DISUSUN OLEH:
1. DEWI PUSPITA ARUM
2. ELLA FEBRIANA
3. FITRIA
4. KHUSNUL AMELIA PUTRI
5. SAFIRA DWI A
6. SHAILA TRI HARWITYASTIKA
7. YANUAR RAMADHANI M.S
DOSEN PENGAMPU:
H. AKHMAD KHUMAEDI, S.Pd.
Dengan mengucapkan puji syukur kita pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya pada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.salawat serta salam tak lupa pula saya haturkan pada junjungan kita nabi besar
Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang penuh dengan
cahaya, seperti yang kita rasakan sekarang.
Kami juga berterima ksih kepada bapak dosen mata kuliah bahasa Indonesia yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, bahkan jauh dari
kesempurnaan untuk itu kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca
pemakainya agar tercipta makalah yang lebih baik dari sebelumnya.
Penyusun
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumus masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
B. Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
C. Perkembangan ejaan Bahasa indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar
bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas
manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa
dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia
hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang
ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu
terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat
membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap.
Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional.Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan
digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia.Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa.Pada tahun tersebut
para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan menetapkan
bahasaIndonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, keputusan ini dicetuskan melalui sumpah
pemuda. Dan baru setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa
Indonesia diakui secara Yuridis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang bahasa melayu ditetepkan sebagai bahasa Indonesia ?
2. Apa saja peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah bahasa Indonesia ?
3. Bagaimana perkembangan ejaan Bahasa Indonesia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui latar belakang bahasa malayu menjadi bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang menjadi sejarah bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui bermacam – macam ejaan dalam Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
Bahasa kita yang dinamai bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu
bahasa daerah di bumi nusantara ini.Bahasa Indonesia, digunakan sebagai salah satu bahasa alat
yang mempersatukan bangsa yang bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih
kemerdekaan.Selanjutnya, bahasa ini digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka
tidak ada yang memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.bukti-bukti
yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683
M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka 686 M
(Bangka Barat), Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti-prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya saja karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka
tahun 683 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka 942 M yang juga menggunakan bahasa
Melayu Kuna.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.Komunikasi antarperkumpulan
yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu.Para pemuda Indonesia yang
tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928). Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa
Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah
sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara
konstitusional sebagai bahasa negara.
Jadi, Bahasa Indonesia tak lain adalah bahasa Melayu yang telah menyatu dengan bahasa
daerah dan bahasa asing yang berkembang di Indonesia. Mengapa Bahasa Melayu dijadikan
bahasa Indonesia? Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia didasarkan atas
pertimbangan yang rasional, baik secara politik, ekonomi, dan kebahasaan, yaitu:
1. Bahasa Melayu telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.
2. Bahasa Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan digunakan
sebagai bahasa pergaulan, tidak lagi dirasakan sebagai bahasa asing.
3. Bahasa Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan dalam
pemakaian sehingga meniadakan sifat feodal dan memudahkan orang memperlajarinya.
4. Bahasa Melayu bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa daerah lain
dan bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan bahasa Indonesia di masa mendatang.
Kelahiran Bahasa Indonesia
Keputusan ketiga dari naskah Sumpah Pemuda menyatakan bahwa Bahasa Indonesia menjadi
bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia
Bahasa Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Kongres
Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Penggunaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional berdasarkan usulan Muhammad Yamin. Dalam pidatonya pada
kongres tersebut, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya,
hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan
Melayu. Akan tetapi, dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikut usulan dari
Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I yang beranggapan bahwa jika tumpah darah dan
bangsa tersebut dinamakan Indonesia, maka bahasanya pun harus disebut bahasa Indonesia. Kata
"bahasa Indonesia" sendiri telah muncul dalam tulisan-tulisan Tabrani sebelum Sumpah Pemuda
diselenggarakan. Kata "bahasa Indonesia" pertama kali muncul dalam harian Hindia Baroe pada
tanggal 10 Januari 1926. Pada 11 Februari 1926 di koran yang sama, tulisan Tabrani muncul
dengan judul "Bahasa Indonesia" yang membahas tentang pentingnya nama bahasa Indonesia
dalam konteks perjuangan bangsa. Tabrani menutup tulisan tersebut dengan
"Bangsa dan pembaca kita sekalian! Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia
itu. Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu. Karena menurut keyakinan
kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan
persatuan anak-Indonesia yang antara lain-lain terikat oleh bahasa Indonesia."
Selanjutnya, perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Pada tahun 1933, berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Pada tahun 1936, Sutan Takdir
Alisjahbana menyusun Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.
Pada tanggal 25-28 Juni 1938, dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu, dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres
Bahasa Indonesia kemudian rutin digelar lima tahunan untuk membahasa perkembangan bahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia masa kini
Informasi lebih lanjut: Bahasa gaul
Meskipun menyandang nama bahasa persatuan, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa ibu
hanya oleh sebagian kecil saja dari penduduk Indonesia (terutama orang-orang yang tinggal di
sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sebagian besar berbahasa Indonesia seperti
Medan dan Balikpapan), sedangkan lebih dari 200 juta orang lainnya menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua, dengan berbagai tingkat kemahiran. Sensus 2010 menunjukkan
hanya 19,94% orang berusia di atas lima tahun yang menggunakan bahasa Indonesia di rumah.
Di negara yang memiliki lebih dari 700 bahasa daerah dan beragam kelompok suku, bahasa
Indonesia memainkan peran penting dalam mempersatukan keberagaman budaya di seluruh
Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa utama di media, badan pemerintah, sekolah,
universitas, tempat kerja, dll.[45]
Bahasa Indonesia baku digunakan untuk keperluan penulisan buku dan surat kabar, serta untuk
siaran berita televisi/ radio. Bahasa Indonesia baku jarang digunakan dalam percakapan sehari-
hari, sebagian besar terbatas pada keperluan formal saja. Meskipun hal ini merupakan gejala
yang umum terjadi pada kebanyakan bahasa di dunia (misalnya, bahasa Inggris lisan tidak selalu
sesuai dengan standar bahasa tulis), bahasa Indonesia lisan cukup berbeda/ jauh dari bahasa
Indonesia baku, baik dalam hal tata bahasa maupun kosa kata. Hal itu utamanya disebabkan
karena orang Indonesia cenderung menggabungkan aspek bahasa daerahnya sendiri (misalnya,
Jawa, Sunda, dan Bali) dengan bahasa Indonesia. Hal ini menghasilkan berbagai dialek bahasa
Indonesia yang kedaerahan, jenis inilah yang paling mungkin didengar oleh orang asing saat tiba
di sebuah kota di Indonesia.[46] Fenomena ini diperkuat dengan penggunaan bahasa gaul
Indonesia, khususnya di perkotaan. Tidak seperti varietas baku yang relatif seragam, Bahasa
Indonesia daerah menunjukkan tingkat variasi geografis yang tinggi, meskipun bahasa Indonesia
gaul ala Jakarta berfungsi sebagai norma de facto bahasa informal dan merupakan sumber
B. Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
1. Tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Moehammad Taib Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer. Ejaan ini dimuat
dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda mendirikan badan penerbit buku bacaan yang
kemudian diberi nama yaitu Commissie voor de Volkslectuur atau Taman Bacaan Rakyat. Pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit tersebut menerbitkan berbagai macam
novel, seperti Siti Nurbaya, buku penuntun bercocok tanam, dan lain sebagainya yang membantu
dalam penyebaran bahasa Melayu.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia di dalam
pidatonya. Hal ini merupakan pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), terdapat
seseorang yang berpidato dengan memakai bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 Muhammad Yamin secara resmi mengusulkan supaya bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia.
5. Tahun 1933 terbit majalah Pujangga Baru yang diasuh oleh Armijn Pane, Amir Hamzah
dan Sutan Takdir Alisyahbana. Pengasuh majalah ini adalah sastrawan yang banyak memberi
sumbangan terhadap perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Pada masa Pujangga Baru ini
bahasa yang digunakan untuk menulis karya sastra adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan
oleh masyarakat dan tidak lagi dengan batasan-batasan yang pernah dilakukan oleh Balai
Pustaka.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda,
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh
bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Ki Hajar Dewantara, Prof. Dr.
Poerbatjaraka dan Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa
keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
Keputusan tersebut, antara lain: mengganti Ejaan van Ophuysen, mendirikan Institut Bahasa
Indonesia, dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
8. Tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda
yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan penyelenggaraan administrasi pemerintahan
dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak
dimengerti oleh bangsa Indonesia. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia
mempunyai peran yang semakin penting.
9. Tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia dinyatakan secara resmi sebagai bahasa negara
sesuai dengan bunyi UUD 1945, Bab XV pasal 36: "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia".
C. perkembangan ejaan Bahasa Indonesia
Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu atau Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Artikel utama: Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Malmoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan
baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van
Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dan sebagainya.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal,
ta’, pa’, dan sebagainya.
Ejaan Republik
Artikel utama: Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan sebagainya.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Ejaan Pembaharuan
Artikel utama: Ejaan Pembaharuan
Ejaan Pembaharuan dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono dan E. Katoppo
pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Namun, sistem
ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.
Ejaan Melindo
Artikel utama: Ejaan Melindo
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-
tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan yang Disempurnakan
Artikel utama: Ejaan yang Disempurnakan
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) untuk menggantikan ejaan Melindo. Kemudian,
diresmikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada
tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia, dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) Malaysia
(pra-1972) Sejak 1972
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u
Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".