Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
SEJARAH, FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kuliah semester I
Dosen pengampu :
MUHAMMAD RIZAL RIFA’I, M.Pd.I

Disusun oleh:
1.) Dike Dwi Anjani (05)
2.) Alfina Putri Juandari (10)
3.) Habibah Fatimatal Zahro (15)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO NGANJUK
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dengan judul “Sejarah, Fungsi Dan
Kedudukan Bahasa Indonesia”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritikan sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritikan yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Nganjuk, 22 Oktober 2022

penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang beraneka ragam suku, budaya, dan bahasa. Membahas
tentang bahasa, Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi umum yang paling penting dalam
mempersatukan seluruh rakyat bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa Melayu
yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik Indonesia. Melalui
perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai perkembangan yang luar
biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maknanya maupun dari segi kosa kata dan segi tata
bahasanya.

Diera  modern ini, bahasa Indonesia telah berkembang secara luas bukan hanya di
Indonesia tetapi juga di luar Indonesia, dan menjadi salah satu kebanggaan Indonesia atas
prestasi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia masuk dalam kelompok mata kuliah di setiap
Perguruan Tinggi.
Mahasiswa peserta Mata Kuliah Bahasa Indonesia perlu disadarkan akan kenyataan
keberhasilan ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa Nasional kita yaitu Bahasa
Indonesia. Karena kemahiran berbahasa Indonesia bagi para mahasiswa merupakan cerminan
dalam tata pikir, tata laku, tata ucap dan tata tulis berbahasa Indonesia dalam konteks akademis
maupun konteks ilmiah. Sehingga Mahasiswa kelak akan menjadi insan terpelajar bangsa
Indonesia yang akan terjun ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pemimpin
dalam daerahnya masing-masing. Sehingga mahasiswa diharapkan kelak dapat mengajarkan
warga Indonesia yang masih belum mengetahui banyak tentang bahasa Indonesia tentang arti
penting bahasa yang sebenarnya sehingga nantinya akan menjadi warga Negara yang dapat
memenuhi kewajibannya di mana pun mereka berada dan dengan siapa pun mereka bergaul di
wilayah Negara kesatuan republik Indonesia tercinta ini. Kemudian mahasiswa hendaknya dapat
menyadari akan pentingnya sejarah, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara dan bahasa nasional.
B. RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia?


  2.      Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?

C. TUJUAN
 1.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
   2.      Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bahasa Indonesia

Para ahli sependapat bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu kuno yang
dalam perkembangannya kemudian melahirkan sejumlah dialek regional dan dialek sosial yang
tersebar luas di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, bahasa melayu yang menurut para pakar
(Blust 1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005) berasal dari wilayah Kalimantan Barat telah
pula melahirkan dua dialek/ragam politis, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia,
disamping dua ragam politis lain yaitu bahasa Melayu di Singapura dan bahasa Melayu di Brunei
Darussalam.
Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu kuno adalah adanya sejumlah
prasasti yang di temukan di pulau Sumatera, Pulau Bangka, Semenanjung Malaya (wilayah
Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan menggunakan huruf
pallawa, yakni aksara yang dibawah oleh orang-orang Hindu ke Indonesia. Ada juga, menurut
Teeluw(1961) prasasti yang ditulis dengan huruf Arab, dan ini tentunya prasasti yang dibuat
sesudah masuknya agama Islam ke Indonesia. Menurut Kridalaksana (1991) sudah ada 18 buah
prasasti yang sudah teridentifikasi dan besar kemungkinan akan bertambah lagi.
            Sebagai contoh sebagai contoh bentuk bahasa melayu kuno berikut dikutipkan bagian
dari sebuah prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam huruf latin.
            Nipahat di welanya yang wala griwijaya kaliwatmanapik yang bhumi jaya tida bhakti ka
griwajaya.
            Secara harfiah artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah menyerang
tanah jawa tidak takluk ke sriwijaya
            Makna sebenarnya: Dipahat pada waktu tentara sriwijaya telah menyerang tanah jawa
yang tidak takluk pada sriwijaya
            Dari kutipan tersebutdapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini masih biasa
digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala(bala) bhumi(bumi), tida(tidak), bhakti
(bakti), dan ka (ke).
Kata wala menjadi bala dimana fonem [w] berubah menjadi [b] adalah perubahan yang
umum dan biasa. Ada contoh lain, yaitu watu menjadi batu dan wankai menjadi bangkai. Fonem
[bh] menjadii [b] pada kata bhumi dan bhakti adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun
fonem[a] berubah menjadi [e] pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa ada contoh
lain, yaitu kata tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi kerana (dalam bahasa Melayu
kini).

1. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan


            Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya,
bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa
yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar
Nusantara.Membahas tentang sejarah perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak
terjadi dalam suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad
lamanya.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau
bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan
pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan
fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa
berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen
dan perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaanBrunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi Negara
Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa
Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya terlalu
sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-
orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak
dialek Melayu yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa
perhubungan, suatulingua Franca yang disebut dengan Melayu Pasar. Melayu Pasar inilah yang
merupakan faktor yang paling penting untuk di terimanya.
Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi
sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya.
Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian Timur dan di
bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara,
melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya faktor-faktor
historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
            Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapat di pastikan bahasa yang di pakai oleh
kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan
bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan–peninggalan bersejarah
misalnya: Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
M, Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo, di Palembang,
pada tahun 684, Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686, Prasasti Karang Brahi
Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-macam dialek
Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang
Betawi, dan Manado, dapatlah dipastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran
seluas itu.
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-musafir Cina yang
bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka mempergunakan bahasa penduduk asli
yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII juga
menggunakan bahasa itu.
b. Masa Kolonial
            Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia pada abad ke XVI, mereka menghadapi
suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan
bahasa perantara dalam perdagangan (lingua franca). Hal ini dapat di buktikan dari beberapa
kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun
semacam daftar kata pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai
Kepulauan Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia mendirikan
sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai
bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan.
Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia
menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar. Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak
dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan
bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di
berikan dalam bahasa daerah.
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan kemerdekaan, terasa
sangat diperlukan suatu bahasa untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia.
Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk
itu mereka mencari suatu bahasa yang dapat dipahami dan dipakai semua orang.

Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa
persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon, lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih menekankan
kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal ini dirasakan sangat menghambat persatuan dan kesatuan
yang hendak dicapai.
Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia,
pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media
penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan tegas hasrat mereka
agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu Tinggi, diakui sebagai bahasa persatuan.
Walaupun dengan adanya hasrat yang tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan Jong Sumatranen
Bond masih ditulis dalam bahasa Belanda.
Perlu pula dicatat jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan bahasa Melayu,
seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan Neratja. Disamping pengaruhnya yang
sangat besar dalam perkembangan bahasa Melayu, media tersebut sekaligus menjadi
penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam
masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya tibalah saat
diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai
hasil yang paling gemilang dari kongres itu, diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan nama
Sumpah Pemuda, yang berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

2. Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, dalam UUD 1945
ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada pasal 36. Pada tanggal 19 Maret
1947”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
diresmikan menggantikan Ejaan van Ophuysen yang berlaku sejak tahun 1901.
Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah buku
Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, ejaan Van Ophuysen pun dinyatakan berlaku.
Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu oleh Engku
Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum ejaan Van
Ophuysen disusun para penulis pada umumnya mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam
menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang
digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya ejaan Van Ophuysen mengurangi
kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain
sebagai berikut :

1.    Huruf y ditulis dengan j, misalnya:


Sayang → Sajang
Yakin →Jakin
Saya →Saja
2.    Huruf u ditulis dengan oe, misalnya::
Umum →Oemoem
Sempurna →Sempoerna
3.    Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas, misalnya:
Rakyat → Ra’yat
Bapak → Bapa’
Rusak → Rusa’
4.    Huruf j ditulis dengan dj, misalnya :
Jakarta→ Djakarta
Raja → Radja
Jalan → Djalan
5.    Huruf c ditulis dengan tj, misalnya :
Pacar → Patjar
Cara → Tjara
Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi. Penyusunan ejaan baru
dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku sebelumnya yaitu ejaan Van Ophuysen
juga untuk menyederhanakan sistem ejaan bahasa Indonesia. Pada tanggal 19 Maret 1947,
setelah selesai disusun ejaan baru itu diresmikan dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan
menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal
19 Maret 1947. Ejaan baru itu diresmikan dengan Nama Ejaan Republik.
Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan dengan Nama
orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi merupakan Nama Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar
jika ejaan yang disusunnya juga dikenal sebagai Ejaan Soewandi.
Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang disempurnakan.
Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari
usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri
dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan
suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran
Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah
disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu
Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan
Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun
Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah
pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan
Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Garis Waktu Peresmian Ejaan
1.    Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
2.    Ejaan republik diresmikan 1947
3.    Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
4.    Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975.
5.    Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga sekarang melalui
Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak Pusat Bahasa.
6.    Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan Surat Putusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
7.    Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai Perguruan Tinggi nasional dan
internasional.

B.       Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum di dalam:
1.  Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2.  Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan Bahasa Indonesia sebagai:
1.    Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan
bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a.    Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai-nilai sosial budaya
luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus
bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus
bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
b.    Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia.
Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku,
dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita
tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.
c.    Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial
budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan
rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi
hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat
suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia,
identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-
masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun.
Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
d.    Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa
Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah,
segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi
antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila
pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

2.    Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)


Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a.    Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa
Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia
digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
b.    Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari
Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar
mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini
dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
c.    Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu
tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.
d.    Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula.
Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-
majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36”bahasa Negara adalah bahasa
Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar abad ke VII
dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa
perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia
Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal
18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan
dalam UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain ejaan Van
Ophuysen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang yaitu ejaan
yang disempurnakan atau biasa disingkat EYD.
Kedudukan sebagai Bahasa Nasional:
1.            Lambang kebanggaan Nasional
2.            Lambang Identitas Nasional
3.            Alat pemersatu
4.            Alat penghubung antarbudaya
Kedudukan sebagai Bahasa Negara :
1.            Bahasa resmi kenegaraan
2.            Bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan
3.            Bahasa resmi di dalam perhubungan dan pembangunan
4.            Bahasa resmi kebudayaan dan IPTEK

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan yang terdapat
dalam makalah ini, untuk itu kami dengan hormat meminta pendapat dari para pembaca
untuk mengoreksi dan memberikan saran apabila pembaca menemukan kesalahan
penulisan dan kesalahan pengertian yang terdapat dalam makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai