BAHASA INDONESIA
KPKI62104
2 SKS
Pada hari ini, Sabtu, 29 Agustus 2020 Bahan Ajar Mata Kuliah .Bahasa Indonesia Program
Studi Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua
Program Studi Sistem Komputer
Padang, 29 Agustus 2020
Ketua Jurusan/ Ketua Prodi Sistem Komputer Penulis
Diketahui oleh.
Dekan Fakultas,
BAB I
IHWAL BAHASA INDONESIA
(SEJARAH DAN
PERKEMBANGANNYA)
A. Deskripsi Singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi: asal-usul bahasa Indonesia, peresmian nama
bahasa Indonesia, peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia, dan
perkembangan bahasa Indonesia terkini
E. Pertanyaan/Diskusi
1. Pelajari dan pahami dengan baik materi di atas, kemudian buatlah diagram alir
(flowchart) tentang sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia. Diagram
alir hendaknya berisi rincian materi secara lengkap dan mencerminkan
pemahaman Anda terhadap materi tersebut.
2. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saudara, jelaskanlah bagaimana
perkembangan bahasa Indonesia saat ini! (perkembangan ke arah yang positif
dan negatif)
3. Carilah refrensi mengenai perkembngan bahasa Indonesi di luar negeri dan
tuliskanlah resumenya!
BAB II
FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
A. Deskripsi singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi: hakikat dan fungsi bahasa, hubungan bahasa
dan budaya, kedudukan bahasa Indonesia (bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa negara), penting atau tidaknya bahasa Indonesia: dipandang dari jumlah penutur,
luas penyebarannya, dan dipakainya sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra.
Sementara itu, menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk
keperluan:
Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
masyarakat
bahasa budaya
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB III
RAGAM DAN LARAS BAHASA
A. Deskripsi Singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi: hakikat dan jenis ragam bahasa, hakikat dan
jenis laras bahasa, bahasa indonesia baku, dan bahasa indonesia yang baik dan benar.
a) Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada
pendengar atau mitra bicaranya. Makna yang terkandung dalam ragam bahasa lisan
ditentukan oleh intonasi, seperti pada contoh kalimat: (1) Bapak saya akan datang besok
pagi. Kalimat (1) bisa dimakna “bapak yang akan datang besok pagi” jika intonasinya: (1a)
Bapak/ saya akan datang besok pagi. Sebaliknya, makna kalimat (1) bisa “bapak saya yang
akan datang besok pagi” jika intonasinya: (1b) Bapak saya/ akan datang besok pagi.
Kemungkinan ke-3 makna kalimat (1) adalah “bapak dan saya yang akan datang besok
pagi” jika intonasinya menjadi: (1c) Bapak/ saya/ akan datang besok pagi.
b) Ragam Tulis
Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang ditulis atau dicetak dengan memperhatikan
penempatan tanda baca dan ejaan secara benar. Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal,
semiformal, dan nonformal. Dalam penulisan makalah seminar dan skripsi, penulis harus
menggunakan ragam bahasa formal; sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan
dalam perkuliahan, dan ragam bahasa nonformal digunakan interaksi keseharian secara
informal.
Menurut Moeliono (1988, dalam Abidin, 2010:1), ragam lisan yaitu ragam bahasa yang
diungkapkan melalui media lisan yang terikat oleh kondisi, ruang dan waktu sehingga situasi
saat pengungkapan dapat membantu pemahaman pendengar., sedangkan ragam tulis
adalah ragam bahasa yang dipergunakan melalui media tulis, yang tidak terikat oleh ruang
dan waktu.
Perbedaan bahasa ragam lisan dan tulisan dapat dilihat pada tabel berikut:
Lisan Tulisan
2. Laras Bahasa
a. Pengertian Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa
juga dikenal dengan gaya atau style. Dalam ilmu sosiolinguistik, laras bahasa juga disebut
register (Hudson, 1980: 48), yaitu satu istilah teknik untuk menerangkan perlakuan bahasa
(linguistik behaviour) seorang individu dalam berbahasa. Laras bahasa terkait langsung
dengan lingkung bidang (home style) pemakainya. Para ilmuwan menggunakan bahasa
ilmiah laras keilmuan yang ditandai dengan pemakaian kosa kata, istilah kelimuan, dan
kalimat-kalimat yang mencerminkan kelompok mereka. Sementara di kalangan para
politikus digunakan bahasa laras politik yang dicirikan dengan penggunaan kosa kata,
istilah, atau kalimat-kalimat bernuansa politik.
Laras bahasa biasanya berubah-ubah mengikut situasi. Ciri-ciri laras yang penting ialah
perbendaharaan kata, susunan kalimat dan frasa yang digunakan. Sesuatu laras tertentu
digunakan untuk keadaan atau situasi tertentu. Berdasarkan fungsi penggunaannya laras
bahasa dapat dipilah menjadi laras biasa atau laras umum, laras akademik atau laras ilmiah,
laras perniagaan, laras perundangan, laras sastera, laras iklan, dan sebagainya. Hal ini
karena terdapat hubungan yang erat antara susunan bahasa dengan situasi-situasi yang
menyebabkan terjadinya laras.
a) Laras biasa/ Umum
Laras bahasa umum adalah laras bahasa yang diperguanakan dalam situasi keseharian
atau situasi umum. Kosa kata, istilah, dan bentuk-bentuk gramatika yang digunakan tidaklah
bersifat khusus dan mereferensi bidang bidang ilmu tertentu. Ciri-cirinya adalah bebas dan
mudah dipahami dan aspek tatabahasanya kurang terjaga kebakuannya. Istilah yang
digunakan mencerminkan keakraban, misalnya menggunakan kata ganti orang aku, kamu,
dia. Kalimat yang digunakan pendek dan ringkas. Acapkali kalimat yang digunakan
bermakna ganda (ambigu), karena itu makna kalimat harus diselaraskan dengan
pengetahuan penutur dan pendengar. Misalnya, kalimat “Mari makan!” tidak selalu berarti
mengajak makan, tetapi hanya sekedar basa-basi sehingga orang yang diajak tidak perlu
memaknainya sebagai ajakan makan.
Baik
nilai rasa tepat sesuai konteks situasi pemakaiannya
Benar
menerapkan kaidah dengan konsisten
D. Rangkuman
1. Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah tata bahasa,
sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi dan
kondisi.
2. Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
3. Penggolongan ragam bahasa didasari atas beberapa kriteria seperti cara
penyampaiaannya: ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis, situasi
pemakaiannya: ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam
bahasa nonformal, berdasarkan isinya: ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa semi
ilmiah, dan ragam bahasa nonilmiah.
4. Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras
bahasa juga dikenal dengan gaya atau style. Laras bahasa biasanya berubah-
ubah mengikut situasi.
5. Berdasarkan fungsi penggunaannya laras bahasa dapat dipilah menjadi laras
biasa atau laras umum, laras akademik atau laras ilmiah, laras perniagaan, laras
perundangan, laras sastera, laras iklan.
6. Bahasa baku adalah bentuk bahasa yang telah mengalami proses standardisasi,
yaitu tahap menegakkan tata bahasa dan kamus normatif.
7. Standarisasi atau pembakuan dalam bahasa Indonesia adalah sesuatu yang
mutlak demi perkembangan bahasa Indonesia di masa mendatang. Terutama
untuk menyaring masuknya istilah asing dan pemertahanan kosakata bahasa
Indonesia.
8. Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi,
sedangkan Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidahnya,
bentuk dan strukturnya.
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB IV
PILIHAN KATA/ DIKSI
A. Deskripsi singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi hakikat dan fungsi pemilihan kata, syarat
ketepatan pemilihan kata, makna denotasi dan konotasi, gaya bahasa dan idiom.
Selain beberapa syarat yang telah diuraikan di atas, beberapa syarat berikut juga dirasa
penting untuk diperhatikan untuk mencapai ketepatan dalam pemilihan kata/ diksi
(kesesuaian) adalah sebagai berikut:
a. Hindari bahasa atau unsur substandar dalam situasi yang formal
Bahasa standar adalah bahasa yang cenderung digunakan oleh masyarakat berpendidikan
dan menduduki status sosial yang cukup tinggi. Meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli
bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain
sebagainya. dipakai dalam tulisan, resmi, efektif. Sementara itu, bahasa nonstandard
biasanya digunakan oleh masyarakat yang tidak memperoleh pendidikan yang cukup dan
kedudukan sosial yang tinggi dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan.
