Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

RESUME BAHASA INDONESIA


“Sejarah, Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia”

DISUSUN OLEH :
MEISY MAULANI PRAMESTI (202201017)

AKADEMI KEPERAWATAN PASAR REBO

Jalan Tanah Merdeka No. 16, 17, 18 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13750

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada ibu Ns. Siti Nurhayati, Sp.Kep. An
sebagai Dosen Koordinator Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan saya. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 10 Desember 2022

Meisy Maulani Pramesti

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................................. 2

BAB I PEMBAHASAN
A. Sejarah Bahasa Indonesia............................................................................... 3
B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia .................................................. 10

BAB II PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................... 14
Saran ...................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bahasa Indonesia

Para ahli sependapat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu
kuno yang dalam perkembangannya kemudian melahirkan sejumlah dialek regional
dan dialek sosial yang tersebar luas di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, bahasa
melayu yang menurut para pakar (Blust 1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005)
berasal dari wilayah Kalimantan Barat telah pula melahirkan dua dialek/ragam
politis, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, disamping dua ragam politis
lain yaitu bahasa Melayu di Singapura dan bahasa Melayu di Brunei Darussalam.

Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu kuno adalah adanya
sejumlah prasasti yang di temukan di pulau Sumatera, Pulau Bangka, Semenanjung
Malaya (wilayah Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa. Prasasti-prasasti itu ditulis
dengan menggunakan huruf Pallawa, yakni aksara yang dibawah oleh orang-
orang Hindu ke Indonesia. Ada juga, menurut Teeluw (1961) prasasti yang ditulis
dengan huruf Arab, dan ini tentunya prasasti yang dibuat sesudah masuknya agama
Islam ke Indonesia. Menurut Kridalaksana (1991) sudah ada 18 buah prasasti yang
sudah teridentifikasi dan besar kemungkinan akan bertambah lagi.

Sebagai contoh bentuk bahasa Melayu kuno berikut dikutipkan bagian dari sebuah
prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam huruf latin.
Nipahat di welanya yang wala griwijaya kaliwatmanapik yang bhumi jaya tida
bhakti ka griwajaya.
Secara harfiah artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah menyerang
tanah Jawa tidak takluk ke Sriwijaya
Makna sebenarnya: Dipahat pada waktu tentara Sriwijaya telah menyerang tanah
jawa yang tidak takluk pada Sriwijaya.

kutipan tersebut dapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini masih biasa
digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala (bala) bhumi (bumi), tida

3
(tidak), bhakti (bakti), dan ka (ke). Kata wala menjadi bala dimana fonem [w]
berubah menjadi [b] adalah perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu
watu menjadi batu dan wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b] pada kata
bhumi dan bhakti adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun fonem[a]
berubah menjadi [e] pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa ada contoh
lain, yaitu kata tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi kerana (dalam
bahasa Melayu kini).

1. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan


Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman
Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar suku di
Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara
pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua
franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di
seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari,
mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar
untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan
tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga
tidak menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain
untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang
mulia.

Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan


Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan
dan bahasa resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa
Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi

4
Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan
bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa
bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak
dialek Melayu yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara
suatu bahasa perhubungan, suatulingua Franca yang disebut dengan Melayu
Pasar. Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di
terimanya.

Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah


Jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan
oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah
Sumatera Selatan bagian Timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra
bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi
pusat ilmu pengetahuan.

Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya


faktor-faktor historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti beberapa
perkembangan berikut.

a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapat di pastikan bahasa yang di
pakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari
berbagai peninggalan–peninggalan bersejarah misalnya: Tulisan yang
terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M, Prasasti
Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo, di
Palembang, pada tahun 684, Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada
tahun 686, Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-macam


dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu
Ambon, Larantuka, Kupang Betawi, dan Manado, dapatlah dipastikan bahwa
bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran seluas itu.

5
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-musafir
Cina yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka
mempergunakan bahasa penduduk asli yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing
yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII juga menggunakan bahasa itu.

b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke XVI, mereka
menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa
resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan (lingua
franca). Hal ini dapat di buktikan dari beberapa kenyataan berikut. Seorang
Portugis bernama Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun semacam
daftar kata pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah
tersebar sampai Kepulauan Maluku.

Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia


mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar.
Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan. Demikianlah pengakuan
seorang Belanda yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia
menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Kegagalan di dalam memakai
bahasa-bahasa Barat itu memuncak dengan keluarnya suatu keputusan
pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa pengajaran
di sekolah-sekolah Bumi Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di
berikan dalam bahasa daerah.

c. Masa Pergerakan Kemerdekaan


Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan
kemerdekaan, terasa sangat diperlukan suatu bahasa untuk mengikat
bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Pergerakan yang besar dan
hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu
mereka mencari suatu bahasa yang dapat dipahami dan dipakai semua orang.

