
adalah seperti berikut .

1. Variasi Kata
Variasi kata, artinya kita dapat mengubah beberapa pilhan kata yang digunakan dalam
pantun. Dalam memvariasikan kata, kita harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Menggunakan kata yang bersinonim atau mewakili kata yang digantikan.
b. Kata yang digantikan tidak membuat jumlah suku kata dalam larik kurang atau melebihi
ketentuan.
c. Apabila kata yang hendak divariasikan berada di akhir, hendaklah memperhatikan rima
akhirnya.
Contoh:
Hati-hati kala menyeberang
Jangan sampai titian patah
Hati-hati di rantau orang
Jangan sampai berbuat salah

Contoh :
Bangun ini sudah tua
Namun jangan dikira renta
Tentang gelora masa muda
Mereka datang menyongsong asa
2. Variasi Lirik
Variasi lirik maksudnya mengubah bentuk larik puisi lama tanpa mengubah makna
awal, tanpa mengubah struktur, atau tanpa menyalahi aspek kebahasaannya.
Contoh :

Wahai Ananda Bunda berpesan


Tanggung jawabmu jangan tinggalkan
Sakit dan perih engkau tahankan
Aib dan malu engkau tampungkan

Larik kedua dapat divariasikan menjadi Tanggung jawab mesti kau emban, bentuk
variasi tersebut tidak mengubah makna dan isi, tidak menyalahi aspek kebahasaan, dan
tidak mengubah struktur jumlah kata dan rima akhir pada syair tersebut tetap terjaga.

D. Makna Kata Pada Puisi Lama


Pemahaman terhadap puisi lama dapat dilakukan dengan pembacaan berulang-
ulang. Namun, dalam suatu teks selalu terdapat kata-kata sulit yang tidak dapat dipahami.
Hal tersebut dapat menghambat pemahaman terhadap isi puisi rakyat. Maka, diperlukan
pemahaman makna kata sulit yang terdapat pada puisi rakyat sebelum kita memahami isi
keseluruhan.
Pemahaman terhadap makna kata-kata sulit dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain mencari makna kata dalam kamus ataupun dengan mencari kata yang
bersinonim dengan kata yang ingin diketahui maknanya. Untuk dapat menangkap makna
puisi rakyat, hal yang harus dilakukan adalah mengklsifikasikan kata-kata sulit yang terdapat
dalam KBBI.
Contoh:

Dengarlah sahabat syairku ini


Menceritakan kehidupan duniawi
Banyak cabaran yang harus dihadapi
Ajaran Tuhan mesti dijalani

Dalam syair tersebut terdapat kata yang tidak lazim dipergunakan masyarakat
Indonesia, yaitu kata cabaran. Kata ini berasal dari kata yang berarti lalai, kurang ingat
dengan demikaian cabaran berartikelalaian . Jika tidak memahami kata tersebut maka akan
sulit memahami dan menyimpulkan isi puisi rakyat tersebut.

E. Menyusun Puisi Lama


Dalam menyusun puisi lama, hal yang harus diperhatikan adalah kaidah kebahasaan,
keefektifan kalimat, kebakuan diksi, serta ketetapan ejaan dan tanda baca. Di samping itu,
ada beberapa langkah penting yang harus diperhatikan dalam menyusun puisi lama yaitu :
1. Menentukan tema
Tema dalam puisi lama, memuat gagasan, perasaan, atau pesan yang ingin di ungkapkan
kepada pembaca atau pendengar. Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Dalam puisi
rakyat tema antara lain, nasihat, ajaran, sindiran, lelucon atau humor atau pun kasih
sayang.

2. Menentukan pernyataan yang sesuai dengan tema


Pernyataan adalah kalimat-kalimat yang dapat menjadi kerangka dalam menyusun
larik pantun . Pernyataan- pernyataan yang hendak dikemukakan harus sesuai dengan
tema sehingga puisi lama yang dihasilkan memuat gagasan atau pesan yang jelas.

3. Menentukan larik isi


Setelah membuat pernyataan-pernyataan sesuai dengan tema , selanjutnya dapat
menyusun kalimat-kalimat tersebut menjadi larik isi. Agar larik yang dihasilkan bersesuaian
dengan aturan dalam puisi rakyar, pernyataan yang telah dibuat dapat di variasikan.

a. Jika puisi disusun adalah syair, maka larik isi yang diperlukan adalah empat larik, terdiri
atas 8-12 suku kata dan berima akhir a-a-a-a.
Contoh :
Tiada anak akan celaka
Jika berbakti pada orang tua
Menurut nasihat ayah bunda
Dunia akhirat berbahagia
b. Apabila puisi akan disusun adalah pantun, maka larik isi yang diperlukan adalah dua larik,
terdiri atas 8-18 suku kata, dan berirama akhir a-b. Adapun larik yang dapat disusun
berdasarkan pernyataan yang telah dibuat adalah sebagai berikut.
Contoh :
Pada orangtua hendak berbakti
Agar hidup tidak sengsara
Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menenukan larik sampiran yang memiliki
pola rima yang selaras dengan kedua larik isi. Rima akhir larik isi pantun tersebut adalah / ti/
dan /ra/. Demikian, rima akhir sampiran yang akan dibuat pun harus sama dengan bagian
isi. Adapun bagian sampiran yang dapat disusun adalah sebagai berikut.
Contoh :
Emas berlian di dalam peti
Lumpur menutup bongkah mutiara
F. Berbalas Pantun
Berbalas pantun merupakan kegiatan saling melempar atau membalas pantun yang
mengandung isi atau maksud tertentu. Artinya, pantun yang dikemukakan oapat berupa leh
suatu pihak akan dijawab atau dibalas oleh pihak yang lain.
Kegiatan berbalas pantun dapat ditemukan dalam tata cara adat perkawinan Melayu,
yakni dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki dan pihak mempelai perempuan. Pantun yang
digunakan dalam kegiatan berbalas pantun dapat berupa pantun berupa pantun spontan
yangkan hasil improvisasi atau dibuat pada saat kegiatan berlangsung, dapat pula berupa
pantun yang telah dipersiapkan sebelumnya.
PUISI BARU

Puisi, secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani poet yang berarti “orang yang
menciptakan melalui imajinasinya”.
Secara harafiah , puisi adalah jenis teks sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonterasian struktur fisik dan batinnya
( Waluyo, 2006). Dengan kata lain puisi adalah merupakan ungkapan perasaan penyair.
Puisi baru tidak terikat pada aturan persajakan. Puisi baru ditulis dengan bahasa yang
bebas. Perintis puisi baru adalah Moh. Yamin. Ia dipandang sebagai penyair Indonesia baru
karena telah mengadakan pembaruan puisi Indonesia lewat kumpulan puisinya, Tanah Air,
pada tahun 1922.

A. Jenis-Jenis Puisi

1. Berdasarkan Jumlah Baris dalam Setiap Baitnya.


a. Sajak dua seuntai (distikon), yaitu puisi yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap
baitnya dan bersajak a-a
Contoh : (Emha Ainun Najib)
Lempari aku dengan batu api
Agar meleleh tubuh deritaku ini

Lempari aku dengan gumpalan cahaya


Supaya tahu aku tiada

Dengan sembahyang mungkin kau menerimaku


Tapi dengan sakit tak bisa kau elakkan hadirku

b. Sajak tiga seuntai (terzina), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas tiga baris kalimat.
Terzina dapat bersajak a-a-a-, a-a-b, atau a-b-b.
Contoh : (Or. Mandak)
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
. . . .diriku sendiri

Sepertinya aku
menjadi suteru
. . . . .diriku sendiri

Waktu itu. . . .
Aku . . . . . . . .
Seperti orang lain
c. Sajak empat seuntai (quatrain), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas empat baris
kalimat, dapat bersajak a-b-a- b, a- a- a-a, a-a-b-b
Contoh :
Rumpun Alang- Alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang


Karena dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Dihatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia


Dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetapmyang punya
Tapi alang-alang tumbuh di dada
(WS Rendra)

d. Sajak lima seuntai (kuin), puisi yang terdiri atas lima baris pada setiap baitnya dan
bersajak a- a- a-a
Contoh :

Akulah Si Telaga
Akulah si telaga : berlayarlah di atasnya;
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
Perahumu biar aku yang menjaganya
(Sapardi Djoko Damono)

e. Sajak enam seuntai (sektet), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas enam baris
dengan persajakan atau rima yang tidak beratuan.
Contoh :
Mata Pisau (Sapardi Djoko Damano)

Mata pisau itu tidak berkejap menatapmu:


Kau yang baru saja mengasahnya
Berfikir : ia tajam untuk mengiris apel
Yang tersedia di atas meja
Sehabis makan malam;
Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
f. Sajak tujuh seuntai ( septimal ), yaitu puisi yang setiap baitnya terdiri atas tujuh baris
dan persajakan atau rinya tidak beraturan.

Contoh:
Api Unggun ( Intojo)

Diam tenang kami memandang


Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curia
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi

g. Sajak delapan seuntai (oktaf), puisi yang setiap barisnya terdiri atas delapan baris dan
bersajakan atau rimanya tidak beraturan. Oktaf disebut juga stanza.
Contoh :
Stanza (W.S Rendra)

Ada burung dua, jantan dan betina


hinggap di dahan
Ada daun dua, tidak jantan tidak betina
gugur dari dahan
Ada angina dan kapuk gugur, dua-dua sudah tua
pergi ke selatan
Ada burung, daun, kapuk, angina, dan mungkin juga debu
mengendap dalam nyanyiku.
h. Soneta, yaitu puisi yang terdiri atas 14 baris yang memuat suatu pikiran atau perasaan
yang bulat. Soneta adalah salah satu bentuk puisi baru yang berasal dari Italia dan
masukke Indonesia karena dibawa oleh para pemuda yang mengenyam Pendidikan di
Eropa. Adapun tokoh sonata yang terkenal adalah Mohammad Yamin dan Rustam
Effendi.
Soneta harus memenuhi syarat jumlah baris sebanyak 14 baris, terdiri atas 4 bait, yang
terbagi atas dua quatrin (oktaf) dan dua terzina (sektet). Oktaf (8 baris I ) melukiskan
sesuatu yang dikiaskan (sampiran), sektet ( 6 baris II) simpulan dari apa yang dikiaskan
pada oktaf. Peralihan dari oktaf ke sektet disebut volta. Pada umumnya, rima akhir
soneta umumnya, rima akhir soneta yaitu a-b-b-a (kuatrin I ), a-b-b-a (kuatrin II), c-d-c
(terzina I), dan d-c-d (terzina II). Contoh sonata dapat dilihat pada karya Rustam Effendi
Berjudul “ Mencahari “.
2. Berdasarkan Isi Kandungannya
Berdasarkan isi kandungannya, puisi dibedakan sebagai berikut.
a. Ode, yaitu yang berisi tentang puji-pujian pada seseorang, bangsa, atau suatu yang
dianggap mulia.
b. Himne, yaitu puisi berisi pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Elegi, yaitu puisi duka nestapa.
d. Epigram, yaitu puisi yang mengandung bisikan hidup yang baik dan benar, dan
mengandung ajaran nasihat, dan Pendidikan agama.
e. Satire, yaitu yang mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar (sarkasme) terhadap
kepincangan social atau ketidak adilan yang terjadi di masyarakat.
f. Romansa, yaitu puisi yang berisikan cerita tentang cinta, baik cinta kasih terhadap
orang tua, lawan jenis, bangsa dan negara, kedamaian, dan sebagainya.
g. Balada, yaitu puisi yang berbentuk cerita. Puisi ini termasuk ke dalam puisi naratif
dengan kecendrungan sifat sebagai berikut (Mahmud,2012) :
1) Pada umumnya, bentuk ouisi Panjang.
2) Tokoh cerita sering kontrovesial, miaslnya tokoh jahat menjadi pemenang.
3) Tokoh cerita dapat berupa kenyataan sehari-hari yang difiksikan maupun tokoh
lagenda, mitos, atau sejarah.
4) Peristiwa cerita cendrung dramatic dan tragis.
5) Dialog sering dijadikan bagian dramatic cerita.
6) Dibandingkan dengan puisi naratif biasa, Bahasa balada lebih prosais.
7) Tokoh cerita kerap dijadikan judul puisi.

3. Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuknya, puisi dibedakan sebagai berikut :
a. Puisi Naratif
Puisi naratif merupakan puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyairnya
dengan makna yang lebih mudah dipahami. Puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam,
antara lain balada, epik, romansa dan syair.

b. Puisi Lirik
Puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, persaan dan pikiran.
Sifat puisi lirik yang menonjol, yaitu ungkapan/ curahan perasaan yang amat intens.
(Mahmud, 2012). Akibatnya, puisi likrik memiliki bentuk fisik yang pendek, tetapi
tingkat emosionalnya tinggi. Untuk mencapai hal itu, puisi lirik sangat eksploratif dalam
menggunakan Bahasa kias atau majas.
c. Puisi Deskriptif
Pada puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai sebagai pemberi kesan terhadap
keadaan /peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya. Puisi
yang termasuk ke dalam jenis puisi deskriptif adalah satire, puisi yang bersifat kritik
sosial, dan puisi impresionistik .

d. Puisi Dramatik
Puisi dramatik, hakikatnya merupakan bagian dari puisi naratif an lirik. Sebagai
bagian dari puisi naratif, boleh jadi puisi ini tercipta dari puisi naratif karena brunsur
tokoh yang berpotensi untuk membangun konflik sebagai unsur drama. Sementara itu,
sebagai bagian dari puisi lirik, puisi dramatik ditandai oleh unsur formal drama, misalnya
terdapat dialog.Perhatikan contoh di bawah ini,

Persetujuan Dengan Bung Karno

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji


Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tanggal. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat disisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat


Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak& berlabuh
(Chairil Anwar)

4. Berdasarkan Cara Penyampaiannya


a. Puisi Absurd.
Puisi absurd merupakan puisi yang gagasannya dilakukan dengan cara mengabaikan
kaidah. Penggunaan kata bermakna konvensional tidak diperlukan dalam puisi. Puisi
absurd sulit dipahami karena kurang jelas dan tidak sesuai dengan logika . Puisi
absurd ini dapat dicermati pada sajak karya Sutardji Calzoum Bachri di bawah ini.

Pot

Pot apa pot itu


Kaukah pot aku
Pot pot pot
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot pot pot pot kau kah pot aku
Pot pot pot
Potapa potitu potkaukah potaku ?

b. Puisi Sufi
Puisi sufi yaitu puisi yang penyampaiannya dilakukan dengan cara memperlihatkan
perilaku religious. Puisi sufi biasanya mengungkapkan kerinduan atau kecintaan
dalam menjalankan peribadatan kepada Tuhan. Contoh :

Tuhan Kita Begitu Dekat

Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angina dengan arahnya
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kain-Mu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angina dan arahnya
Kita begitu dekat

Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padam-Mu
( Abdul Hadi W.M)

c. Puisi Mbeling
Puisi mbling yaitu sejenis puisi ringan yang tujuannya membebaskan rasa
tertekan, gelisah, dan tegang. Puisi ini disampaikan dengan cara meniru atau
mendobrak karya puisi penyair mapan yang memiliki konvensi estetis untuk mencari
kejenakaan. Beragam Bahasa dapat dipergunakan dalam puisi mbling, baik Bahasa
sehari-hari maupun kata yang dianggap egatif sekalipun. Ciri puisi mbling adalah
mengandung kelakar dan keritik social. Contoh:
Teka Teki

Saya ada dalam puisi


Saya ada dalam cerpen
Saya ada dalam novel
Saya ada dalam roman
Saya ada dalam kritik
Saya ada dalam esei
Saya ada dalam W.C

Siapakah saya ?
Jawab : H.B. Yassin
(Mahawan )

B. Unsur Puisi

1. Unsur fisik
Unsur fisik puisi digunakan oleh penyair sebagai sarana untuk membangun puisi atau
untuk mengungkapkan hakikat puisi. Unsur fisik puisi adalah sebagai berikut.
a. Citraan/ Imaji
Citraan dalam puisi dapat diartikan sebagai suatu penggambaran pengalaman
yang berhubungan dengan benda , peristiwa, dan keadaan yang dialami penyair.
Citraan menggunakan kata-kata konkret dan khas agar dapat memberikan gambaran
secara lebih nyata, baik hal-hal yang bersifat kebendaan, metaforik, maupun
kejiwaan.
Citraan atau imaji adalah penyerapan indra terhadap hal-hal yang diungkapkan
dalam puisi. Citraan dalam puisi dibedakan menjadi empat, yakni :
1) Citraan yang berhubungan dengan penciuman
2) Citraan yang berhubungan dengan penglihatan
3) Citraan yang berhubungan dengan pendengaran
4) Citraan yang berhubungan dengan rabaan
Berikut ini puisi “Permintaan” karya Mohammad Yamin yang dinominasi oleh
kemunculan citraan.

Mendengarkan ombak pada hampirku Citraan pendengaran (auditif)


Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rind uke tempat lahirku
Sebelah timur pada pinggirku Citraan penglihatan (visual)
Diliputi langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut mendebur-debur Citraan pendengaran (auditif)
Serta mendesir tiba di pasir
Di sanalah jiwaku, mula tertabur
Dimana ombak sembur- menyembur Citraan peraba (takti)
Membasahi barisan sebelah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur

b. Diksi
Diksi adalah kata-kata yang dipilih oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan diksi
tergantung pada nilai rasa dan makna yang dimiliki oleh suatu kata. Diksi dalam puisi
dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi estetis. Misalnya, dalam suatu puisi,
penyair lebih memilih kata ditelan malam daripada berada di tengah malam karena
penggunaannya menimbulkan makna yang lebih estetis mengenai keheningan di
malam hari. Dengan demikian, diksiuntuk puisi harus dipilah secermat mungkin.
Selainnilai rasa dan makna, pemilihan diksi juga berkaitan erat dengan
keselarasan bunyi (rima) dan urutan kata. Penyair menggunakan kata-kata yang
tepat untuk mengekpresikan pengalaman jiwanya sehingga tidak hanya
menggunakan kata-kata yang bermakna denotasi, tetapi juga menggunakan kata-
kata bermakna konotasi.
Contoh :

Ruang direbuti jerit dada


Sambal tomat pada mata
Melelh air racun dosa
(“Di Meja Makan, W.S Rendra)

c. Kata Konkret
Dalam membuat puisi, penyair ingin menggambarkan sesuatu secara lebih konkret.
Namun, kata kata yang menurut penyair lebih konkret adakalanya justru lebih sulit
ditafsirkan maknanya oleh pembaca. Kata konkret, misalnya digunakan oleh W.S.
Rendra dalam puisi “ Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”.

Dengan kuku-kuku besi kuda mensbah perut bumi


bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.
d. Bahasa Figuratif
Bahasa figurative (majas) adalah Bahasa yang digunakan penyair untuk
menyatakan sesuatu dengan cara membandingkan suatu hal dengan hal lainnya.
Dalam puisi, penggunaan Bahasa figuratif akan menghidupkan efek tertentu,
munculkan makna yang banyak, dan menggambarkan perasaan dan pikiran penyair
dengan memerhatikan estetika Bahasa.
Bahasa figuratif terdiri atas pengisian yang menimbulkan makna kias dan
pelambangan yang menimbulkan makna lambing. Bahasa figuratif menyebabkan
puisi memancarkan banyak makna atau kaya akan makna ( prismatis).Adapun makna
yang dimaksud antara lain sebagai berikut.

1) Makna Kiasan
Makna kiasan merupakan cara seorang penyair menyampaikan gagasannya
dengan menggunakan media Bahasa yang indah dan harmonis serta mampu
menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya inteletual dan
emosi pembaca.
Gaya Bahasa yang memunculkan makna kiasan, salah satunya adalah
penggunaan majas. Ada beberapa majas yang umum digunakan dalam puisi,
antara lain sebagai beriut.
a) Metafora merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan
langsung atas dasar sifat yang sama atau hampir sama.
b) Hiperbola adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa
atau tindakan yang sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat
pengertiannya.
c) Personifikasi merupakan majas yang mengumpamakan benda mati seolah-
olah hidup seperti manusia.
d) Simle merupakan majas pertautan yang membandingkan dua hal yang secara
hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Perbandingan
dua hal tersebut dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata seperti ,
bagai, laksana.
e) Ironi, merupakan sindiran yang menyatakan makna yang bertentangan
dengan makna sesungguhnya.
f) Retorik merupakan gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan
jawaban
g) Repetisi merupakan gaya Bahasa pengulangan untuk menegaskan dan
memperkuat makna atau maksud suatu kata.

Perhatikan kutipan puisi terjemahan berikut.


“Tidak, aku tidak mau!
Biar angina malam menderu
Menyapu pasir, menyapu gelombang
Dan sejenak pula halus menyisir ramutku
Aku mengembara sampai menemu”.
(“ Datang Dara, Hilang Dara, Chairil Anwar)

2. Makna lambang (Pelambangan)


Pelambangan adalah cara atau perbuatan melambangan
Kan. Sama halnya kiasan, pelambangan digunakan penyair untuk memperjelas makna
dan membuat nada serta suasana sajak menjadi jelas sehingga dapat menggugah hati
pembaca. Dalam puisi, banyak digunakan pelambangan yaitu penggantian suatu hal
dengan hal atau tanda lain.
Jenis-jenis lambing yang ada dalam puisi meliputi lambang benda ( bendera
kuning, hijau, melambangkan kematian, lambang warna hitam, melambangkan
kesedihan), lambang bunyi (bunyi /u/ yang diulang setiap larik melambangkan perasaan
kesedihan), dan lambing suasana.

e. Versifikasi
Versifikasi puisi terdiri atas rima, ritma, dan metrum.

1) Rima
Menurut Waluyo (2006), rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk
membentuk musikalisasi atau orchestra sehingga puisi menjadi menarik untuk
dibaca. Rima sering juga di artikan sebagai persamaan bunyi kata setiap barisnya.
Dari pengertian tersebut, rima dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
a) Rima sempurna, yaitu yang seluruh suku akhirnya berirama sama. Contoh

Arsirkan dirinya pada permukaan pasir


Sampai tiba ombak bergulir mengusir
(“Dipantai Ini”, Anwar Fahlevie)

b) Rima tak sempurna, yaitu rima yang terdapat pada sebagian suku kata
terakhir.