Kadang digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau, dan berhumor, tidak
efektif, dan berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar. Bahasa
non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.
b. Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja
Berhubungan dengan kesempatan, situasi yang dihadapi. Kata Ilmiah bersifat spesifik
sesuai dengan bidang yang dibahas, sedangkan kata popular bersifat umum atau
merupakan bagian terbesar dari kosa kata sebuah bahasa, terdiri dari kata-kata yang umum
yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang awam.
c. Hindari jargon dalam tulisan untuk pembaca umum
Jargon adalah suatu bahasa, dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh.
Bahasa atau dialek yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap
sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca. Jargon dapat pula ditageorikan sebagai
kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, seni, perdagangan,
kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.
d. Hindari pemakaian kata-kata slang
Kata Slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka
yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap
yang disengaja. Kemungkinan terdapat pada semua lapisan masyarakat.
e. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan
orang-orang yang terdidik. Kata percakapan tidak dapat disejajarkan dengan bahasa yang
tidak benar, tidak terpelihara atau tidak disenangi. lebih luas dari pengertian kata-kata
populer, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian kata-kata ilmiah yang biasa dipakai
oleh golongan terpelajar.
f. Hindari ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati)
Pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya
berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu
pada makna kata-kata yang membentuknya.
Contoh:
makan tangan = kena tinju, dipukuli, dikeroyok
Memasukkan sesuatu ke dalam Bagian tubuh, dari lengan sampai jari dipukul, kena
mulut (dikunyah)
tinju
makan tangan
makan tangan
D. Rangkuman
1. Diksi adalah kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, cara
menggabungkan kata-kata yang tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam
situasi tertentu.
2. Penggunaan diksi siyaratkan oleh:
Diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosakata yang banyak/
cukup.
3. Penerapan pemilihan kata/ Diksi dipengaruhi oleh hal-hal seperti penguasaan
sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata), ketepananmemilih kata, serta
kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan
gagasan yang ingin disampaikan.
4. Diksi dalam Kalimat adalah pilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat
sesuai makna, kesesuaian, kesopanan, dan dapat mewakili maksud atau gagasan.
5. Penerapan diksi dalam kalimat sangat penitng, mengingat secara leksikal makna
kata banyak yang sama, tetapi penggunaanya tidak sama.
6. Pemahaman dan kemampuan membedakan jenis makna sebuah sanagat penting
dalam prakti pemilihan kata/ diksi.
7. Maka denotatif adalah makna sebenranya yang melekat pada sebuah kata, sesuai
dengan apa yang diacu, sedangkan makna denotatif adalah makna yang bersifat
tidak sebenarnya/ asosiatif.
8. Perbedaan makna denotatif dan konotatif secara sederhana dapat dilihat dari ada
atau tidaknya nilai rasa yang terkandung pada sebuah kata. Jika sebuah kata
mengandung nilai rasa, maka jenis maknanya konotatif, serta sebaliknya.
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB V
EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA
A. Deskripsi singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini adalah sejarah ejaan dalam bahasa Indonesia, fungsi
dan kedudukan ejaan dalam bahasa Indonesia, ruang lingkup ejaan dalam pedoam umum
ejaan bahasa Indonesia (PUEBI), dan fenomena kesalahan penggunaan ejaan dalam
bahasa Indonesia.
1) Bunyi ‘u’ yang semula dilambangkan dengan dua fonem /oe/ tidak berlaku lagi
2) Masih menggunakan 2 fonem untuk melambangkan bunyi fonem tertentu, spt.
/tj/ melambangkan 'c': tjutji=cuci, /dj/ melambangkan 'j': djarak =jarak
3) bunyi tertentu dilambangkan dengan fonem yang berbeda, spt. ‘y' dilambangkan
/j/ : sayang=sajang; 'ny’ dilambangkan 'nj': njamuk=nyamuk; 'sy' dilambangkan
/sj/: sjarat=syarat;
4) 'kh‘ dilambangkan dengan ch: akhir= achir
5) awalan /di-/ dan kata depan /di/ tidak dibedakan penulisannya.
6) bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan /‘/ ditulis
dengan /k/, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Catatan:
Perbedaan antara EYD dengan PUEBI tidak begitu mencolok, hanya terjadi beberapa
penambahan
3. Ruang Lingkup Ejaan dalam Pedoam Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
Penulisan Kata
Pemakaian Pemakaian
Huruf
PUEBI Tanda Baca
Penulisan Unsur
Serapan
a. Pemakaian Huruf
1) Abjad
Abjad dapat diartikan sebagai kumpulan huruf yang digunakan dalam sebuah bahasa
tertentu (terutama ranah tulis). Hingga saat ini bahasa Indonesi mengenal 26 huruf dalam
sistem abjad. Jumlah huruf yang digunaka bisa saja mengalami perubahan, tergantung
kebutuhan bahasa dan konvensi masyarat bahasa. Berikut daftar huruf dalam abjad bahasa
Indonesia dan namanya:
A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v ve
E e e N n en W w we
F f ef O o o X x eks
G g ge P p pe Y y ye
H h ha Q q ki Z z zet
Ii i R r er
2) Vokal
Huruf Vokal adalah huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa. Vokal dalam
bahasa Indonesia menjadi syarat pembentukan suku kata. Huruf-huruf yang tergolong
vokal tersebut adalah a, e, i, o, dan u. Berikut uraian lengkapnya:
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya:
• Anak-anak bermain di teras (téras).
• Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
• Kami menonton film seri (séri)
• Pertandingan itu berakhir seri.
3) Konsonan
Huruf Konsonan adalah huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia
terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
4) Diftong
Diftong adalah dua vokal yang diucapkan sekaligus, sehingga dua vokal yang diucapkan
tersebut membentuk bunyi baru atau menghasilkan satu bunyi saja. Dua vokal yang berderetan
dapat dikategorikan sebagai diftong jika berada dalam satu suku kata yang sama. Diftong
seringkali diistilah dengan vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata. Hingga saat ini, bahasa
Indonesia memiliki lima diftong yang dilambangkan dengan ai, au, oi, dan ei.
Contoh pemakaian dalam kata
Huruf Diftong
5) Gabungan konsonan
Dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yakni: kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing gabungan konsonan tersebut melambangkan satu
bunyi konsonan.
Untuk ruang lingkup penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan
tidak akan diuraikan di sini mengingat panjangnya uraian. Untuk lebih lengkapnya silakan
saudara unduh pedoman penggunaan ejaan bahasa Indonesia terbaru pada link berikut:
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/PUEBI.pdf
D. Rangkuman
1. Ejaan adalah kaidah atau cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.)
dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
2. Sejauh ini bahasa Indonesi telah beberapa kali melakukan penggantian sistem
ejaan, ejaan-ejaan tersebut adalah Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947), Ejaan
Republik/ Ejaan Soewandi (1947-1972), Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
(1972-2015), dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) (2015-
Sekarang)
3. Perkembangan EYD dan Proses Perubahan Menjadi PUEBI melalui Revisi pada
2015. Pengesahan penggunaannya melalui Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
4. Ruang lingkup ejaan dalam PUEBI meliputi pemakaian huruf, penulisan kata,
pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan.
5. Ejaan dalam bahasa Indonesia memiliki berfungsi sebagai penunjang pembakuan
tata bahasa Indonesia baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan
peristilahan.
E. Pertanyaan/ Diskusi
Carilah minimal sepuluh data kebahasaan yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk
penggunaa bahasa yang tidak sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan dalam PUEBI.
Kemudian buatlah analisis untuk melihat dan menjelaskan bentuk-bentuk kesalahan
penerapan ejaan yang terjadi. Setelah itu, berikan komentar dan pandangan saudar
mengenai alasan/ penyebab terjadinya kesalahan penerapan ejaan serta solusi agar
kesalahan penerapan ejaan dapat diminimlisasi atau tidak lagi terjadi dalam bahasa
Indonesia.
