Kelas B4
Disusun Oleh: Kelompok I
Pertama-tama, penulis ingin berterima kasih kepada Dr. Lukman Fahmi, S.Ag., M.Pd
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan panduan yang sangat berharga dalam
penyusunan makalah ini. Terima kasih atas kesabaran dan dorongan yang diberikan selama
proses ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berdiskusi, memberikan masukan, dan berbagi pemikiran selama proses penelitian. Diskusi dan
kolaborasi ini sangat berharga dalam merangsang ide-ide dan pemikiran kritis.
Tidak lupa, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sumber daya
informasi yang tersedia, baik dalam bentuk buku, jurnal, atau sumber online, yang telah
menjadi sumber utama referensi untuk makalah ini.
Harapan penulis bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi kepada
pembaca, juga menjadi titik awal untuk penelitian lebih lanjut dan diskusi yang lebih dalam
tentang makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Tiongkok, kain satin, kipas dari Tiongkok, dan barang-barang perhiasan yang lain.
Letak kota pelabuhan Malaka sangat menguntungkan bagi lalu lintas dagang
melalui laut dalam abad ke-14 dan 15. Semua kapal dari Tiongkok dan Indonesia yang
akan berlayar ke barat melalui Selat Malaka. Demikian pula semua kapal dari negara-
negara yang terletak di sebelah barat Malaka apabila berlayar ke Tiongkok atau ke
Indonesia juga melalui Selat Malaka, sebab pada saat itu, Malaka adalah satu-satunya
kota pelabuhan di selat Malaka. oleh karena itu, Malaka menguasai perdagangan antara
negara-negara yang terletak di daerah utara, barat, dan timurnya.
Perkembangan Malaka yang sangat cepat berdampak positif terhadap bahasa
Melayu. Sejalan dengan lalu lintas perdagangan, Bahasa Melayu yang digunakan
sebagai bahasa perdagangan dan juga penyiaran agama Islam dengan cepat tersebar ke
seluruh Indonesia, dari Sumatra sampai ke kawasan timur Indonesia.
Perkembangan Malaka sangat cepat, tetapi hanya sebentar ka- rena pada tahun
1511 Malaka ditaklukkan oleh angkatan laut Portugis dan pada tahun 1641 ditaklukkan
pula oleh Belanda. Dengan kata lain, Belanda telah menguasai hampir seluruh
Nusantara.
Belanda, seperti halnya negara asing yang lain sangat tertarik dengan rempah-
rempah Indonesia. Mereka tidak puas kalua hanya menerima rempah-rempah dari
pedagang Gujarat. Oleh karena itu, mereka datang sendiri ke daerah-daerah rempah itu.
Pada tahun 1596 datanglah pedagang Belanda ke daerah Banten di bawah nama VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie). Tujuan utama mereka adalah untuk berdagang,
tetapi pada tahun 1799 diambil alih oleh pemerintah Belanda. Dengan demikian, tujuan
bukan hanya untuk berdagang, melainkan juga untuk tujuan sosial dan pendidikan.
Masalah yang segera dihadapi oleh Belanda adalah masalah Bahasa pengantar.
Tidak ada pilihan lain kecuali bahasa Melayu yang dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar karena pada saat itu bahasa Melayu secara luas sudah digunakan sebagai
lingua franca di seluruh Nusantara. Pada tahun 1521 Pigafetta yang mengikuti
pelayaran Magelahaens mengelilingi dunia, Ketika kapalnya berlabuh di Todore
menulis kata-kata Melayu. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Melayu yang berasal
dari Indnesia sebelah barat itu telah tersebar luas sampai ke daerah Indonesia sebelah
Timur.
