Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AKSARA ARAB MELAYU

SEJARAH ASAL USUL BAHASA MELAYU

Dosen Pengampu :
Dr. Ahmad Ridwan M.Pd.I

Disusun oleh Kelompok 1 :


Harlan Pratama (201220033)
M. Nuril Huda (201220038)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kamipanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang“Sejarah Asal Usul Bahasa Melayu”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagaipihak sumber makalh sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kamimenyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalampembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekuranganbaik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaikimakalah ini.Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang “Sejarah Asal Usul Bahasa Melayu” ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Jambi,19 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................2

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................3

PENDAHULUAN ......................................................................................................................4

A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................4
C. Tujuan...............................................................................................................................4

PEMBAHASAN..........................................................................................................................5
A. Bahasa Melayu..................................................................................................................5
B. Asal Usul Bahasa Melayu.................................................................................................5
C. Sejarah Bahasa Melayu.....................................................................................................6
D. Sejarah Aksara Arab Melayu............................................................................................9

PENUTUP...................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.......................................................................................................................14
B. Saran..................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................15

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah aksara atau sistem tulisan arab melayu di nusantara adalah semenjak bangsa
melayu menerima agama islam .jika di kaitkan dengan masa masuk mya agama islam di
nusantara,maka adanya huruf arab melayu bermula sekitar tahun 1200m-1300m.1

Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan Bahasa Melayu ?
 Bagaimana asal usul Bahasa Melayu?
 Bagaimana sejarah Bahasa Melayu?
 Bagaimana sejarah aksara Arab Melayu?
1. Tujuan
 Untuk mengetahui apa itu Bahasa Melayu
 Untuk mengetahui asal usul Bahasa Melayu
 Untuk mengetahui sejarah Bahasa Melayu
 Untuk mengetahui sejarah aksara Arab Melayu

1
Dungcik, Masyhur dan Bety “Standarisasi Sistem Tulisan Jawi di Dunia Melayu Sebuch Upaya Mencari Standar
Penulisan yang Baku Berdasarkan Aspek Fanetis”. UIN Raden Fatah Palembang. Hal 82.

4
PEMBAHASAN

A Pengertian Bahasa Melayu

Bahasa melayu2 adalah suatu bahasa Austronesia yang dituturkan terutama di asia
tenggara maritim. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 30 juta orang (13,5 juta di indonesia
tanpa jumlah penutur bahasa indonesia). Atau sekitar 290 juta orang (dengan jumlah
penuturan bangsa indonesia sekitar 260 juta) diseluruh di dunia.3asal usul pertumbuhan
bahasa melayu bersal dari sumatra selatan disekitar jambi dan palembang. 4 Catatan terawal
bahasa melayu kuno adalah sebuah perestasi bertarik 63 M yang di jumpai di sumatra
selatan.5

Sebagai bahasa yang luas pemakainyabahasa ini menjadi bahasa kebangsaan dan
bahasa resmi di malaysia( juga dikenal sebagai bahasa malaysia),brunai darussalam,singapur,
dan menjadi akar dari bahasa indonesia yang merupakan bahasa resmi dan bahasa
kebangsaan di indonesia.selain itu ,bahasa melayu tepatan merupakan salah satu bentuk
bahasa daeradi sumatra kalimantan,dan sebagai kareor diberbagai daera di indonesia dan
bahasa indonesia merupakan bahasa kerja di timur leste.

Bahasa melayu merupakan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan dan


keagamaan di nusantara sejak abad ke-7.migrasi kemudian juga turut memperluas
pemakaianya, selain di negara yang di sebut sebelumnya bahasa melayu dituturkan juga
disebagian kecil afrika selatan, serilanka,thailan selatan ,dan miyanmar selatan. Bahasa ini di
tuturkan di tuturkan oleh penduduk pulau natal dan kepulauan cocos, yang menjadi bagian
australia.6

2
Bauer, Laurie (2007). The Linguistic Student’s Handbook. Edinburgh: Edinburgh University Press
3
Wardhana, Dian Eka Chandra (2021). “Indonesian as the Language of ASEAN During the New Life Behavior
Change 2021”. Journal of Social Work and Science Education. 1 (3): 266–280. Doi:10.52690/jswse.v1i3.114 .
Diakses tanggal 29 Januari 2021.
4
“Laman web Penerbit USM: Bahasa Melayu”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-04. Diakses tanggal
2007-10-27
5
Guy, John (2014). Lost Kingdoms: Hindu-Buddhist Sculpture of Early Southeast Asia. Metropolitan Museum of
Art. Hlm. 21. ISBN 9781588395245
6
Worldwide. “Where Is Malay Language Spoken?” (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-21.