BAB VI
KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA
A. Deskripsi singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi hakikat dan unsur-unsur kalimat, jenis-jenis
kalimat, kalimat efektif, dan masalah penggunaan kalimat bahasa Indonesia.
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek
(O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-
kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni S dan P. Unsur yang lain (O, Pel, dan Ket) dalam
suatu kalimat dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir.
1) Subjek
Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu
hal, atau suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi
oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.
Ayahku sedang melukis.
Meja direktur besar.
Yang berbaju batik dosen saya.
Berjalan kaki menyehatkan badan.
Membangun jalan layang sangat mahal.
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai kata tanya
siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang logis atas pertanyaan
yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada atau tidak logis berarti kalimat
itu tidak mempunyai S. Contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak
jelas pelaku atau bendanya:
Bagi siswa sekolah dilarang masuk. (yang benar: Siswa sekolah dilarang
masuk)
Di sini melayani resep obat generik. (yang benar: Toko ini melayani resep
obat generik).
Melamun sepanjang malam. (yang benar: Dia melamun sepanjang
malam)
2) Predikat
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau
dalam keadaan bagaimana S (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain
memberi tahu tindakan atau perbuatan S, prediksi dapat pula menyatakan sifat, situasi,
status, ciri, atau jatidiri S.
Contoh tuturan yang memiliki predikat:
Kuda meringkik.
Ibu sedang tidur siang.
Putrinya cantik jelita.
Kota Jakarta dalam keadaan aman.
Kucingku belang tiga.
Robby mahasiswa baru.
Rumah Pak Hartawan lima.
Contoh tuturan yang tidak memiliki predikat
Tuturan di bawah ini tidak memilik P karena tidak ada kata-kata yang menunjuk perbuatan,
sifat, keadaan, ciri dan status pelaku/bendanya.
Adik saya yang gendut lagi lucu itu.
Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.
Bandung yang terkenal sebagai kota kembang.
3) Objek
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh
nominal, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba
transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O seperti pada contoh dibawah ini.
Nurul menimang............(bonekanya)
Arsitek merancang................(sebuah gedung bertingkat)
Juru masak menggoreng..............(bawang merah)
Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan.
Nenek sedang tidur.
Komputerku rusak.
Tamunya pulang.
Obyek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan. Perhatikan
contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan lihat ubahan posisinya bila
kalimatnya dipasifkan.
(1) a. Serena Williams mengalahkan Angelique Wijaya [O].
b. Angelique Wijaya [S] dikalahkan oleh Serena Williams.
(2) a. Orang itu menipu adik saya [O].
b. Adik saya [S] ditipu orang itu.
(3) a. Ibu Tuti mencupit pipi Sandra [O]
b. Pipi Sandra [S] dicubit oleh ibu Tuti.
(4) a. John Smith memberi barang antik [O].
b. Barang antik [S] dibeli oleh John Smith.
4) Pelengkap
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel.
umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan
jenis kata yang mengisi Pel. dan O juga sama, yaitu dapat juga berupa nominal, frase
nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan contoh di
bawah ini.
Ketua MPR // membacakan // Pancasila.
S P O
Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila.
S P Pel
Pancasila // dibacakan // oleh Ketua MPR. S
P O
Beda Pel. dan O adalah Pel. tidak dapat dipasifkan menjadi subjek, sedangkan O dapat
dipasifkan menjadi subjek.
Posisi Pancasila sebagai Pel pada contoh no. 2 di atas tidak dapat dipindahkan ke depan
menjadi S dalam kalimat pasif.
Contoh yang salah :
Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (X)
Akan tetapi Pancasila sebagai O pada contoh no. 1 di atas dapat dibalik menjadi S dalam
kalimat pasif.
Contoh : Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.
S P O
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya.Selain diisi oleh nomina dan
frase nominal, Pel. dapat pula diisi oleh frase adjektival dan frase preposisional. Di samping
itu, letak Pel. tidak selalau persis di belakang P. Kalau dalam kalimatnya terdapat O, letak
Pel. adalah di belakang O sehingga urutuan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel.
5) Keterangan
Keterangan (Ket.) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai S,P,O,
dan Pel. Posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Pengisi Ket adalah frase nominal, frase preposional, adverbial, atau klausa.
Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum dari kulkas. (ket.
Tempat)
Rustam Lubis sekarang sedang belajar. (ket. Waktu)
Lia memotong roti dengan pisau. (ket. alat)
2. Jenis Kalimat
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dikelompokkan atas dua jenis:
a. Kalimat tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Kalimat tunggal merupakan
kalimat yang tersusun atas satu pola yakni terdiri dari satu subjek, satu predikat dan dapat
pula dilengkapi dengan objek dan keterangan. Kalimat tunggal dapat pula disebut dengan
kalimat sederhana. Karena struktur hanya terdiri dari satu klausa, kalimat tunggal hanya
berisikan satu informasi inti dan tidak mempunyai anak kalimat.
Kalimat tunggal dapat diidentfifkasi berdasarkan beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
Hanya menerangkan satu peristiwa pokok
Tidak memakai kata sambung (konjungsi) dan tidak memakai tanda baca koma (,)
dikalimatnya.
Hanya terdapat satu struktur penyusun kalimat, yaitu masing-masingnya satu subjek,
predikat, objek, keterangan atau pelengkap. Apabila ada lebih dari satu struktur
kalimat, maka tidak lagi disebut sebagai kalimat tunggal, teapi telah memasuki
kalimat majemuk.
Contoh:
– Dia akan tidur.
– Kami mahasiswa pascasajana UPI YPTK.
– Ia menjadi dosen bahasa Indonesia di luar negeri.
b. Kalimat majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai lebih dari satu klausa. Menurut Alwi dkk
(1998: 385), kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung satu klausa atau lebih yang
hubungan atar klausanya ditandai dengan kehadiran konjungtor (kata hubung) pada awal
salah satu klausa tersebut dengan adanya pelesapan bagian dari klausa khususnya subjek.
3. Kalimat efektif
a. Hakikat Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan (informasi) secara singkat,
lengkap, dan mudah diterima oleh pendengar (Wiyanto, 2004:48). Kalimat efektif adalah
kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami oleh pendengar
atau pembaca. Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan
maupun tanda bacanya sehingga mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya.
Dengan kata lain, kalimat efektif mampu menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada
pendengar atau pembacanya seperti apa yang dimaksudkan oleh penulis. Sebuah kalimat
dapay dikatakan efektif jika memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang penulis.
Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya
dengan tepat.
Sistematis dan tidak bertele-tele.
b. Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Keutuhan, kesatuan, kelogisan, atau kesepadanan makna dan struktur
Ditandai dengan adanya kesepadanan struktur dan makna kalimat.
Kalimat secara gramatikal mungkin benar, akan tetapi secara makna salah.
Misal:
– Saya saling memaafkan.
– Rumput makan kuda di sawah.
Kesejajaran bentuk kata, dan (atau) struktur kalimat secara gramatikal
Kesamaan bentuk yang digunakan secara konsisten
Misal:
– Polisi segera menangkap pencuri itu karena sudah diketahui
sebelumnya. (tidak efektif)
– Polisi segera menangkap pencuri itu karena sudah mengetahui
sebelumnya. (efektif)
Kefokusan pikiran sehingga mudah dipahami
Memfokuskan pesan terpenting agar mudah dipahami maksudnya, jika tidak makna kalimat
akan sulit dipahami dan menghambat komunikasi.
Misal:
Sulit ditingkatkan kualitas dan kuantitas produk holtikultura ini. (tidak
efektif)
Produk holtikultura ini sulit ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
(efektif)
Pandai bergaul, pandai berbicara, dan pandai membujuk orang
adalah modal utama pemasar produk. (tidak efektif)
Pandai bergaul, berbicara, dan membujuk orang adalah modal utama
pemasar produk. (efektif).
Kehematan penggunaan unsur kalimat
Dalam hal ini setiap unsur kalimat harus berfungsi dengan baik, unsur yang tidak
mendudkung makna kalimat (mubazir) harus dihindarkan, seperti:
a. Subjek ganda
– Buku itu saya sudah baca (tidak efektif)
– Saya sudah baca buku itu (efektif)
b. Kecermatan dan kesantunan
Ketepatan memilih kata sehingga menghasilkan komunikasi yang baik, tepat, tanpa
gangguan emosional pada pembaca atau pendengar.