Contoh:

Lalu meledak dalam lautan


Gelegaknya lelehkan bulan
Dan gemintang gugur jadi hujan
(“Rindu yang Tua”, Muhammad Dikdik R)

c) Rima mutlak, yaitu rima yang apabila seluruh katanya berirama.


Contoh:

Tapi siapa yang sanggup bercakap-cakap dengan kami


Siapa yang bisa paham makna kehendak kami
(“sajak Nopember “, Sapardi Djoko Damono)

d) Rima aliterasi, yaitu rima yang terdapat pada bunyi-bunyi awal kata baik pada
baris-baris berlainan .
contoh :

Bukan beta bijak berperi,


Pandai mengubah madahan syair,
Bukan beta budak negeri,
Musti menurut undangan mair.
(Rustam Effendi)

e) Rima asonansi, persamaan bunyi ang terdapat pada vokal-vokal yang terdapat di
tengah kata atau vocal-vokal yang menjadi rangka kata, baik pada satu baris
maupun pada baris-baris yang berlainan. Contoh :

Tuan Tuhan , bukan ?


Tunggu sebentar,
Saya saya sedang keluar.
( “Tuan”, Sapardi Djoko Damono)

f) Rima disonansi, terjadi apabila yang berirama ialah vocal-vokal yang menjadi
rangka kata dan memberi kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Misalnya: tindak – tanduk (i-a / a-u)

g) Rima awal, yaitu apbila kata-kata yang berirama terletak pada awal kalimat/larik.
Contoh :

Kau masukkan aku ke dalam taman-dunia, kekasihku!


Kau pimpin jariku, kau tunjukkan bunga tertawa, kuntum tersenyum.
Kau tundukku huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
(“Taman Dunia “, Asrul Sani)
h) Rima tengah, terjadi apabila kata-kata berima terletak ditengah-tengah
kalimat/larik.
Contoh:

menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang,


menyambar, berputar-putar membuat lingkaran,
menyambar, mabok membentur batuan-batuan.
Kutebak si pengail masih terkantuk-kantuk ditepi sungai itu. Sendirian.
(“Sudah Kutebak”, Sapardi Djoko Damano)

i) Rima akhir, yaitu apabila kata-kata yang berima terletak di akhir kalimat/larik.
Contoh :

Selamat malam,
kami pergi dulu
mencari lebam
warna ungu.
(“ Lagu Minor”, Lutfi Mardian syah)

j) Rima tegak, yaitu apabila kata-kata yang berima terletak di baris-baris yang
berlainan.
Contoh:

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

k) Rima datar, apabila kata-kata berima teMisalnya terletak di baris yang sama.
Misalnya :
Air mengalir mengilir sungai

l) Rima sejajar, yaitu rima yang terjadi karena terdapat kata yang dipakai berulang-
ulang dalam kalimat yang beruntun.
Misalnya :

Dapat sama laba


Cicir sama rugi

m) Rima berpeluk/rima paut, yaitu apabila baris pertama berima dengan baris
keempat, dan baris ke dua berima dengan baris ketiga. Rima berpaut ditandai
dengan pola a-b-b-a.
Contoh :

Bersabung kilat berujung langit (a)


Gemuruh guruh berjawab-jawaban (b)
Bertangkai hujan dicurah awan (b)
Sebelum pada akhirnya kita menyerah (a)
(“Hujan Badai”, Roetam Effendi)

n) Rima berselang, yaitu persamaan bunyikata atau suku kata yang diletakkan secara
silang. Rima ini letaknya berselang-selang. Rima ini ditandai dengan pola : a-b-a-b,
c-d -c-d
Contoh :
Hidup hanya menunda kekalahan (a)
tambah terasing dari cinta sekolah rendah (b)
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan (a)
sebelum pada akhir kita menyerah (b)

o) Rima rangkai, yaitu rima yang terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun dengan
pola a-a-a-a, b-b-b-b
Contoh :

Jangan tunduk! Tantang aku dengan berani (a)


Kalu kau mau kuterima kembali (a)
Untukku sendiri tapi (a)
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. (a)
(“Penerimaan”, Chairil Anwar)

p) Rima bebas, yaitu yang tidak memenuhi kaidah-kaidah yang sudah ada atau tidak
berima.

q) Eufoni, yaitu rangkaian bunyi yang harmonis dan enak didengar.


Misalnya: Jadilah pelopor, jangan jadi pengekor.
r) Kakoponi, yaitu rangkaian bunyi yang menimbulkan efek menekan, mencekam,
mengerikan, menunjukkan kesuraman, kekelaman, atau keseraman. Kesan yang
timbul tersebut karena adanya bunyi yang diakhiri dengan konsonan tidak bersuara
seperti k, p, t, s.
Contoh :

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu.
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
(“Doa”, Chairil Anwar)

s) Onomatope, tiruan terhadap bunyi seperti /ng/, /ngiau/, /o/, /ping/ yang
mempunyai unsur-unsur desis, lateral, eksplosis, dan dengung sehingga
memberikan efek magis pada puisi.
Contoh :

Ping diatas pong


Pong di atas ping
Ping ping bilang pong
Pong pongbilang ping
Mau pong?bilang ping
Mau mau bilang pong
Mau ping? Bilang pong
Mau mau bilang ping
Ya pong ya ping
Ya ping ya pong

(“ SHANG_HAI”, Sutardji Calzom Bachri)

2) Ritma / Irama

Ritma /irama dapat diartikan sebagai kepaduan bunyi yang larik puisi yang terjadi
karena pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus Panjang pendek
bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada untuk menambah nilai estetis
suatu puisi. Disamping itu ritma/irama juga berkaitan erat dengan bunyi yang
berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi yang menimbulkan
suatu gerak yang hidup.(Waluyo, 2006)

3) Metrum
Metrum atau bentuk intern pola bunyi, disebabkan oleh jumlah suku kata dan
tekanan yang tetap sehingga alun suara menaik dan menurun juga tetap. Metrum
umumnya ditemukan dalam puisi lama. Menurut Rohmansyah (2014) metrum sangat
berperan dalam pembacaan puisi dan deklamasi. Metrum merupakan pengulangan
tekanan kat yang tetap dan bersifat statis.

f. Tipografi
Tipo grafi atau perwajahan puisi adalah bentuk puisi yang dikehenaki oleh
penyair, misalnya penuh tidak kata-kata, rata tidaknya bagian tepi kanan-kiri puisi,
ataupun pengaturan baris. Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi
dan prosa.
Tipografi merupakan unsur luar dalam pembentukan suatu puisi. Banyak penyair
yang memanfaatkan tipografi sebagai pendukung maksud puisi yang disajikan. Hal ini
bertujuan membantu pembaca dalam dalam memahami makna yang disampaikan oleh
penyair melalui puisinya.
Tipografi terdiri atas dua jenis, yaitu tipografi konvensional dan non konvesional.
Tipografi non konvensional dapat terlihat dalam puisi Imed Nasir berikut ini.

Tuhanku
Beritahu
Kini

Kemanakah
harus
ku pergi

kemuara
menyongsong
laut
biru

ataukah
melawan
arus
menuju
hulu

2. Unsur Batin
Selain unsur fisik, yaitu unsur pembangunan dibangun oleh unsur batin, yaitu unsur
pembangunan puisi yang tidak tampak langsung dalam penulisan kata-katanya, tetapi
mempengaruhi keseluruhan puisi. Struktur batin puisi dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
a. Tema
b. Nada dan suasana
c. Rasa
d. Amanat

C. Memahami Isi Puisi


Pemahaman terhadap isi puisi dapat dilakukan dengan pembacaan berulang-ulang
terhadapat puisi. Hal yang harus dipahami dalam proses penbacaan puisi, antara lain
gambaran umum isi puisi, pokok masalah yang diungkapkan pengarang, sikap pengarang
terhadap pokok masalah yang dikemukakannya, serta sikap pengarang terhadap pembaca.
Pemaknaan kata-kata kiasan pun, seperti symbol, lambing, perbandingan, perlu dilakukan
untuk mempermudah pemahaman isi puisi. Ada kalanya, apa yang diungkapkan dalam puisi
berlawanan dengan maksud yang sesungguhnya.

D. Parafrasa Puisi
Parafrasa terhadap puisi dilakukan dengan cara menyampaikan kembali hal-hal yang
disampaikan oleh penyair dengan bahasa sendiri ke dalam bentuk prosa. Adapun cara untuk
memfrasakan suatu puisi adalah dengan menguraikan Bahasa kias yang terdapat di dalam
puisi kemudian membahasakannya kembali.
Langkah -langkah yang perlu dilakukan untuk mempara-frasakan puisi adalah sebagai
berikut .
1. Membaca puisi dengan saksama
Contoh :

Dan jika untung malang menghamparkan


Aku dalam kuburan dangkal
Ingatlah sebisamu segala yang indah
Dan cintaku yang kekal
(“ Huesca”, John Cornford
diterjemahkan olehChairil Anwar)

2. Menguraikan Bahasa kias dalam puisi. Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk menguraikan Bahasa kias puisi dalam memparafrasa puisi.
a. Dengan menambahkan imbuhan, banyak kata-kata dalam puisi yang kadang-kadang
tidak lengkap sebagai kata berimbuhan. Oleh karena itu, untuk memudahkan
pemahaman perlu ditambahkan imbuhan tertentu sesuai dengan konteks.
b. Dengan menyisipkan kata-kata tertentu pada kalimat yang kata-katanya dilesapkan.
c. Dengan mengubah susunan atau pola kalimatnya yangsulit dimengerti.
d. Dengan mengganti tafsiran kalimat-kalimat yang sulit dimengerti.
e. Dengan mengganti atau menjelaskan kata-kata ganjil yang sulit dipahami maknanya
dengan sinonim dari kata-kata ganjil yang sulit dipahami maknanya dengan sinonim
dari kata-kata tersebut ( Budiasa, dalam Ngara 20014)

3. Menulis kembali puisi ke dalam bentuk prosa

E. Deklamasi Puisi
Deklamasi puisi bukan hanya sekedar membunyikan kata-kata, melainkan bertujuan
untuk mengomunikasi ekspresi perasaan penyair. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam mendeklamasi puisi adalah sebagai berikut.
a. Keutuhan makna puisi
b. Penjiwaan peran dan suasana yang terkandung di dalam puis
c. Ketetapan dalam pelafalan
d. Ketetapan irama
d. Kesesuaian ekspresi
e. Kessuaian lagu kalimat dengan makna dan suasan
f. Kesesuaian ekspresi
g. Pembawaan yang meyakinkan.

