Kelompok 1 :
Michael Bintang Yebets Tamarola (B1A123108)
Muhammad Faizal (B1A123192)
Astrid (B1A123006)
Hildayanti (B1A123012)
Isdamayanti (B1A123096)
Zhafira Ramadhani Ansar (B1A123060)
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat membuat sebuah makalah tentang “Sejarah, Kedudukan, dan
Fungsi Bahasa Indonesia”. Dalam makalah ini, penulis mencoba menyajikan materi-materi
yang bersangkutan dengan sejarah bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan dan sesudah
kemerdekaan serta Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Makalah ini disusun
berdasarkan apa yang diperoleh dari berbagai sumber. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi Sempurna. Untuk itu
diharapkan kepada semua pihak untuk memberikan masukan dan kritik
Demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas
ini terdapat kekurangan- kekurangan dan jauh dari apa yang kita harapkan. Untuk itu,
diharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan. Akhir kata diucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari tulisan ini adalah memberikan Kontribusi informasi
kepada masyarakat mengenai sejarah bahasa Indonesia, dan untuk memberikan informasi
kepada masyarakat tentang pentingnya bahasa Indonesia, mengetahui kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia serta pembakuan bahasa Indonesia. Dengan demikian masyarakat
Indonesia dapat melestarikan dan mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan.
BAB II PEMBAHASAN
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 Masehi), bahasa Melayu (bahasa Melayu
Kuno) dipakai sebagai bahasa kenegaraan. Hal itu dapat diketahui, dari empat
prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatra bagian selatan peninggalan
kerajaan tersebut. Prasasti tersebut di antaranya adalah dengan ditemukannya
prasasti di Kedukkan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo
berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur Berangka tahun 686 M (Bangka
Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf
Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Pada saat itu, bahasa Melayu yang digunakan
bercampur kata-kata bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan, di
Kepulauan Nusantara, para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga
terpaksa menggunakan bahasa Melayu walaupun dengan cara kurang sempurna. Hal
itu melahirkan berbagai varian lokal dan temporal pada bahasa Melayu yang secara
umum dinamakan bahasa Melayu pasar oleh para peneliti.
Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka Tahun abad
ke-9) dan prasasti di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan
penyebaran penggunaan bahasa itu di Pulau Jawa. Penemuan Keping tembaga
Laguna di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900 Masehi juga menunjukkan
keterkaitan wilayah tersebut dengan Sriwijaya. Pada abad ke-15 berkembang bentuk
yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan
Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pengunaanya terbatas di
kalangan keluarga Kerajaan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Kemudian, Malaka merupakan tempat bertemunya para nelayan dari berbagai
negara dan mereka membuat sebuah kota serta mengembangkan bahasa mereka
sendiri dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari bahasa di sekitar daerah
tersebut. Kota Malaka yang posisinya sangat menguntungkan (strategis) menjadi
bandar utama di kawasan Asia Tenggara. Bahasa Melayu menjadi bahasa yang paling
sopan dan Paling tepat di kawasan timur jauh. Ejaan resmi bahasa Melayu pertama
kali disusun oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Moehammad Taib Soetan
Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer yang dimuat dalam kitab Logat Melayu pada
tahun 1801.
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa
Indonesia di antaranya adalah untuk mempererat hubungan antar suku di Indonesia.
Fungsi ini sebelumnya sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda
1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan
‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebagainya.). Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda
tersebut menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,
menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Ini berarti pula bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas
bahasa-bahasa daerah.
Konteks itulah yang menuntut adanya variasi bahasa. Dalam pemakaiannya, variasi
bahasa berhubungan dengan masalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sosial.
Berdasarkan fungsinya itu, maka bahasa tidak menunjukkan adanya satu acuan yang
dipergunakan untuk berkomunikasi dalam segala fungsinya. Setiap acuan cenderung
dipergunakan sesuai konteks yang mempengaruhinya.
Karena adanya berbagai acuan itu, maka masalah utama standardisasi bahasa adalah
acuan manakah yang harus dipilih di antara berbagai acuan yang ada dalam berbagai
variasi pemakaian sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang akan
ditetapkan sebagai acuan Standard dan Masalah pembakuan bahasa terkait dengan
dua hal, yakni kebijaksanaan bahasa dan perencanaan bahasa.
A. Bahasa Baku
Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai komunikatif yang
tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam
lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku,
serta lafal baku (Junus dan Arifin Banasuru, 1996:62). Bahasa baku tersebut
merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa bersangkutan. Ragam baku itu
merupakan ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga
masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka
rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Untuk menentukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga
hal yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan,
kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.
Proses pembakuan bahasa diadakan karena keperluan komunikasi. Dalam proses ini
satu Variasi diangkat untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu dan variasi itu disebut
bahasa baku atau Bahasa standar
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam usaha pembakuan ini adalah:
1. Kodifikasi
Himpunan dari hasil pemilihan mana yang lebih baik antara satu dengan yang
lainnya, itulah kodifikasi. Jadi, yang mula-mula dilakukan ialah inventarisasi bahan
dari sejumlah bidang yang diperlukan. Kemudian diadakan pemilihan pada
kelompok tiap bidang. Selanjutnya, hasil pemilihan itu dihimpun menjadi satu
kesatuan.
Yaitu: Dalam pengkodifikasian bahasa Indonesia akan menyangkut dua aspek yang
penting,
Kodifikasi yang pertama akan menghasilkan sejumlah ragam bahasa dan gaya bahasa.
Perbedaan ragam gaya tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulisan,
masing-masing akan mengembangkan variasi menurut pemakaiannya di dalam
pergaulan keluarga dan sahabat.
Kodifikasi yang kedua menghasilkan tata bahasa dan kosa kata yang baku. Pada
umumnya yang layak dianggap baku adalah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh
golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan lebih besar kewibawaannya.
2. Elaborasi
Elaborasi ini merupakan penyebarluasan kodifikasi. Penyebarluasan ini dilakukan
dengan jalan menerapkan hasil kodifikasi kedalam segi kehidupan bangsa Indonesia.
3. Implementasi
Setelah usaha kodifikasi dan elaborasi, maka harus diikuti oleh usaha implementasi
yang merupakan proses akhir dari usaha pembakuan bahasa. Terwujudnya
implementasi dengan baik berarti usaha pembakuan bahasa telah tercapai. Hal ini
bergantung pada masyarakat, apakah masyarakat menerima hasil kodifikasi dan
usaha elaborasi tadi dengan sikap positif atau tidak. Kalau usaha kodifikasi dan
elaborasi dikerjakan oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa atau
lembaga-lembaga bahasa maka implementasi dilakukan oleh seluruh anggota
masyarakat.
Alwi, dkk. (1998:14-20) menjelaskan bahwa bahasa baku mendukung empat fungsi,
tiga di antaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat
objektif.
Kesimpulan:
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
hidup yang terus berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan
maupun melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Pada abad keM5
berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh
Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pada zaman
penjajahan Belanda pada awal abad – 20, pemerintah kolonial Belanda ingin menggunakan
bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi dengan berpatokan pada bahasa Melayu
Tinggi yang sudah mempunyai kitab – kitab rujukan. Pada 16 Juni 1927 dalam sidang
Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan bahasa
Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang. Bahasa
Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa” pada saat Sumpah
Pemuda. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, ditandatanganilah
UndangUndang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan secara sah bahwa bahasa
Indonesia ialah bahasa negara. Selanjutnya, sehubungan dengan perkembangan ejaan,
setelah bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia, yakni muncul Ejaan Republik,
Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, ejaan yang disempurnakan, dan EBI.
Saran:
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Saran, kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan tulisan ini.
Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana – sini agar tulisan ini menjadi lebih lengkap
dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan pencinta bahasa Indonesia.
Daftar pustaka
Arif Ridiawan. 2012. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia mulai Ejaan dan Ophusyen
Hingga EYD. http://ridiawan. Blogspot. Co. Id/2012/02/perkembangan-ejaan-
Bahasaindonesia.html?m=1 13 September 2017 (14:23).
Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Balai
Bahasa.Arifin, Zaenal & S. Amran Tasai. 1995. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
AkaDemika Presindo.Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik. Jakarta:
Pustaka Jaya.Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1976. Politik Bahasa Nasional.
Jakar-ta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa
Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Ferdiyanto rajani.(2020).INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA diakses pada 16
September 2023 dari content://com.whatsapp.provider.media/item/ca10d467-b78a-
42269df6-a0209a5a3514
Ully ninyoman (2021) FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA diakses pada 16
September 2023 https://smkperintis.sch.id/blog/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia/
Dickybieber PEMBAKUAN BAHASA INDONESIA diakses pada 16 September 2023
https://bahasaindonesiakeren.wordpress.com/2012/10/30/pemba
KATEGOR
LAPANGAN USAHA 2010 2011 2012 2013
I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/ Agriculture, Forestry and
A 99 572 441,08 103 389 332,91 106 536 703,12 108 832 110,55 1
Fishing
Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian/ Agriculture,
1 89 361 030,57 92 778 620,48 95 601 895,16 97 413 889,93
Livestock, Hunting and Agriculture Services
a. Tanaman Pangan/ Food Crops 39 076 650,75 37 453 478,52 40 079 215,64 40 318 220,93
b. Tanaman Hortikultura/ Horticultural Crops 24 299 986,52 27 615 751,58 26 171 974,29 26 172 230,53
c. Tanaman Perkebunan/ Plantation Crops 8 744 397,91 9 461 889,28 10 005 483,63 10 416 387,25
d. Peternakan/ Livestock 15 530 724,88 16 441 659,16 17 286 984,73 18 248 180,42
e. Jasa Pertanian dan Perburuan/ Agriculture Services and Hunting 1 709 270,50 1 805 841,94 2 058 236,86 2 258 870,80
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu/ Forestry and Logging 3 988 451,64 4 128 396,24 4 083 413,65 4 093 448,74
3 Perikanan/ Fishery 6 222 958,87 6 482 316,19 6 851 394,31 7 324 771,88
B Pertambangan dan Penggalian/ Mining and Quarrying 13 346 392,63 13 054 134,23 13 745 874,30 14 594 164,05
Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi/ Crude Petroleum,
1 1 230 484,67 1 304 539,14 1 380 057,38 1 484 852,39
Natural Gas, and Geothermal
2 Pertambangan Batubara dan Lignit/ Coal and Lignite Mining 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Pertambangan Bijih Logam/ Iron Ore Mining 860 240,75 17 967,10 4 070,75 529,71
Pertambangan dan Penggalian Lainnya/ Other Mining and
4 11 255 667,21 11 731 627,99 12 361 746,17 13 108 781,95
Quarrying
C Industri Pengolahan/ Manufacturing 215 156 474,55 226 325 616,81 241 528 855,93 254 694 118,95 2
Industri Batubara dan Pengilangan Migas/ Manufacture of Coal
1 45 466 170,04 46 757 430,53 46 742 862,25 46 328 182,52
and Refined Petroleum Products
Industri Makanan dan Minuman/ Manufacture of Food Products
2 60 804 948,93 68 020 977,58 71 598 649,25 77 804 254,60
and Beverages
3 Industri Pengolahan Tembakau/ Manufacture of Tobacco Products 49 474 496,60 48 152 729,08 53 465 913,33 53 455 965,83
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO/ 623 224 656 268 691 343 726 655
GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCTS 621,33 129,91 115,96 118,06