Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sastra adalah hasil karya kreativitas, ungkapan perasaan, dan reaksi


emosional seseorang terhadap kehidupan dunia dan memiliki unsur keindahan.
Puisi, prosa, pantun, drama, dan seni budaya daerah digolongkan dalam
kategori sastra yang dituangkan dengan cara yang berbeda untuk
diekspresikan pada khalayak umum.

Sastra Indonesia lahir dari tangan-tangan seniman Indonesia. Hasil karya


dari tangan-tangan dingin mereka sudah tidak asing lagi bagi dunia sastra di
Indonesia. Seiring dengan pergantian zaman, sastra Indonesia digolongkan
dalam beberapa angkatan. Salah satunya yaitu angkatan Pujangga Baru.

Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai memancarkan


jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi serta seni
harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Disamping itu, kebudayaan
yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut
merupakan gabungan antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur.
Sehingga sifat kebudayaan Indonesia bersifat universal.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana latar belakang munculnya periode sastra angkatan 30 Pujangga


Baru?

2. Seperti apa sumbangan majalah Pujangga Baru bagi sastra dan kebudayaan
Indonesia dikaitkan dengan polemik kebudayaan dalam periode Pujangga
Baru?

1
3. Siapa saja sastrawan yang ada diperiode angkatan 30 Pujangga Baru dan
hasil karyanya?

4. Ciri estetik dari :

a. Novel Belenggu

b. Novel Layar Terkembang

c. Antalogi Puisi Nyanyi Sunyi

5. Siapa yang mendapat julukan Raja Penyair Pujangga Baru dan apa
alasannya?

6. Adakah situasi sosial politik yang mempengaruhi sastra periode ini? Jika
ada jelaskan!

7. Bagaimana sinopsis dari salah satu karya sastra di dalam era angkatan 30
Pujangga Baru?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui latar belakang munculnya periode sastra angkatan 30 Pujangga


Baru.

2. Mengetahui seperti apa sumbangan majalah Pujangga Baru bagi sastra dan
kebudayaan Indonesia dikaitkan dengan polemik kebudayaan dalam
periode Pujangga Baru.

3. Mengetahui siapa saja sastrawan yang ada diperiode angkatan 30 Pujangga


Baru dan hasil karyanya.

4. Mengetahui ciri estetik dari:

a. Novel Belenggu

b. Novel Layar Terkembang

c. Antalogi Puisi Nyanyi Sunyi

2
5. Mengetahui siapa Raja Penyair Pujangga Baru dan alasannya.

6. Mengetahui situasi sosial politik yang mempengaruhi sastra periode ini.

7. Mengetahui sinopsis dari salah satu karya sastra di dalam era angkatan 30
Pujangga Baru.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Sejarah Pujangga Baru

Pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir
Alisjahbana berhasil mendirikan majalah Poedjangga Baroe (1933-1942 dan
1949-1953). Pada mulanya keterangan resmi tentang majalah itu berbunyi,
“majalah kesusastraan dan bahasa serta kebudayaan umum”, tetapi sejak
tahun 1935 berubah menjadi “pembawa semangat baru dalam kesusastraan
dan bahasa serta kebudayaan umum” dan sejak tahun 1936 bunyinya berubah
pola menjadi “pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk
kebudayaan persatuan Indonesia”.

3
Semangat yang mendorong lahirnya Pujangga Baru adalah perasaan
ingin bebas, merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan,
kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.

Segera majalah Poedjangga Baroe menjadi tempat berkumpul kaum


budayawan, seniman, cendekiawan Indonesia pada masa itu, berturut-turut
dalam lingkungan majalah itu kita saksikan munculnya nama-nama Armijn
Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Mr. Sumanang, Mr. Amir Sjarifuddin, H.B.
Jassin, dan lain-lainnya sebagai anggota redaksi. Nama-nama itu silih berganti,
kecuali Sutan Takdir Alisjahbana yang sampai pun masa sesudah perang
ketika majalah itu diterbitkan kembali, tetap duduk memegang kemudi
redaksi.