Dari hari ke hari kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua franca semakin kuat,
terutama dengan tumbuhnya rasa persatuan dan kebangsaan di kalangan pemuda pada
awal abad ke-20 sekalipun mendapat rintangan dari pemerintah dan segolongan orang
4
Belanda yang berusaha keras menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan berusaha
menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional di Indonesia. Para pemuda yang
bergabung dalam berbagai organisasi, para cerdik pandai bangsa Indnesia berusaha
keras mempersatukan rakyat. Mereka sadar bahwa hanya dengan persatuan seluruh
rakyat bangsa Indonesia dapat menghalau kekuasaan kaum penjajah dari bumi
Indonesia dan mereka sadar juga hanya dengan bahasa Melayu mereka dapat
berkomunikasi dengan rakyat. Usaha mereka pada kongres pemuda di Jakarta pada
tanggal 28 Oktber 1928. Dalam kongres itu para pemuda dari berbagai organisasi
pemuda mengucapkan ikrar mengaku berbangsa satum bangsa Indonesia; mengaku
bertanah air satu, tanah air Indonesia; dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Demikianlah, tanggal 28 Oktober mnerupakan hari yang amat penting,
merupakan hari pengangkatan atau penobatan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan atau sebagai bahasa nasional. Pengakuan dan pernyataan yang di ikrarkan
pada tanggal 28 Oktober 1928 itu tidak akan artinya tanpa diikuti usaha untuk
mengembangkan bahasa Indonesia, meningkatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Sebagai realisasi usaha itu, pada ahun 1939 para cendekiawan dan budayawan
Indonesia menyelenggarakan suatu kongres, yaitu Kongres Bahasa Indonesia I di Solo,
Jawa Tengah. Dalam kongres itu Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa “jang
dinamakan’ Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokonja
berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloan zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe
moedah dipakai oleh rakjat di seloeroh Indonsia” Oleh karena itu, kongres pertama ini
memutuskan bahwa buku-buku tata bahasa yang sudah ada tidak memuaskan lagi, tidak
sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia sehingga perlu disusun tata bahasa baru
yang sesuai dengan perkembangan bahasa.
Hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942 tidak satu
keputusan pun yang telah dilaksanakan karena pemerintahan Belanda tidak merasa
perlu melaksanakan keputusan itu. Setelah masa pendudukan Jepang Bahasa Indonesia
memperoleh kesempatan berkembang karena pemerintah Jepang, seperti halnya
pemerintah penjajah yang lain sesungguhnya bercita-cita menjadikan bahasa Jepang
menjadi bahasa resmi di Indonesia terpaksa menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah.
Perkembangan berjalan dengan sangat cepat sehingga pada waktu kemerdekaan
5
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia telah siap
menerima kedudukan sebagai bahasa negara, seperti yang tercantum dalam Undang-
undang Dasar 1945, bab XV, pasal 36.
Setelah Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 bahasa Indonesia semakin
mantap kedudukannya. Perkembangannya juga cukup pesat. Sehari sesudah proklamasi
kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-undang Dasar 1945 yang di
dalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa "Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia." Dengan demikian, selain berkedudukan sebagai bahasa negara juga,
bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan
negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.
setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara juga semakin kuat. Perhatian
terhadap bahasa Indonesia baik di pemerintah maupun masyarakat sangat besar.
Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap
perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui pembentukan lembaga yang
mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi pusat pahasa dan
Penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari
Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan Yang Disempurnakan selalu
mendapat tanggapan dari masyarakat.
Dalam era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia mendapat saingan berat
dari bahasa Inggris karena semakin banyak orang Indonesia yang belajar dan menguasai
bahasa Inggris. Hal ini, tentu saja merupakan hal yang positif dalam rangka
mengembangkan ilmu dan teknologi. Akan tetapi, ada gejala semakin mengecilnya
perhatian orang terhadap bahasa Indonesia. Tampaknya orang lebih bangga memakai
bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipakai juga banyak
dicampur dengan bahasa Inggris, kekurangpedulian terhadap bahasa Indonesia akan
menjadi tantangan yang berat dalam pengembangan bahasa Indonesia.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis
Bahasa Brunai Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) mencanangkan Bahasa
Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separuh
jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walaupun demikian,
gagasan ini masih dalam perbincangan.