Contoh:
Kecermatan
– Manusia ialah mahkluk yang berakal budi (salah, tidak cermat)
Kata ialah harus diikuti sinonim bukan definisi
– Manusia ialah orang (benar, karena manusia bersinonim dengan
orang)
– Manusia adalah mahkluk yang berakal (benar)
– Kata adalah harus diikuti definisi, bukan sinonim
Kesantunan
Ketepatan ejaan
Ketepatan penggunaan tanda baca berakibat pada kualitas penyajian data dan menghindari
ambiguitas (kesimpangsiuran makna)
Misalnya:
• Ia membayar dua puluh lima ribuan.
Makna kalimat tersebut mencakup dua hal berikut:
• 20 X 5.000,_
• 25 X 1.000, _
Sebaiknya, jika yang dimaksud 20 X 5.000,_ bunyi kalimatnya:
• Ia membayar dua puluh, lima ribuan.
• Paman kami belum menikah.
Kalimat di atas tergolong ambigu, terdapat tiga kemungkinan informasi di dalamnya. Oleh
karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman pembaca, tanda baca harus digunakan
sesuai dengan infomaasi yang akan disampaikan.
Bandingkan:
D. Rangkuman
Bagian ini berisi ringkasan pokok-pokok materi.
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB VII
PARAGRAF DALAM BAHASA INDONESIA
A. Deskripsi singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi hakikat dan unsur-unsur paragraf, syarat
pembentukan paragraf, jenis-jenis paragraf
2. Unsur-Unsur Paragraf
Sebuah paragraf dibangun oleh komponen-komponen/ unsur yang saling berkaitan satu dan
lainnya. Komponen-komponen/ unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a. Ide Pokok
Ide pokok adalah ide/gagasan yang menjadi pokok pengembangan paragraf.
Ide pokok terdapat dalam kalimat utama. Nama lain ide pokok adalah gagasan utama,
gagasan pokok. Dalam satu paragraf hanya ada satu ide pokok.
b. Kalimat Utama
Kalimat utama (di dalamnya terdapat/ terkandung gagasan utama/ ide pokok)
Diletakkan pada awal, tengah, maupun akhir paragraf.
Inti dari ide atau gagasan pada sebuah paragraf.
Berisi pernyataan yang akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya (kalimat penjelas).
Ciri-Ciri Kalimat Utama
• Mengandung permasalahan yang potensial untuk diuraikan lebih lanjut.
• Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri.
• Mempunyai arti yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain.
• Dapat dibentuk tanpa kata sambung atau transisi.
c. Kalimat Penjelas
Kalimat yang memberikan penjelasan tambahan, detail atau rincian dari kalimat pokok suatu
paragraf.
Ciri-Ciri Kalimat Penjelas
• Tidak dapat berdiri sendiri.
Contoh: • Arti kalimat baru jelas setelah dihungkan dengan kalimat lain dalam satu
paragraf.
• Umumnya memerlukan bantuan kata sambung, frasa penghubung, atau
kata transisi.
• Berisi rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang bersifat mendukung
kalimat topik.
(1) Terdapat beberapa varian dendeng dalam masakan khas Minang, dimana salah satunya
adalah dendeng balado. (2)Makanan ini terbuat dari daging sapi yang dipotong tipis dan
melebar. (3)Daging sapi yang dipotong tersebut kemudian dijemur di bawah sinar matahari
hingga kering. (4)Setelah dikeringkan, daging sapi pun digoreng lalu kemudian diberi bumbu
berbahan dasar cabai yang dikenal dengan nama bumbu balado.
Ide pokok/ gagasan utama: Dendeng balado salah satu varian
dendeng khas Minang
Kalimat Utama: Terdapat beberapa varian dendeng dalam masakan
khas Minang, dimana salah satunya adalah dendeng balado.
Kalimat Penjelas: kalimat (1), (2), dan (3)
d. Kalimat Penyimpul (hanya ada pada paragraf campuran)
Kesimpulan yang bisa ditarik dari kesatuan sebuah paragraf.
Dapat berupa perulangan kalimat utama yang di-paraphrase, maksudnya ditulis kembali
dengan pendekatan kata-kata yang berbeda.
Contoh : (kalimat penyimpul adalah yang bercetak tebal)
“Di fakultas A Terdapat Mahasiswa yang Gagah tapi Aneh”. Salah satu mahasiswa
yang terkenal karena gagahnya adalah Irfan alias inyong. Beliau dikenal luas sebagai
mahasiswa yang paling sering ngebanyol. Selain itu, ada juga Arizal alias Icang yang suka
sama mata kuliah fisika dan suka mengajak teman satu kelas berdebat, Arinda dari Berau
yang pendiam beserta jenderalnya si Rey alias Higuane, Rizaludin, Eggy si phobia
wanita, Arie, Sandy, dan Rio yang sangar, Niko Tamtama, si Okky yang kental logat
daerahnya tapi baik dan lucu, si Aam yang suka bertanya, denny, Muhklis dan masih banyak
lagi. Ternyata para Mahasiswa di fakultas A hampir semua adalah mahasiswa yang
terkenal gagah tapi juga aneh.
Contoh:
Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa
membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih
mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak
lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Radio adalah media alat elektronik
yang banyak didengar di masyarakat. Namun demikian, minat dan kemampuan
membaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan.
Menciptakan generasi literal membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.
Paragraf di atas dikatakan tidak koheren karena terdapat satu kalimat yang melenceng dari
gagasan utamanya yaitu kalimat yang dicetak tebal.
c. Sistematis atau urutan gagasan
Setiap kalimat dalam kesatuan paragraf tersusun dengan urutan yang semestinya
d. Pengembangan
Paragraf didukung oleh kalimat secukupnya, sehingga mampu menyampaikan informasi
dengan lengkap atau jelas. Dalam hal ini tidak ada batasan yang baku mengenai jumlah
minimal dan maksimal kalimat dalam sebuah pargraf. Indikatornya adalah ketuntasan
pembahasan/ kejelasan informasi yang disampaikan. Jika dengan beberapa kalimat saja
paragraf tersebut sudah mampu menyampaikan informasi dengan lengkap, berarti paragraf
tersebut harus berhenti dengan jumlah kalimat yang ada. Jika dipaksakan, maka paragraf
menjadi tidak mengandung kesatuan lagi.
4. Jenis-Jenis Paragraf
1. Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Topik
Berdasarkan letak kalimat topiknya, sebuah paragraf dikelompokkan menjadi paragraf
deduktif, induktif, dan campuran. Berikut penjelasnnya:
1) Kalimat Topik di Awal Paragraf (deduktif)
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik,
kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
Contoh:
Sebagian besar ruas jalan lintas Sumatera mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut
bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Seperti munculnya lubang, kontur aspal yang
bergelombang, hingga retakan di ruas jembatan. Keadaan ini adalah hal yang lumrah terjadi
di ruas jalan penghubung antar provinsi di Pulau Sumatera tersebut, mengingat mobilitas
kendaraan berat yang melintas cukup tinggi.
Gadis itu cantik sekali. Wajahnya ayu dan bercahaya. Matanya bulat dan berbulu lentik.
Hidungnya mancung dan bibirnya tipis merekah. Rambut panjang terurai kian menambah
pesonanya.
Hubungan Kausal
Pola penyusunan paragraf dengan menggunakan fakta-fakta yang memiliki pola hubungan
sebab-akibat.
Contoh:
Penumpukan sampah kian hari tidak bisa diatasi. Ditambahkan dengan kebiasaan warga
membuang sampah secara sembarang yang semakin memperburuk keadaan.
Pemerintahpun terkesan tidak sigap mengambil tindakan mengatasi problematika bersama
ini. Dan hasilnya, banjir tiap tahun merupakan menu wajib di ibukota. Banyak rumah yang
terendam. Dan juga alur perekonomian pun perlahan mati suri.
3) Kalimat Topik di Awal dan di Akhir Paragraf (Paragraf Campuran)
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik,
kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik. Kalimat topik
yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.
