Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Sejarah, Perkembangan, dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Disusun untuk memenuhi


salah satu tugas mata kuliah
pembelajaran Bahasa
Indonesia Dosen pembimbing
Deni Lastari, M. Pd
Disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah
pembelajaran Bahasa
Indonesia Dosen pembimbing
Deni Lastari, M. Pd
Disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah
pembelajaran Bahasa
Indonesia Dosen pembimbing
Deni Lastari, M. Pd
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pembelajaran Bahasa Indonesia.
Dosen pembimbing Yessy Prima Putri, S.S., M. Hum

Disusun :

Muhammad Budiono Yandri (239024111003)

Zikry Hamdani Putra (239024111001)

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

UNIVERSITAS METAMEDIA (UM)

PADANG

2023

KATA PENGANTAR

Tujuan dari pendidikan tinggi adalah mewujudkan manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Terkait dengan
tujuan tersebut, mata kuliah Bahasa Indonesia perlu dikembangkan untuk tujuan yang lebih
khusus.

Yang dimaksud tujuan khusus ini adalah mampu mengarahkan pada mahasiswa untuk
memiliki rasa kebangsaan dan bela negara yang tinggiHal tersebut dilakukan sebab banyak
ditemukan turunnnya rasa nasionalisme mahasiswa dengan mulai ditinggalkannya nilai-nilai
kebangsaan dan bela negara.

Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 12 Oktober 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia


2.1.1 Bahasa Indonesia Sebelum Kemerdekaan
2.1.2 Bahasa Indonesia Sesudah Kemerdekaan
2.2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
tersebut digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan di hampir
seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti
kuno yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu.

Bahasa Indonesia dikumandangkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 1928 yang
bertepatan dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut
bermakna politis sebab bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum
nasionalis yang sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara
Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum
peristiwa Sumpah Pemuda itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa sebelum tahun 1928 telah ada gerakan kebangsaan yang menggunakan nama
"Indonesia dan dengan sendirinya pada mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa
Indonesia.

Alasan yang kuat sehingga bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa kebangsaan
adalah:

1. bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca yakni bahasa perhubungan


antaretnis di Indonesia
2. walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau
bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan
yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain
3. Bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak
dianggap sebagai bahasa asing lagi,
4. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga relatif mudah dipelajari
5. faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan dan penutur bahasa Jawa dan
Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan
6. bahasa Melayu memiliki sesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah yaitu:

1. Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.


2. Bagaimana kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.


2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun Manfaat Penulisan makalah ini ialah:

1. Memahami dan mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.


2. Memahami dan mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Bahasa Indonesia


Para ahli sependapat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu kuno
yang dalam perkembangannya kemudian melahirkan sejumlah dialek regional dan dialek
sosial yang tersebar luas di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, bahasa melayu yang menurut
para pakar (Blust 1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005) berasal dari wilayah Kalimantan
Barat telah pula melahirkan dua dialek/ragam politis, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa
Malaysia, disamping dua ragam politis lain yaitu bahasa Melayu di Singapura dan bahasa
Melayu di Brunei Darussalam.
Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu kuno adalah adanya
sejumlah prasasti yang di temukan di pulau Sumatera, Pulau Bangka, Semenanjung Malaya
(wilayah Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan
menggunakan huruf pallawa, yakni aksara yang dibawah oleh orang-orang Hindu ke
Indonesia. Ada juga, menurut Teeluw(1961) prasasti yang ditulis dengan huruf Arab, dan mi
tentunya prasasti yang dibuat sesudah masuknya agama Islam ke Indonesia. Menurut
Kridalaksana (1991) sudah ada 18 buah prasasti yang sudah teridentifikasi dan besar
kemungkinan akan bertambah lagi.
Sebagai contoh sebagai contoh bentuk bahasa melayu kuno berikut dikutipkan bagian
dari sebuah prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam huruf latin“Nipahat di welanya yang
wala griwijaya kaliwaimanapik yang bhumi jaya tida Bhakti ka griwijaya.” Secara harfiah
yang artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah menyerang tanah jawa dan
tidak takhluk ke sriwijaya. Makna sebenarnya: Dipahat pada waktu tentara sriwijaya telah
menyerang tanah Jawa yang tidak takhluk pada sriwijaya.
Dari kutipan tersebut dapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini masih
biasa digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala(bala) bhumi(bumi), tida(tidak),
bhakti (bakti), dan ka (ke). Kata wala menjadi bala dimana fonem [w] berubah menjadi [b]
adalah perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu watu menjadi batu dan
wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b] pada kata bhumi dan bhakti adalah juga
perubahan yang biasa terjadi begitupun fonem [a] berubah menjadi [e] pada kata ka juga
merupakan peubahan yang biasa ada contoh lain, yaitu kata tantara menjadi tentara
dan kata karena menjadi kerana (dalam bahasa Melayu kini).

