Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SEJARAH SASTRA

“SEJARAH SASTRA INDONESIA TAHUN 1930”

DISUSUN OLEH:
- Revianto Luthfi Auzai (202121500393)
- Ahmad Taufik Hidayah (202121500418)
- Muhammad Shofiyudin Sofyan (202121500444)
- Muhammad Adilah Abadi (202121500420)
- Azis Fadhrur Rohman (202121500424)
- Fitri Nur Syabilah (202121500512)

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH


Endang Sulistijani, S.S., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGR
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata Sejarah Sastra dengan judul "Sejarah Sastra Indonesia Tahun 1930”
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR INI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Pujangga Baru...............................................2
2.2 Tokoh Tokoh Pada Angkatan Pujangga Baru dan Karyanya....................................3
2.3 Karya Karya Sastra dalam Pujangga Baru.................................................................8
2.4 Gaya Sajak Pujangga Baru.........................................................................................10
25. Struktur Puisi lama sebagai latar belakang Pujangga Baru…………………………11
2.6 Ciri dan Karakteristik Karya Sastra Pada Periode Pujangga Baru............................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesusastraan Indonesia artinya semua hal yang meliputi sastra Indonesia. Sejak lahirnya
(1920) sampai sekarang (1990), kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan
demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam rangka
prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak Indonesia modern yang pertama
adalah sajak “Tanah Air” yang ditulis oleh M. Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong
Sumatra No.4, Tahun III, April 1920. sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan response
terhadap karya sebelumnya (Riffaterre via Teeuw, 1983:65), baik berupa tanggapan atau
penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada.
Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi sebelumnya, tetapi
sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada ataupun norma puisi sebelumnya.
Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw,
1980:11).
Demikian juga karya sastra itu merupakan tegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw,
1983:4,11). Dipandang dari hal tersebut itu, sajak Muhammad Yamin merupakan response
terhadap sajak-sajak yang telah ada, baik berupa penentangan ataupun penyimpangan terhadap
norma-norma karya sastra sebelumnya.
Sebelum Muhammad Yamin menulis sajak “Tanah Air” itu, di Indonesia sudah ada Sastra
Melayu Lama. Adanya respon Muhammad Yamin tentang penyimpangan norma-norma yang
tradisional atau konvensional yang pada akhirnya membuat Muhammad Yamin membentuk
kelompok penyair sezaman atau seperiode dan pada akhirnya membentuk sebuah angkatan sastra
atau periode sastra yang kemudian terkenal dengan periode Angakatan Pujangga Baru (1933-
1942).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sejarah sastra Indonesia pada tahun 1930?
2. Mengapa Sejarah Sastra Tahun 1930 dbisebut priode pujangga baru?
3. Apa saja contoh sastra pada priode pujangga baru?
4. Apa saja Ciri Ciri karya sastra pujangga baru?
5.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Sejarah sastra pada tahun 1930
2. Mengetahui nama lain sastra Tahun 1930
iv
3. Mengetahui contoh karya sastra pujangga baru
4. Mengetahui ciri ciri karya sastra pujangga baru

