Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

SEJARAH KEDUDUKAN DAN FUNGSI

BAHASA INDONESIA

OLEH:

AZISNA (A1A123078)

KELAS B

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Tujuan dari pendidikan tinggi adalah mewujudkan manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Terkait
dengan tujuan tersebut, mata kuliah Bahasa Indonesia perlu dikembangkan untuk tujuan
yang lebih khusus

Yang dimaksud tujuan khusus ini adalah mampu mengarahkan pada mahasiswa
untuk memiliki rasa kebangsaan dan bela negara yang tinggi. Hal tersebut dilakukan
sebab banyak ditemukan turunnnya rasa nasionalisme mahasiswa dengan mulai
ditinggalkannya nilai-nilai kebangsaan dan bela negara.

Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................2
1.3 Tujuan Penulis..............................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................3

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia.............................................3


2.2 Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia.................11
BAB III PENUTUP....................................................................15
3.1 Kesimpulan.................................................................15
3.2 Saran...........................................................................15
DAFTAR PUSTAKA 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa Melayu.


Bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau
bahasa pergaulan, di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti kuno yang ditulis dengan
menggunakan bahasa Melayu.

Bahasa Indonesia dikumandangkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober


1928 yang bertepatan dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Peresmian nama
bahasa Indonesia tersebut bermakna politis sebab bahasa Indonesia dijadikan
sebagai alat perjuangan oleh kaum nasionalis yang sekaligus bertindak
sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara Indonesia yang merdeka
dan berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum
peristiwa Sumpah Pemuda itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta
sejarah menunjukkan bahwa sebelum tahun 1928 telah ada gerakan
kebangsaan yang menggunakan nama “Indonesia” dan dengan sendi

Alasan yang kuat sehingga bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa


kebangsaan adalah (1) bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca,
yakni bahasa perhubungan antaretnis di Indonesia, (2) walaupun jumlah
penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau bahasa
Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan
yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain, (3) Bahasa Melayu masih
berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak dianggap
sebagai bahasa asing lagi, (4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang
sederhana sehingga relatif mudah dipelajari, (5) faktor psikologis, yaitu
adanya kerelaan dan keinsafan dari penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta
penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa
persatuan, (6) bahasa Melayu memiliki sesanggupan untuk dapat dipakai
sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas. rinya pada mereka telah
ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia.

1
1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas
dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan bahasa Indonesia.

2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

1.4. Manfaat Adapun Manfaat penulisan makalah ini ialah :

1. Memahami dan mengetahui sejarah perkembangan bahasa Indonesia.

2. Memahami dan mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Bahasa Indonesia

Para ahli sependapat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa
melayu kuno yang dalam perkembangannya kemudian melahirkan sejumlah
dialek regional dan dialek sosial yang tersebar luas di wilayah Asia
Tenggara. Selain itu, bahasa melayu yang menurut para pakar (Blust
1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005) berasal dari wilayah Kalimantan
Barat telah pula melahirkan dua dialek/ragam politis, yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia, disamping dua ragam politis lain yaitu bahasa Melayu
di Singapura dan bahasa Melayu di Brunei Darussalam.

Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu kuno adalah
adanya sejumlah prasasti yang di temukan di pulau Sumatera, Pulau Bangka,
Semenanjung Malaya (wilayah Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa.
Prasasti-prasasti itu ditulis dengan menggunakan huruf pallawa, yakni aksara
yang dibawah oleh orang-orang Hindu ke Indonesia. Ada juga, menurut
Teeluw(1961) prasasti yang ditulis dengan huruf Arab, dan ini tentunya
prasasti yang dibuat sesudah masuknya agama Islam ke Indonesia. Menurut
Kridalaksana (1991) sudah ada 18 buah prasasti yang sudah teridentifikasi
dan besar kemungkinan akan bertambah lagi

Sebagai contoh sebagai contoh bentuk bahasa melayu kuno berikut


dikutipkan bagian dari sebuah prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam
huruf latin.

”Nipahat di welanya yang wala griwijaya kaliwatmanapik yang bhumi


jaya tida bhakti ka griwajaya.”

Secara harfiah artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah


menyerang tanah jawa tidak takluk ke sriwijaya

Makna sebenarnya: Dipahat pada waktu tentara sriwijaya telah


menyerang tanah jawa yang tidak takluk pada sriwijaya

3
Dari kutipan tersebutdapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini
masih biasa digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala(bala)
bhumi(bumi), tida(tidak), bhakti (bakti), dan ka (ke).

Kata wala menjadi bala dimana fonem [w] berubah menjadi [b] adalah
perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu watu menjadi batu
dan wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b] pada kata bhumi dan
bhakti adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun fonem[a] berubah
menjadi [e] pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa ada contoh
lain, yaitu kata tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi kerana
(dalam bahasa Melayu kini).

A. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan


Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada
zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar
suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan
antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.Membahas
tentang sejarah perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak
terjadi dalam suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses
pertumbuhan berabad-abad lamanya.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah
sebagai berikut:
a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua
franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan)
di seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah
dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima
pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya
perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial
pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan
perpecahan.