5
B.Asal usul bahasa melayu

Catatan tertulis pertama dalam bahasa melayu ditemukan dipesisir tenggara pulau
sumatra diwilayah yang sekarang diaggap sebagai pusat kerajaan sriwijaya. Istilah’’
melayu’’ sendiri berasal dari kerajaan melayu awal yang bertempat di sumatra barat akibat
penggunaanya yang luas,berbagai varian dan alek melayu berkembang di nusantara.

Ada tiga teori yang dikemukakan tentang asal-usul penutur bahasa Melayu (atau
bentuk awalnya sebagai anggota bahasa-bahasa Dayak Melayik). Hudson (1970) melontarkan
teori asal dari Kalimantan, berdasarkan kemiripan bahasa Dayak Malayik (dituturkan orang-
orang Dayak berbahasa Melayu) dengan bahasa Melayu Kuno, penuturnya yang hidup di
pedalaman, dan sifat kosakata yang konservatif. Kern (1888) beranggapan bahwa tanah asal
penutur adalah dari Semenanjung Malaya dan menolak Kalimantan sebagai tanah asal. Teori
ini sempat diterima cukup lama (karena sejalan dengan teori migrasi dari Asia Tenggara
daratan) hingga akhirnya pada akhir abad ke-20 bukti-bukti linguistik dan sejarah
menyangkal hal ini (Adelaar, 1988; Belwood, 1993) dan teori asal dari Sumatra yang
menguat, berdasarkan bukti-bukti tulisan.

Ahli sejarah bahasa Melayu umumnya setuju tentang tanah air bahasa Melayu
mungkin berada di barat laut Kalimantan Suatu bentuk yang dikenal sebagai bahasa Proto-
Melayik dituturkan di Kalimantan setidaknya pada 1000 SM dan telah dikatakan bahasa
leluhur bagi semua rumpun bahasa Melayik. Leluhurnya, bahasa Melayu-Polinesia
Purba yang berasal dari bahasa Austronesia Purba, mulai terpecah setidaknya pada tahun
2000 SM akibat orang-orang Austronesia menyebar dari pulau Taiwan ke selatan
menuju Asia Tenggara Maritim.

C. Sejarah Bahasa Melayu

Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di


bawah rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia,
penutur bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih dari 290 juta jiwa yang merupakan
bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia (jika
jumlah penutur bahasa Indonesia dimasukkan).

Sejarah bahasa Melayu dapat dibagi menjadi beberapa zaman: bahasa Melayu


Purba, bahasa Melayu Kuno, Zaman Peralihan, Zaman Melaka (Bahasa Melayu Klasik),
bahasa Melayu Modern Akhir, dan bahasa Melayu Modern. Sejarah penggunaan yang

6
panjang ini tentu saja mengakibatkan perbedaan versi bahasa yang digunakan. Bahasa
Melayu Kuno diyakini sebagai leluhur sebenarnya bahasa Melayu Klasik. Walaupun
demikian, tidak ada bukti bahwa bentuk-bentuk tersebut bahasa Melayu tersebut saling
bersinambung. Selain itu, penggunaan yang meluas di berbagai tempat memunculkan
berbagai dialek bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan keterasingan
wilayah, maupun melalui pengkreolan.

Prasasti Telaga Batu, salah satu catatan bahasa Melayu terawal. Bahasa Melayu
Kuno dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta, bahasa kesusastraan India Klasik, dan bahasa
peribadatan agama Hindu dan Buddha. Kata pinjaman bahasa Sanskerta dapat ditemukan
dalam perbendaharaan kata bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang paling awal diketahui
dalam bahasa Melayu Kuno ditemukan di Sumatra, yang berasal dari kira-kira abad ke-7
Masehi, tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian
selatan Sumatra dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah  ditulis
dalam ragam Pallawa dari  dan bertarikh 1 Mei 683. Prasasti itu dikenal sebagai Prasasti
Kedukan Bukit yang ditemukan oleh pria Belanda, M. Batenburg, pada 29 November
1920 di Kedukan Bukit, Sumatra Selatan, di tepi Tatang, anak Sungai Musi. Ini adalah
batu kecil berukuran 45 x 80 sentimeter (18 x 31 in).

Bukti lain adalah Undang-Undang Tanjung dalam huruf-huruf pasca-Pallaw


Teks undang-undang pra-Islam abad ke-4 ini dihasilkan pada
zaman Adityawarman (1345–1377) dari Dharmasraya, kerajaan Hindu-Buddha yang
muncul setelah kekuasaan Sriwijaya di Sumatra berakhir. Undang-Undang itu berlaku
untuk orang Minangkabau, yang saat ini masih tinggal di dataran
tinggi Sumatra, Indonesia. Selanjutnya, bukti-bukti tertulis bermunculan di berbagai
tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan mulai berasal dari abad ke-18.

Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang dan dalam bahasa Melayu baru
muncul semenjak masa Kesultanan Malaka (abad ke-15). Batu Prasasti
Terengganu (Melayu: Batu Bersurat Terengganu; Jawi: ‫انو‬GGGG‫ورت ترڠݢ‬GGGG‫اتو برس‬GGGG‫)ب‬
adalah lempengan atau tiang batu tegak yang membawa prasasti dalam tulisan Jawi yang
ditemukan di Terengganu, Malaysia merupakan bukti terawal prasasti bahasa Melayu
Klasik. Prasasti itu bertarikh mungkin pada 702 H (berpadanan dengan 1303 M),
merupakan salah satu bukti terawal tentang tulisan Jawi di dunia Melayu Asia Tenggara
dan merupakan salah satu bukti tertua tentang kedatangan Islam sebagai agama negara di

7
wilayah ini. Ini berisi permakluman yang dikeluarkan oleh penguasa Terengganu yang
dikenal sebagai Seri Paduka Tuan, yang mendesak rakyatnya untuk memperluas dan
menegakkan Islam serta menyediakan 10 hukum dasar syariat sebagai pedoman mereka.

Bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas sebagai bahasa


perantara Kesultanan Melaka (1402–1511). Selama zaman ini, bahasa Melayu
berkembang pesat di bawah pengaruh kesusastraan Islam. Perkembangan itu mengubah
sifat bahasa dengan penyerapan besar-besaran perbendaharaan kata bahasa Arab, Tamil,
dan Sanskerta, yang disebut bahasa Melayu Klasik. Di bawah Kesultanan Melaka, bahasa
itu berkembang menjadi suatu bentuk yang dapat dikenali oleh penutur bahasa Melayu
Modern. Ketika istana berpindah untuk mendirikan Kesultanan Johor, istana terus
menggunakan bahasa klasik. Bahasa itu menjadi begitu dikaitkan dengan Riau Belanda
dan Johor Britania sehingga sering diandaikan bahwa bahasa Melayu Riau dekat dengan
bahasa klasik. Walau bagaimanapun, tidak ada kaitan yang lebih erat antara bahasa
Melayu Melaka yang digunakan di Riau dengan bahasa sehari-hari Riau.

Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut-nyebut mengenai perlunya


penguasaan bahasa Melayu untuk berurus niaga. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan
Portugis di Malaka, dan munculnya berbagai kesultanan di pesisir Semenanjung Malaya,
Sumatra, Kalimantan, serta selatan Filipina, dokumen-dokumen tertulis di kertas dalam
bahasa Melayu mulai ditemukan. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-
16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa
Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan mengalami
percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu
Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak
dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti

Surat-surat tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu antara lain dari Sultan Abu
Hayat dari Ternate, Kepulauan Maluku di Indonesia masa kini, bertarikh sekitar tahun
1521–1522. Teks itu ditujukan kepada raja Portugis, setelah hubungan dengan penjelajah
Portugis Surat-surat itu menunjukkan tanda penggunaan bukan penutur jati. Orang
Ternate menggunakan (dan masih menggunakan) bahasa Ternate, suatu rumpun bahasa
Papua Barat sebagai bahasa pertama mereka. Bahasa Melayu digunakan semata-mata
sebagai bahasa perantara untuk komunikasi antaretnik.

8
Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan
istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa
Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-
Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan berikutnya
terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari
bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan
administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern
dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa.
Pengajaran bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat
populer Di bahasa ini.

Pengenalan varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa Melayu lain,


termasuk bahasa Melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa Melayu Pasar,
yang telah populer dipakai sebagai bahasa surat kabar dan berbagai karya fiksi pada
dasawarsa-dasawarsa akhir abad ke-19. Bentuk-bentuk bahasa Melayu selain varian
kebangsaan dianggap bentuk yang "kurang mulia" dan penggunaannya berangsur-angsur
melemah.

Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat


meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda
yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga
menyebabkan bahasa Melayu menjadi semakin popular. 

D. Sejarah Aksara Arab Melayu

Sejarah Aksara atau Tulisan Aksara adalah lambang bunyi atau fonem.5 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, aksara adalah sistem tanda grafis yang digunakan
manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran.7 Istilah lain untuk
menyebut aksara adalah huruf atau abjad (dalam bahasa Arab) yang dimengerti sebagai
lambang bunyi (fonem). Aksara dikenal juga dengan “sistem tulisan”. Pada
perkembangannya, aksara mengandung arti suatu sistem simbol visual yang tertera pada
kertas maupun media lainnya, seperti batu, pohon, kayu, kain untuk mengungkapkan
unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa. Aksara secara etimogis berasal dari
bahasa Sanskerta, yaitu akar kata “a-” yang berarti “tidak” dan “kshara” berarti

7
Adelaar K. A. Malayic Dayak: Arguments for a Bornean Homeland of Malay

9
“termusnahkan”. Jadi, aksara adalah sesuatu yang tidak termusnahkan, kekal, atau
langgeng”. 8

Dengan demikian hieroglif artinya “tulisan/ukiran keramat” atau “tulisan/ukiran


suci”. Hieroglif kemudian berkembang menjadi (1) hieratik (digunakan oleh kalangan
pendeta Mesir kuno) dan (2) demotik, bentuknya lebih sederhana dan digunakan oleh
orang biasa. Pada zaman yang hampir bersamaan, di India bagian Utara muncul tulisan
sanskerta atau yang disebut juga dengan tulisan dewanagari.9 Dewanagari berasal dari
kata bahasa Sanskerta “devanāgarī” yang bermakna “kota dewa”. Sementara itu di
Indonesia berkembang pula tulisan Jawa yang sekarang masih digunakan oleh suku Jawa.
Abjad dan tulisannya terkenal dengan nama huruf hanacaraka. Tulisan Bali pun
berkembang yang hampir mirip dengan tulisan Jawa dalam bentuk dan cara penulisannya.
Selanjutnya, tulisan juga berkembang di kawasan Punesia yang sekarang kita kenal
dengan nama Lebanon dan Suriah, yaitu dikenal dengan abjad Punesia yang terdiri dari
22 huruf dan yang ada hanya huruf mati saja (konsonan). Demikian pula dikarenakan
adanya pengaruh penggunaan huruf paku dari bangsa Sumeria kemudian diadopsi oleh
bangsa Babilonia dan huruf hieroglif dari bangsa Mesir Kuno, maka bangsa yang tinggal
di Palestina (Kanaan) dan Semenanjung Arab mulai mengembangkan tulisan baru yang
disebut huruf Semitik. Pada mulanya huruf Semitik hanya terdiri atas konsonan, tetapi
kemudian ditambahkan tanda baca untuk membentuk bunyi vokal. Salah satu bahasa
Semitik Kuno yang masih serumpun dengan bahasa Ibrani adalah bahasa yang digunakan
oleh orang Aram. Bahasa Aram digunakan khususnya dari milenium kedua SM sampai
kira-kira tahun 500 M.