6
Melalui perjalanan sejarah yang panjang bahasa Indonesia telah mencapai
perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah penggunanya, maupun dari segi
sistem tata bahasa dan kosakata serta maknanya. Sekarang bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa besar yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia
tetapi juga di banyak negara bahkan kebersihan Indonesia dalam mengajarkan bahasa
Indonesia kepada generasi muda telah dicatat sebagai prestasi dari segi peningkatan
komunikasi antarwarga negara Indonesia.1
1
S.S.M.P. Sukirman Nurdjan, S.P.M.P. Firman, dan S.P.M.P. Mirnawati, BAHASA INDONESIA UNTUK
PERGURUAN TINGGI (Penerbit Aksara TIMUR, 2016), 1-6.
7
2) Kongres bahasa Indnesia II (Dua)
Kongres bahasa Indonesia yang kedua dilaksanakan pada 28 Oktober-1
November 1954 di Kota Medan, Sumatra Utara,. Kongres bahasa Indonesia ini
merupakan sebuah tindakan rasionalisasi dari keinginan yang kuat dan keras
dari bangsa Indonesia untuk selalu menyempurnakan bahasa Indonesia yang
dijadikan bahasa nasional. Pemerintah pada 16 Agustus 1972, meresmikan
penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diperkuat dengan adanya
Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
pada 31 Agustus 1972, menetapkan Pedoman Umum Bahasa Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
3) Kongres bahasa Indonesia III (Tiga)
Kongres bahasa Indonesia ketiga dilaksanakan pada 28 Oktober-2 November
1978 di Ibukota Jakarta. Hasil yang didapat dari kongres bahasa Indonesia
ketiga ini yaitu memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928 dan selalu berusaha dengan optimal untuk
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
4) Kongres bahasa Indonesia IV (Empat)
Kongres bahasa Indonesia keempat diselenggarakan pada tanggal 21-26
November 1983 di Jakarta. Pada pelaksanaan kongres bahasa Indonesia ke
empat bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda yang ke-55 yang menghasilkan
kesepakatan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam GBHN, yang
mewajibkan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar tercapai seoptimal mungkin.
5) Kongres bahasa Indonesia V (Lima)
Kongres bahasa Indonesia yang kelima dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-
3 November 1988 di Jakarta.. Pada kongres bahasa Indonesia kelima ini,
dilahirkan karya monumental yaitu sebuah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
6) Kongres bahasa Indonesia VI (Enam)
Kongres bahasa Indonesia yang keenam dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-
2 November 1993 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia kelim
diantaranya yaitu pengusulan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
8
Indonesia ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, di
samping mengusulkan disusunnya UndangUndang Bahasa Indonesia.
7) Kongres bahasa Indonesia VII (Tujuh)
Kongres bahasa Indonesia ketujuh dilaksanakan pada tanggal 26-30 Oktober
1998 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke tujuh yaitu
mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa Indonesia
8) Kongres bahasa Indonesia VIII (Delapan)
Kongres bahasa Indonesia kedelapan diselenggarakan pada tanggal 14-17
Oktober 2003 di Jakarta. Pada kongres bahasa Indonesia ke tujuh menghasilkan
kesepakatan pengusulan bulan Oktober dijadikan bulan bahasa. Agenda pada
bulan bahasa adalah berlangsungnya seminar bahasa Indonesia di berbagai
lembaga yang memperhatikan bahasa Indonesia.
9) Kongres bahasa Indonesia IX (Sembilan)
Kongres bahasa Indonesia kesembilan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-1
November 2008 di Jakarta. Kongres bahasa Indonesia ke lima membahas lima
hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing,
pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini
berskala internasional yang menghadirkan pembicara-pembicara dari dalam dan
luar negeri.