4
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah
lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang
mulia.
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia,
dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa
kebangsaan dan bahasa resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah
dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa
Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia).
Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa Melayu
Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak dialek Melayu
yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa
perhubungan, suatulingua Franca yang disebut dengan Melayu Pasar.
Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di
terimanya.
Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah
Jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7
ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini
berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian Timur dan di bawah
pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di Asia
Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula
terdapatnya faktor-faktor historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti
beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapat di pastikan
bahasa yang di pakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah
bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak
lebih jelas dari berbagai peninggalan–peninggalan bersejarah

5
misalnya: Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh
pada tahun 1380 M, Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun
683, Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684, Prasasti Kota
Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686, Prasasti Karang Brahi Bangko,
Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya
bermacam-macam dialek Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara
seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang Betawi, dan Manado,
dapatlah dipastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran
seluas itu.
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang
musafir-musafir Cina yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota
Indonesia. Mereka mempergunakan bahasa penduduk asli yang disebut
Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII juga
menggunakan bahasa itu.
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke XVI,
mereka menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan
suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam
perdagangan (lingua franca). Hal ini dapat di buktikan dari beberapa
kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama Pigafetta, setelah
menjunjung Tidore, menyusun semacam daftar kata pada tahun 1522;
berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai Kepulauan
Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke
Indonesia mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal
bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan.
Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts
dalam tahun 1631.
Ia menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu
kebanyakan memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.

6
Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak
dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No.
104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi
Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di berikan dalam bahasa
daerah
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai
penggerakan kemerdekaan, terasa sangat diperlukan suatu bahasa untuk
mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Pergerakan yang
besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan.
Untuk itu mereka mencari suatu bahasa yang dapat dipahami dan dipakai
semua orang.
Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana
yang akan menjadi bahasa persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah
Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon, lebih suka menggunakan
bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih menekankan
kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal ini dirasakan sangat menghambat
persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai.
Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai
suku bangsa di Indonesia, pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu
mengakui suatu bahasa daerah sebagai media penghubung
pemudapemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan
dengan tegas hasrat mereka agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut
Melayu Tinggi, diakui sebagai bahasa persatuan. Walaupun dengan
adanya hasrat yang tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan Jong
Sumatranen Bond masih ditulis dalam bahasa Belanda.
Perlu pula dicatat jasa beberapa Surat kabar yang turut
menyebarluaskan bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timoer,
Kaum Moeda, dan Neratja. Disamping pengaruhnya yang sangat besar
dalam perkembangan bahasa Melayu, media tersebut sekaligus

7
menjadi penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri Indonesia untuk
mengutarakan berbagai macam masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan
diatas, akhirnya tibalah saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di
Jakarta, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai hasil yang paling
gemilang dari kongres itu, diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan
nama Sumpah Pemuda, yang berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
B. Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, dalam
UUD 1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada
pasal 36. Pada tanggal 19 Maret 1947”bahasa Negara adalah bahasa
Indonesia”. Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) diresmikan
menggantikan Ejaan van Ophuysen yang berlaku sejak tahun 1901.
Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam
sebuah buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, ejaan Van
Ophuysen pun dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun
oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum ejaan Van
Ophuysen disusun para penulis pada umumnya mempunyai aturan sendiri-
sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca.
Oleh karena itu, sistem ejaan yang

8
digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya ejaan Van Ophuysen
mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.
Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu
disesuaikan dengan Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita
ketahui, Soewandi merupakan Nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan ketika ejaan itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika
ejaan yang disusunnya juga dikenal sebagai Ejaan Soewandi.

Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang
disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972. Sebelum EYD,
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun
1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya
merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan
Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK,
juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas
dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,
tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli
dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada
tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun
1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam
istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan
baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu
pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan
Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah
pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik
Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut
dikenal dengan nama Ejaan BahasaIndonesia Yang Disempurnakan (EYD).

9
Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa
Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan
dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak bulan
Maret 1947.
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil
yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk
pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini
merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi
atau ejaan Republik yang dipakai sejak bulan Maret 1947.
Garis Waktu Peresmian Ejaan
a. Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
b. b. Ejaan republik diresmikan 1947
c. Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Departemen pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
d. Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.
0196/1975.
e. Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan
hingga sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan
motor penggerak Pusat Bahasa.
f. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan
dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
g. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan
dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

10
2.2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa
daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus
(Bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukanbahasa Indonesia yang menyatakan
bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam
kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang
tercantum di dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. . Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan Bahasa Indonesia sebagai:
A. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan
Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia
memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga,
menjunjung dan mempertahankannya.
Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus
memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita
harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

11
2. Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan
lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat
mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak
sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa
Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang
sebenarnya.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang
beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat
menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang
sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan
serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa
lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain.
Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan
bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah
masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan
fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun.
Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa
Indonesia
4. Alat penghubung antar budaya antar daerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan
seharihari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling
berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah
diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan
seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.

12
B. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975
dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan
adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi
kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan
dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembagalembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai
dengan Perguruan Tinggi.
Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran
yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
3. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan
pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan
penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan
yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.

13
4. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari
masyarakat Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan
ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran,
buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak
lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa
ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di
perguruan tinggi.

14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemahaman terhadap kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dapat menjadi
dasar menumbuhkan jiwa nasionalisme kaum muda dan pelajar. Dalam hal ini
bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai bahasa Nasional dan
bahasa Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional bahasa berfungsi
sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas nasional, alat perhubungan
antarwarga, antardaerah dan antarbudaya, dan alat pemrsatu suku, budaya dan
bahasa di Nusantara.
Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, alat
perhubungan tingkat nasional dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Mengimgat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia penulis mengajak kaum muda dan pelajar untuk menjaga dan terus
mengembangkan agar bahasa Indonesia terus bertahan dan berkembang dalam masa
yang akan datang.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36”bahasa Negara adalah
bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar
abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan
sebagai bahasa perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
di seluruh Asia Tenggara.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai