Anda di halaman 1dari 18

TUGAS BAHASA INDONESIA

SEJARAH BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH:
1. DEWI PUSPITA ARUM
2. ELLA FEBRIANA
3. FITRIA
4. KHUSNUL AMELIA PUTRI
5. SAFIRA DWI A
6. SHAILA TRI HARWITYASTIKA
7. YANUAR RAMADHANI M.S

DOSEN PENGAMPU:
H. AKHMAD KHUMAEDI, S.Pd.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES AR RAHMA MANDIRI INDONESIA PASURUAN
2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kita pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya pada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.salawat serta salam tak lupa pula saya haturkan pada junjungan kita nabi besar
Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang penuh dengan
cahaya, seperti yang kita rasakan sekarang.
Kami juga berterima ksih kepada bapak dosen mata kuliah bahasa Indonesia yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, bahkan jauh dari
kesempurnaan untuk itu kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca
pemakainya agar tercipta makalah yang lebih baik dari sebelumnya.

Penyusun

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumus masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
B. Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
C. Perkembangan ejaan Bahasa indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar
bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas
manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa
dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia
hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang
ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu
terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat
membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap.
Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional.Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan
digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia.Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa.Pada tahun tersebut
para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan menetapkan
bahasaIndonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, keputusan ini dicetuskan melalui sumpah
pemuda. Dan baru setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa
Indonesia diakui secara Yuridis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang bahasa melayu ditetepkan sebagai bahasa Indonesia ?
2. Apa saja peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah bahasa Indonesia ?
3. Bagaimana perkembangan ejaan Bahasa Indonesia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui latar belakang bahasa malayu menjadi bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang menjadi sejarah bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui bermacam – macam ejaan dalam Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
Bahasa kita yang dinamai bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu
bahasa daerah di bumi nusantara ini.Bahasa Indonesia, digunakan sebagai salah satu bahasa alat
yang mempersatukan bangsa yang bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih
kemerdekaan.Selanjutnya, bahasa ini digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka
tidak ada yang memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.bukti-bukti
yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683
M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka 686 M
(Bangka Barat), Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti-prasasti itu bertuliskan
huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya saja karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka
tahun 683 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka 942 M yang juga menggunakan bahasa
Melayu Kuna.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.Komunikasi antarperkumpulan
yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu.Para pemuda Indonesia yang
tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928). Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa
Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah
sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara
konstitusional sebagai bahasa negara.
Jadi, Bahasa Indonesia tak lain adalah bahasa Melayu yang telah menyatu dengan bahasa
daerah dan bahasa asing yang berkembang di Indonesia. Mengapa Bahasa Melayu dijadikan
bahasa Indonesia? Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia didasarkan atas
pertimbangan yang rasional, baik secara politik, ekonomi, dan kebahasaan, yaitu:
1. Bahasa Melayu telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.
2. Bahasa Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan digunakan
sebagai bahasa pergaulan, tidak lagi dirasakan sebagai bahasa asing.
3. Bahasa Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan dalam
pemakaian sehingga meniadakan sifat feodal dan memudahkan orang memperlajarinya.
4. Bahasa Melayu bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa daerah lain
dan bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan bahasa Indonesia di masa mendatang.
Kelahiran Bahasa Indonesia
Keputusan ketiga dari naskah Sumpah Pemuda menyatakan bahwa Bahasa Indonesia menjadi
bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia
Bahasa Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Kongres
Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Penggunaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional berdasarkan usulan Muhammad Yamin. Dalam pidatonya pada
kongres tersebut, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya,
hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan
Melayu. Akan tetapi, dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikut usulan dari
Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I yang beranggapan bahwa jika tumpah darah dan
bangsa tersebut dinamakan Indonesia, maka bahasanya pun harus disebut bahasa Indonesia. Kata
"bahasa Indonesia" sendiri telah muncul dalam tulisan-tulisan Tabrani sebelum Sumpah Pemuda
diselenggarakan. Kata "bahasa Indonesia" pertama kali muncul dalam harian Hindia Baroe pada
tanggal 10 Januari 1926. Pada 11 Februari 1926 di koran yang sama, tulisan Tabrani muncul
dengan judul "Bahasa Indonesia" yang membahas tentang pentingnya nama bahasa Indonesia
dalam konteks perjuangan bangsa. Tabrani menutup tulisan tersebut dengan