10) Kongres bahasa Indonesia X (Sepuluh)
Kongres bahasa Indonesia yang kesepuluh dilaksanakan pada tanggal 28-31
Oktober 2013 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke sepuluh
merekomendasikan yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),
merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah.2
2
Tridays Repelita, “SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA (Ditinjau dari Prespektif Sejarah Bangsa
Indonesia),” Jurnal Artefak 5, no. 1 (26 April 2018): 47-48.
9
B. Pembentukan Identitas Melalui Bahasa Indonesia
1. Peran Bahasa Indonesia Dalam Membentuk Identitas Nasional Dan Kesatuan
Bangsa.
Guna membangun rasa percaya diri yang kuat, maka sebuah bangsa
memerlukan. identitas terutama bangsa yang karakter masyarkatnya adalah plural
seperti di Indonesia. Secara politis, terdapat beberapa bentuk identitas nasional yang
dapat digunakan untuk membangun jati diri sebuah bangsa, Unsur tersebut terdiri dari
bendera, bahasa nasional, lambang negara serta lagu kebangsaan. Unsur penting yang
sangat besar pengaruhnya dalam membangun karakter bangsa adalah bahasa nasional.
Dengan semboyan yang sangat populer yaitu bahasa menunjukkan bangsa, yang dapat
digunakan sebagai media persatuan bagi setiap kelompok daerah, sehingga masing-
masing dapat menjalin komunikasi antar masyarakat Indonesia dengan baik (Aziz,
2014)3
Bahasa Indonesia memiliki beberapa kegunaan yang tertuang dalam Sumpah
Pemuda, diantaranya adalah sebagai lambang kebangsaan, lambang identitas dalam
skala nasional, alat komunikasi antar daerah, antar budaya serta sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan sebagai sebuah suku bangsa dengan latar belakang sosial
yang sama. Sedangkan dalam kegunaannya sebagai bahasa negara, sebagaimana
dituliskan dalam regulasi UUD 1945 pada pasal 35, memiliki fungsi sebagai berikut :
1) Sebagai bahasa resmi kenegaraan, hal ini berarti kedudukan bahasa Indonesia yang
dibuktikan dengan digunakan dalam naskah kemerdekaan
2) Sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, hal ini dibuktikan dnehan
pemakaiannya dalam lembaga formal pendidikan di berbagai level dan
konsekuensinya adalah media cetak serta materi pelajaran harus menggunakan bahasa
Indonesia
3) Media penghubungan untuk kepentingan pembangunan nasional yang dibuktikan
dengan digunakan dalam badan pemerintah serta penyebarluasan informasi nasional
4) Media pengembangan kebudayaan, dan IPTEK yang dibuktikan dengan
digunakannya bahasa Indonesia dalam penyebaran ilmu baik melalui buku ataupun
media lainnya. Selain itu, fungsi lain yang sangat signifikan lainnya terletak pada
3
Aziz, A. L. (2014). Penguatan Identitas Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas. Nasional dan Bahasa
Persatuan Jelang Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Jurnal Studi Sosial, 6(1), 14-20.
10
kedudukan bahasa Indonesia sebagai media persatuan. Dalam hal ini dipicu oleh
banyaknyna masyarakat yang melakukan transmigrasi ke daerah lain, hal ini menuntut
fungsi lain dari bahasa Indonesia yaitu berperan sebagai wadah komunikasi antar suku
agar tetap saling berkomunikasi.
2. Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Alat Komunikasi Lintas Etnis, Agama, Dan
Budaya Di Indonesia.
Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang
digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan
menggunakan bahasa yang nonstandar pada saat berbicara dengan teman-teman
dan menggunakan bahasa standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang
dihormati. Dengan menguasai bahasa, akan memudahkan seseorang untuk berbaur
di lingkungannya.