PROSA LAMA
Istilah prosa berasal dari bahasa latin, yakni prosa yang berarti ‘terus terang’. Prosa
adalah karya sastra yang dilukiskan dalam benuk karangan bebas dan tidak terikat oleh
aturan-aturan atau kaidah-kaidah seperti dalam puisi. Menurut Kuntowijoyo (dalam Anwar,
2007), prosa adalah strukturisasi, fiksi, atau imajinasi; bukan fakta, jurnalisme, karya ilmiah,
atau esai filsafat. Sementara itu, dalam karya sastra, prosa dapat disebut juga dengan fiksi,
yakni sebuah cerita rekaan atau cerita khayalan ( Nugiyantoro, 2007).
Prosa dibedakan atas dua jenis, yakni prosa lama dan prosa baru. Prosa lama
merupakan karya yang belum mendapatkan pengaruh dari sastra dan atau kebidayaan
barat. Sebelum mengenal mengenal tulisan, prosa lama disampaikan secara lisan dan
diwariskan secara turun temurun sehingga prosa lama umumnya bersifat anonim.
Penyampaian cerita dalam prosa lama akan berbeda-beda pada masing-masing orang
karena adanya keinginan untuk berimprovisasi pada diri manusia. Tidak heran, kita banyak
menemukan suatu cerita dengan berbagai versi.

A. Karakteristik Prosa Lama


Ciri-ciri khusus prosa lama yang menjadi karakteristiknya, antara lain sebagai berikut.
1. Berbentuk prosa Panjang.
2. Diferensisasi sedikit.
3. Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun.
4. Anonim, maksudnya tidak diketahui nama pengarangnya.
5. Istanasentris, ceritanya berkisar seputarkehidupan istana.
6. Pralogi, prosa lama memiliki logika sendiri yang berlainan dengan logika umum.
7. Simbolis, berkaitan dengan gaya cerita yang penuh dengan perumpamaan dan
pengimbaratan yang sarat dengan ajaran etika dan moral.
8. Statis, artinya penggunaan bentuk, pola-pola kalimat, kalimat dan ungkapan, bahkan
tema cerita selalu sama.
9. Tradisional, artinya prosa lama disebarkan dalam bentuk yang relative tetap atau
standar.

B. Bentuk-Bentuk Prosa Lama


Berdasarkan isinya, prosa lama terbagi dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.

1. Hikayat
Hikayat adalah karya sastra Melayu klasik berupa prosa lama yang mengambarkan
cerita atau sisilah yang bersifat historis, kesejahteraan, riwayat hidup, keagungan,
keagamaan, dan kepahlawanan.
Hikayat banyak mengambiltokoh-tokoh dalam sejarah. Misalnya, Hikayat Hangtuah,
Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang,
dan Hikayat Bayan Budiman.
Hikayat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Hikayat berdasarkan asalnya
dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Hikayat Melayu asli yang mendapat pengaruh Islam, misalnya Hikayat Hang Tuah,
Hikayat si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, dan Hikayat Malim Demam.
b. Hikayat yang mendapat pengaruh Jawa, misalnya Hikayat Panji Semirang, Hikayat
Cekel Weneng Pati, atau Hikayat Indera Jaya.
c. Hikayat yang mendapat pengaruh Hindu (India), misalnya Hikayat Sri Rama (dari
cerita Ramayana), Hikayat Perang Pandawa (dari cerita Mahabarata)
d. Hikayat yang mendapat pengaruh Arab-Persia, misalnya Hikayat Amr Hamzah
(pahlawan Islam), Hikayat Bachtiar, atau Hikayat Seribu Satu Malam.

a. Unsur intrinsic Hikayat


Sama seperti genre tek sastra yang lainnya, hikayat dibangun oleh unsur
intrinsic yaitu sebagai berikut.
1) Tema, merupakan gagasan dasar sebuah hikayat.
2) Alur/plot, merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitas
(sebab-akibat).
3) Latar, merupakan keadaan tempat, waktu, dan budaya yang terkandung dalam
hikayat.
4) Tokoh, merupakan para pelaku dalam hikayat.
5) Sudut pandang adalah posisi pencerita ketika membawakan cerita.
6) Amanat merupakan pesan yang disampaikan dalam hikayat.

b. Unsur Ekstrinsik Hikayat


Unsur ekstrisik hikayat adalah unsur-unsur yang berada di luar teks hikayat,
tetapi secara tidak langsung memengaruhi bentuk atau isi hikayat, Unsur – unsur
ekstrinsik hikayat dapat berupa kebudayaan lingkungan, pendengar hikayat, pencerita
hikayat, peristiwa yang terjadi saat hikayat tersebut dibuat, atau berupa nilai-nilai
kehidupan dalam hikayat. Berikut ini nilai-nilai yang menjadi unsur ekstrinsik hikayat.
1) Nilai budaya, nilai yang berkaitan dengan pemikiran, kebiasan, adat, dan hasil
karya cipta manusia.
2) Nilai social, nilai yang berkaitan dengan tata laku interaksi antar manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Nilai moral, nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi
dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya.
4) Nilai ke agamaan, nilai yang berkaitan dengan ajaran keagamaan.
2. Sejarah/ Tambo
Teks sejarah disebut juga tambo, yakni bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil
dari suatu peristiwa sejarah. Tambo adalah uraian sejarah suatu daerah atau sisilah
raja-raja yang kerap kali disertai dengan nukilan-nukilan cerita. Contoh Sejarah Melayu
karya Datuk Bendahara Paduka Raja alias TunSri Lanang yang ditulis pada tahun 1612,
Tambo Bengkulu, dan Tambo Minang Kabau.

3. Kisah
Kisah merupakan cerita tentang catatan tentang perjalanan atau pelayaran
seseorang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Misalnya, Kisah Pelayaran Abdullah
ke Negeri Kelantan dan Kisah Perjalan Abdullah ke Negeri Jeddah karya Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi.

4. Dongeng.
Dongeng adalah salah satu genre prosa lama berupa cerita rekaan yang bersifat
fiktif atau tidak nyata. Cerita dalam dongeng dapat berupa cerita binatang,
petualangan, asal usul, ataupun dewa-dewi. Dongeng ceritanya bersifat imajinasi dan
cerita yang dikisahkan diragukan kebenarannya karena kurang masuk akal.
Dongeng dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
a. Mite/Mitos, adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu
benda atau hal yang dipercayai terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai
mempunyai kekuatan gaib. Misalnya Nyai Roro Kidul.
b. Lagenda, merupakan cerita yang mengisahkan atau menjelaskan asal usl suatu
kejadian, tempat, atau benda. Dalam lagenda, diselipkan beberapa kebenaran
sejarah, tetapi lebih didominasi oleh kisah yang sifatnya khayalan. Misalnya, Roro
Jongrang atau Lagenda Gunung Tagubanparahu.
c. Cerita Jenaka, merupakan salah satu genre prosa lama yang bertujuan memberi
hiburan, teladan, atau sindiran. Cerita jenaka merupakan cerita tentang tingkah laku
atau kelucuan tokoh. Berdasarkan watak tokohnya cerita jenaka ada tiga jenis yaitu,
Watak bodoh sial (cerita Lebai Malang dan Pak Kaduk), watak pintar bodoh (cerita
Pak Pandir), dan watak pintar ( cerita Si Kabayan).
d. Fabel, merupakan cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang
pelakunya diperankan oleh binatang.

C. Menceritakan Kembali Isi Prosa Lama


Menceritakan kembali isi prosa lama dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Baik
secara lisan maupun tertulis terdapat beberapa yang perlu di lakukan untuk mempermudah
kegiatan ini. Berikut langkah-langkah yangdapat dilakukan untuk menceritakan kemali.
1. Membaca isi prosa dengan seksama.
2. Memaknai kata-kata sulit dalam cerita.
3. Mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam cerita.
4. Menentukan bagian menarik atau mengesankan.
5. Mengembangkan hal-hal penting yang telah dicatat.
6. Menyampaikan hasil pengembangan baik secara lisan maupun tertulis.
PROSA BARU

Prosa baru adalah prosa yang telah mendapat pengaruh dari kebudayaan sastra barat.
Prosa baru merupakan refleksi masyarakat modern. Prosa baru bersifat lebih fleksibel dsn
universl, serta dapat dinikmati oleh lingkup masyarakat secara luas.
Pada dsarnya, penulis prosa baru bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami,
disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang. Tidak mengherankan jika karya prosa
(cerpen, novel, roman) disebutsebagai cermin dan realitas sosial karena menggambar
perasaan penulisnya terhadap kehidupan sosial.

A. Karakteristik Prosa Baru

1. Karya sastra yang dihasilkan didasarkan pada kenyataan hidup masyarakat sehari-hari.
2. Selalu berubah dan berkembang secara dinamis, bersiafat fleksibe karena terbuka
terhadap pengaruh luar, dan mengikutiperkembangan zaman.
3. dipublikasikan secara luas, baik di media masa (cetak atau elektronik) maupun dalam
bentuk buku sehingga penyebarannya luas.
4. Karya sastra dihargai oleh masyarakat secara materi.
5. Pengarangnya dengan tegas mengungkapkan dirinya.

B. Bentuk-Bentuk Prosa Baru

1. Cerpen, cerita pendek atau cerpen adalah karanganberbentuk prosa yang mengisahkan
sepenggal kehidupan tokoh yang pertikaian, peristiwa, dan pengalaman.
2. Novel, adalah prosa rekaan yang Panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan
menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun.
3. Roman, adalah bentuk prosa baru yang berisikan tentang kehidupan manusia/ tokoh
yang dilukiskan secara rinci, dan detail. Biasanya mulai dari kecil hingga dewasa, bahkan
sampai meninggal dunia. Berdasarkan isinya, roman dapat dibagikan atas roman
sejarah, roman social, roman jiwa, roman tendens, roman percintaan, dan roman
detektif.

C. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita. Tema bersifat
mengikat keseluruhan masalah yang ada dalam cerita. Untuk mengetahui tema suatu karya
sastra, perlu dilakukan indentifikasi berbagai permasalahan dalam karya karena tema
bersifat mengikat keseluruhan masalah yang ada dalam cerita.
Tema dalam karya sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tema mayor dan tema
minor. Tema mayor adalah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan persoalan
utama dalam kaya sastra, sedangkan tema minor adalah tema yang tidak menonjol,
tetapinmenjadi bagian dan memengaruhi keseluruhan karya sastra.

2. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah orang yang melakukan perbuatan dan mengalami peristiwa dalam sebuah
karya rekaan, sedangkan penokohan/ karakter lebih mengacu pada pandangan, sifat, sikap,
dan emosi yang dimiliki dalam karya rekaan tersebut. Dalam karya sastra, tokoh berfungsi
sebagai pengembang cerita dan penyampai pesan. Tokoh dalam novel umumnya lebih
banyak dibandingkan cerpenkarena novelterdiri atas beragam peristiwasehimgga tokoh
sentraldimungkinkan lebih dari satu. Selain itu karakteristik tokoh dalam novel cendrung
lebih kompleks.
Tokoh dalam karya sastra memiliki watak yang berbeda-beda dan perbedaan
watak itulah yang menjadi pemicu munculnya konflik atau pertentangan. Watak tokoh
dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu ciri-ciri fisik, hubungan tokoh dan lingkungannya,
dan ciri-ciri kejiwaannya. Sementara itu, untuk menggambarkan watak tokoh, pengarang
dapat menggambarkannya melalui du acara, yakni secara analitik dan dramatik.
a. Teknik Analitik
Teknik analitik disebut juga teknik naratif, yaitu cara menggambarkan atau
mendeskripsikan tokoh secara langsung dan tidak berbelit-belit. Melalui narasi,
pengarang langsung menyebutkan watak atau karakter tokoh.
Contoh :
Banun menolak pinagan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula
karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangainya buruk Palar yang
dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
( Banun, Damhuri Muhammad )

b. Teknik Dramatik
Teknik dramatic merupakan Teknik penokohan secara tidak langsung.
Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat serta tingkah laku tokoh.
Pengarang membiarkan tokoh cerita untuk menunjukkan karakternya masing-masing
melalui berbagai aktivitas, baik secara verbal maupun tindakan. Penokohan tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni sebagai berikut :

1) Pendeskripsian melalui tanggapan tokoh lain dalam cerita.


Contoh:
Ibuku memang tak suka membiarkan ank-anaknya ke sungai setelah matahari surut
ke barat. Macam-macam yang dikhawatirkannya. Katanya, dengan perginya
matahari, berbagai kekuatan jahat yang tidak terlihat oleh manusia biasa, keluar
berkeliaran mencari mangsa. Apalagi tempat-tempat yang berair, biasanya lebih
angker dan seram.
Sebuah Lorong di Kotaku, NH Dini

2) Pendeskripsian melalui tingkah laku tokoh.


Contoh:

Tiba-tiba di balai desa, Kepala Desa tengah termenung di kursi menghadap meja
kayu kusam, wajahnya diterpa seberkas cahaya dari jendela. Sekretaris desa sedang
tekunmenulis sambil merokok. Lalu, datang Pak Kaum, memepas peci menjemurnya
di kaca jendela.
Kabayan Dengkul

3) Pendeskripsian melalui dialog antar tokoh


Contoh:
Telaga sangat berharap, kelak bocah ini mampu memberinya tempat. Telaga
juga berharap anak perempuannya akan menjelma menjadi penari tercantik di desa
ini. Penari yang memiliki seluruh kecantikan dewa tari.
“ Apa yang Sari inginkan?” Telaga mencium pipi anaknya hati-hati.
“Sari akan belajar dengan baik, Meme. Kalau Sari besar nantin, kita tinggalkan Odah.
Meme bisa hidup dengan Sari. Sari bisa membuatkan Meme rumah yang bagus. Ada
tanamannya, Meme bisa menanam bunga-bung sampai muntah. Meme bisa. . .” Luh
Sari terus mengemukakan keinginan-keinginannya. Suara bocah itu membuat Telaga
diam.
Tarian Bumi, Oka Rusmini

4) Pendeskripsian melalui pikiran tokoh


Contoh:
Beberapa waktu kemudian, Prabu Santana sampai di tempat penyebrangan dan
melihat seorang gadis berdiri di dekat sebuah sampan. Firasatnya mengatakan
bahwa gadis itulah sumber keharuman yang dicarinya. Dipandangnya gadis itu
dengan seksama dan alangkah kagetnya Raja Hastina itu karena menurutnya gadis
itu tak pantas bekerja di sampan penyeberangan. Wajahnya begitu bersih dan halus,
laksana wajah putri bangsawan. Aura pribadina memancarkan ke agungan.
Bhisma: Resi Junjungan Wangsa Bharata, Sidha Malilang

5) Pendeskripsian melalui lingkungan tokoh


Contoh:
Di kampung Ranah, di kota Padang adalah sebuah rumah kayu, beratap seng.
Letaknya Jauh dari jalan besar, jalan kebun yang luas, tersembunyi di bawah pohon-
pohon kayu yang rindang. Jika ditilik dari perkakas, rumah ini dan susunanya
nyatalah rumah ini suatu rumah yang tiada dipelihara benar-benar, karena sekalian
yang ada di dalamnya telah tua dan kotor dan tempatnya tiada teratur dengan baik.
Di serambi muka hanya ada sebuah lampu gantung macam lama yang telah berkarat
besi-besinya.
Siti Nurbaya, Marah Rusli

3. Latar
Latar merupakan keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan
dalam karya sastra. Latar dalam novel lebih beragam dibandingkan dengan cerpen.
a. Latar tempat adalah lokasi tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar tempat,
merujuk pada lokasi karya fisik ( Nurgiayantoro, 2007)
Contoh :

Sementara Kadek Sukasti, memilih tetap tinggal dan duduk di beranda menemanu Luh
Manik. Ia juga sedang berpikir turut serta mencari kerja di Jakarta. Kebetulan, menurut
ayahnya, seorang saudara jauh yang dulu tinggal di Denpasar , sudah dua tahun ini pindah
tugas di Jakarta. Bisa saja dia tinggal di sana, sementara menunggu pekerjaan.
Bunga Jepun, Putu Fajar Arcana

b. Latar waktu, adalah waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar waktu dapat
digambarkan dengan siang hari, malam hari, atau petang, dan dapat pula
digambarkan secara konkret dengan menyebutkan tanggal dan waktu.
Contoh :

Ketika dengan tiba-tiba pula matahari lenyap suasana kembali samar. Apa lagi hujan
pun berubah deras menyusul ledakan guntur yang bergema di dinding-dinding lembah.
Angin kembali bertiup kencang sehingga pohon-pohon kelapa itu seakan hendak rebah ke
tanah. Ketika itulah dada Darsa berdenyut. Darsa yang sejak lama memandangi pohon-
pohon kelapanya diseberang lembah itu hampir putus harapan.

c.Latar sosial, mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
social masyarakat di tempat/ lokasi yang menjadi latar cerita. Kehidupan sosial
mencakupkan adat istiadat, tradisi, keyakinan, atau pandangan hidup (Nurgiyantoro,
2007).
Contoh :
Masih satu upacara yang harus dilakukan agar benar-benar menjadi perempuan sudra.
Patiwangi berarti mati, wangi berarti keharuman. Kali ini Telaga harus membunuh nama Ida
Ayu yang telah diberikan hidup padanya.
Tarian Bumi, Oka Rusmini

4. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama yang
menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kea rah klimaks dan penyelesaian
untuk mencapai efek tertentu. Alur novel pada umumnya lebih kompleks disbanding
dengan cerpen.
Alur suatu karya sastra dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni alur
progresif atau alur lurus, alur regresif (flashback) atau sorot balik, serta alur bolak-
balik (srikuler). Alur maju atau alur progresif, yaitu peristiwa yang diceritakan secara
berurutan dari awal hingga akhir cerita. Alur sorot balik, yaitu cerita yang diawali
dari peristiwa akhir, selanjutnya disusun kejadian awal dan rangkaian peristiwa
selanjutnya. Sementara itu, alur melingkar / bolak-balik, yaitu peristiwa yang tidak
diceritakan secara berurutan, boleh jadi di awali dari bagian tengah.
Contoh:

Pagi itu, di bandung pada bulan September, tahun 1990, setelah turun dari
angkot, aku jalan menuju sekolahku sebagaimana yang lainnya yang juga sama begitu.
Bedanya, aku jalan sendirian, yang lain ada yang berdua atau lebih.
Dari arah belakang aku mendengar suara motor. Suaranya agak berisik dan yang
bisa kuingat dimasa itu, belum begitu banyak siswa yang pergi sekolah dengan memakai
motor.
Ketika motor itu sudah mulai sejajar denganku, jalannya melambat. Seperti sengaja
ingin menyamai kecepatanku berjalan. Pengendaranya menggunakan seragam SMK.
Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990, Pidi Baiq

Dengan adanya plot, pembaca diarahkan pada suatu ketegangan yang kemudian
menukik pada suatu peleraian atau penyelesaian. Hal tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Stanton ( dalam Nurgiyantoro, 2007). Alur cerita berisi urutan kejadian
yang setiap kejadiannya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Secara umum, rangkaian peristiwa dalam
cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.
a. Pengenalan situasi cerita (exposition)
b. Pengungkapan peristiwa
c. Menuju pada adanya konflik (rising action)
d. Puncak konflik (turning point)
4. Sudut Pandang.

Dalam karya sastra terdapat beberapa jenis sudut pandang yang umum digunakan, ya
itu sebagai berikut.
a. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, ditandai dengan penggunaan
kata ganti aku dalam penyampaian cerita seakan-akan cerita tersebut merupakan
kisah atau pengalaman pribadi pengarang.
Contoh:

Dengan Panjang lebar, ibu menjelaskan bahwa sejak ada di dalam kandungan, aku
telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah ku kenal itu. Dalam pergulatan jiwa yang
sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menurut keinginan ibu. Aku mengecewakannya.
Pudarnya Pesona Cleopatra, Habiburrahman Eli Shirazy
orang
b. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan, ditandai dengan
penggunaan kata ganti aku dalam ceritanya, tetapi sebenarnya mengisahkan orang
lain sebagai pelaku utama.
Contoh :

Dilan yang aku maksud adalah yang dulu tinggal di perumahan Riung Bandung.
Rambutnya seringterlihat berantakan, seperti gak disisir selama hidupnya, dan suka pakai
jaket jeans belel atau jaket Army Korea pemberian ayahnya yang tentera.
Kalau ke sekolah cuma membawa satu buku tulis yang diselipkan di kantong celana
seragamnya, seolah-olah baginya, hanya dengan satu buku saja sudah akan cukup untuk
mencatat semua matapelajaran yang ada di dunia dan ditambah puisi yang suka dia di
hlaman belakangnya.
Dilan 2: Dia adalah Dilanku Tahun 1991, Pidi Baiq

c. Sudut pandang orang ke tiga serba tahu, yakni posisi pengarang sebagi pencerita
yang tidak memiliki peran apa-apa dalam cerita. Pelaku utama dalam cerita adalah
orang lain yang disebut dengan diaatau ia. Namun, dengan sudut ini, pengarang
seakan-akan mengetahui apapun yang dilakukan atau dipikirkan oleh tokoh
dalam cerita.
Contoh :

Kali kedua mereka bertemu adalah di pos pemeriksaan Awka. Kemudian, perang di
mulai dan perlahan bergerak kea rah selatan dari sector bagian uatara yang jauh. Ia sedang
berkendara dari Onitsha ke Enugu dan sedang tergesa-gesa. Walaupun pikirannya setuju
akan pemeriksaan yang teliti di persimpangan jalan, hatinya selalu tersinggung setiap kali ia
harus mematuhi mereka.
Perempuan dalam Perang, Chinua Achebe
e. Sudut pandang orang ke tiga sebagai pengamat, yaitupengarang hanya
menceritakan apa yang dilihatnya saja, seakan-akan tidak mengetahui apa yang
dilakukan atau dipikirkan oleh tokoh dalam cerita. Sudut pandang ini menggunakan
kata ganti dia dan ia .
Contoh :

Dari sebuah kantung di dalam keranjang besarnya, Wak Katok mengeluarkan daun
ramuan-ramuan. Mereka membersihkan luka-luka pak Balam dengan airpanas dan Wak
Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka
membungkus dengan sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus ramuan obat-
obatan sambil membaca matra-mantra, dan setelah air mendidih, air obat dituangkan ke
dalam mangkok dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, wak katok meminumkannya
kepada Pak Balam sedikit demi sedikit.
Harimau-Harimau, Muchtar Lubis.