"Bangsa dan pembaca kita sekalian! Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia
itu. Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu. Karena menurut keyakinan
kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan
persatuan anak-Indonesia yang antara lain-lain terikat oleh bahasa Indonesia."
Selanjutnya, perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Pada tahun 1933, berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Pada tahun 1936, Sutan Takdir
Alisjahbana menyusun Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.
Pada tanggal 25-28 Juni 1938, dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu, dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres
Bahasa Indonesia kemudian rutin digelar lima tahunan untuk membahasa perkembangan bahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia masa kini
Informasi lebih lanjut: Bahasa gaul
Meskipun menyandang nama bahasa persatuan, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa ibu
hanya oleh sebagian kecil saja dari penduduk Indonesia (terutama orang-orang yang tinggal di
sekitar Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang sebagian besar berbahasa Indonesia seperti
Medan dan Balikpapan), sedangkan lebih dari 200 juta orang lainnya menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua, dengan berbagai tingkat kemahiran. Sensus 2010 menunjukkan
hanya 19,94% orang berusia di atas lima tahun yang menggunakan bahasa Indonesia di rumah.
Di negara yang memiliki lebih dari 700 bahasa daerah dan beragam kelompok suku, bahasa
Indonesia memainkan peran penting dalam mempersatukan keberagaman budaya di seluruh
Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa utama di media, badan pemerintah, sekolah,
universitas, tempat kerja, dll.[45]
Bahasa Indonesia baku digunakan untuk keperluan penulisan buku dan surat kabar, serta untuk
siaran berita televisi/ radio. Bahasa Indonesia baku jarang digunakan dalam percakapan sehari-
hari, sebagian besar terbatas pada keperluan formal saja. Meskipun hal ini merupakan gejala
yang umum terjadi pada kebanyakan bahasa di dunia (misalnya, bahasa Inggris lisan tidak selalu
sesuai dengan standar bahasa tulis), bahasa Indonesia lisan cukup berbeda/ jauh dari bahasa
Indonesia baku, baik dalam hal tata bahasa maupun kosa kata. Hal itu utamanya disebabkan
karena orang Indonesia cenderung menggabungkan aspek bahasa daerahnya sendiri (misalnya,
Jawa, Sunda, dan Bali) dengan bahasa Indonesia. Hal ini menghasilkan berbagai dialek bahasa
Indonesia yang kedaerahan, jenis inilah yang paling mungkin didengar oleh orang asing saat tiba
di sebuah kota di Indonesia.[46] Fenomena ini diperkuat dengan penggunaan bahasa gaul
Indonesia, khususnya di perkotaan. Tidak seperti varietas baku yang relatif seragam, Bahasa
Indonesia daerah menunjukkan tingkat variasi geografis yang tinggi, meskipun bahasa Indonesia
gaul ala Jakarta berfungsi sebagai norma de facto bahasa informal dan merupakan sumber
B. Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
1. Tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Moehammad Taib Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer. Ejaan ini dimuat
dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda mendirikan badan penerbit buku bacaan yang
kemudian diberi nama yaitu Commissie voor de Volkslectuur atau Taman Bacaan Rakyat. Pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit tersebut menerbitkan berbagai macam
novel, seperti Siti Nurbaya, buku penuntun bercocok tanam, dan lain sebagainya yang membantu
dalam penyebaran bahasa Melayu.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia di dalam
pidatonya. Hal ini merupakan pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), terdapat
seseorang yang berpidato dengan memakai bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 Muhammad Yamin secara resmi mengusulkan supaya bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia.
5. Tahun 1933 terbit majalah Pujangga Baru yang diasuh oleh Armijn Pane, Amir Hamzah
dan Sutan Takdir Alisyahbana. Pengasuh majalah ini adalah sastrawan yang banyak memberi
sumbangan terhadap perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Pada masa Pujangga Baru ini
bahasa yang digunakan untuk menulis karya sastra adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan
oleh masyarakat dan tidak lagi dengan batasan-batasan yang pernah dilakukan oleh Balai
Pustaka.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda,
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh
bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Ki Hajar Dewantara, Prof. Dr.
Poerbatjaraka dan Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa
keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
Keputusan tersebut, antara lain: mengganti Ejaan van Ophuysen, mendirikan Institut Bahasa
Indonesia, dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
8. Tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda
yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan penyelenggaraan administrasi pemerintahan
dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak
dimengerti oleh bangsa Indonesia. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia
mempunyai peran yang semakin penting.
9. Tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia dinyatakan secara resmi sebagai bahasa negara
sesuai dengan bunyi UUD 1945, Bab XV pasal 36: "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia".
C. perkembangan ejaan Bahasa Indonesia
Penyempurnaan ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu atau Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
 Ejaan van Ophuijsen
Artikel utama: Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Malmoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan
baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van
Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dan sebagainya.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal,
ta’, pa’, dan sebagainya.
Ejaan Republik
Artikel utama: Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan sebagainya.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
 Ejaan Pembaharuan
Artikel utama: Ejaan Pembaharuan
Ejaan Pembaharuan dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono dan E. Katoppo
pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Namun, sistem
ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.