Sedangkan para pembantunya datang dari segala penjuru tanah air dan
berasal dari segala golongan serta suku bangsa: Dr. M. Amir (Tanjungpura),
L.K. Bohang (Jakarta), M.R. Dajoh (Bogor), Fatimah H. Delais (Palembang),
Muhammad Dimjati (Solo), Karim Halim (Padang), Ali Hasjmy (Seulimeum,
Aceh), Intojo (Rangkasbitung), Aoh K. Hadimidja (Parakan Salak), Or.
Mandank (Medan), Selasih (Padang panjang), Sutan Sjahrir (Bandaneira),
Suwandhi (Yogyakarta), J.E. Tatengkeng (Ulu-Siau), A.M. Thahir
(Ujungpandang), I Gusri Njoman P. Tisna (Singaraja), dan lain-lain.

Dari deretan nama tersebut tampaklah bahwa meski nama-nama


pengarang asal Sumatera masih lebih banyak daripada yang berasal dari
tempat lain, namun kebhinekaan penyumbang sastra Indonesia telah terlihat.
Sastra Indonesia bukan milik suatu suku bangsa saja, melainkan milik
sekalian suku bangsa yang hidup di seluruh wilayah nusantara ini.

Majalah ini terbit dengan setia, meskipun bukan tanpa kesulitan, berkat
pengorbanan dan keuletan Sutan Takdir Alisjahbana. Oplahnya pernah hanya
sekitar 500 eksemplar saja setiap terbit, dan langganan yang membayar tetap
hanya sekitar 150 orang. Kerugian ditanggung oleh kantong Sutan Takdir
Alisjahbana dan Armijn Pane.

4
Ketika Jepang masuk dan menduduki Indonesia, majalah Poedjangga
Baroe ini segera dilarang terbit karena dianggap “kebarat-baratan”. Tetapi
setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan kembali oleh Sutan Takdir
Alisjahbana dengan staf redaksi yang diperkuat dengan tenaga-tenaga muda,
seperti Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani, Achdiar K. Mihardja, Dodong
Djiwapradja, Harjidi S., Hartowardojo, S. Rukiah, dan lain-lain. Majalah ini
terus terbit sampai tahun 1953. Kemudian dihentikan penerbitannya dan Sutan
Takdir Alisjahbana menerbitkan majalah baru bernama Konfrontasi
(1954-1962) yang dalam staf redaksinya pernah duduk, antara lain
Soedjatmoko, Beb Vuyk, Hazil Tanzil, Achdiat K. Mihardja, Sutan Takdir
Alisjahbana, dan lain-lain.

2.2 Sumbangan Majalah Poedjangga Baroe bagi Sastra dan Kebudayaan


Indonesia dikaitkan dengan Munculnya Polemik Kebudayaan dalam
Periodenya

Pujangga Baru sebagai suatu angkatan meliputi sejumlah pengarang


yang kesemuanya berusaha hendak mengadakan pembaharuan di bidang
kebudayaan Indonesia.

Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup


dalam masyarakat, yang dalam beberapa hal menyimpang dari bahasa yang
dipakai dalam sastra resmi Balai Pusataka. Hal ini misalnya tampak pada:

a. Tambahnya kosakata yang berasal dari berbagai bahasa daerah di


Indonesia dan juga berasal dari bahasa asing;

b. Tumbuhnya pembentukan dan kombinasi kata-kata baru, misalnya


mendatang, membesar, sabur limbur, sinau-kilau, dan sebagainya;

c. Timbulnya susunan kalimat dan pembentukan-pembentukan kata akibat


pengaruh asing, misalnya mengejar cita-cita, mengambil bagian,
mempunyai gambaran, dan lain-lain;

5
d. Tumbuhnya ungkapan-ungkapan baru.

Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah Poedjangga


Baroe, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan di bidang sastra
sebagai berikut:

a. Penyair-Penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang


puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.

b. Karangan roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan pengarang,


dimana ceritanya sudah mulai dipersoalkan kehidupan modern.

c. Karangan cerita pendek sudah menghiasi kesusastraan Indonesia.

d. Munculnya kritik dan esai-esai kebudayaan.

e. Munculnya kritik dan esai-esai tentang kesusastraan Indonesia.

f. Sastra dalam bentuk drama cukup banyak dihasilkan juga


pengarang-pengarang muda. Tema-tema ceritanya diambil dari peristiwa
sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada masa lampau

Kelahiran majalah Poedjangga Baroe yang banyak melontarkan


gagasan-gagasan baru dalam bidang kebudayaan itu bukan tidak
menimbulkan reaksi. Keberaniannya menandaskan bahwa bahasa Indonesia
bukanlah bahasa Melayu, menimbulkan berbagai reaksi. Sutan Takdir dalam
salah satu esainya dalam tahun pertama (1933) menulis, antara lain: “Bahasa
Indonesia ialah bahasa perhubungan yang berabad-abad tumbuh
perlahan-perlahan di kalangan penduduk Asia Selatan dan yang setelah
bangktinya pergerakan kebangunan rakyat, Indonesia pada permulaan abad
dua puluh dengan insyaf diangkat dan dijunjung sebagai bahasa persatuan”.

Sikap ini menimbulkan reaksi dari para tokoh bahasa yang erat
berpegang kepada kemurnian bahwa Melayu Tinggi, seperti H. Agus Salim
(1884-1954), Sutan Moh. Zain (lahir 1887), S.M. Latif yang menggunakan
nama samaran Linea Recta dan lain-lain. Maka terjadilah polemik tentang

6
bahasa yang tidak hanya dimuat dalam majalah Poedjangga Baroe, melainkan
juga meluas dalam surat-surat kabar dan majalah-majalah yang terbit pada
masa itu.

Polemik golongan Poedjangga Baroe dengan kaum tua itu tidak hanya
mengenai bahasa saja, karena gerakan Poedjangga Baroe bukanlah hanya
gerakan bahasa dan sastra belaka. Juga mengenai soal-soal lainnya, seperti
kebudayaan, pendidikan, pandangan hidup kemasyarakatan terjadi polemik
yang seru. Sutan Takdir yang pro-Barat dan mengatakan bahwa hanya dengan
jalan mereguk ilmu dan roh Barat sepuas-puasnya sajalah kita dapat
mengimbangi Barat, merupakan seorang polemis yang tajam dan
bersemangat.

Ia berhadapan dengan Dr. Soetomo (1888-1939), Ki Hadjar Dewantara


(1889-1958) dan lain-lain yang hendak mempertahankan tradisionalisme yang
dianggap sebagai kepribadian bangsa. Sanusi Pane yang juga turut aktif dalam
polemik-polemik itu akhirnya menyatakan bahwa baginya Manusia
(Indonesia) Baru haruslah merupakan campuran antara baust (yang dianggap
mewakili roh kepribadian Barat) dengan Arjuna (sebagai wakil roh
kepribadian Timur). Sikap ini dinyatakannya dalam dramanya Manusia Baru
(1940). Sebelumnya Sanusi Pane yang dikenal sebagai seorang yang sangat
mempertahankan Timur dalam menghadapi Sutan Takdir.

Orang-orang lain yang turut serta dalam polemik itu, antara lain ialah
Dr. M. Amir, Ki Banjaktjakra, Tjindarbumi, Dr. Ng. Poerbatjaraka,
Adinegoro, dan lain-lain. Sebagian dari polemik mengenai kebudayaan itu
kemudian dikumpulkan oleh Achdiat K. Mihardja dan diterbitkan sebagai
buku dengan judul Polemik Kebudayaan (1949).