6. Amanat
Amanat adalah pesan atau makna terselubung yang ingin disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca. Umumnya, amanat memberikan manfaat bagi kehidupan
secara praktis. Amanat dapat disampaikan secara tersurat dalam karya sastra maupun
secara tersirat. Amanat atau makna dibagi menjadi dua, yakni makna niatan dan muatan.
Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh pengarang dalam karya sastra yang
ditulisnya. Sementara itu, makna muatan adalah makna yang termuat dalam karya sastra
tersebut.

D. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik teks sastra adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bentuk suatu karya sastra. Unsur tersebut antara lain
nilai-nilai yangdiyakini masyarakat, unsur biografi pengarang, pandangan hidup suatu
bangsa, dansebagainya.
Melalui bacaan karya sastra, kita dapat memahami berbagai nilai yang terkandung di
dalamnya. Misalnya, melihat kebudayaan suatu daerah yang dijadikan latar pengembangan
karya sastra tersebut. Bahkan kita mempelajari atau meneladani berbagai perbuatan yang
terkandung dalam karya sastra yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya.
Hal-hal tersebut, dalam karya sastra, dikenal dengan istilah nilai-nilai.

1. Nilai Budaya
Sebuah karya sastra akan mengandung nilai budaya, yakni nilai yang dikaitkan
dengan pemikiran, kebiasaan, adat, dan hasil karya cipta manusia. Menurut
Koencaraningrat, nilai budaya adalah sebagai ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal yang
paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat dan biasanya berakar dalam bagian
emosional alam jiwa manusia. Dengan demikian, nilai budaya merupakan konsep
sesuatu yang hidup dari pemikiran masyarakat mengenai sesuatu yang hidup dari
pemikiran masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap bernilai, beradap, atau
bermatabat, sesuai dengan budaya yang hidup dalam kelompok masyarakat tertentu
sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai budaya dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan (Djamaris1996), yaitu :
(1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan,
(2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam,
(3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat,
(4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya,
(5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Cermatilah kutipan novel berikut !

“ Kau adalah harapan Meme, Tugeg. Kelak, kau harus menikah dengan laki-laki yang
memiliki nama depan Ida Bagus. Kau harus tanam dalam-dalam pesanku ini. Sekarang kau
bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa bermain bola lagi. Kau mulai belajar menjadi
perempuan keturunan Brahmana. Menghapal beragam sesaji, juga harus tahu bagaimana
harus mengukir janur untuk upacara. Pegang kata-kataku ini, Tugeg. Kau mengerti ?” suara
perempuan itu lebih mirip paksaan daripada sebuah nasihat.
Tarian Bumi, Oka Rusmini

Gambaran nilai budaya yang berkaitan dengan adat istiadat pada kutipan tersebut
juga ditunjukkan dengan kecakapan yang harus dikuasai oleh perempuan dari kasta
Brahmana, seperti menghapal beragam sesaji dan mengukir janur untuk upacara adat.

2. Nilai Sosial
Nilai social adalah nilai yang berkaitan dengan tata laku interaksi antar manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai social dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk,
antara lain nilai social kasih saying dan nilai social tanggung jawab.

a. Nilai Sosial Kasih Sayang


Nilai social kasih saying ditunjukkan dengan tata laku manusia sebagai
makhluk social yang memiliki nalururi untuk saling tolong menolong, peduli, setia
kawan, dan simpati terhadap sesamanya.

Lidah api bergoyang menjilat wajah saya yang tengah merunduk. Kaget, pantai obor
itu justru saya angkat tinggi-tinggi sehingga minyak mendorong sumbunya terlepas. Api
dengan cepat berpindah membakar punggung saya.
“ Berguling! Berguling!” terdengar teriakannya sembari melepaskan seragam cokelatnya
untuk dipakai menyambet punggung saya. Saya menurut dalam kepanikan.
“ Seragam”, Aris Kurniawan Basuki

b. Nilai Sosial Tanggung Jawab


Niali sosial tanggung jawab ditunjukkan dengan prilaku manusia yang merasa
memiliki atau menanggung kewajiban akan suatu hal.
Cermatilah kutipan di bawah berikut !

Sahabat saya itu tanggap melingkupi tubuh saya dengan seragam coklatnya melihat
saya mulai mengais dan menggigil antara kesakitan dan kedinginan. Lalu, dengan suara
bergetar, dia mencoba membuat isyarat dengan mulutnya. Sayang, tidak ada seorangpun
yang mendekat dan dia sendiri kemudian mengakui bahwa kami telah terlalu jauhberjalan.
Sadar saya membutuhkan pertolongan secepatnya, dia menggendong saya di atas
punggungnya lalu berlari sembari membujuk-bujuk saya untuk tetap tenang. Napasnya
memburu kelelahan, tetapi rasa tanggung jawab yang besar seperti memberinya kekuatan
berlipat. Sayang, sesampai di rumah bukan lain di dapatnya, kecuali caci maki ayah dan ibu.
Pipinya sempat pula kena tampar ayah yang murka.
( “Seragam”, Aris Kurniawan Basuki)

3. Nilai Moral
Penciptaan karya sastra tidak telepas dari norma dan gambaran tingkahlaku
masyarakat dalam tatanan kehidupan. Oleh karena itu, dalm suatu karya sastra akan
terkandung nilai moral sebagai gambaran tingkah laku manusia yang berlaku secara
universal. Nilai moral pada dasarnya memberikan petunjuk dan penilaian terhadap
perbuatan dan tindakan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan di dalam suatu
masyarakat. Dengan demikian, secara sederhana, nilai moral adalah nilai yang berkaitan
dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasarkehidupan manusia dan
masyarakat, (Solomon 1987).
Dalam novel, nilai moral yang ditunjukkan oleh pengarang dapat berupa perilaku
positifdan prilaku negative. Kedua tata laku tersebut dimunculkan sehingga pembaca
dapat bersikap bijaksana dalam menentukan perbuatandan tindakan ang boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan di dalam tatanan bermasyarakat.
Cermatilah kutipan novel berikut !

Karena kemurahan hati Ndoro Seten pula waktu saya kemudian saya lulus sekolah desa lima
tahun, saya dicarikan jalan lewat Ndoro Wedono dan para priyagung di Madiun untuk dapat
diterima magang menjadi guru bantu. Bukan main besar hati saya. Sesungguhnya, hutang
budi orang tua saya menyatakan hal itu kepada Ndoro Seten. Dengan senyum, mereka
mengatakan bahwa itu adalah hadiah mereka buat kejujuran dan ketulusan orang tua kami
menggarap sawah Ndoro. (Para Priayi, Umar Kayam )
4. Nilai Keagamaan
Nilai keagamaan atau religious adalah nilai yang berkaitan dengan ajaran
keagamaan, yakni keterkaitan antara manusia dan Tuhan sebagai sumber
ketenteraman dan kebahagiaan. Menurut Atmosuwito (1987), kriteria religious/
keagamaan dalam novel adalah sebagai berikut.
a. Penyerahan diri, tunduk, dan taat kepada Tuhan.
b. Kehidupan yang penuh kemuliaan.
c. Perasaan batin yang ada hubungan dengan Tuhan.
d. Perasaan batin yang ada hubungannya dengan berdoa
e. Perasaan batin yang ada hubungannya dengan rasa takut.
f. Pengakuan akan kebesaran Tuhan.

Cermatilah kutipan novel berikut !


Ketika aku berpapasan dengan murid-muridku yang rata-rata sudah berubah dan
berjenggot, mereka kemudian memperhatikan sikapnya yang mundhuk-mundhuk dengan
badan mencoba dibungkukkan sedikit sambil melewatiku. Ayah menasehatiku untuk jangan
suka diperlakukan oleh murid-muridku dengan cara yang aneh seperti itu. Kata ayah, kita ini
manusia dan punya kedudukan sama di mata Tuhan, hanya ketakwaan yang akan
membedakannya.
Orang Miskin Dilarang Sekolah, WiWied Prasetyo

Cermati pula kutipan novel berikut!

Belum lama aku merebahkan tubuhku, azan Magrib pun berkumandang. Langsung saja aku
bangkit dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu. Setelah
aku merasa bersih, langsung saja ku ambil mukena, dilanjutkan dengan dengan salat, aku
berdoa pula semoga yang selama ini aku khawatir tidak terjadi. Semoga kanker itu tidak
pernah kembali lagi padauk.
Surat Kecil untuk Tuhan, Agnes Davonar

5. Nilai Pendidikan
Dalam sebuah karya sastra, terkandung pula nilai Pendidikan atau edukasi, yakni nilai
yang berkaian dengan pengajaran atau pengubahan prilaku dari buruk ke baik. Pada
dasarnya, sastra dan pendidikan memiliki keterkaitan. Hubungan tersebut dibuktikan
dengan adanya nilai-nilai yang dapat mendidik pembaca dalam suatu karya sastra. Selain
itu, pengarang menjadikan karyanya sastra sebagai media untuk menyampaikan suatu
pengajaran. Meskipun karya sastra bersifat realitas imajinatif, tetapi kebenaran dan
aspek sastra bersifat realitas imajinatif, tetapi kebenaran dan aspek pengajaran yang
terdapat di dalamnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Nilai pendidikan
dalam karya sastra memberikan nasihat bagi pembaca bahkan tidak jarang disampaikan
secara eksplisit berupa kritik.
Pada dasarnya, nilai pendidkan mencakup aspek-aspek nilai lain yang telah
disebutkan sebelumnya karena berbagai nilai tersebut ,seperti nilai moral, nilai sosial,
dan nilai agama, mengandung nilai pendidikan yan dapat diteladani. Secara sederhana,
nilai pendidikan yang dapat diteladani. Secara sederhana, nilai pendidikan dapat
dipersamakan dengan amanat atau pesan.
Nilai Pendidikan religius dapat dijadikan sebagai peneguh batin pembaca agar
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Nilai pendidikan moral menuan burukntun
pembaca agar lebih bijaksana dalam menyingkapi hal yang baik dan buruk.
Berikut contoh kutipan untuk masing-masing nilai pendidikan tersebut.
a. Nilai Pendidikan moral, yaitu nilai pendidik yangkan yang menuntun pembaca agar lebih
bijaksana dalam menyingkapi hal yang baik dan buruk.

WC ini sudah hampir setahun diabaikan karena air yang mampet. Tapi manusia-manusia cacing, para
intelektual muda SMA NegeriBukan Main yang tempurung otaknya telah pindah ke dengkul, nekat
menggunakannya jika panggilan alam itu tidak tertahankan. Dengan hanya berbekal segayung air
saat memasuki tempat sacral itu, merekan menghinakan dirinya sendiri dihadapan agam Allah yang
mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Dan Kamilah yang menanggung semua
kebejatan moral mereka.

Sang Pemimpin, Andrea Hirata

b. Nilai Pendidikan keagamaan, yaitu nilai Pendidikan yang dapt dijadikan sebagai peneguh
batin pembaca agar lebih mendekat diri kepada Tuhan.

Jibron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami
heran karena kalua mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang
pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah
sebatang kara, ia menjadi anak asuh sangpendeta. Namun, pendeta berdarah itali itu tak sedikit pun
bermaksud mengubah keyakinan Jibron. Beliau malah tak pernah telat mengantarkan Jibron mengaji
ke masjid.