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Pujangga Baru
Pada mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit
antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara
Jepang berkuasa di Indonesia.
Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir
Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun
demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah
itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.
Barangkali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai
istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah
dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu
badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti
telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang
oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953),
dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokoh tokoh angkatan 45
seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman
Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an
dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru adalah generasi lama.
Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya, merupakan angkatan bar yang jauh lebih
bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai
Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang
menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai
Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua
kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh
Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan
Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Karyasastera· Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana · Tebaran Mega · Belenggu
v
oleh Armijn Pane Jiwa Berjiwa · Gamelan Jiwa · Jinak-jinak Merpati · Kisah Antara Manusia ·
Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah · Buah Rindu · Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane ·
Puspa Mega · Madah Kelana · Sandhyakala ning Majapahit · Kertajaya · Tanah Air oleh
Muhammad Yamin · Indonesia Tumpah Darahku · Ken Angrok dan Ken Dedes · Kalau Dewi
Tara Telah Berkata · Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi · Bebasari · Kalau Tak Untung
oleh Sariamin · Pengaruh Keadaan · Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng.
Angkatan ini mendasarkan diri pada semangat kebangsaan dan pembentukan budaya bam
dalam gaya romantic. Secara resmi muncul bersamaan terbitnya majalah mereka, Poedjangga
Baroe, pada bulan Mei 1933. Kebanyakan karya angkatan ini berupa puisi baru yang bentuknya
berbeda dengan puisi sebelumnya, misalnya syair dan pantun. Para sastrawan yang menulis jauh
sebelum tahun 1933 adalah Muhammad Yamin (Tanah Air, 1922), Sanusi Pane (Pancaran Cinta,
1925), Roestam Effendi (Percikan Permenungan, 1926), A. Rivai Yogi (Puspa Aneka, 1931).
Puisi Pujangga Baru adalah awal puisi Indonesia modern. Untuk memhami puisi
Indonesia modern sesudahnya dan puisi Indonesia secara keseluruhan, penelitian puisi pujangga
baru penting di lakukan. Hal ini disebabkan karya sastra termasuk puisi, tidak lahir dalam
kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11), termasuk karya sastra. Karya sastra, termasuk puisi,
diciptakan oleh seorang sastrawan. Sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak terlepas dari
latar sosial budaya dan kesejarahan masyarakatnya begitu pula penyair pujangga baru.
2.2 Tokoh Tokoh Pada Angkatan Pujangga Baru.dan Karya Karyanya
Banyak sekali sasatrawan pada angkatan pujangga muda. Berikut ini adalah nama nama
dari sastrawan angkatan 30 diantaranya:Sutan Takdir Alisjahbana
1. Sutan Takdir Alisjahbana
Orang besar ini dilahirkan di Natal (Tapanuli) pada 11-02-1908. Setelah menamatkan
HIS di Bengkulu ia memasuki Kweekschool di Bukitinggi dan kemudian HKS di Bandung.
Setelah itu ia belajar untuk Hoof Dacte di Jakarta dan juga belajar pada Sekolah HakimTinggi.
Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan pada Fakultas sastra.
Pendidikan yang beraneka ragam yang pernah dialaminya serta cita-cita dan keinginan
yang keras itu, menyebabkan keahlian yang bermacam-macam pula pada dirinya. Karangannya
mempunyai bahasa yang sederhana tetapi tepat. Karya-karyanya antara lain:
1. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)
2. Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)
3. Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)
4. Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)
5. Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)
6. Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)
7. Puisi Lama (1942)

vi
8. Puisi Baru (1946)
2. Amir Hamzah
Amir Hamzah yang bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada 28-2-1911 di Tanjungpura
(Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan
menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga yang taat beragama Islam. Ia
mengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI (bagian Sastra Timur)
di Solo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih
banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru. Karya-
karyanya antara lain:
1. Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
2. Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)
3. Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)
4. Bhagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)

3. Sanusi Pane
Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905. Ia mengunjungi SR di Padang
Sidempuan, Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS Adabiyah di Padang, dan melanjutkan
pelajarannya ke Mulo Padang dan Jakarta, serta pendidikannya pada Kweekschool Gunung
Sahari Jakarata pada tahun 1925. Pada tahun 1928, ia pergi ke India untuk memperdalam
pengetahuannya tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari India ia memimpin majalah
Timbul. Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabat pemimpin surat kabar
Kebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941. Pada jaman pendududkan
Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dan kemudian bekerja pada Jawatan
Pendidikan Masyarakat di Jakarta. Karya-karyanya antara lain:
1. Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)
2. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)
3. Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)
4. Kertajaya (sandiwara, 1932)
5. Sandyakalaning Majapahit (sandiwara, 1933)
6. Manusia Baru (Sandiwara, 1940)