11
Bahasa sebagai kontrol sosial maksudnya adalah yang mempengaruhi sikap,
tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri
sendiri dan masyarakat, contohnya di buku-buku pelajaran, ceramah agama, orasi
ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang
menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita
terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu
cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.4
Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting sebagai alat komunikasi
lintas etnis, agama, dan budaya di Indonesia. Berikut adalah beberapa fungsi
bahasa Indonesia dalam konteks tersebut :
3. Media Massa: Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa utama dalam media
massa di Indonesia, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal ini
memungkinkan informasi dan berita dapat diakses oleh berbagai kelompok
masyarakat di seluruh Indonesia.
4
Devianty, R. (2020). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
http://repository.uinsu.ac.id/8484/1/RINA%20DEVIANTY%20FIS%20%28DIKTAT%20REVISI%29.pdf
12
5. Identitas Nasional: Bahasa Indonesia juga berperan dalam memperkuat identitas
nasional Indonesia. Bahasa ini menjadi simbol persatuan dan kesatuan bangsa,
serta memperkuat rasa kebanggaan akan keberagaman budaya di Indonesia.
Dengan demikian, bahasa Indonesia memiliki fungsi yang sangat penting dalam
memfasilitasi komunikasi lintas etnis, agama, dan budaya di Indonesia, serta
memperkuat persatuan dan identitas nasional.
5
Identitas Bahasa dan Budaya dalam Mempertahankan Warisan Budaya | GEOTIMES
13
dilakukan melalui penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bahasa
komunikasi, dan bahasa administrasi pemerintahan.
Di era globalisasi saat ini, beberapa orang menganggap bahwa bahasa Indonesia
bagian dari penghambat proses komunikasi yang dilakukan secara global. Karena
bahasa Indonesia tidak digunakan secara global, hal ini menyebabkan bahasa
Indonesia tampak tidak begitu memfasilitasi proses globalisasi. Semakin tinggi
kuantitas kesalahan berbahasa, semakin sedikit tujuan. pengajaran bahasa itu tercapai.6
Era digital yang menuntut penguasaan teknologi dan bahasa asing pada berbagai
bidang kehidupan saat ini makin meminggirkan posisi bahasa Indonesia. Seharusnya,
posisi ini tidak berarti bahwa bahasa Indonesia tidak mampu bersaing dengan bahasa
lain di dunia, tetapi lebih pada sikap bangsa Indonesia sebagai pengguna bahasa
Indonesia cenderung menunjukkan sikap negatif. Jika bangsa Indonesia sebagai
pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa
nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa
ini menjadi bahasa yang mantap.7
Perkembangan bahasa dilalui dari proses yang cukup panjang, yang salah
satunya terdapat proses pidginisasi yaitu, proses perubahan suatu bahasa akibat
komunikasi antar penutur yang berbeda bahasanya. Fenomena ini terjadi dibeberapa
kota pelabuhan di Nusantara bagian timur, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang.
Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa
Melayu Pidgin. Di Batavia, abahasa Melayu pingin (Melayu-Tionghoan), bahkan
6
Ariningsih, N. E., Sumarwati, & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dalam
Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Basastra, 1(1): 40-53.
7
Marsudi. (2009). Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi Informasi. Jurnal Sosial
Humaniora, 2(2): 133-148.
14
dipakai sebagai bahasa dibeberapa surat kabar. Varian-varian lokal tersebut kemudia
dikenal sebagai Bahasa Melayu Pasar.8
Proses selanjutnya melalui karya sastra yang memperluas penyebaran Bahasa
Indonesia. Seperti buku yang tulis oleh Marah Rusli dan Merari Siregar yang
mengeluarkan buku-buku, sehingga bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk
menyatakan sastra di Indonesia.
Adapun tentang dialek ialah :
Menurut Alwi (2010: 3) menjelaskan bahwa dialek menyebar sangat luas,
dimana masing-masing dapat dipahami oleh si penutur oleh daerahnya itu sendiri.