Contoh:
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi.
Kegiatan apapun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik
sarana komunikasi yang sederhana, maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban
manusia tidak akan bisa maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.
4) Kalimat Topik Tersirat dalam Keseluruhan Paragraf (Paragraf naratif/
deskriptif/ menyebar)
Paragraf ini tidak memiliki kalimat utama secara spesifik. Pikiran utamanya menyebar pada
seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimat penjelas.
Contoh:
Pagi ini terlihat sangat sibuk, di jalan-jalan terlihat ibu-ibu yang tengah berjalan menuju
pasar untuk berjualan sayuran. Tetanggaku yang seorang peternak bebek juga tidak kalah
sibuknya dengan orang-orang. Pagi-pagi sekali dia berjalan menggiring bebek-bebeknya
kerawa dekat sawah untuk mencari makanan. Bebek-bebek yang pintar, mereka berbaris
dengan rapi di samping pengembalanya. Sungguh pemandangan yang sangat menarik
dilihat ketika kita bangun tidur.
2) Paragraf Deskripsi
Paragraf deskirp adalah yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa
melihat, mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan
dapat berupa orang, benda, atau tempat.
Ciri-cirinya:
ada objek yang digambarkan.
Contoh:
Ruangan berukuran 9m x 8m ini sungguh sangat nyaman ditempati. Sebuah kursi bambu
berwarna coklat dengan meja bambu berada di tengah ruangan. Sementara itu, rak buku
berisi beberapa novel dan buku-buku ilmiah diletakkan mepet dengan dinding sebelah
selatan bersanding dengan sebuah pot berisi pohon bonsai kecil yang seakan-akan
menyatu dengan tembok yang dicat dengan warna merah muda. Di luar ruangan, terdapat
sebuah kolam kecil berukuran 2,5m x 2m berisi beberapa ikan gurame yang berseliweran.
Suara gemericik air dari kolam menambah sejuknya suasana di ruang tamu milik Pak Habib.
3) Paragraf Eksposisi
Paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau petunjuk sehingga orang
yang membacanya akan bertambah wawasannya.
Ciri-cirinya:
ada informasi.
Contoh:
Hingga saat ini, bantuan untuk para korban letusan Gunung Merapi belum merata. Hal ini
bisa disaksikan di beberapa wilayah Sleman. Misalnya, di Desa P. Sampai saat ini, warga
Desa P hanya makan singkong. Mereka mengambilnya dari beberapa kebun warga. Jika
ada warga yang makan nasi, itu adalah sisa-sisa beras yang mereka kumpulkan di balik
reruntuhan bangunan. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa bantuan pemerintah belum
merata
4) Paragraf Argumentasi
Paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya.
Ciri-cirinya:
ada pendapat dan alasannya
Contoh:
Beban ekonomi masyarakat dewasa ini kian meningkat. Kebijakan pemerintah menaikan
harga BBM dan TDL yang digadang-gadang sebagai solusi penyelamatan ekonomi Nasional
dari keterpurukan, justru menjadi bumerang bagi masyarakat. Harga sembako dan
kebutuhan pokok lainnya meroket. Angka pengangguran serta-merta juga bertambah
sebagai dampak krisis yang dialami berbagai perusahaan akibat meningkatnya biaya
produksi.
5) Paragraf Persuasif
Paragraf yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan
sesuatu.
Ciri-cirinya:
ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu
Contoh:
Sebaiknya pemerintah melakukan penghematan. Selama ini, pemerintah boros dengan cara
tiap tahun membeli ribuan mobil dinas baru serta membangun kantor-kantor baru dan guest
house. Pemerintah juga selalu menambah jumlah PNS tanpa melakukan perampingan,
membeli alat tulis kantor(ATK) secara berlebihan, dan sebagainya. Padahal, dana yang
dimiliki tidak cukup untuk itu.
d. Paragraf Efektif
Sebuah paragraf dikategorikan efektif jika paragraf tersebut memenuhi ciri paragraf yang
baik. Berikut ciri-ciri paragraf yang efektif:
Terdiri atas satu pikiran utama dan lebIh dari satu pikiran penjelas
Tidak boleh ada kalimat sumbang, harus ada koherensi antar kalimat.
D. Rangkuman
1. Paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat dengan
susunan logis, runtun (sistematis), terpadu, serta membentuk satu kesatuan
pikiran.
2. Sebuah paragraf dibangun oleh komponen-komponen/ unsur yang saling
berkaitan satu dan lainnya, seperti ide pokok, kalimat utama, dan beberapa
kalimat penjelas.
3. Sebuah paragraf yang baik harus memenuhi beberapa syarat, seperti kesatuan
(kohesi), kepaduan (koherensi), urutan gagasan (sistematis), pengembangan
(ketuntasan).
4. Paragraf memiliki banyak jenis. Penggolong paragrafmengacu pada beberapa hal,
seperti: berdasarkan letak kalimat topiknya, menurut fungsinya, dan menurut
teknik pemaparannya.
E. Pertanyaan/Diskusi
Tulislah masing-masing satu paragraf dengan jenis:
1. Paragraf campuran
2. Pargraf generalisasi
3. Paragraf narasi
4. Paragraf deskripsi
5. Paragraf persuasi
Berdasarkan pargraf-pargraf tersebut, temukan dan jelaskanlah:
Ide pokok, kalimat utama, dan kalimat penjelas (lengkap dengan alasan mengapa
hal tersebut dikatakan ide pokok, kalimat utama, dan kalimat penjelas.
Apakah paragraf tersebut telah memenuhi syarat kesatuan (kohesi), kepaduan
(koherensi), sistematis, dan ketuntasan
BAB VIII
KARANGAN DAN PERENCANAANNYA
A. Deskripsi Singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi pengertian karangan dan mengarang, jenis dan
karakteristik karangan, langkah-langkah penyusunan karangan, dan kerangka karangan
B. Capaian Pembelajaran Matakuliah
Setelah memahami materi ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
hakikat dan jenis karangan, mampu mengidentfikasi dan membedakan karangan
berdasarkan karakteristiknya, memahami dan mengaktualisasikan langkah-langkah dalam
penulisan karangan, menguasai pertimbangan pemilihan, dan syarat tema, topik, dan judul,
serta mampu mengaplikasikannya dalam penulisan karangan untuk berbagai kepentingan.
C. Isi Materi Perkuliahan
1. Pengertian Karangan dan Mengarang
Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk
menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Mengarang berarti
‘menyusun’ atau ‘merangkai’. mengarang tidak hanya dan tidak harus tertulis. Seperti halnya
berkomunikasi, kegiatan mengarang yang juga menggunakan bahasa sebagai mediumnya
dapat berlangsung secara lisan. Seseorang yang berbicara, misalnya dalam sebuah diskusi
atau berpidato secara serta-merta (impromtu), otaknya terlebih dahulu harus mengarang
sebelum mulutnya berbicara. Pada saat berbicara, sang pembicara itu sebetulnya “bekerja
keras” mengorganisasikan isi pembicaraannya agar teratur, terarah/terfokus, sambil
memikir-mikirkan susunan kata, pilihan kata, struktur kalimat; bahkan cara penyajiannya
(misalnya deduktif atau induktif, klimaks atau antiklimaks). Apa yang didengar atau yang
ditangkap orang dari penyajian lisan itu, itulah karangan lisan.
mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan
atau mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan.
Widyamartaya dan Sudiarti (1997: 77), menyatakan bahwa mengarang adalah “keseluruhan
rangkaian kegiatan seseorang untuk mengukapkan gagasan dan menyampaikannya melalui
bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”.
4. Kerangka Karangan
Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar suatu tulisan yang
akan digarap dalam menyusun makalah, seorang penulis harus merencanakan kerangka
tulisannya terlebih dahulu.