vii
4. Muhamad Yamin, SH.
Prof. Muhammad Yamin, SH. dilahirkan di Sawahlunto, Sumbar, 23 agustus 1905.
Setelah menamatkan Volkschool, HIS dan Normaalschool, ia mengunjungi sekolah-sekolah vak
seperti sekolah pertanian dan peternakan di Bogor. Kemudian menamatkan AMS di Jogyakarta
pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah Hakim di Jakarta hingga bergelar pada tahun
1932. Pekerjaan dan keahlian Yamin beraneka ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi
Kemerdekaan 19’45, ia memegang jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan hingga akhir
hayatnya (26 Oktober 1962). Ia pun tidak pernah absen dalam revolusi. Karya-karyanya antara
lain:
1. Tanah Air (kumpulan puisi, 1922)
2. Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)
3. Menanti Surat dari Raja (sandiwara, terjemahan Rabindranath Tagore)
4. Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga (Terjemahan dari Rabindranath Tagore)
5. Ken Arok dan Ken Dedes (sandiwara, 1934)
6. Gajah Mada (roman sejarah, 1934)
7. Dipenogoro (roman sejarah, 1950)
8. Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)
9. 6000 Tahun Sang Merah Putih (1954)
10. Tan Malaka (19’45)
11. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (sandiwara, 1957)

5. J.E. Tatengkeng
Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907. Pendidikannya dimulai dari SD kemudian
pindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo. Ia pernah
menjadi kepala NS Tahuna pada tahun 1947. Karya-karyanya bercorak religius. Dia juga sering
melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam (kumpulan
sajak, 1934).

6. Hamka
Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di Maninjau,
Sumatera Barat, 16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang teolog

viii
Islam serta pelopor pergerakan berhaluan Islam modern dan tokoh yang ingin membersihkan
agama Islam dari khurafat dan bid’ah. Pendidikan Hamka hanya sampai kelas dua SD, kemudian
mengaji di langgar dan madsrasah. Ia pernah mendapat didikan dan bimbingan dari H.O.S
Tjokroaminoto. Prosa Hamka bernafaskan religius menurutkonsepsi Islam. Ia pujangga Islam
yang produktif. Karyanya antara lain:
1. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
2. Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)
3. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)
4. Kenang-Kenangan Hidup (autobiografi, 1951)
5. Ayahku (biografi)
6. Karena Fitnah (roman, 1938)
7. Merantau ke Deli (kisah;1939)
8. Tuan Direktur (1939)
9. Menunggu Beduk Berbunyi (roman, 1950)
10. Keadilan Illahi
11. Lembaga Budi
12. Lembaga Hidup
13. Revolusi Agama

7. M.R. Dajoh
Marius Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa, 2 November 1909. Ia berpendidikan
SR, HIS Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus di Malang. Pada masa Jepang
menjabatat kepala bagian sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah ke Radio
Makasar. Dalam karya Prosanya sering menggambarkan pahlawan-pahlawan yang berani,
sedang dalam puisinya sering meratapi kesengsaraan masyarakat. Karyanya antara lain:
1. Pahlawan Minahasa (roman; 1935) .
2. Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (roman, 1931).
3. Syair Untuk Aih (sajaka, 1935).

8. Ipih
Ipih atau H.R. adalah nama samaran dari Asmara Hadi. Dia lahir di Talo, Bengkulu,
tanggal 5 September 1914. Pendidikannya di HIS Bengkulu, Mulo Jakarta, Bandung, serta Mulo
ix
Taman Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia ikut dengan Ir. Soekarno di Endeh. Setelah
menjadi guru, ia menjadi wartawan dan pernah memimpin harian Pikiran Rakyat diBandung.
Dalam karyanya terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan danperjuangan. Karya-
karyanya antara lain:
1. Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)
2. Sajak-sajak dalam majalah

9. Armijn Pane
Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, 18
Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS, Stofia Jakarta pada tahun 1923, dan pindah ke Nias,
Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan sejarah di Kediri dan
Jakarta serta pada tahun 1936 bekerja di Balai Pustaka. Pada masa pendudukan Jepang menjadi
Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah
Kebudayaan Timur. Karyanya antara lain:
1. Belenggu (roman jiwa, 1940)
2. Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)
3. Nyai Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)
4. iwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)
5. Ratna (sandiwara, 1943)
6. Lukisan Masa (sandiwara, 1957)
7. Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A Kartini, 1938)

10. Rustam Effendi


Lahir di Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam bidang politik serta pernah menjadi
anggota Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan Partai Komunis. Dalam karyanya banyak
dipengaruhi oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arab dan
Sansakerta. Karyanya antara lain:
1. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)
2. Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)