Bahasa Aram (yang dahulunya disebut bahasa Khaldea) termasuk dalam


keluarga bahasa Semitik Barat Laut. Walaupun agak berbeda dengan bahasa Ibrani,
bahasa Aram yang berkerabat ini mempunyai huruf-huruf yang sama namanya dengan
huruf-huruf dalam bahasa Ibrani. Seperti bahasa Ibrani, bahasa Aram ditulis dari kanan ke
kiri. Dalam bahasa Aram terdapat berbagai nama tempat dan nama diri yang berasal dari
bahasa Ibrani, bahasa Akkadia, dan bahasa Persia. Pengaruh bahasa Ibrani dalam istilah

8
(Indonesia) Yassir Nasanius, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Pusat Kajian Bahasa dan Budaya,
PELBBA 18: Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya: kedelapan belas, Yayasan Obor
Indonesia, 2007, ISBN 979-461-527-7, 9789794615270
9
Ruptures and departures By Corazon D. Villareal, Lily Rose R. Tope, Patricia May B. Jurilla, University of the
Philippines. Dept. Of English Studies and Comparative Literature, University of the Philippines

10
keagamaan, pengaruh bahasa Akkadia dalam istilah politik, sedangkan pengaruh bahasa
Persia dalam istilah yang berkaitan dengan urusan hukum. Huruf Semitik jumlahnya
sekitar 30 huruf dan menjadi dasar terbentuknya huruf Ibrani Kuno, Yunani Kuno,
Roman, dan Arab. Huruf Semitik mulai digunakan sekitar tahun 1700-1500 SM. Dari
beberapa abjad Punesia ini oleh orang Yunani diubah menjadi huruf hidup (vokal). Di
samping abjad Punesia di Suriah berkembang juga tulisan Arab10 dengan gaya khusus
Suriah.
Bahasa Arab merupakan salah satu rumpun bahasa Semit Selatan, sedangkan
bahasa Semit adalah bahasa yang berakar dari bahasa yang dipakai oleh keturunan Nabi
Nuh.11 Dalam hal mengkaji sejarah bahasa Arab sebelum datangnya agama Masehi (abad
kesatu Masehi), para ahli belum memperoleh gambaran apapun mengenai bahasa Arab,
karena saat itu belum adanya prasasti atau peninggalan yang dapat diperoleh sebagai
bukti munculnya bahasa Arab. Sejarah bahasa Arab terungkap dengan ditemukannya
ukiranukiran tulisan yang bernama “al-Nimarah” di dekat kota Damaskus yang berangka
tahun 328 M. Namun yang tertulis pada ukiran tersebut hanyalah nama-nama orang saja.
Ada sebagian sejarawan mengatakan bahwa untuk menentukan asal-usul dan kapan
dimulainya bahasa Arab, kiranya cukup berpedoman kepada teks-teks dari sastra
Jahiliyah yang tidak diragukan kebenarannya untuk menjelaskan keadaan-keadaan bahasa
Arab sebelum datangnya agama Islam.
Dari kedua pendapat tersebut di atas, tentang asal usul bahasa Arab tersebut
sebenarnya tidak terlalu berbeda. Adapun pendapat yang menjadikan ukiran al-Nimarah
yang berangka tahun 328 M dan pendapat yang menjadikan teks-teks Jahiliyah sebagai
patokan awal adanya atau dimulainya bahasa Arab adalah sama atau berdekatan
tahunnya. Eksistensi ukiran al-Nimarah bertanda tahun 328 M, sedangkan Nabi
Muhammad SAW telah dilahirkan tahun 571 M, dan syair-syair Jahiliyah, pengarangnya
hidup antara abad ke 5 dan ke 6 M. Dengan demikian, perbedaan tahun tidak perlu lagi
dipermasalahkan. Yang tinggal hanya perbedaan tentang keberadaan ukiran al-Nimarah
sebagai prasasti yang menunjukkan telah adanya bahasa Arab pada saat itu. Masyarakat
Semenanjung Arab sejak dahulu sudah terbagi ke dalam beberapa kabilah, suku, bani,
atau garis keturunan. Masingmasing dari mereka itu sangat menonjolkan tradisi,
membanggakan suku, sangat fanatik, termasuk bersaing dalam logat dan dialek bahasa

10
Malay literature By Dewan Bahasa dan Pustaka
11
Atlas of Languages of Intercultural Communication in the Pacific, Asia, and the Americas: Vol I: Maps. Vol II:
Texts. Walter de Gruyter. Hlm. 677. ISBN 978-3-11-081972-4.