Agar dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format tulisan
yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana
tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa
publikasi itu kurang absah sebagai terbitan ilmiah ISO 5966 (1982) menetapkan bahwa
karya tulis ilmiah (Soehardjan, 1997: 38) terdiri atas:
Judul,
Nama penulis,
Abstrak,
Kata kunci,
Pendahuluan,
Inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan),
Kesimpulan dan usulan,
Ucapan terima kasih, dan
Daftar pustaka
Kerangka karangan ilmiah terdiri atas tiga bagian besar. Masing-masing adalah
PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam
perinciannya, karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu memiliki
peraturan mereka masing-masing. Penulis harus memperhatikan agar setiap bagian atau
bab berkaitan satu sama lain dan berada di bawah satu payung besar, yakni TESIS. Setiap
bagian tulisan, pada dasarnya, merupakan bagian yang lebih kecil atau subbawahan bagi
satuan tulisan yang lebih besar. Isi setiap bagian kurang lebih adalah sebagai berikut.
a. Fungsi Kerangka Karangan
Kerangka karangan sebenarnya adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar suatu
tulisan yang akan digarap. Oleh karena itu, selama menulis, kita dapat saja mengubah
susunan kerangka karangan kita dan menggunakan tesis sebagai tolok ukur perkembangan
pemikiran kita selama menulis. Jadi, singkat kata dapat dikatakan bahwa Kerangka tulisan
bermanfaat bagi penulis sebagai alat kontrol dalam menulis.
Ada empat manfaat kerangka karangan dalam proses menulis.
1) Tulisan dapat disusun secara teratur
Penyajian menjadi terarah dengan alur yang jelas dan rapi. Gagasan yang penting
diletakkan di awal, diikuti oleh gagasan bawahan.
2) Tulisan tidak mengalami pengulangan
Dengan adanya kerangka tulisan penulis akan mengetahui hal-hal apa yang sudah
dituangkan dan hal-hal apa saja yang belum dituangkan dalam tulisannya.
3) Memudahkan mencari informasi pendukung
Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari sesuai dengan kepentingan
penulisan. Penulis dengan mudah dapat mencari materi pembantu.
4) Miniatur atau prototipe tulisan
Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur atau prototipe tulisan yang akan memudahkan
pembaca melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum tulisan itu. Kelak, pada akhir
penulisan, kerangka tulisan itu akan menjadi daftar isi karya ilmiah kita.
b. Syarat Kerangka Karangan Yang Baik
Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar penulis dapat menghasilkan kerangka karangan
yang baik.
1) Tesis harus jelas
Langkah yang paling sulit dalam penulisan karya ilmiah adalah perumusan tesis. Akan
tetapi, jika tesis sudah jelas, penulisan karya ilmiah akan sangat mudah dan lancar karena
semua telah terpikirkan secara matang.
2) Hanya mengandung satu gagasan
Tiap unit dalam kerangka hanya mengandung satu gagasan yang akan diuraikan secara
tuntas. Rangkaian antara gagasan sentral dan gagasan bawahan tersusun dengan baik.
Gagasan bawahan harus mengandung dukungan dan alasan bagi gagasan sentralnya.
Dengan demikian, fakta yang terhimpun akan berbicara dengan sendirinya dalam
pembahasan sebuah gejala yang diteliti.
3) Pokok-pokok tulisan harus disusun secara logis
Hanya dengan penyusunan yang logis, kita dapat mencapai tujuan dengan baik. Rangkaian
sebab-akibat harus tersusun dengan baik agar pembaca mudah menarik kesimpulan.
4) Harus menggunakan pasangan simbol yang konsisten
Setiap unit, baik unit utama dan subunit, harus menggunakan pasangan simbol yang
konsisten (I, A, 1, a, dst.). Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah bahwa penamaan
setiap unit dan subunit dalam kerangka tulisan harus bersifat sejajar atau paralel.
b. Langkah Penyusunan Kerangka Karangan
1) Merumuskan tesis
2) Menginventarisasi gagasan bawahan
3) Mengevaluasi semua gagagsan
4) Melakukan langkah ke-2 dan ke-3 berulang kali
5) Menentukan pola susunan yang paling cocok.
b. Topik
Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata Yunani, topoi. Topoi berarti
‘tempat’. Jadi, kita menempatkan pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu,
dalam tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’.
Topik adalah arah pembicaraan yang lebih sppesifik dari tema (khusus/ konkret), merupakan
penjabaran lebih lanjut dari tema, bersifat umum dan belum terurai, serta merupakan
sesuatu yang nyata/ tidak abstrak
1) Pertimbangan dalam Memilih Topik Karangan
Ada empat syarat pemilihan topik, yaitu
• menarik minat penulis
Hal ini sangat penting sebelum memutuskan meilih topik tertntu untuk penulisan karangan.
Tanpa ada minat pribadi penulis, pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan
mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan dan kegairahan
mengembangkan gagasan. Oleh karena itu, persyaratan penting dalam penulisan ilmiah
adalah kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang ditemukannya dan,
kemudian, menghimpunnya dalam sebuah karya ilmiah.
• Diketahui dan dikuasai oleh penulis
Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan penunjang bagi persyaratan pertama.
Tanpa penguasaan dari penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan merupakan
beban yang berat bagi penulis. Penulis masih harus mempelajari teori atau penelitian lain.
Dengan demikian, penulis akan kehilangan banyak waktu hanya dalam hal mempersiapkan
diri untuk penguasaan materi. Akibatnya, penulis akan mengalami kesulitan dalam
menetapkan luas cakupan penelitian.
• Terbatas ruang lingkupnya
Topik harus cukup sempit dan terbatas, persyaratan ini bersifat relatif dan bergantung pada
pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang sangat sempit dapat
menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah yang menghabiskan beratus-ratus halaman.
Sebaliknya, topik yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika tidak disertai
dengan pemahaman dan penguasaan yang mendalam mengenai pokok pembicaraan.
Sering kali, topik yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi, topik yang
sempit dan terbatas berkaitan erat dengan penguasaan penulis atas topik yang dipilihnya.
• Tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial
Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial merupakan persyaratan mutlak bagi
penulis pemula. Topik yang terlalu baru akan menyulitkan seorang penulis pemula karena
kelangkaan pustaka penunjang atau kekurangan data lapangan. Jika tidak melakukan
penelitian yang komprehensif, penulis akan menghadapi masalah dalam mempertanggung-
jawabkan keilmiahan tulisannya. Untuk penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak
bersifat terlalu teknis. Maksudnya, jangan sampai penulis tidak menguasai istilah-istilah dan
konsep-konsep yang digunakan dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu
kontroversial. Maksudnya, jangan sampai seorang penulis pemula memilih sebuah topik
yang kontroversial yang akan menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa
adanya kemampuan dalam diri penulis untuk mempertahankan diri atau membuktikan
kebenaran pendapatnya.
2) Fungsi Topik
• Mengikat keseluruhan isi
• Menjiwai seluruh pembahasan
• Mengendalikan variabel: Misal, topik yang terikat dua variabel,
pembahasanya juga terdiri atas dua bagian
• Memudahkan pengembangan ide bagi penulis dan memudahkan
pemahaman bagi pembaca
• Menjadi daya tarik pembaca.
c. Judul
Judul adalah kepala atau identitas karangan. Judul lebih mengacu pada penjelasan awal
(penunjuk singkat) isi karangan yang akan ditulis. Judul adalah merupakan
penjabaran/perincian dari topic, kepala/ identitas karangan, lebih spesifik, dan mengandung
permasalahan yang lebih jelas atau lebih terarah
1) Jenis-jenis Judul
• Judul Langsung
Judul langsung adalah jenis judul yang memiliki bahasa sama, identik, senada (berada
dalam satu lingkungan makna dengan tema dan topik) dengan bahasa tema dan topik
karangan
• Judul Tidak Langsung
Judul tidak langsung adalah judul yang memiliki bahasa berlainan/ tidak sama, identik,
senada (berada dalam satu lingkungan makna dengan tema dan topik), dengan bahasa
tema, dan topik karangan, bahasanya berupa kiasan dan perumpamaan.
2) Syarat-Syarat Judul yang Baik
• Relevan/ bertalian dengan tema
Judul harus mampu mewakili sebuah karangan secara baik. Hal ini dapat tergambar dari
pemahaman umum yang didapat oleh pembaca tentang isi karangan ketika membaca judul
karangan tersebut.
• Provokatif/ menarik
Judul harus mampu menarik minat dan menggugah rasa ingin tahu pembaca. Sehingga
pada akhirnya pembaca memutuskan untuk membaca sebuah karangan secara lengkap.