Sang Pemimpin, Andrea Hirata

c. Nilai Pendidikan Sosial, yaitu nilai pendidikan yang diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya kehidupan social.

Aku ingin menyelamatkan Jibron walaupun benci setengah mati pada Arai. Aku dan Arai menopang
Jibron dan beruntung kami berada dalam labiran gang yang membingungkan.

Sang Pemimpin, Andrea Hirata


Drama

Drama umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu drama sebagai pementasan dan drama
sebagai karya sastra. Drama sebagai pementasan dibangun oleh komposisi pentas, seperti
tata kostum, tata rias, tat music, dan tata kelakuan. Sedangkan drama sebagai genre sastra
dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik sebagai man genre sastra lainnya, yakni tokoh,
tema, peristiwa, dan latar ( Hasanuddin, 1996).

Meskipun demikian, drama memiliki kekhasan struktur yang membedakannya dengan


prosa. Dalam drama, deskripsi pemanggungan dan latar berbeda dengan narasi dalam
novel. Selain itu, dalam drama, dialog menjadi hal utama. Penempatan dialog sebagai unsur
pembangunan utama drama menyebabkan cerita yang disampaikan menjadi lebih lugas.
Plot, suasan, dan konflik dibangun oleh diaolog antar tokoh, tidak seperti prosa yany
umumnya dibangun lewat narasi.

A. Perkembangan dan Sejarah Drama di Indonesia

1. Sastra Drama Melayu- Rendah

Periode sastra Melayu- rendah berlangsung pada tahun 1891-1940. Tema drama
yang diangkat pada preriode ini umumnya adalah tema didaktis yang berusaha
mendidik masyarakat untuk mengikuti norma-norma kesusilaan. Penulis drama yang
produktif pada masa ini, antara lain Kwee Tek Hoay dan Oen Thjing Tiauw. Periode
sastra drama Melayu -rendah berakhir pada saat pendudukkan Jepang. Bahasa yang
digunakan pada periode ini adalah Bahasa Melayu-rendah.
Bahasa Melayu- rendah adalah Bahasa Melayu Tionghoa yang berbeda dengan
Bahasa Melayu standar yang menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu ini
digunakan oleh peranakan Tionghoa yang telah terputus kuiturnya dengan Tiongkok.
Sastra Melayu- rendah muncul karena kebutuhan kaum peranan Tionghoa akan bentuk
budaya baru (hiburan) karena mereka tidak lagi mengusai Bahasa Tionghoa.

2. Sastra Drama Pujangga Baru


Periode sastra drama Pujangga Baru berkembang pada tahun 1926-1939. Periode
ini, naskah drama telah ditulis dalam Bahasa Indonesia standar. Adapun naskah drama
yang ditulis pada periode ini, antara lain Bebasari(1929) karya Roestam Efendi, Ken
Arok dan Ken Dedes (1934) karya Mohammad Yamin, dan Sandhyakala ning Majapahit
(1933) karya Sanusi Pane.
Drama-drama yang dibuat pada masa Pujangga Baru cendrung mengarah pada ari
bentuk closet drma, yakni drama yang perbuatannya lebih ditujukan untuk dibaca,
bukanuntuk dipentaskan, sehingga nilai sastranya lebih dipentingkan daripada nilai
dramatiknya. Oleh karena itu, menurut Sumardjo (1992), drama-drama pujangga baru
hanya penting dilihat dari konteks kesusastraan, sedangkan dari konteks sejarah teater
modern Indonesia, karya pada periode ini dinilai kurang memberi arti. Tema yang
cendrung diangkat pada periode ini adalah persoalan patriotism, yakni pengabdian
kepada nusa an bangsa. Latar yang digunakan dalam drama pada periode ini cendrung
didominasi oleh kerajaan-kerajaan kuno.

3. Sastra Drama zamanJepang


Periode sastra drama zaman Jepang berlangsung pada tahun 1941-1945, yakni
pada masa penduduk Jepang di Indonesia. Zaman Jepang merupakan masa keemasan
perkembangan drama. Hal ini ditandai dengan banyaknya karya drama yang dihasilkan.
Pada masa ini, naskah drama yang dibuat harus melalui badan sensor Jepang dan ketika
dipentaskan, drama harus sesuai dengan aslinya tanpa perubahan apapun. Drama yang
dihasilkan pada periode ini didominasi oleh drama yang mengandung unsur
propaganda.
Menurut Sumardjo propaganda dalam drama zaman Jepang dapat dikategorikan
sebagai berikut.
a. Memberikan gambaran yang buruk terhadap penjajahan Belanda.
b. Menganjurkan rakyat untuk bergabung dengan Peta.
c. Menganjurkan rakyat untuk hidup sederhana di tengah peperangan.
d. Rela berkorban untuk mengalahkan musuh bangsa.
e. Menganjurkan memberi lotere sebagai uasaha pemerintahan untuk mengumpulkan
dana “pembangunan negeri “
f. Memuji kehebatan tentera Jepang.
Drama yang dihasilkan pada zaman Jepang diantaranya, “Pandu Partiwi” karya
Merayu Sukma. Drma ini dipublikasikan dalam majalah Keboedajaan Timoer, salah satu
majalah besutan Jepang di Jakarta, pada tahun 1943. Sealin Merayu Sukma, penulis
drama pada masa ini antara lain El Hakim ( “Taufan di Atas Asia”), Usmar Ismail (“Citra”),
dan Armin Pane (“Jinak-jinak Merpati”).

4. Sastra Drama Sesudah Kemerdekaan


Periode sastra drama kemerdekaan muncul pasca kemerdekaan tahun 1945-1970.
Pada dasarnya, drama-drama yang dihasilkan pasca kemerdekaan (1945-1949) tidak
begitu banyak, antara lain sebagai berikut (Soemardjo, 1992).
a. “ Antara Bumi dan langit” karya Armijn Pane
b. “Jopie Jansen” karya D. Suradji
c. “Suling” dan “Bunga Rumah Makan” karya Utuy Tatang Sontani
d. “Cinta Taruna “ dan “Dokter Kambuja” karya Trisno Sumardjo.
Drama yang dihasilkan pada dasawarsa 1950-an cukup banyak yang dihasilkan dan
cendrung berbentuk closet drama, yakni drama yang menarik untuk dibaca, tetapi sulit
untuk dipentaskan. Sementara itu, pada dasawarsa 1960-an, drama-drama yang muncul
cendrung didominasi oleh tema keagamaan. Dramawan yang cukup produktif pada periode
sesudah kemerdekaan, antara lain Utuy Tatang Sontani , Motinggo Buesyen Umar Ismail.
Berikut ini ciri-ciri drama pada tahun 1950-1969 (Soemardjo, 1991)
a. Berbentuk konvesional.
b. Tokoh-tokoh dalam drama memilik identitas sehingga mudah dikenali.
c. Latar tempat cendrung mengambil daerah perkotaan.
d. Tokoh cendrung digambarkan berasal dari golongan terpelajar.
e. Tema yang diangkat berupa tema kejiwaan, social, dan keagamaan.

5. Sastra Drama Mutakhir


Sastra drama mutkhir adalah kategori sastra drama yang banyak kita kenal hingga
saat ini. Periode ini di mulai sekitar tahun 1970 dan bertahan hingga sekarang.
Perkembangan drama mutkhir tidak dapat dipisahkan dari peran Dewan Kesenian
Jakarta, yakni dengan diadakannya sayembara penulisan, termasuk naskah drama.
Menurut Soemardjo (1992), naskah drama yang dihasilkan pada periode sastra
drama mutakhir adalah “naskah setengah jadi” yang baru sempurna apabila telah
dipentaskan di atas panggung. Naskah drama mutakhir cendrung anti sastra sehingga
menjadi kurang menarik untuk dibaca. Dengan katalain, tidak lagi berbentuk closet
drama. Sastra jenis ini mencoba untuk kembali pada hakikat drama sebagai
pementasan. Adpun tema-tema yang cendrung di angkat pada periode ini adalah
tema sosial , kejiwaan, dan meta fisika.

Ciri-ciri sastra drama mutakhir ( Soemardjo, 1992), antara lain sebagai berikut.

a. Rata-rata tidak memiliki cerita.


b. Tidak begitu menarik untuk dibaca karena ditujukan untuk dipentaskan.
c. Antiplot dan nonlinear, artinya drama tidak dimulai dai A ke Z, antara degan seolah tidak
saling berhubungan.
d. Antiwatak, artinya identitas tokoh tidak jelas dan cendrung tidak ada perkembangan watak.
e. Nontematis, artinya dialog yang diucapkan tidak jelas maksud dan tujuannya.
f. Tidak ada empati bagi penonoton, artinya penonton berada di luar lakon.
Walaupun demikian, tidak semua drama yang dihasilkan pada periode ini memiliki ciri-ciri
di atas Pada periode ini terdapat pula drama-drama yang memiliki persoalan jelas dan mudah
diindentifikasi oleh penonton/pembaca, misalnya, “Mastodon dan Burung Kondor” dan “ Sekda”
dan karya “Sekda” karya Rendra serta “Kapai-kapai” karya Arifi C. Noor.
Pada periode ini, naskah tidak dianggap sebagai karya final, tetapi hanya sekedar skenerio
yang sangat mungkin berubah ketika dipentaskan di atas panggung, atau lebih dikenal dengan
istilah improvisasi. Pada periode ini, dramawan yang cukup produktif adalah W.S. Rendra, Putu
Wijaya, Arifin C. Noer, dan Noorca Marendra.
B. Drama sebagai Karya Sastra
Drama sebagai karya sastra dibangun oleh beberapa unsur, antara sebagai berikut.

1. Tokoh
Tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami sebagian atau seluruh
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalma plot. Cerita yang ditampilkan dalam drama
maupun prosa merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh. Cerita
ditentukan oleh kehadiran tokoh, tanpa kehadiran tokoh tidak aka nada cerita dan
segenap peristiwa yang melingkupinya. Tokoh dalam drama dapat dibedakan atas
beberapa segi, diantara lain adalah :
a. Berdasarkan segi peranan, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh
tambahan.
1. Tokoh utama atau tokoh sentral adalah tokoh yang memiliki peran dari awal
hingga akhir cerita sehingga mendominasi cerita.
2. Tokoh tambahan adalah tokoh sampingan yang kehadirannya relatif kurang
dibandingkan kehadiran tokoh utama, tetapi membantu penyelesaian cerita.
b. Berdasarkan fungsi penampilannya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh anta
gonis, protagonis, tritagonis.
1) Tokoh protaganis kerap disebut sebagai hero, yakni tokoh yang menampilkan
pengejawantahan norma dan nilai yang ideal.
2) Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik, dapat
dikatakan sebagai tokoh yang beroposisi dengan tokoh protaganis, tetapi
memberikan keseimbangan dalam jalannya peristiwa.
3) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh penengah atau pendamai dar konflik cerita.
c. Berdasarkan perwatakannya, tokoh dibedakan menjadi tokoh datar dan tukoh
bulat.
1) Tokoh datar adalah tokoh yang hanya memiliki satu watak tunggal,
digambarkan sekilas tanpa uraian terperinci dan mudah dikenali.
2) Tokoh bulat adalah tokoh yang digambarkan secara rinci oleh pengarang,
memiliki watak kompleks dan sulit dijelaskan. Tokoh bulat memiliki watak
tertentu yang dapat diformulasikan atau dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam, seperti bertentangan dan sulit diduga.
Berkaitan dengan hal tokoh, dikenal pula istilah penokohan atau karakter yang
mengacu pada penempatan tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita,
yang memberi alasan pada tokoh untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pada
dasarnya, watak tokoh dapat diamati lewat jalan pikirannya, kejadian di sekitar tokoh, reaksi
seorang tokoh terhadap suatu kejadian, pandangan tokoh terhadap tindakan tokoh lain, dan
bentuk lahir tokoh itu sendiri (Tasrif dalam Sahid, 2008)
2. Alur
Alur drama adalah rangkaian peristiwa dalam drama yang mempunyai penekanan
adanya hubungan sebab akibat. Alur drama dapat ditelusuri melalui motif yang
menyebabkan munculnya suatu peristiwa. Aksi yang dilakukan tokoh akan
memunculkan konflik apabila dapat penentangan dari hal-hal di luar dirinya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa konflik memepengaruhi perkembnagan peristiwa
atau alur sebuah drama. Padateks, drma konflik terletak diantara peristiwa-peristiwa
yang membangunnya.
Alur dalam drama dapat disajikan dengan beberapa jalinan, antara lain sebagai
berikut.
a. Jalinan sirkuler, bila plot disusun dari peristiwa A dan akhirnya kembali ke peristiwa
A.
b. Jalinan linear, bila plot disusun secara kronologis dari peristiwa A sampai peristiwa
Z.
c. Jalina episodik, bila jalinan plotnya terpisah. Maksudnya, dalam satu drama
mengandung dua atau lebih jalinan peristiwa.