11
antara kabilah-kabilah yang ada. Kondisi seperti itu berlangsung cukup lama sampai
menjelang datangnya agama Islam. Namun sejak mereka berkepentingan untuk lebih
banyak berkomunikasi di musim-musim haji dan juga melaksanakan festival di Ukaz dan
Zulmajaz, maka mereka mulai merasakan keperluan adanya bahasa untuk saling mengerti
bagi komunikasi semua kabilah. Oleh karena itu, dalam festival tersebut mereka harus
menjauhkan atau mengurangi ciri-ciri lokal yang berkenaan dengan dialek. Mereka
berusaha untuk menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh semua pihak. Festival
bersyair yang diikuti oleh berbagai suku yang beraneka ragam dialek merupakan kegiatan
yang paling populer dan menonjol bagi bangsa Arab.12Dengan keadaan yang demikian
maka semakin kuatlah keinginan untuk mencari solusi dari perbedaan bahasa dan dialek
tersebut. Dan pada akhirnya, terbentuklah suatu bahasa Arab. kesusastraan yang menjadi
bahasa standar.13Bahasa Arab standar tersebut berasal dari dialek Quraisy yang
disempurnakan oleh dialek suku-suku lain. Dijadikannya dialek suku Quraisy sebagai
standar karena Mekkah, yang menjadi basis tinggal mereka, menjadi pusat kegiatan
ibadah haji. Dalam perkembangan selanjutnya bahasa standar tersebut menjadi bahasa
sastra Jahiliyah sekaligus menjadi bahasa yang digunakan oleh hampir seluruh lapisan
masyarakat Arab. Pesatnya perkembangan bahasa standar tersebut disebabkan oleh
munculnya para ahli dan para genius dari tiap-tiap kabilah yang mampu berbicara dengan
fasih serta mampu menyusun syair-syair dalam sistematika bahasa yang teratur.
Pengertian Aksara Arab-Melayu Aksara Arab-Melayu adalah aksara Arab yang
berkolaborasi dengan bahasa Melayu dengan beberapa penyesuaian dan tambahan huruf.
Artinya aksara Arab-Melayu merupakan campuran aksara Arab yang terdiri dari 29
aksara yang dimulai dari “alif” sampai “ya” ( ) dan ditambah dengan lima aksara yang
bukan aksara Arab, melainkan aksara yang diciptakan oleh orang Melayu sendiri.
Penambahan aksara tersebut digunakan untuk variasi menjawab keperluan fonem Melayu
yang lebih banyak dibandingkan fonem Arab itu sendiri. Aksara tambahan itu ialah “ca” (
), “nga” ( ), “pa” ( ), “ga” ( ), dan “nya” ( ). Bentuk tempat aksaranya sama dengan aksara
Arab namun ditambahkan dengan beberapa titik sebagai pembeda bunyi dan fungsinya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ikram, bahwa dikarenakan sistem fonologi bahasa
Melayu tidak sama dengan sistem fonologi bahasa Arab, maka digunakan bantuan titik
diakritik untuk menyatakan bunyi bahasa yang tidak ada di dalam bahasa Arab. Oleh
12
Ikram, A. 2008. Bahasa Melayu penyebar budaya. Naskah-naskah sebagai saksi persebaran bahasa[pranala
Nonaktif permanen]. Jurnal ATL Vol. 1. Diakses dari laman Melayu Online 6-5-2009.
13
“Bahasa Melayu Kuno”. Bahasa-malaysia-simple-fun.com. 15 September 2007. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 26 December 2010. Diakses tanggal 22 December 2010.

12
karenanya, tidak semua huruf Arab dapat digunakan secara tepat untuk menuliskan
bahasa Melayu, kecuali dengan melakukan beberapa penambahan titik dengan tidak
mengubah bentuk huruf asalnya, seperti huruf p-c-g-ng-ny.1
Aksara Arab yang diadopsi oleh orang Melayu untuk menuliskan bahasanya
merupakan hasil daripada kreativitas orang Melayu pada zaman lampau. Selain disebut
dengan nama Arab-Melayu, aksara ini juga dikenal dengan nama lain, yakni aksara Jawi.
Namun sampai saat ini tidak diketahui siapa orang yang memperkenalkan istilah tersebut.
Sebab apabila dicermati makna kata “jawi” memiliki arti yang beragam. Di Malaysia kata
“jawi” digunakan untuk jenis beras yang berasa seperti pulut. Di Minangkabau, Riau, atau
Sumatra pada umumnya, “jawi” bermakna “kerbau” atau “lembu”. Kesemua istilah ini
tidak ada hubungan dan kaitannya dengan penamaan aksara Jawi. Begitu juga jika
dikatakan bahwa Jawi merupakan perkataan Arab dari kelas kata ajektif terbitan dari kata
(nama) Jawa, dengan maksud penamaan tulisan yang berkait dengan suku/orang/pulau
Jawa. Hal ini tidak logis, karena Jawa sudah memiliki aksara yang digunakan untuk
penulisannya jauh sebelum kedatangan agama Islam. Kemungkinan kata “jawi” berasal
dari kata Arab “al-jawwah” untuk menamakan pulau Sumatra. Sebagaimana yang ditulis
oleh Ibnu Batuttah dalam bukunya al-Rih}lah menyebut pulau Sumatra sebagai al-
Jawwah. Istilah tersebut diberikan oleh orang Arab untuk penyebutan orang Sumatra yang
beragama Islam dan menggunakan bahasa Melayu. Oleh karena itulah orang Arab
menyimpulkan orang Melayu dan Jawa sebagai kelompok bangsa Jawi, makanya tulisan
Melayu yang menggunakan huruf Arab itupun disebut tulisan Jawi.14 Sebagaimana yang
dikatakan oleh Marsden yang mengutip pendapat Marco Polo yang mengatakan bahwa
perkataan Jawi merupakan nama lain pulau Sumatra pada zaman dulu ketika penduduk
pulau ini telah memeluk agama Islam.15 Artinya, orang Arab menggelari orang Melayu
sebagai al-Jawwah yang dinisbatkan menjadi Jawwi. Selain itu juga dikarenakan, bahwa
pada zaman dahulu daerah kawasan Asia Tenggara terkenal sebagai Javadwipa. Orang-
orang atau penduduknya disebut dengan orang Jawa. Orang Jawa di sini bukan berarti
pulau Jawa yang dikenal sebagai salah satu pulau di Indonesia. Lebih lanjut Marsden
mengatakan tentang keterangan yang dibuat oleh Raffles di mana perkataan Jawi bagi
orang Melayu bermakna perpaduan atau blasteran, seperti dalam ungkapan ‘anak.

14
Sneddon, James N. (2003). The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society. UNSW Press.
Hlm. 70. ISBN 978-0-86840-598-8.
15
Sneddon, James N. (2003). The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society. UNSW Press.
Hlm. 62. ISBN 978-0-86840-598-8.

13
Jawi’ bermakna anak blasteran antara bapak Keling dengan ibu Melayu,
sehingga timbul istilah Jawi peranakan atau peranakan Melayu.16 Sementara itu,
Wilkinson berpendapat bahwa istilah Jawi maksudnya adalah Melayu, misalnya dalam
ungkapan: “dijawikan” bermakna “terjemahkan ke dalam bahasa Melayu”. Demikian pula
dalam bahasa tulis, maka maknanya: “salin ke dalam bahasa Melayu”. 17 Berdasarkan
uraian makna kata “jawi” tersebut, dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud tulisan Arab-
Melayu atau Jawi adalah bahasa Melayu yang ditulis dengan menggunakan huruf atau
aksara Arab. Untuk daerah Riau, sebutan dan nama yang diistilahkan kepada aksara ini
telah bersebati pada masyarakatnya sampai sekarang, yakni aksara Arab melayu.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahasa Melayu adalah suatu bahasa Austronesia yang dituturkan terutama di


sebagian Asia Tenggara Maritim. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 30 juta orang (13,5
juta di Malaysia, 5 juta di Indonesia, tanpa jumlah penutur bahasa Indonesia) atau sekitar

290 juta orang (dengan jumlah penutur bahasa Indonesia sekitar 260 juta) di seluruh
dunia. Asal usul pertumbuhan bahasa Melayu berasal dari Sumatra Selatan di
sekitar Jambi dan Palembang. Catatan terawal bahasa Melayu Kuno adalah
sebuah prasasti bertarikh 683 Masehi yang dijumpai di Sumatra Selatan (kini bagian
dari Indonesia).

Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya, bahasa ini menjadi bahasa kebangsaan
dan bahasa resmi di Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia), Brunei
Darussalam, Singapura, dan menjadi akar dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa
resmi dan bahasa kebangsaan di Indonesia. Selain itu, bahasa Melayu tempatan
merupakan salah satu bentuk bahasa daerah di Sumatra, Kalimantan, dan sebagai kreol di
berbagai daerah di Indonesia dan bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja

16
H.B. Jassin (1985, hal. 8) memberikan pendapat seperti ini. Lihat Hasjim, Nafron. Peranan Penerbit dalam
Pembinaan Bahasa Indonesia. Dalam: Hasan Alwi, Dendy Sugono, Anton M. Moeliono. Telaah Bahasa dan
Sastra. Yayasan Obor Indonesia. 1999. Hal. 260
17
Rahman, AA (2013). “Bahasa Melayu: Antara peluasan, penyempitan dan kecelaruan”.
Penerbit.uthm.edu.my.

14
di Timor Leste (bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa kerja selain bahasa
Inggris).

Bahasa Melayu merupakan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan dan


keagamaan di Nusantara sejak abad ke-7. Migrasi kemudian juga turut memperluas
pemakaiannya. Selain di negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula
di sebagian kecil Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand Selatan, dan Myanmar Selatan
(Wilayah Tanintharyi). Bahasa ini juga dituturkan oleh penduduk Pulau
Natal dan Kepulauan Cocos, yang menjadi bagian Australia.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki kekurangan,baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena
itu,dengan segala kerendahan hatipenulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang
sifatnya untuk membangun.Terakhir penulis berharap,semoga makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis begitu juga pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Adelaar, K.A. 1988. More on Proto-Malayic. Dalam: Mohd. Thani Ahmad dan Zaini
Mohammed Zain (peny.) Rekonstruksi dan cabang-cabang Bahasa Melayu induk, pp. 59–77.
Seri monograf sejarah bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Bellwood, P. 1993. Cultural and biological differentiation in peninsular Malaysia: the last
10,000 years. Asian Perspectives 32:37-60.

Hudson, A.B. 1970. A note on Selako: Malayic Dayak and Land Dayak languages in West
Borneo. Sarawak Museum Journal 18:301-318.

Adelaar, K. Alexander (2004). "Where does Malay come from? Twenty years of discussions
about homeland, migrations and classifications". Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde. 160 (1): 1–30. doi:10.1163/22134379-90003733 . JSTOR 27868100.

15
Edwards, E. D.; Blagden, C. O. (1931). "A Chinese Vocabulary of Malacca Malay Words
and Phrases Collected between A. D. 1403 and 1511 (?)". Bulletin of the School of Oriental
Studies, University of London. 6 (3): 715–
749. doi:10.1017/S0041977X00093204. JSTOR 607205.

B., C. O. (1939). "Corrigenda and Addenda: A Chinese Vocabulary of Malacca Malay Words
and Phrases Collected between A.D. 1403 and 1511 (?)". Bulletin of the School of Oriental
Studies, University of London. 10 (1). JSTOR 607921.

Braginsky, Vladimir, ed. (2013) [First published 2002]. Classical Civilizations of South-East


Asia. Oxford: Routledge. ISBN 978-1-136-84879-7.

Wilkinson, Richard James (1901–1903). A Malay-English Dictionary. Singapore: Kelly &


Walsh.

: http://bmstpm.blogspot.co.id/2008/11/sejarah-perkembangan-dan-asal-usul.html

Abdullah, Haji Wan Mohd Shaghir. 1995. “Tulisan Melayu/Jawi Ejaan dalam Manuskrip dan
Cetakan Kitab: Suatu Analisis Perbandingan,” Kertas Kerja Seminar Antarabangsa
Manuskrip Melayu, di Auditorium Perpustakaan Negara Malaysia, 3-4 Oktober.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1970. The Correct Date of the Trengganu Incription.
Kuala Lumpur:

Muzium Negara. _____. 1972. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Bangi:
University Kebangsaan Malaysia.

Baried, Siti Barorah. 1985. Memahami Hikayat dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. _____. 1994. Pengantar Teori Filologi.Yogyakarta:
UGM.

16
17

Anda mungkin juga menyukai