• Efektif/ singkat
Judul tidak boleh bertele tele. Judul adalah daya tarik atau citra sebuah karangan. Judul
yang singkat dan menarik tentunya akan menimbulkan kesan tersendiri dari pembaca pada
karangan, serta sebaliknya. Jadi, dapat disimpulkan, judul adalah salah satu hal yang
menjadi tolok ukur keterbacaan sebuah karangan.
D. Rangkuman
a. Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan
alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu
b. mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk
mengukapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada
pembaca untuk dipahami
c. mengarang tidak terbatas dalam bentuk tertulis. Aktivitas lisan juga masuk
kategori mengarang. Seseorang yang berbicara, misalnya dalam sebuah
diskusi atau berpidato secara serta-merta (impromtu), otaknya terlebih dahulu
harus mengarang sebelum mulutnya berbicara.
d. Karangan memilik banyak jenis, penggolongan karangan dapat dilakukan
atas beberapa dasar, seperti Penggolongan Karangan Menurut Bobot Isinya
dan Penggolongan Karangan Menurut Cara Penyajian dan Tujuan
Penyampaiannya
e. Ada tiga tahapan yang mesti dilalui dalam penyusunan tulisan ilmiah. Ketiga
tahapan itu adalah tahapan persiapan (prapenulisan), tahapan penulisan, dan
tahapan penyuntingan (revisi).
f. Penulisan karangan akan lebih mudah dan terarah jika diawali dengan
perumusan kerangka karangan.
g. Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis besar
suatu tulisan yang akan digarap dalam menyusun makalah, seorang penulis
harus merencanakan kerangka tulisannya terlebih dahulu.
h. Penentuan tema, topik, dan judul adalah langkah awal yang harus dilakukan
oleh penulis sebelum menyusun karangan.
i. Tema adalah pokok pikiran, topik adalah pokok pembicaraan, serta judul
adalah nama atau identitas dari sebuah karangan.
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB IX
KUTIPAN DAN NOTASI ILMIAH
A. Deskripsi Singkat
Hal-hal yang dibahasa dalam BAB ini meliputi Hakikat Kutipan, Fungsi Kutipan, Jenis dan
Teknis Penulisan Kutipan, Notasi Ilmiah (Footnote, Innote, dan Endnote), Daftar Pustaka,
dan Plagiarisme.
2. Fungsi Kutipan
Kutipan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. untuk menegaskan isi uraian
b. untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan yang dibuat
oleh penulis
c. untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori yang
digunakan penulis
d. untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan kutipan yang
digunakan
e. untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan dibahas
f. untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan tulisan orang
lain sebagai milik sendiri (plagiat).
Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan langsung pendek dan kutipan
langsung panjang.
1) Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari empat baris) dilakukan
dengan cara:
diintegrasikan langsung dengan teks,
diberi berjarak antarbaris yang sama dengan teks
diapit oleh tanda kutip
menuliskan sumber kutipan
2) Kutipan Langsung Panjang (lebih dari empat baris) dilakukan dengan
cara:
dipisahkan dari teks dengan spasi (jarak antarbaris) lebih dari teks
diberi berjarak rapat antarbaris dalam kutipan
menuliskan sumber kutipan
boleh diapit tanda kutip, boleh juga tidak.
4. Notasi Ilmiah
Notasi ilmiah adalah ilmu tentang sistem lambang (tanda) yang menggambarkan bilangan nada atau ujaran
dengan tanda huruf. Dalam sebuah karangan ilmiah, penggunaan notasi ilmiah dimaksudkan untuk
menghindari tuduhan plagiat dan untuk memberikan kemudahan bagi peneliti maupun penerima untuk
mengetahui sumber rujukan, terutama jika diperlukan penelitian ulang atau penilitian lanjutan di kemudian
hari. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa notasi ilmiah adalah pencantuman sumber rujukan yang
digunakan dalam sebuah karya ilmiah.
Ada tiga teknik yang populer yang banyak digunakan di berbagai perguruan tinggi baik PTN
maupun PTS, yakni footnote, bodynote, dan endnote.
a. Footnote
Footnote adalah catatan pada kaki halaman untuk menyatakan sumber suatu kutipan,
pendapat, buah pikiran, fakta-fakta, atau ikhtisar. Footnote dapat juga berisi komentar
mengenai suatu hal yang dikemukakan di dalam teks, seperti keterangan wawancara, pidato
di televisi, dan yang sejenisnya. Gelar akademik dan gelar kebangsawanan tidak disertakan
serta nama pengarang/penulis tidak dibalik.
1) Nomor Footnote
Footnote atau catatan kaki diberi nomor sesuai dengan nomor kutipan dengan
menggunakan angka Arab kecil (1, 2, 3, dst.) yang diketik naik setengah spasi. Footnote
pada tiap bab diberi nomor urut, mulai dari angka 1 sampai dengan selesai dan dimulai
dengan nomor satu lagi pada bab-bab berikutnya.
2) Bentuk Footnote Dalam footnote, urutan penulisannya ada beberapa
macam cara. Namun, di sini hanya disebutkan dua macam cara
sebagaimana yang sering digunakan di mayoritas perguruan tinggi.
Cara pertama urutannya adalah nama pengarang koma (,), nama buku
koma (,), nomor jilid buku (jika ada) koma (,), nama kota tempat terbit
buku titik dua (:), nama penerbit koma (,), tahun penerbitan koma (,),
halaman-halaman yang dikutip atau yang berkenaan dengan teks titik
(.).
Contoh:
1 David Hopkins, A Teacher’s Guide Classroom Research, (Buckingham Philadelphia: Open
University Press, 1993), h.36.
2 Ana Roggles Care, Writing and Learning, (New York: Macmilan Publishing Company,
1985), h.4.
3) Footnote yang Berkaitan dengan Jumlah dan Nama Pengarang
Pengarang satu orang (lihat contoh di atas).
Pengarang dua atau tiga orang: nama pengarang dicantumkan
semua.
Contoh:
3 Charles W. Bridges dan Ronald F. Lunsford, Writing: Discovering Form and Meaning
(California: Wadsworth, 1984), hl.7.
Jika pengarang lebih dari tiga orang yang dicantumkan hanya
nama pengarang pertama dan di belakangnya ditulis et al. atau
dkk. et al. asalnya dari et alii ‘dengan orang lain’.
Contoh:
6 Sabarti Akhadiah, dkk, Menulis (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah bagan Proyek Penataran Guru SLTP Setara D3,
1997/1998), h. 8-9.
b. Bodynote
Pada teknik ini, sumber kutipan ditulis atau diletakkan sebelum bunyi kutipan atau diletakkan
dalam narasi atau kalimat sehingga menjadi bagian dari narasi atau kalimat. Pada bodynote,
ketentuannya adalah sebagai berikut.
1) Membuat pengantar kalimat sesuai dengan keperluan
2) Menulis nama akhir pengarang
3) Mencantumkan tahun terbit, titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung
4) Menampilkan kutipan, baik dengan kutipan langsung maupun kutipan tidak
langsung.
Contoh:
Meresensi buku merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan untuk memberikan
tanggapan dan penilian terhadap isi sebuah buku. Menurut Keraf (2001: 247), resensi
adalah pertimbangan buku, pembicaraan buku, atau ulasan buku atau dengan bahasa
yang agak mentereng, berarti membedah, menganalisis, dan mencari roh/inti buku.
Pada contoh di atas, notasi ilmiahnya mencakup: Keraf 2001:247. Keraf adalah pengarang
buku yang dikutip, 2001 adalah tahun terbit buku yang dikutip, dan 247 adalah halaman
tempat teks yang dikutip.
c. Endnote
Pada teknik endnote, nama pengarang diletakkan setelah bunyi kutipan atau dicantumkan di
bagian akhir narasi, dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Membuat pengantar kalimat sesuai dengan keperluan.
b. Menampilkan kutipan, baik dengan kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung.
c. Menulis nama akhir pengarang, tanda koma, tahun terbit, titik dua, dan nomor
halaman di dalam kurung, dan akhirnya diberi titik.