2.1.1 Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan

Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada


zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar
suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan
antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara. Membahas
tentang sejarah perkembangan bahasa Indonesia sebelum merdeka tidak terjadi
dalam suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad
lamanya.

Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional


adalah sebagai berikut:

a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca


(bahasa perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di
seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah
dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima
pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya
perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status social
pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan
perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai Bahasa daerah
lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai Bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang
mulia. Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan
sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi Negara Republik
Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya
dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera,
Indonesia).

Agaknya terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa


Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa
Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak dialek Melayu
yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa
perhubungan, suatulingua Franca yang disebut dengan Melayu Pasar. Melayu Pasar
inilah yang merupakan faktor yang paling penting untuk di terimanya. Nama Melayu
mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai
Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya.
Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian Timur
dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik
di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan. Untuk mengikuti
pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya faktor-faktor historis
hingga sekarang, baiklah kita mengikuti beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapat di pastikan
bahasa yang di pakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai
peninggalan–peninggalan misalnya: Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di
Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M, Prasasti Kedukan Bukit, di
Palembang, pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684,
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686, Prasasti Karang
Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688. Walaupun bukti tertulis hampir
tidak ada, dengan adanya bermacam-macam dialek Melayu yang tersebar di
seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang Betawi,
dan Manado, dapatlah dipastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran
seluas itu. Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-
musafir Cina yang bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka
mempergunakan Bahasa penduduk asli yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang
belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII juga menggunakan bahasa itu.
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke XVI, mereka
menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi
dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan (lingua franca). Hal
ini dapat di buktikan dari beberapa kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama
Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun semacam daftar kata pada tahun
1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai Kepulauan Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia
mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar.
Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar selalu mengalami kegagalan. Demikianlah pengakuan seorang
Belanda yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia menyatakan bahwa
kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat
itu memuncak dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871
No.104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putra,
kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di berikan dalam Bahasa daerah.
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai
penggerakan kemerdekaan, terasa sangat diperlukan suatu Bahasa untuk
mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Pergerakan yang besar
dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu mereka
mencari suatu bahasa yang dapat dipahami dan dipakai semua orang. Pada mulanya
memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan.
Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon, lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih
menekankan kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal ini dirasakan sangat
menghambat persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai. Mengingat kesulitan-
kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia, pada tahun
1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media
penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai
Bahasa pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan
tegas hasrat mereka agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu
Tinggi, diakui sebagai bahasa persatuan. Walaupun dengan adanya hasrat yang
tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan Jong Sumatranen Bond masih ditulis dalam
bahasa Belanda. Perlu pula dicatat jasa beberapa Surat kabar yang turut
menyebarluaskan bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda,
dan Neratja. Disamping pengaruhnya yang sangat besar dalam perkembangan
bahasa Melayu, media tersebut sekaligus menjadi penghubung dan tempat
latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya
tibalah saat diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada tanggal
28 Oktober 1928. Sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres itu,
diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda, yang
berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia
2.1.2 Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945,
dalam UUD 1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
pada pasal 36. Pada tanggal 19 Maret 1947” bahasa Negara adalah bahasa
Indonesia”. Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) diresmikan menggantikan
Ejaan van Ophuysen yang berlaku sejak tahun 1901. Ejaan Van Ophuysen ditetapkan
pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah buku Kitab Logat Melajoe. Sejak
ditetapkannya itu, ejaan Van Ophuysen pun dinyatakan berlaku. Sesuai dengan
namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu oleh
Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Sebelum ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya
mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat,
dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang digunakan pada waktu
itu sangat beragam. Terbitnya ejaan Van Ophuysen mengurangi kekacauan ejaan
yang terjadi pada masa itu. Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van
Ophuysen antara lain sebagai berikut :
1. Huruf y ditulis dengan j, misalnya:
 Sayang → Sajang
 Yakin →Jakin
 Saya →Saja

2. Huruf u ditulis dengan oe, misalnya::


 Umum →Oemoem
 Sempurna →Sempoerna
3. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma
diatas, misalnya:
 Rakyat → Ra’yat
 Bapak → Bapa’
 Rusak → Rusa’
4. Huruf j ditulis dengan dj, misalnya :
 Jakarta→ Djakarta
 Raja → Radja
 Jalan → Djalan
5. Huruf c ditulis dengan tj, misalnya :
 Pacar → Patjar
 Cara → Tjara
Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi.
Penyusunan ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang
berlaku sebelumnya yaitu ejaan Van Ophuysen juga untuk menyederhanakan
sistem ejaan bahasa Indonesia. Pada tanggal 19 Maret 1947, setelah selesai
disusun ejaan baru itu diresmikan dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan
menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor
264/Bhg.A, tanggal 19 Maret 1947. Ejaan baru itu diresmikan dengan Nama Ejaan
Republik. Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu
disesuaikan dengan Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui,
Soewandi merupakan Nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika
ejaan itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga
dikenal sebagai Ejaan Soewandi. Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang
adalah Ejaan yang disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972. Sebelum
EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya
merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan
dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian
diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli
dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada
tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun
1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah
Bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato
kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia
yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan
baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan
hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah
dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini
merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau
ejaan Republik yang dipakai sejak bulan Maret 1947. Selanjutnya pada tanggal 12
Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih
luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975
memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Garis Waktu Peresmian Ejaan
a. Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
b. Ejaan republik diresmikan 1947
c. Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Departemen pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
d. Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975.
e. Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan
hingga sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor
penggerak Pusat Bahasa.
f. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi
dikuatkan dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai Perguruan Tinggi
nasional dan internasional.
2.2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.
Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV,
Pasal 36) mengenai kedudukanbahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa
negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa
Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai
dengan sumpah pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum di
dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara,
serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Maka kedudukan Bahasa Indonesia sebagai:
A. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai:

1. Lambang kebanggaan Nasional.


Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai-
nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri,
malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
2. Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa
Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang,
yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya
jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai Bahasa
Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya. Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang
beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan
bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia,
bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing
dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa
daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
4. Alat penghubung antar budaya antar daerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan.
Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga.
Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti
tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
B. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan
bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta
kegiatan kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga- lembaga
pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Untuk
memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak
hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-
buku yang berbahasa
asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
3. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Bahasa
Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan
mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima
oleh masyarakat.
4. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan
teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan
teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah
ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat
lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pemahaman terhadap kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dapat menjadi
dasar menumbuhkan jiwa nasionalisme kaum muda dan pelajar. Dalam hal ini
bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai bahasa Nasional dan bahasa
Negara. Dalam kedudukannya sebagai Bahasa nasional bahasa berfungsi sebagai
lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas nasional, alat perhubungan antarwarga,
antardaerah dan antarbudaya, dan alat pemrsatu suku, budaya dan bahasa di Nusantara.
Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara bahasa Indonesia berfungsi sebagai
bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, alat perhubungan tingkat
nasional dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengimgat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia penulis mengajak kaum
muda dan pelajar untuk menjaga dan terus mengembangkan agar bahasa Indonesia
terus bertahan dan berkembang dalam masa yang akan datang. Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI
1945, Pasal 36”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia
telah tumbuh dan berkembang sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman
dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia Tenggara.

3.2. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

http://materi-mata-kuliah.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-kedudukan-dan-fungsi-
bahasa-indonesia.html, Online, Diakses pada tanggal 19 Oktober 2021 pukul 17.10 WIB.
Nugroho, Agung,” Pemahaman kedudukan dan fungsi bahasa indonesia sebagai
dasar jiwa nasionalisme”, Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB
2015”, Volume 1, No.236, STKIP PGRI Lubuklinggau, Lubuklinggau,
2015. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2021 Pukul 19.40 WIB.
Sari, Indah Puspita,” Pentingnya pemahaman kedudukan dan fungsi bahasa
indonesia sebagai pemersatu negara kesatuan republik indonesia (nkri)”,
Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB 2015”, Volume 1, No.236,
STKIP PGRI Lubuklinggau, Lubuklinggau, 2015. Diakses pada tanggal 23
Oktober 2021 Pukul 17.45 WIB.
Sujinah, Fatin, Dkk. Buku ajar Bahasa Indonesia Edisi Revisi, UMSurabaya
Publishing, Surabaya, 2018. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2021 pukul
10.11 WIB.

Anda mungkin juga menyukai