6
Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan
menjadi bahasa persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java,
Jong Sumatra atau Jong Ambon, lebih suka menggunakan bahasa daerahnya
sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih menekankan kebudayaan dan bahasa
Jawa. Hal-hal ini dirasakan sangat menghambat persatuan dan kesatuan yang
hendak dicapai.

Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa


di Indonesia, pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu
bahasa daerah sebagai media penghubung pemuda-pemudi Indonesia.
Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pengantar. Pemuda-pemudi di
Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan tegas hasrat mereka agar
bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu Tinggi, diakui sebagai
bahasa persatuan. Walaupun dengan adanya hasrat yang tegas ini, sebagai
majalah Jong Java dan Jong Sumatranen Bond masih ditulis dalam bahasa
Belanda.

Perlu pula dicatat jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan
bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan
Neratja. Disamping pengaruhnya yang sangat besar dalam perkembangan
bahasa Melayu, media tersebut sekaligus menjadi penghubung dan tempat
latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam
masalah.

Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya


tibalah saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres
itu, diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda.

2. Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan

7
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, dalam UUD
1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada pasal 36. Pada
tanggal 19 Maret 1947 ”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Penggunaan
Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) diresmikan menggantikan Ejaan van Ophuysen
yang berlaku sejak tahun 1901.

Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah
buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, ejaan Van Ophuysen pun
dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van
Ophuysen, yang dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum ejaan Van Ophuysen disusun para
penulis pada umumnya mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan
konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan
yang digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya ejaan Van Ophuysen
mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.

Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi. Penyusunan
ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku sebelumnya
yaitu ejaan Van Ophuysen juga untuk menyederhanakan sistem ejaan bahasa
Indonesia. Pada tanggal 19 Maret 1947, setelah selesai disusun ejaan baru itu
diresmikan dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal 19
Maret 1947. Ejaan baru itu diresmikan dengan Nama Ejaan Republik.

Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan
dengan Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi
merupakan Nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan
itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal
sebagai Ejaan Soewandi.

Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang
disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972. Sebelum EYD, Lembaga

8
Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia
ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang
kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri


Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan
bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan
Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari
Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17
Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh
Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972,
ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975

9
Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Garis Waktu Peresmian Ejaan


1. Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
2. Ejaan republik diresmikan 1947
3. Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku
kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
4. Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975.
5. Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga
sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak
Pusat Bahasa.
6. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan
Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987.
7. Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai
Perguruan Tinggi nasional dan internasional.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum


di dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara
ialah Bahasa Indonesia”.

Maka kedudukan Bahasa Indonesia sebagai:


1.  Bahasa Nasional

10
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar
Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28
Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Lambang Kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan
nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai
yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak
acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
b. Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang
bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas
seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia.
Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan
bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan
bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya,
karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh
masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan
dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun.
Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa
Indonesia.

11
d. Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala
aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang
berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi
antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan
seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)


Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan
di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

a. Bahasa Resmi Kenegaraan.


Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara,
peristiwa serta kegiatan kenegaraan.

b. Bahasa Pengantar Resmi di Lembaga-Lembaga Pendidikan.


Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi
pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa
asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek).

c. Bahasa Resmi didalam Perhubungan pada Tingkat Nasional untuk


Kepentingan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan serta Pemerintah.

12
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu
hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut
agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima
oleh masyarakat.

d. Bahasa Resmi didalam Pengembangan Kebudayaan dan Pemanfaatan Ilmu


Pengetahuan serta Teknologi Modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia
yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar
jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah
maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya
sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan,
khususnya di perguruan tinggi.

13
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 ”bahasa Negara adalah bahasa
Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar abad ke
VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai
bahasa perhubungan.

Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pasca kemerdekaan. Secara
yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui
keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.

Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain ejaan Van
Ophuysen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang yaitu
ejaan yang disempurnakan atau biasa disingkat EYD.

Kedudukan sebagai Bahasa Nasional:


1. Lambang kebanggaan Nasional
2. Lambang Identitas Nasional
3. Alat pemersatu
4. Alat penghubung antarbudaya

Kedudukan sebagai Bahasa Negara :


1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan
3. Bahasa resmi di dalam perhubungan dan pembangunan

14
4. Bahasa resmi kebudayaan dan IPTEK

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.


Pamungkas, Sri. 2012. Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Tim Penyusun. 2013. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Bahasa Indonesia. Makassar:
Badan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

16

Anda mungkin juga menyukai