Seiring perkembangannya, dialek disebut dengan bahasa yang berbeda yang dibawa
dari daerahnya, sehingga dialek ini belum banyak dipahami oleh beberapa masyarakat
luar yang berada jauh dari daerah tersebut yang menggunakan dialek daerahnya sendiri.
Dijelaskan pula oleh Sumarlam, dkk (2012: 117) bahwa, dialek merupakan sub
divisi dalam sebuah bahasa dengan persamaan kosa kata yang digunakan, struktur
gramatikal bahasa, leksikal, dan fonologi, dimana persamaan tersebut digunakan pada
sekelompok masyarakat tertentu yang memiliki perbedaan geografis atau wilayah
tertentu maupun keadaan sosial pada masyarakat tersebut.9
menyebutkan bahwa dialek dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Dialek regional yaitu bentuk atau variasi bahasa yang ada pada daerah tertentu.
b. Dialek Sosial yaitu variasi bahasa yang ada pada kelompok sosial tertentu.
c. Dialek Temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan pada kurun waktu tertentu.10
8
Kuntarto, E. dkk (2018). Cerdas Berbahasa
9
Sumarlan, d. (2012). Pelangi Nusantara-Kajian Berbagai Variasi Bahasa. Yogyakarta: GRAHA ILMU.
10
Prihantini, A. (2015). Master Bahasa Indonesia. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka.
15
2. Gangguan tidur. Penggunaan perangkat digital juga berpengaruh pada jam dan
lama waktu tidur seseorang menjadi tidak teratur. Hal ini terjadi karena sesorang
akan banyak bergantung pada hal-hal digital dalam kehidupan sehari-hari
sehingga berdampak pada pola tidur seseorang.
3. Susah konsentrasi. Salah satu dampak buruk penggunaan perangkat digital
adalah menurunnya kemampuan konsentrasi seseorang. Hal ini terjadi karena
tidak ada jaminan bahwa anak-anak akan patuh pada materi tugas yang ditugaskan
bapak ibu guru.
4. Gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan terjadi karena ketika sedang
berkaitan dengan perangkat digital anak sering menahan keinginan makan,
minum, dan buang air sehingga mengganggu sistem pencernaan. Bahkan ada juga
anak yang malah makan berlebihan.
11
Syanurdin. 2019. Tantangan dan Peluang Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Lateralisasi, (online) Volume 7 Nomor 2, Desember 2019
16
BAB III
PENUTUPAN
Kesipulan
1. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan momen penting dalam Sejarah bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan atau nasional
2. Kongres bahasa Indonesia I di Solo pada tahun 1939 menegaskan pentingnya
pengembangan bahasa Indonesia sesuai dengan perkembangan zaman
3. Pembelajaran bahasa Indonesia di era digital memerlukan literasi digital yang baik,
namun juga memiliki risiko negatif seperti gangguan fisik dan mental
17
DATAR PUSTAKA
S.S.M.P. Sukirman Nurdjan, S.P.M.P. Firman, dan S.P.M.P. Mirnawati, BAHASA INDONESIA
UNTUK PERGURUAN TINGGI (Penerbit Aksara TIMUR, 2016), 1-6
Aziz, A. L. (2014). Penguatan Identitas Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas. Nasional dan
Bahasa Persatuan Jelang Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Jurnal Studi
Sosial, 6(1), 14-20.
Ariningsih, N. E., Sumarwati, & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dalam
Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Basastra, 1(1): 40-53.
Marsudi. (2009). Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi Informasi. Jurnal Sosial
Humaniora, 2(2): 133-148.
Sumarlan, d. (2012). Pelangi Nusantara-Kajian Berbagai Variasi Bahasa. Yogyakarta: GRAHA ILMU.
Prihantini, A. (2015). Master Bahasa Indonesia. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka.
Syanurdin. 2019. Tantangan dan Peluang Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Era Revolusi Industri
4.0. Jurnal Lateralisasi, (online) Volume 7 Nomor 2, Desember 2019
18