2.3 Sastrawan Angkatan Pujangga Baru dan hasil karyanya

7
1. Sultan Takdir Alisjahbana/Natal, 1908-1993

a. Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)

b. Dian yang Tak Kunjung Padam (novel, 1932)

c. Tebaran Mega (kumpulan puisi, 1935)

d. Layar Terkembang (novel, 1937)

e. Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)

f. Puisi Lama (1941)

g. Puisi Baru (1946)

h. Grotta Azzura, Kisah Cinta dan Cita (novel, 1970-1971)

i. Kalah dan Menang (novel, 1978)

j. Lagu Pemacu Ombak (kumpulan puisi, 1978)

I. Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (esai, 1957)

2. Armijn Pane/Muara Sipongi, 1908-1970

a. Belenggu (novel, 1936)

b. Jiwa Berjiwa (Kumpulan Puisi, 1939)

c. Gamelan Jiwa (Kumpulan Puisi, 1960)

d. Jinak-jinak Merpati (kumpulan drama, 1953)

e. Habis Gelap Terbitlah Terang (terjemahan, 1968)

f. Kisah Antara Manusia (kumpulan cerpen,1953)

g. Antara Bumi dan Langit (drama, 1951)

3. Amir Hamzah/Langkat, 1911-1946

a. Nyanyi Sunyi (kumpulan puisi, 1937)

8
b. Buah Rindu (kumpulan puisi, 1941)

c. Sastra Melayu Lama dan Tokoh-tokohnya (1941)

d. Esai dan Prosa (1982)

e. Setanggi Timur (puisi terjemahan, 1939)

4. Sanusi Pane/Muara Sipongi, 1905-1968

a. Pancaran Cinta (kumpulan puisi, 1926)

b. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)

c. Madah Kelana (Kumpulan puisi, 1931)

d. Burung Garuda Terbang Sendiri (drama, 1929)

e. Airlangga (drama, 1928)

f. Kertajaya (drama, 1932)

g. Sandyakala ning Majapahit (drama,1933)

h. Manusia Baru (drama, 1940)

5. J.E. Tatengkeng/Sangihe, 1907-1968

a. Rindu Dendam (kumpulan puisi, 1934)

6. M.R. Dayoh/Minahasa, 1909-1975

a. Peperangan Orang Spanyol dan Orang Minahasa (novel, 1929)

b. Pahlawan Minahasa (novel, 1935)

c. Putera Budiman (novel, 1941)

d. Ratna Rakyat (novel, 1951)

e. Bacaan Angkatan Baru (novel, 1952)

f. Senyum Sinar (novel, 1951)

9
g. Syair untuk ASIB (1935)

7. A.A. Panji Tisna/Singaraja, 1908-1978)

a. Ni Rawit Ceti Penjual Orang (novel, 1935)

b. Sukreni Gadis Bali (novel, 1936)

c. I Swasta Setahun di Bedahulu (novel, 1938)

d. Dewi Karuna: Salah Sebuah Jalan Pengembaraan Dunia (novel, 1938)

e. I Made Widiadi (Kembali pada Tuhan; novel, 1954)

f. Jiwa Seragam (drama, 1954)

8. Hamka/Sumatra Barat, 1908-1981

a. Di Bawah Lindungan Kaabah (novel, 1938)

b. Merantau ke Deli (novel 1938)

c. Karena Fitnah (novel, 1938)

d. Tuan Direktur (novel, 1939)

e. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (novel, 1939)

f. Keadilan Ilahi (novel, 1941)

g. Di Dalam Lembah Kehidupan (Kumpulan cerpen, 1941)

h. Dijemput Mamaknya (novel, 1949)

i. Menunggu Beduk Berbunyi (novel, 1950)

j. Kenang-kenangan Hidup I-IV (otobiografi, 1951, 1952)

k. Lembah Nikmat (1959)

l. Cemburu (1961)

m. Cermin Penghidupan (kumpulan cerpen, 1962)

10
n. Ayahku (Biografi, 1967)

9. Hamidah/Bangka, 1914-1953

a. Kehilangan Mestika (novel, 1935)