Contoh:
Plagiat merupakan pengambikan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis
orang lain atas nama dirinya sendiri. (Soelistyo, 2011:19)
Pada contoh di atas, notasi ilmiahnya meliputi: Soelistyo, 2011:19. Soelistyo adalah nama
akhir pengarang buku yang dikutip, 2011 adalah tahun terbit buku yang dikutip, dan 19
adalah halaman teks yang dikutip.
5. Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan daftar yang berisi semua buku atau tulisan ilmiah yang menjadi
rujukan dalam melakukan penelitian. Daftar pustaka penting peranannya dalam sebuah
karya tulis. Sebuah karya tulis yang tidak memiliki daftar pustaka bisa saja diragukan
kebenarannya.
a. Fungsi daftar pustaka
Fungsi daftar pustaka adalah:
1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi penulis
2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh pengetahuan
yang lebih lengkap dan mendalam daripada kutipan yang digunakan oleh
penulis
3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar untuk studinya.
b. Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, baris kedua dan
selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke dalam
2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi
3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama nama keluarga
penulis. (Akan tetapi, cara mengurut daftar pustaka amat bergantung pada
bidang ilmu. Setiap bidang ilmu memiliki gaya selingkung.)
4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah yang dikutip, nama
penulis itu harus dicantumkan ulang.
c. Unsur-Unsur Daftar Pustaka
Berikut ini adalah unsur-unsur yang ada dalam sebuah penulisan daftar pustaka:
1) Nama Penulis
Dalam menulis nama penulis buku, nama penulis buku tersebut harus dibalik. Unsur yang
dibalik adalah unsur nama terakhir.
Contoh:
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Dendy Sugono → ditulis menjadi Sugono, Dendy
Jika penulis buku terdiri dari dua atau tiga orang, penulis pertama namanya ditulis dibalik,
tetapi penulis kedua dan ketiga namanya tidak perlu dibalik. Jika penulisnya lebih dari tiga,
maka nama penulis pertama tetap dibalik, kemudian ditambahkan singkatan dkk. atau et.all.
Contoh:
Dendy Sugono dan Gorys Keraf → ditulis menjadi Sugono, Dendy dan
Gorys Keraf
Dendy Sugono, Gory Keraf, Abdul Chaer, Harimurti Kridalaksana,
Masnur Muslich → ditulis menjadi Sugono, Dendy dkk. atau Sugono,
Dendy et.all
Jika terdapat beberapa buku yang ditulis oleh seorang pengarang, nama pengarang cukup
ditulis sekali pada buku yang disebut pertama. Selanjutnya, cukup dibuat garis sepanjang 10
ketukan dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh:
Sugono, Dendy.
.
.
Tanda garis tersebut menyatakan bahwa penulisnya sama yakni Hadi Setiadi.
2) Tahun
Tahun dalam penulisan daftar pustaka ditulis setelah nama penulis buku dan diakhiri tanda
titik (.)
Contoh:
Sugono, Dendy. 1997.
3) Judul Buku
Judul buku ditempatkan sesudah tahun terbit dengan dicetak miring atau diberi garis bawah.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar.
4) Kota Penerbit
Kota penerbit ditulis setelah judul buku dan diakhiri tanda titik dua (:).
Contoh:
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:
5) Penerbit
Penerbit merupakan PT atau CV tempat buku tersebut diterbitkan. Ditulis setelah kota
penerbit dan diakhiri tanda titik (.).
Contoh:
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
6. Plagiarisme
Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya
menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan. Menurut Soelistyo
(2011:19), plagiat merupakan pengambikan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain
dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri, misalnya menerbitkan karya
tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor
17 Tahun 2010 dikatakan:“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam
memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan
mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai
karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”.
Secara hukum, di Indonesia, tindak plagiat dapat didakwa melanggar undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Terutama Bagian Keempat tentang Ciptaanyang
dilindungi Pasal 12 dan Pasal 13.
D. Rangkuman
1. Kutipan adalah gagasan, ide, atau pendapat yang diambil dari berbagai sumber.
Kutipan dapat diartikan sebagai meminjam pendapat orang lain untuk digunakan
dalam tulisan yang kita susun dengan mencantumkan sumbernya secara jela.
2. Mengutip bertujuan untuk memberi Pengokohan argumentasi dalam sebuah
karangan
3. Kutipan terbagi atas kutipan langsung dan kutipan tak langsung
4. Kutipan langsung adalah memindahkan tulisan orang lain ke dalam karya tulis kita
tanpa sedikitpun melakukan perubahan (persis sama dengan sumbernya)
5. Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang mengulas pendapat orang lain
dengan redaksi bahasa sendiri.
6. notasi ilmiah adalah pencantuman sumber rujukan yang digunakan dalam sebuah
karya ilmiah.
7. Notasi Ilmiah dapat dikelompokkan menjadi: Footnote, Bodynote, Endnote dan
daftar pustaka
8. Daftar pustaka adalah daftar yang berisi semua buku atau tulisan ilmiah yang
menjadi rujukan/ sumber dalam melakukan penelitian atau penulisan karangan.
9. Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
BAB X
KARANGAN ILMIAH
A. Deskripsi Singkat
Hal-hal yang dibahas dalam BAB ini meliputi Hakikat dan Tujuan Karangan Ilmiah, Jenis-
jenis karya Ilmiah, Sistematika Karangan Ilmiah, dan Bahasa Indonesia dalam Karangan
Ilmiah
Ketentuan penggunaan bahasa dalam penyusunan karya ilmiah adalah sebagai berikut :
1) Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku sebagaimana termuat
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoensia (PUEBI).
2) Struktur kalimat yang dibuat lengkap, dalam arti ada subyek, predikat, obyek
dan/atau keterangan. Kalimat juga tidak boleh disingkatsingkat, seperti: “Bahan
baku pakan ternak terdiri atas jagung, bekatul, dll”. Kalimat yang benar adalah:
“Bahan baku pakan ternak terdiri atas jagung, bekatul, dan lain-lain”.
3) Satu aline terdiri dari minimal dua kalimat, yakni kalimat inti dan kalimat penjelas.
Tidak boleh ada satu paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat meskipun
panjang.
4) Istilah yang digunakan adalah istilah Indonesia atau yang sudah di-Indonesiakan.
Jika ada istilah asing maka harus dilengkapi terjemahan dari istilah tersebut. Istilah
(terminologi) asing boleh digunakan jika memang belum ada padanannya dalam
bahasa Indonesia, atau bila dirasa perlu sekali (sebagai penjelas/konfirmasi istilah,
diletakkan dalam kurung), dan diketik dengan menggunakan huruf miring.
5) Kutipan dalam bahasa asing diperkenankan namun harus diterjemahkan atau
dijelaskan maksudnya, dan ditulis dengan huruf miring (italic).
D. Rangkuman
1. Karangan ilmiah merupakan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai
dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan
sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.
2. Sebuah karangan ilmiah memiliki karakteritik Lugas dan tidak emosional, Logis,
Efektif, dan Efisien
3. Jenis-jenis karangan ilmiah yang seringkali ditemui dan berhubungan dengan
mahasiswa adalah Makalah,Kertas kerja, Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
4. Bahasa yang digunakan dalam karangan Ilmiah, adalah bahasa Indonesia baku.
Bahasa baku cenderung bermakna denotatif, hal ini senada dengan karangan
ilmiah yang harus bersifat lugas dan menuntut kejelasa makna.
5. penggunaan bahasa dalam karya ilmiah menuntut kecermatan pemilihan kata dan
struktur bahasanya, harus memenuhi ragam baku atau ragam standar (formal),
dan bukan bahasa informal atau bahasa pergaulan sehari-hari.
E. Pertanyaan/Diskusi
Bagian ini berisi pertanyaan sebagai bahan diskusi atau latihan untuk memperkaya
pemahaman mahasiswa
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknis Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Perencanaan Bahasa di Era Globalisasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Rahardi, Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Suyatno, dkk. 2017. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Membangun Karakter
Mahasiswa melalui Bahasa). Bogor: In Media
Widjono HS. 2012. Bahasa Indonesi (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi) Edisi Revisi. Jakarta: Grasindo.
Semua tulisan yang memiliki kaitan dengan topik perkuliahan (buku, makalah, jurnal, artikel,
dll.)