11. Hasjmy

x
Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28
Maret 1912. Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi
guru di Perguruan Islam Seulimeun. Karya-karyanya antara lain:
1. Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1936)
2. Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)

2.3 Karya Karya Sastra dalam Pujangga Baru

a. ROMAN
Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang
membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca
seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran
dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini
mengutamakan psikologi.
Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan
semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat,
agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.
Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane
(1940) dan Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu,
ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar,
1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan
Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna,
1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti
Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan
Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).

b. NOVEL/CERPEN
Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut, antara lain:
1. Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa. Cerpen itu
dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara
Manusia (1953).
2. Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.

c. ESSAY dan KRITIK

xi
Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa
angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal
masyarakat umumnya.Semua itu menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di
kalangan Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane
dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern
Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan
essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.

d. DRAMA
Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran
dalam sejarah Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah
kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasa kebangsaan. Drama angkatan 33 ini
mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi
bercita-cita hendak melahirkan yang baru.
Contoh:
1. Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
2. Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
3. Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
4. Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
5. Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
6. Airlangga karya Moh. Yamin (1943)

e. PUISI
Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air,
antikolonialis, dan kesadaran nasional. Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas,
ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya
berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn
(4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7 seuntai), oktav (8 seuntai). Bahkan,
ada juga yang gemar dalam bentuk soneta. Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
1. Puspa Mega karya Sanusi Pane
2. Madah Kelana karya Sanusi Pane
3. Tebaran Mega karya STA
4. Buah Rindu karya Amir Hamzah
5. Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
6. Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
7. Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir
Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.
2.4 Gaya Sajak Pujangga Baru

xii
Penyair kondang Sapardi Djoko Damono mengakui betapa pentingnya karya-karya Chairil
Anwar dalam perkembangan puisi modern di Indonesia.Ia berpandangan, sang ‘Binatang Jalang’
telah mengubah gaya pengucapan lama dengan yang sama sekali baru hanya dalam rentang
waktu yang tidak lama.

Sapardi menjelaskan, sebelum muncul Chairil, tepatnya pada zaman sebelum perang, Indonesia
sudah memiliki beberapa penyair ulung yang masuk dalam Angkatan Pujangga Baru. Angkatan
penyair itu antara lain Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane.Angkatan ini,
kata Sapardi, memiliki gaya puisi yang khas, yakni menggunakan Bahasa Melayu dengan tema
puisi yang kurang lebih sama, yakni soal perjuangan dan, sesekali, romansa.

Chairil kerap memuji karya-karya Amir Hamzah. Ia pun berteman dekat dengan kritikus
sekaligus editor yang populer di kalangan Angkatan Pujangga Baru, HB Jassin. Meski demikian,
cara penulisan Chairil tetap berbeda dengan para pujangga tersebut.

“Puisi dan sastra pada umumnya masalah bahasa ya, masalah bagaimana sastrawan itu
menggunakan bahasa. Kalau bahasanya baru, dia mendobrak, bukan puisinya, tapi bahasanya,”
ujar Sapardi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon beberapa
saat lalu.

Ia menyimpulkan, “Chairil besar karena mendobrak pengucapan pada zaman itu. Dia
mempunyai gaya baru dalam penulisan puisi dan gaya itu diperlukan untuk mengungkapkan
keadaan diri sendiri dengan zaman waktu dia hidup. Karena zaman waktu dia hidup kan berbeda
dengan zaman waktu perang.”

Sapardi beranggapan, gaya pengucapan Chairil berbeda dengan para Pujangga Baru karena
setelah ada peristiwa perang, ia dan penyair seangkatannya memiliki cara berpikir dan
lingkungan yang berbeda. Namun, Chairil lebih unggul dari yang lain karena ia tidak lagi
menggunakan bahasa lama.

“Lingkungan Chairil beda, tapi puisinya tentang cinta, kerinduan, kemarahan. Itu sama saja. Tapi
cara memprotes dan menyampaikan cinta itu sangat berbeda. Chairil menggunakan bahasa baru,
bukan dari bahasa buku, melainkan bahasa lisan sehari-hari yang terus berkembang,” katanya.

xiii
Gemari Syair Romantis ChairilSapardi mengaku suka dengan puisi-puisi Chairil yang ditulis
sekitar tahun 1949, menjelang ajalnya tiba. Menurutnya, karya itu sangat bagus dan tidak bisa
ditiru oleh penyair mana pun.
Ia pun memfavoritkan syair-syair romantis Chairil, seperti Derai-derai Cemara dan Senja di
Pelabuhan Kecil.“Dua syair itu susah dikalahkan, karena cara menyampaikannya susah. Jadi
orang harus mencari cara lain, sebab menurut saya mereka tidak akan bisa,” katanya.

2.5 Struktur Puisi lama sebagai latar belakang Pujangga Baru


Puisi itu karangan terikat berarti puisiitu terikat oleh aturan-aturan ketat. Akan tetapi, pada waktu
sekarang, parapenyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat itu. Dengan
demikian, terjadilah kemudian apa yang disebut dengan sajak bebas. Akantetapi, sungguhkah
sajak itu bebas. Sajak tetap tidak bebas, tetapi yangmengikat adalah hakikatnya sendiri, bukan
aturan yang ditentukan olehsesuatu di luar dirinya. Aturan di luar diri puisi itu ditentukan oleh
penyair
yang membuat dahulu ataupun oleh masyarakat. Hal ini tampak pada puisilama yang harus
mengikuti aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, yaituaturan bait, baris, jumlah kata, dan pola
sajak, terutama sajak akhir.Akan tetapi, sebelum membicarakan pengertian puisi lebih lanjut,
lebihdahulu kita bicarakan peristilahan puisi.
PERISTILAHAN dalam kesusastraan Indonesia ada 2 istilah, yaitu sajak dan puisi.Kedua istilah
itu sering dicampuradukkan penggunaannya. Misalnya sajakChairil Anwar disebut juga puisi
Chairil Anwar; sajak Aku disebut juga puisiAku. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan oleh
masuknya istilah puisi dari
bahasa asing ke dalam sastra Indonesia. Istilah ini berasal dari bahasaBelanda poezie. Dalam
bahasa belanda ada istilah lain gedicht yang berartisajak, tetapi istilah gedicht tidak diambil ke
dalam bahasa Indonesia.Dalam bahasa Indonesia (Melayu) dahulu hanya dikenal satu istilah
sajak yang berarti poezie ataupun gedicht. Poezie (puisi) adalah jenis sastra(genre) yang
berpasangan dengan istilah prosa. Gedicht adalah indifidu karyasastra, dalam bahasa Indonesia
sajak, misalnya sajak Aku. Jadi, dalam bahasa
Indonesia hanya ada istilah sajak, baik untuk poezie maupun untuk gedicht.Dalam bahasa Inggris
ada istilah poetry sebagai istilah jenis sastra: puisi,dan poem sebagai indifidunya. Oleh karena
itu, istilah puisi itu sebaiknyadipergunakan sebagai jenis sastra: poetry, sedangkan sajak untuk
individu

puisi: poem. Dengan demikian, penggunaan istilah puisi dan sajak tidak dikacaukan. Misalnya, antologi
puisi, puisi Chairil Anwar untuk menunjuk jenis sastranya, sedangkan untuk indifidu sajak Aku, sajak
Pahlawan Tak Dikenal. Telah dikemukakan di depan bahwa puisi selalu berkembang dari periode ke
periode.Oleh karena itu, pengertian mengenai puisi pun turut berubah. Sebagai contoh, kita lihat jajaran

xiv
sajak dari puisi lama dan pusi baru: Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan periode 1970 1990.
Contoh syair Puteri menangis/seraya berkata, Kakanda, Wai,/apa bicara kita, Sakit perut/rasanya beta,
Berdebar lenyap/di dalam cita. Masygul baginda/tiada terkira, Hilanglah budi/lenyap bicara, Berkata
dengan/perlahan suara, Kalau tuan/hendak berputera. (Ali sjahbana, 1996: 49) Contoh sajak Pujangga
Baru Bukan Beta Bijak Berperi Bukan beta/bijak berperi, pandai menggubah/madahan syair; Bukan
beta/budak negeri, musti menurut/undangan mair. Sarat saraf/saya mungkiri; Untaian rangkaian/seloka
lama, beta buang/beta singkiri, Sebab laguku menurut sukma. (Effendi, 1953: 28) Dalam kedua sajak itu
tampak adanya keteraturan yang simetris, baitbait, baris-barisnya, bagian barisnya (periodus), dan ada
pola sajak akhir (/: garis miring dari penulis untuk penjelas)