 Ejaan Melindo
Artikel utama: Ejaan Melindo
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-
tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
 Ejaan yang Disempurnakan
Artikel utama: Ejaan yang Disempurnakan
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) untuk menggantikan ejaan Melindo. Kemudian,
diresmikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada
tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia, dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) Malaysia
(pra-1972) Sejak 1972
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u
Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".

Ejaan Bahasa Indonesia


Artikel utama: Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan
yang Disempurnakan. Tidak terdapat banyak perbedaan antara EYD dan EBI. Pada EBI, terdapat
penambahan satu huruf diftong, yaitu huruf ei sehingga huruf diftong dalam Bahasa Indonesia
menjadi empat huruf, yakni ai, ei, au, dan oi. Selain itu terdapat juga penambahan aturan pada
penggunaan huruf tebal dan huruf kapital.
Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
Artikel utama: Kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terbuka bagi pengayaan kosakata dengan menyerap
kata-kata dari bahasa-bahasa lain, baik dari dalam maupun luar Indonesia. Penyerapan kata ini
melalui serangkaian peristiwa baik melalui sejarah maupun tahapan penelitian yang dilakukan
oleh pakar bahasa di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia termasuk juga melibatkan para pakar dalam
bidang lain seperti pakar agama, politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, kedokteran, dan lain-
lain.[48]
Asal Bahasa Jumlah Kata
Belanda 3.280 kata
Inggris 1.610 kata
Arab 1.495 kata
Sanskerta 677 kata
Tionghoa 290 kata
Portugis 131 kata
Tamil 83 kata
Parsi 63 kata
Hindi 7 kata
Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" (1996) yang disusun
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Badan Pengembangan
Bahasa dan Perbukuan).
Adapun jumlah kata yang diserap dari bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia dalam KBBI Edisi
Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:[49]
Asal Bahasa Jumlah Kata
Jawa 1109 kata
Minangkabau 929 kata
Sunda 223 kata
Madura 221 kata
Bali 153 kata
Aceh 112 kata
Banjar 100 kata
Penggolongan
Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat, subkelompok dari bahasa
Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut
situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan
di timur laut Sumatra.
Persebaran geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di kawasan
perkotaan, seperti di Jabodetabek dengan dialek Betawi serta logat Betawi.
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan sering kali terselip dialek dan logat di
daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah,
kadang-kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
Kedudukan resmi
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Fonologi
Bahasa Indonesia mempunyai 26 fonem. Jumlahnya berubah menjadi 31 apabila alofon dan
konsonan pinjaman juga dihitung.
Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup i u
Tengah e ə o
Hampir Terbuka ɛ (ɔ)
Terbuka a
Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai̯ /, /au̯/, /oi̯ /, dan /ei̯ / yang ada pada kata-kata
bersuku kata terbuka, seperti damai /da.mai̯ /—namun, di dalam suku kata tertutup seperti air
/a.ir/, kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong.
Konsonan
Bibir Birgi RonggiPascaronggi Langit2 Langbel Cera
Sengaum n ɲ ŋ
Letup p b td kg ʔ
Afrikat ͡tʃ d͡ʒ

Tiup (f v) s (z) (ʃ) (x) h


Getar/Sisi rl
Hampiran w j
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu awalnya tidak mengenal adanya gugus
konsonan, tetapi karena pengaruh dari bahasa asing dan daerah ke dalam bahasa Indonesia
ditemukan cukup banyak gugus konsonan. Gugus konsonan dalam bahasa Indonesia adalah
/pl/, /bl/, /kl/, /fl/, /sl/, /pr/, /br/, /tr/, /dr/, /kr/, /gr/, /fr/, /sr/, /ps/, /sw/, /sp/, /sk/, /st/, /str/, /spr/,
/skr/, dan /skl/.
Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon, sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah
fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
/k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
/t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa Inggris.
Dalam beberapa kasus, /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara, seperti pada
kakak /kakaʔ/ dan capek /t͡ʃapeʔ/, namun tidak pada kata-kata lainnya, seperti enak /e.nak/ dan
solek /so.lek/.
Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Apabila ada suku kata
yang mengandung pepet, maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.
Sistem penulisan
Artikel utama: Alfabet bahasa Indonesia
Huruf Besar Huruf Kecil IPA Huruf Besar Huruf Kecil IPA
A a /a/ N n /n/
B b /b/ O o /o/
C c /tʃ/ P p /p/
D d /d/ Q q /k/
E e /e, ɛ, ə/ R r /r/
F f /f/ S s /s/
G g /ɡ/ T t /t/
H h /h/ U u /u/
I i /i/ V v /v, f/
J j /dʒ/ W w /w/
K k /k/ X x /ks/
L l /l/ Y y /j/
M m /m/ Z z /z/
Selain huruf-huruf di atas, bahasa Indonesia juga menggunakan beberapa digraf, yaitu:
Huruf besar Huruf kecil IPA
Sy sy /ʃ/
Ny ny /ɲ/
Ng ng /ŋ/
Kh kh /x/
Tata bahasa
Artikel utama: Tata Bahasa Indonesia
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak menggunakan kata benda
bergender. Tidak ada deklinasi tertentu yang menentukan gender dari suatu kata. Di luar konteks
gender secara linguistik, kata-kata dalam bahasa Indonesia sebagian besar tidak menyatakan
jenis kelamin. Sebagai contoh, kata ganti seperti dia tidak secara spesifik menunjukkan bahwa
orang yang disebut adalah lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata
seperti adik dan pacar. Untuk memerinci jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan,
seperti pada kata adik laki-laki.
Ada juga kata yang secara gamblang menyatakan jenis kelamin, seperti putri dan putra. Kata-
kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain, seperti bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa
Kuno.
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak, digunakanlah reduplikasi
(perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh,
penggunaan seribu orang-orang tidak benar, karena jumlah telah disebutkan dalam kata seribu.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu kami dan kita.
Kami adalah kata ganti eksklusif, yang berarti tidak mengikutsertakan sang kawan bicara.
Sementara itu, kita adalah kata ganti inklusif, yang berarti mengikutsertakan kawan bicara.
Susunan kata dalam bahasa Indonesia adalah Subjek – Predikat – Objek (SPO), walaupun
susunan kata lain juga mungkin digunakan. Tidak ada infleksi pada kata kerja, baik menurut
subjek maupun objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense) secara gramatikal.
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu seperti kemarin dan besok, atau
petunjuk lain seperti sudah dan belum.
Meskipun memiliki tata bahasa yang cukup sederhana, bahasa Indonesia mempunyai
kerumitannya sendiri, yaitu penggunaan imbuhan yang mungkin cukup membingungkan bagi
orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari
bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.

Awalan Fungsi (pembentuk) Perubahan bentuk Kaitan


ber- verba be-; bel- per-
ter- verba; adjektiva te-; tel-ke-
meng- verba (aktif) me-; men-; mem-; meny- di-; pe-; ku-; kau;
di- verba (pasif) meng-
ke- nomina; numeralia; verba (percakapan) ter-
per- verba; nomina pe-; pel- ber-
peng- nomina pe-; pen-; pem-; peny-meng-
se- klitik; adverbia
ku-, kau- verba (aktif) me-
Dialek dan ragam bahasa
Lihat pula: Bahasa Melayu § Varian-varian bahasa Melayu
Pada keadaannya, bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai
yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia
membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah
yang lain meskipun mereka berasal dari ekabahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu
dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang
menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya, dialek wanita dan dialek remaja.
Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun hampir seluruh warga Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia, mereka masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam
pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia
dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
 Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
ragam undang-undang
ragam jurnalistik
ragam ilmiah
ragam sastra
 Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
ragam lisan, terdiri dari:
ragam percakapan
ragam pidato
ragam kuliah
ragam panggung
ragam tulis, terdiri dari:
ragam teknis
ragam undang-undang
ragam catatan
ragam surat-menyurat
 Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi
hanya untuk:
komunikasi resmi
wacana teknis
pembicaraan di depan khalayak ramai
pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
 Metode pembelajaran
Metode pembelajaran bahasa Indonesia adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan pada
pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Prosedur yang digunakan sudah disesuaikan
dengan sifat pembelajaran bahasa Indonesia yang spesifik. Dalam melaksanakan pembelajaran
bahasa Indonesia, guru harus memiliki tingkat penyesuaian yang cocok dengan siswa.
Penyesuaian tersebut dirancang secara terpadu dengan tujuan belajar bahasa Indonesia.
 Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:

Metode tata bahasa/terjemahan


Metode membaca
Metode audiolingual
Metode reseptif dan produktif
Metode langsung
Metode komunikatif
Metode integratif
Metode tematik
Metode kuantum
Metode konnstruktifistik
Metode partisipatori
Metode kontekstual
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”.Sejarah
bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu
yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.Awal
penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara
Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia
secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu
(bahasa Indonesia) karena :
a) Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdangangan.
b) Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
c) Suku jawa, suku sunda dan suku-suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
d) Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam
arti yang luas.
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
a. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Adapun beberapa fungsinya adalah:
· Lambang kebanggaan nasional
· Lambang identitas nasional
· Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya
B. SARAN
Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai
bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap
menghormati bahasa melayu. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa
indonesia secara baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
ARIFIN, E. ZAENAL, 1948.cermat
Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru
algesindo. Aripin Z.E,
Akhadiah M. K, Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kartika Nur Ramadha. 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.
http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html, diakses
pada Rabu, 16 Desember 2015 pukul 16.00
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia#Bahasa_Indonesia,diakses pada Rabu, 16
Desember 2015 Pukul 16.30
TANYA JAWAB

Anda mungkin juga menyukai