10. A. Hasjmy/Aceh, 1914

a. Kisah Seorang Pengembara (kumpulan puisi, 1936)

b. Dewan Sajak (kumpulan puisi, 1940)

c. Tanah Merah Digul Bumi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia (1980)

d. Bermandi Cahaya Bulan

e. Suara Azan dan Lonceng Gereja

f. Sepanjang Jalan Raya Dunia

11. Rifa’i Ali/Sumatra Barat, 1909

a. Kata Hati (kumpulan sajak, 1941)

b. Tuhan Ada (1968)

12. O.R. Mandank/Sumbar, 1913-1955

a. Narumalina (novel, 1932)

b. Pantun Orang Muda (1939)

c. Sebab Aku Terdiam (kumpulan puisi, 1939)

13. Selasih/Talu, 1909

a. Kalau Tak Untung (1933)

b. Pengaruh Keadaan (1937)

c. Rangkaian Sastra (1952)

d. Pasca Juara (cerita anak-anak, 1981)

11
14. Hasibuan/Bengkalis, 1904

a. Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)

b. Percobaan Setia (novel, 1931)

c. Mencari Pencuri Anak Perawan (novel, 1932)

d. Kasih Tersesat (novel, 1932)

e. Tebusan Darah (novel, 1939)

2.4 Ciri Estetik Karya Sastra Pujangga Baru

a. Belenggu

1) Alurnya lurus.

2) Gayanya romantik, menggunakan tema cinta segitiga.

3) Menggunakan tanda elipsis dan monolog untuk mencerminkan


konflik batin tokoh masing-masing.

4) Tidak menggunakan peribahasa, lebih menekankan penggunaan


simile.

5) Membatasi penggunaan bahasa Belanda murni, lebih menekankan


bahasa serapan, mencerminkan penggunaan bahasa Indonesia
sehari-hari.

6) Teknik perwatakan menggunakan watak bulat.

b. Layar Terkembang

1) Menggunakan alur maju. Pengklasifikasiannya sebagai berikut:

 Perkenalan

Pertemuan Yusuf dengan Maria dan Tuti di gedung akuarium. Kesan


istimewa begitu dirasakan oleh Yusuf terhadap Maria pada saat

12
pertemuan itu terjadi. Sehingga di hari-hari berikutnya Yusuf sangat
ingin menjumpai Maria. Ternyata Yusuf menyadari bahwa
perasaannya kepada Maria adalah perasaan suka. Bak gayung
bersambut, ternyata Maria pun merasakan hal yang sama. Hubungan
Yusuf dan Maria semakin dekat sampai pada akhirnya mereka
memutuskan untuk bertunangan.

 Konflik

Konflik terjadi antara Tuti dan Maria yang disebabkan oleh kritikan
tajam Tuti yang ditujukan kepada Maria. Kritikan Tuti berkenaan
dengan cinta Maria terhadap Yusuf yang amat berlebihan sehingga
melemahkan diri Maria sendiri.

 Klimaks

Konflik memuncak pada saat Maria terjangkit penyakit Malaria dan


TBC yang membuatnya menjadi semakin lemah. Hingga akhirnya
Maria meninggal dunia.

 Antiklimaks

Maria berwasiat terhadap Tuti sebelum ia meninggal dunia berisikan


bahwa Tuti dan Yusuf dapat segera menikah.

 Penyelesaian

Akhirnya Tuti dan Yusuf menikah demi menuruti permintaan terakhir


Maria. Dengan demikian, Tuti tak lagi merasakan perasaan kesepian
yang menghantuinya selama ini.

2) Teknik perwatakan menggunakan watak bulat

3) Menggunakan sudut pandang orang ketiga objektif. Hal ini


ditunjukkan pada penggunaan kata ganti orang ketiga seperti
menyebutkan “nama tokoh” atau “dia”.

13
4) Menggunakan majas personifikasi, litotes, hiperbola, dan majas
parabel.

c. Nyanyi Sunyi

1) Jenis puisnya mulai mengeksplorasikan diri dari aturan-aturan lama,


seperti aturan pada syair dan pantun ( misalnya aturan sajak a-b-a-b).
Dalam judul puisi Padamu Jua pada bait pertama,

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

2) Diksinya banyak menggunakan kata-kata yang indah. Ini juga


dipengaruhi dengan latar belakang pengarangnya, Amir Hamzah yang
terlahir di Sumatera sehingga masih sangat kental dengan Melayu,
sementara yang kita ketahui bahwa struktur bahasa Melayu sendiri
tidak sesederhana bahasa Indonesia, sehingga cukup sulit untuk
dipahami. Misalnya dalam lirik puisi Insyaf berikut,

Sapur melipur merindu temu

3) Banyak menggunakan majas atau pun kiasan, terutama perbandingan,


metafora, personifikasi, simile banyak ditemukan dalam
puisi-puisinya.

Segala cintaku hilang terbang

14
Baris tersebut mengandung majas personifikasi, yaitu benda mati
seolah hidup yang menyatakan cinta seolah-olah terbang layaknya
burung.

4) Bentuknya simetris. Ini pengaruh puisi lama, ada periodisitas dari


awal sampai akhir saja, tiap baris pada umumnya terdiri dari dua kata.

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

5) Gaya ekspresi aliran romantik tampak dalam gaya pengucapan


perasaan, pelukisan dan alam indah, tenteram, dan sebagainya.
Kebanyakan dalam Nyanyi Sunyi ini terdapat banyak lirik yang
sebenarnya ditujukan untuk ungkapan rasa cinta seorang hamba pada
Tuhannya. Seperti pada puisi yang berjudul “Karena Kasihmu”

Karena kasihmu

Engkau tentukan waktu

Sehari lima kali kita bertemu

2.5 Raja Penyair Pujangga Baru

Diantara penyair-penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah mendapat


julukan Raja Penyair Pujangga Baru karena :

1. Kekayaan ide yang diungkapkan, gagasan baru yang segar, pilihan kata
yang tepat, bunyi yang merdu, membuat puisinya mempesona dibanding
puisi sezamannya.

15
2. Berorientasi kebudayaan sendiri, tetap berakar pada yang lama. Bentuk
dan bahasa yang lama itu memang tetap hidup sehidup-hidupnya.

3. Pendiri dan tokoh Pujangga Baru dan masih kerabat raja (kemenakan
Sultan Langkat).

Jasanya di bidang bahasa dan kesusastraan, pergerakan nasional dan


pendidikan nasional. Penghargaan:

a. Satya Lencana kebudayaan dari pemerintah Indonesia.

b. Piagam Anugerah Seni, sebagai sastrawan utama (Nyanyi Sunyi) dari Dep.
P dan K.

c. Pahlawan nasional : membina dan mengembangkan Bahasa Indonesia.

2.6 Situasi Sosial dan Politik yang Memengaruhi Pujangga Baru

Pada tahun 1880 di negeri Belanda tampil beberapa orang pengarang


yang berusaha hendak mengadakan pembaharuan di bidang kebudayaan.
Sesuai dengan tahun munculnya, gerakan itu disebut Gerakan 80 (De
Tachtiger Beweging). Tokoh-tokoh dari gerakan itu adalah Willem Kloos,
Yacques Perk, Frederik van Eeden, Albert Verwey, Herman Gorter, dan
Lodewyk van Deyssel. Mereka menerbitkan majalah bernama De Nieuwe
Gids (pandu baru), yang terbit tahun 1885. Nama itu sebagai pertentangan
dengan majalah yang sudah terbit sebelumnya yang bernama De Gids (pandu)
pada tahun 1840 yang diusahakan oleh Potgieter, Busken Huet, dan Vosmaer.
De Gids dapat dipandang sebagai jembatan antara sastra pendeta (sastra
domine) dengan sastra angkatan 80 bertentangan dengan sastra pendeta yang
bersifat lamban.

Ada dua alasan pokok yang menyebabkan Angkatan Pujangga Baru


mendapat pengaruh dari Angkatan 80, yaitu

1. Adanya semangat hidup yang sama

16
2. Kebetulan bangsa Indonesia pada saat itu dibawah kekuasaan pemerintah
Belanda

Adanya pengaruh dari sastra asing bukan suatu kelemahan, tetapi


bahkan menunjukkan adanya suatu kehidupan yang dinamis, yang menuju
pada perkembangan dan kemajuan. Menerima pengaruh bukan berarti
menelan dan menerima begitu saja. Sesuatu unsur baru, melainkan mengolah
dan menempa unsur baru itu sesuai dengan pribadi sendiri. Antara kedua
angkatan itu tetap tampak adanya perbedaan dan persamaan.

1. Perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 80

a. Pada umumnya Angkatan 80 mengutamakan unsur estetis yang murni,


sedangkan Pujangga Baru umumnya lebih mengutamakan unsur
tujuan sosial yang jelas. Hal ini disebabkan umumnya
pengarang-pengarang Angkatan 80 lebih menekankan tujuan seni,
sedangkan Pujangga Baru lebih menekankan tujuan kemasyarakatan.

b. Sebagian besar pengarang Pujangga Baru menolak sifat


individualisme yang dianut oleh beberapa pengarang Angkatan 80
yang tidak mempunyai corak kemasyarakatan sama sekali, dan juga
membuang ciri naturalisme pada angkatan itu yang tidak mempunyai
tujuan-tujuan yang nyata. Hal ini disebabkan pengarang-pengarang
Pujangga Baru menyadari bahwa mereka menjadi anggota
masyarakat dan ingin merombak masyarkat bangsanya dari
masyarakat yang lama dengan kesusastraannya yang statis menjadi
masyarakat yang dinamis dengan kesusastraannya yang dinamis pula.

Akan tetapi, akhirnya perbedaan antara kedua angkatan tersebut menjadi


berkurang juga apabila kemudian ternyata bahwa cita-cita kemasyarakatan
masuk juga pada Angkatan 80 (Van Edeen, Herman Gorter, dan sebagainya),
dan sebaliknya asas seni untuk seni masuk juga pada Pujangga Baru (Sanusi
Pane) walaupun penafsirannya berbeda dengan seni untuk seninya W. Kloos.

2. Persamaan antara kedua angkatan itu ialah, sebagai berikut

17
a. Keduanya menentang sastra sebelumnya yang sudah merosot nilainya
dan yang penuh dengan konvensi-konvensi. Pujangga Baru
menentang sastra Melayu klasik yang dirasa statis dan beku,
sedangkan Angkatan 80 menentang sastra domine (pendeta) yang
dirasa sangat lamban.

b. Di dalam usahanya mencari pengucapan yang baru, keduanya


mencari contoh dari luar negeri. Pujangga Baru mendapat pengaruh
dari Angkata 80, sedangkan Angkatan 80 mendapat pengaruh pula
dari Inggris (terutama pada puisinya) dan dari Prancis (terutama pada
prosanya).

2.7 Sinopsis Novel Layar Terkembang

Raden Wiriaatmaja memiliki dua orang anak gadis yang sifatnya sangat
berbeda, yaitu Tuti dan Maria. Tuti si sulung adalah seorang gadis yang
pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam
organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang periang,
lincah, dan mudah kagum. Itulah sebabnya, semua orang yang berada di
dekatnya pasti akan menyenangi kehadirannya.

Pada suatu sore, kedua kakak beradik itu berjalan-jalan ke akuarium di


pasar ikan. Ketika mereka sedang asyik melihat ikan-ikan di akuarium,
mereka berkenalan dengan seorang pemuda tampan yang bernama Yusuf. Ia
adalah seorang mahasiswa kedokteran. Ketika pulang, Yusuf mengantarkan
kedua gadis itu sampai ke rumah mereka.

Setelah bertemu dengan Maria, Yusuf selalu membayangkan wajah


Maria. Senyum dan tingkah Maria yang periang membuat pemuda itu merasa
senang berada di sampingnya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya
dia bertemu lagi dengan Maria dan Tuti di depan Hotel Des Indes. Dengan
senang hati, Yusuf mengantar kedua kakak beradik itu berjalan-jalan dan
pulang ke rumahnya. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering

18
berkunjung ke rumah Maria. Beberapa waktu kemudian Yusuf dan Maria
sepakat menjalin hubungan cinta kasih.

Di sisi lain, Tuti yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk


berorganisasi dan membaca buku-buku juga memikirkan masalah asmaranya
karena melihat hubungan Maria dengan Yusuf yang semakin erat. Ia
sebenarnya telah menerima surat cinta dari Supomo. Akan tetapi ia
menolaknya karena ia tidak mencintai Supomo. Ia tak mau berpura-pura
mencintai meskipun ia juga merindukan kehadiran seorang laki-laki.

Pada suatu hari, keluarga Raden Wiriaatmaja dikejutkan oleh hasil


diagnosis dokter yang menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC
yang disertai penyakit Malaria. Atas saran dokter, Maria dibawa ke rumah
sakit TBC di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat. Pada saat itu, Tuti dan Yusuf
sering menghabiskan waktu bersama untuk pulang-pergi menjenguk Maria.
Mereka juga sering berdiskusi dan saling menguatkan satu sama lain.

Semakin hari kesehatan gadis itu semakin melemah sekalipun ia telah


menjalani perawatan intensif. Maria yang periang dan lincah seperti
kehilangan semangat hidupnya. Hal ini membuat Yusuf merasa sedih.
Pemuda itu mendampingi kekasih hatinya dengan setia. Namun penyakit TBC
yang diderita Maria semakin hari semakin parah sehingga tak lama kemudian
Maria pun meninggal dunia. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya,
Maris sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar mereka bersatu dalam
hubungan pernikahan. Akhirnya Tuti dan Yusuf pun menikah sesuai dengan
permintaan orang yang sangat mereka cintai tersebut.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Lahirnya Angkatan Pujangga Baru bermula dari Majalah Poedjangga


Baru pada tahun 1933 yang didirikan oleh Armijn Pane, Amir Hamzah, dan
Sutan Takdir Alisjahbana. Tercetusnya Pujangga Baru disebabkan adanya
perasaan ingin bebas, merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan,
kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.

Majalah Poedjangga Baroe banyak memberikan sumbangan terhadap


sastra dan kebudayaan Indonesia, seperti pembaharuan dalam bidang puisi,
munculnya kritik dan esai, banyak bermunculan sastra dalam bentuk drama,
dan lain-lain.

Karya sastra pada masa ini banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial dan
politik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, pengaruh yang
diterima bukan berarti ditelan begitu saja, melainkan mengolah dan menempa
unsur baru itu sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia.

3.2 SARAN

Sebaiknya kita sebagai generasi muda ikut melestarikan budaya


Indonesia dalam mengembangkan karya-karya sastra yang telah dirintis oleh
pendahulu kita. Ini merupakan aset yang sangat penting bagi anak cucu kita
kelak. Memperluas budaya sastra Indonesia akan sangat menguntungkan

20
apabila dapat dikemas dengan baik. Hal ini dapat memperkaya ilmu kita
tentang dunia sastra serta dapat dipelihatkan kepada negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

Rosidi, Ajip. 1986. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Cetakan keempat.


Bandung: Binacipta.

Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusastraan Indonesia. Cetakan ketiga puluh sembilan.
Bandung: Pustaka Prima.

................... 2004. Handout Perkuliahan.

Sarwadi, H. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Jassin, H. B. 1963. Pudjangga Baru Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung.

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/A_A_Pandji_Tisna

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/O_R_Mandank

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sutan_Takdir_Alisjahbana

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Amir_Hamzah

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/M_R_Dayoh

21
22

Anda mungkin juga menyukai