2.6 Ciri dan Karakteristik Karya Sastra Pada Periode Pujangga Baru
Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang memiliki
keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka
mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia.
Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh
secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng
ataupun Armyn Pane.
Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir
Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam
ini, maka terjadi akulturasi budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan
penyair yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai
mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri
struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
A. Ciri Struktur Estetik
3. Bentuknya teratur rapi, simetris.
4. Mempunyai persajakan akhir.
5. Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
6. Sebagian besar puisi empat seuntai.
7. Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra (kesatuan
sintaktis)
8. Tiap gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.
9. Pilihan katanya menggunakan kata-kata Pujangga
10. Gaya ekpresinya beraliran romantik.
11. Gaya sajak Pujangga Baru diafan atau polos, tidak mempergunakan kata-kata
kiasan yang bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya
jelas.
B. Ciri Struktur Ekstra Estetik

xv
1. Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti masalah
percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
2. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga
Baru.
3. Ide keagamaan menonjol.
4. Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan,
kekecewaan, dan sebagainya.
5. Sifat didaktis masih tampak kuat. Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra
estetik maka dapat diuraikan secara umum karaterisrik dari periode Angkatan
Pujangga Baru.
6. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah
kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane
yang bejudul Manusia Baru, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul
Layar Berkembang dan lain-lainnya
7. Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul Dalam Lingkungan Kawat Berduri, pada
karya Selasih yang berjudul Pengaruh Keadaan, dan karya A. Hasmy kumpulan
sajak berjudul Kawat Berduri.
8. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini
merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen,
puisi, kritik dan esai.
9. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam
masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan
baru dan hidup.
10. Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan
bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.
11. Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda, yang kebetulan pada saat
itu berkuasa di Indonesia.

Pengarang-pengarang Belanda melakukan perubahan terhadap hasil karya pendahulunya,


karena dirasakan sudah membeku. Hal seperti ini, dilakukan oleh pengarang Pujangga Baru
terhadap beberapa hasil garapan pengarang Balai Pustaka.

Dengan demikian, karakter sastra Pujangga Baru memiliki karakteristik yang berbeda
dengan Balai Pustaka.

Adapun perbedaan antara karya sastra Pujangga Baru dengan Balai Pustaka dapat dilihat
dibawah ini.
A. Balai Pustaka
1. Belum mempunyai cita-cita yang didukung bersama, hanya membuat buku bacaan.
2. Belum ada bentuk esai dan pembagian puisi.
3. Belum ada bentuk drama.
4. Berbahasa Melayu.
5. Belum bermutu sastra.

xvi
6. Didirikan oleh Belanda.
7. Dipimpin oleh orang Belanda.

B. Pujangga Baru
1. Sudah ada cita-cita yang didukung bersama. Sudah ada bentuk esai, sonata, dan prosa
lirik
2. Sudah ada bentuk drama.
3. Berbahasa Indonesia
4. Bermutu sastra.
5. Didirikan oleh bangsa Indonesia.
6. Dipimpin oleh orang Indonesia.
7. Diilhami oleh angkatan 80 di negeri Belanda.

BAB III
PENUTUPAN
3.1 kesimpulan

xvii
DAFTAR PUSTAKA
Jafarudin Bastra.2012. http://jafarudinbastra.blogspot.com/2012/06/sejarah-sastra-indonesia.html

yang diakses pada 22 September 2016

Daftar sastrawan Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_sastrawan_Indonesia

Yang diaksespada 22 September 2016

Maguna Eliastuti, Sri Mulyani, Endang Sulitjiani, Tio Zulfan Amri (2021). “Sejarah Sastra
Indonesia”. Jakarta
SASTRA INDONESIA http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesia

yang diakses pada 20 September 2016

xviii

Anda mungkin juga menyukai