3. Latar dan Ruang


Latar adalah segala sesuatu yang mengacu kepada ketrangan mengenai waktu,
tempat, dan suasana peristiwa. Latar berkaitan pula dengan ruang yang menjadi unsur
dalam pemetasan drama. Sama halnya dengan latar, ruang, juga menyangkut tempat
dan suasana, tetapi dalam hubungan dengan pementasan. Dengan kata lain, ruang
merupakan visualisasi dari latar dalam teks drama ( Hasanuddin, 1996).
Latar dan ruang dalam drama berfungsi untuk membantu pembaca dalam
mengindentifikasi permasalahan yang disajikan dalam drama. Ketiadaan narasi dalam
drama menyebabkan penggambaran latar dan ruang menjadi hal penting untuk
memperjelas rangkaian peristiwa. Latar dan ruang dalam drama dapat diketahui melalui
teks dialog dan teks samping, dapat pula melalui teks prolog atau pengantar naskah
yang terdapat pada bagian awal drama.

4. Tema
Tema adalah ide cerita yang menjadi pusat cerita dan inti permasalahan dalam
drama. Tema memberi kesauan pada peristiwa-peristiwa yang diterangkan dalam cerita.
Tema bersifat lugas, objektif, dan khusus. Mengacu pada sifat tersebut, perumusan
tema dilakukan berdasarkan teks yang tersurat.

5. Amanat
Amanat adalah pesan atau makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat
dapat ditentukan melalui tafsir pribadi berdasarkan sudut pandang tertentu sehingga
ama amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Umumnya, amanat memberikan
manfaat bagi bagi kehidupan secara praktis. Amanat dapat disampaikan secara tersurat
dalam karya sastra maupun secara trsirat. Amanat atau makna dapat dibagi dua, yakni
makna niatan, dan makna muatan . Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh
pengarang dalam karya sastra yang ditulisnya. Sementara itu, makna muatan adalah
makna yang termuat dalam karya satra tersebut.

6. Dialog
Dalam drama, dialog menjadi hal utama sehingga cerita yang disampaikan dalam
drama menjadi lebih lugas. Plot, suasana, dan konflik dalam drama dibangun oleh dialog
antar tokoh, tidak seperti prosa yang umumnya dibangun lewat narasi.

C. Jenis-Jenis Drama
Drama terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.

1. Tragedi
Trgedi adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan atau
duka cita ditandai dengan kemalangan dan keputusasaan tokoh uamanya. Tokoh
utamanya mengalami nasib tragis dan terlibat dalam bencana atau masalah besar.
Contoh jenis drama Romeo- Juliet karya Shakespeare. Jenis drama ini lainnya seperti
Kapai-kapai karya Arifin C. Noer, Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin, dan Aduh
karya Putu Wijaya.
Drama tragedy biasanya mengisahkan seorang tokoh yang hidupnya berakhir
tragis. Berikut ciri-ciri drama tragedi.
a. Tokoh utama memiliki keistimewaan dan berhati mulia, seperti memiliki
kemampuan merasa, berpengetahuan luas, serta peka terhadap lingkungan lebih
dari manusia umumnya.
b. Meskipun tokoh uatama (protogonis) istimewa dan berhati mulia, tetapi memiliki
cacat yang akan menyebabkan kesengsaraan dan kejatuhannya karena sukar
dihilangkan. Misalnya, terlalu cemburuan, cepat marah, gila kekuasaan, penuh
keraguan-keraguan dalam mengambil keputusan, dan sebagainya.
c. Jatuhnya tokoh utama disebabkan oleh kesalahannya sendiri bukan oleh factor
eksternal.
d. Kesedihan timbul karena penonton / pembaca ikut merasakan apa yang dirasaskan
oleh tokoh uatama ketika menyadari kesalahannya dan akibat yang akan
menimpanya.

2. Komedi
Komedi adalah drama yang bersifat menghibur, mengandung dialog-dialog jenaka
yang cendrung menyindir, dan biasanya berakhir dengan suka cita. Pada setiap adegan,
selalu ada gelak tawa dan humor. Tokoh utama dalam jenis drama ini umumnya
memilih watak konyol dan lucu, tetapi bijaksana. Contoh drama komedi, antara lain
Akal Bulus Scapin dan dokter Gadungan karya Molierre, Kebun Ceri karya A.P. Cekhov,
Si Bakhil karya Nur Sutan Iskandar, Sikabayan karya Utuy Tatang Sotani, dan Tuan Amin
karya Amal Hamzah.

3. Tragikomedi
Tragikomedi adalah sebuah sajian drama yang menggabungkan antara tragedi dan
komedi. Drama jenis ini menampilkan tragedi tetapi menyelipkan kegembiraan dalam
setiap adegan-adegannya. Drama jenis ini juga perpaduan dua emosi mendasar pada
diri manusia. Beberapa drama yang tergolong dalam jenis ini antara lain Jas Panjang
Pesanan karyaWolf Mankowitz, Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, Api karya
Usmar Ismail, Awal dan Mira karya Utuy Tatang Sontai.

4. Melodrama
Drama ini jenis drama yang bersifat menyentuh perasaan, umumnya terdapat pada
karya sastra klasik. Meskipun tidak tercipta dialog antarpemain, emosi dapat dibangun
melalui alunan musik. Tokoh dalam melodrama bersifat hitam putih dan stereotip. Dua
Orang Algojo karya Fernando Arrabal diterjemahkan Sori Siregar. Contoh drama jenis ini
adalah :
a. Memegang prinsip moral yang kuat.
b. Cerita penuh dengan kejadian yang menegangkan dan di luar dugaan.
c. Cerita dapat membangkitkan rasa simpatik pada tokoh protagonis yang sedang
mengalami berbagai macam cobaan akibat ulah dari tokoh antagonis.

5. Farse / Dagelan
Secara umum dapat dikatakan sebuah sajian drama yang bersifat karikatural karena
menonjolkan gerak-gerik karikatural sehimgga kerapkali tampak tidak logis dan terkesan
dibuat-buat. Farce adalah jenis drama yang kocak dan ringan. Alurnya tersusun
brdasarkan arus situasi, bukan berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan
perkembangan cerita sang tokoh. Isinya cendrung kasar, lentur, dan vulgar sehingga
kerapkali disebut komedi murahan, picisan atau ketengan. Contoh drama jenis ini
adalah “ Sibedul”, karya Elwy Mitchel dan lakon “Srimulat”.

D. Menyusun Naskah Drama


Secara umum, menyusun naskah drama sama seperti menyusun teks lainnya.
Adapun langkah-langkah penyusunan naskah drama adalah sebagai berikut.
1. Menetukan tema yang akan diangkat dalam drama.
2. Menentukan persoalan atau konflik yang menjadi inti cerita drama.
3. Membuat sinopsis atau ringkasan cerita untuk memandu proses penulisan naskah
sehingga alur dan persoalan tidak melebar.
4. Menentukan kerangka cerita yang berfungsi sebagai pembingkai jalannya cerita dari
awak sampai akhir.
5. Menentukan tokoh protagonis secara mendetail, tokoh lainnya akan mudah
ditentukan.
6. Menentukan cara penyelesaian konflik yang disajikan dalam drama.
7. Menyusun naskah drama dengan mengembangkan gagasan dari kerangka cerita
yang telah dibuat.

E. Drama sebagai Pementasan


Hal-hal yang berkaitan dengan pementasan adalah sebagai berikut.
1. Unsur-unsur pementasan drama
a. Tokoh/Aktor
b. Tata Rias
c. Tata Busana
d. Tata Suara
e. Tata Panggung
f. Tata Lampu
g. Blockng
2. Jenis-Jenis Pementasan
a. Drama Konvesional
b. Drama Non Konvesional
3. Pelaku Pementasan
a. Tim Produksi
b. Tim Pementasan
4. Fasilitas Pementasan
a. Panggung Hidrolik
b. Kontrol Cahaya
c. Kontrol Suara
d. Ruang gantung
e. Sistem Akustik
5. Prosedur Pementasan Drama.
a. Mempersiapkan naskah drama
b. Menentukan pihak yang terlibat
c. Memilih pemain
d. Mengelola Kebutuhan Pementasan
6. Teknik Pementasan.
Datar Pustaka

Ambari, Abdullah. 1983. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Djatnika


Abadi, Jihaty dkk. 1979. Sari Sejarah Kesusasteraan Melayu Indonesia (Tradisi dan Modren).
Kuala Lumpur: Penerbitan Abadi.
Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusasteraan Indonesia. Bandung: Pustaka Prima Bandung.
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Djamaris, Edwar. 1996. Menggali Kazanah Sastera Melayu Klasik (Sastera Indonesia Lama).
Jakarta: Balai Pustaka.
Hasanuddin, W.S. 1996.Drama: Karya dalam Dimensi. Bandung : Angkasa.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. Pustaka Utama.
Koencaraningrat. 1995. Manusiadan Kebudayaan di Indonesia. Jakart:Djambatan.
Kosasih, E. 2015. Tata Bahasa dan Sastera Indonesia . Bandung : Yrama Widiya.
Mulyadi, Yadi dan Ani Andriani. 2016. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa SMA/MA
Kelas XI. Bandung: Yrama Widya.
Mulyadi, Yadi dkk. 2016. Intisari Satra Indonesia untuk SMP dan SMA. Bandung: Yrama
Widiya.
Sudjiman, Panuti. 1998. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Waluyo, Herman J. 2006. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Waridah, Ernawati.2014. Kumpulan Majas, Pantun, danPeribahasa. Bandung: Ruang Kata.
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Yokyakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai