BAB V PARAGRAF
1. Pengertian Paragraf
2. Kegunaan Paragraf
3. Macam-Macam Paragraf
4. Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf
5. Letak Kalimat Utama
6. Pengembangan Paragraf
BAB VI PENALARAN
1. Beberapa pengertian
2. Penalaran Dedukatif
3. Penalaran Indukatif
4. Salah Nalar
1. PENGGUNAAN BAHASA
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia itu, timbul dua masalah
pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan takbaku. Pemakaian bahasa
baku dan takbaku berkaitan dengan situasi resmi dan takresmi. Dalam situasi
resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau dalam pertemuan-pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi takresmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Penggunaaan
bahasa yang dibedakan oleh faktor-faktor tertentu, seperti situasi resmi dan
takresmi itulah yang akan dibicarakan di bawah ini supaya kita dapat membeda-
bedakan pemakaian bahasa sesuai dengan tuntutan ragamnya. Dengan demikian,
kita tidak akan merampatkan pemakaian bahasa bahwa pengguanaan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai pengguanaan bahasa
baku dalam segala situasi.
Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang
ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah:
(1) media yang digunakan,
(2) latar belakang penutur, dan
(3) pokok persoalan yang dibicarakan.
Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam
bahasa dapat dibedakan atas ragam bahas lisan dan ragam bahasa tulis. Di bagian
lain, kedua ragam itu dibicakan secara tersendiri. Dilihat dari segi penuturnya,
ragam bahasa dibedakan menjadi:
(1) ragam daerah (dialek),
(2) ragam bahasa terpelajar,
(3) ragam bahasa resmi, dan
(4) ragam bahasa takresmi.
Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat
dibedakan atas bidang-bidang ilmu dan teknologi serta seni, misalnya ragam
bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa jurnalistik
dan ragam bahasa sastra. Macam-macam ragam bahasa itu tampak pada bagan di
halaman berikut
2. RAGAM DAERAH
Sebagaimana kita ketahui, bahasa Indonesia tersebar luas ke seluruh
Nusantara. Luasnya wilayah pemakaian bahasa itu menimbulkan perbedaan
pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan di suatu daerah berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan di daerah lain. Misalnya, bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang Jayapura berbeda dengan bahasa Indonesia
yang digunakan oleh orang Medan, bahasa Indonesia yang dipakai orang
Denpasar berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan orang Jakarta, dan
sebagainya.
RAGAM BAHASA
LISAN
RAGAM BAHASA
DIALEK
TULIS
TERPELAJAR
RAGAM PENUTURNYA
BAHASA
ILMU RESMI
HUKUM TAKRESMI
POKOK PERSOALAN
NIAGA
JURNALISTIK
SASTRA
RAGAM
LAFAL
LISAN
RAGAM
TATA BAHASA
BAHASA KOSA KATA
EJAAN
RAGAM
TULIS
Kita harus hati-hati dengan pernyataan tersebut karena ada bahasa yang
dihasilkan dengan menggunakan alat-alat ucap, tetapi sebelumnya telah
dituliskan, seperti teks pidato yang dibacakan atau siaran berita radio atau televisi.
Sebaliknya, ada bahasa lisan yang dituliskan seperti transkripsi cerita rakyat (yang
belum pernah dituliskan) atau pidato yang ditranskripsikan. Maka, pernyataan itu
masih harus dilengkapi dengan penjelasan perbedaan kedua ragam itu yang dilihat
dari segi struktur bahasa atau segi lain, seperti yang terlihat pada bagan di atas.
Pada bagan itu terlihat bahwa ragam bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata
bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosakata. Lafal merupakan aspek
pembeda ragam bahasa lisan dari ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan lafal,
dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan).
Selain itu, aspek tata bahasa dan kosakata dalam kedua jenis ragam itu memiliki
cara yang berbeda walaupun bidangnya sama. Kedua ragam bahasa itu memiliki
hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis, yang unsur dasarnya huruf,
melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam
bahasa itu telah berkembang menjadi dua sistem bahasa yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar meskipun ada pula kesamaannya.
Sebagaimana terlihat dalam bagan, walaupun ada keberimpitan aspek tata bahasa
dan kosakata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari
yang lain. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada bagan dan contoh di halaman
berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa dalam ragam bahasa lisan,
penutur dapat memanfaatkan peragaan, seperti gerak tangan, air muka, tinggi
rendah suara atau tekanan, untuk membantu kepahaman pengungkapan diri, ide,
gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa, sedangkan dalam ragam bahasa tulis,
peragaan seperti itu tidak dapat digambarkan/dilambangkan dengan tulisan. Oleh
karena itu, dalam ragam bahasa tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata
bahasa, baik bentuk kata maupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, dan
ketepatan penerapan kaidah ejaan, serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu
kejelasan pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis.
BENTUK KATA
RAGAM BAHASA TULIS
1a) Nia sedang membaca surat kabar
2a) Ari mau menulis surat.
TATA BAHASA 3a) Namun engkau tidak boleh
menolak lamaran itu.
PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN
DAN RAGAM BAHASA TULIS
(Segi Kosakata)
Kosa
kata
RAGAM BAHASA TULIS
(7a) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
(8a) Kita harus membuat karya tulis
(9a) Rasanya masih terlalu muda bagi saya, pak.
RAGAM BAHASA
Dalam hubungannya ragam bahasa tulis baku, ragam bahasa itu merupakan
hasil penataan secara cermat oleh penggunanya (bukan ekspresi spontan seperti
ragam bahasa lisan) sehingga ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria
1) jelas (bertalian dengan makna yang terkait dengan unsur-unsur gramatikal,
seperti subjek, predikat, atau dan objek/keterangan),
2) tegas (bertalian dengan interpretasi, tidak rancu),
3) tepat (bertalian dengan pilihan kata/istilah),
4) lugas (tidak bermajas dan tidak berpanjang-panjang)
Pada aspek tata bunyi , misalnya kita telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/.
Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif,
variabel, vitamin, devaulasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir
(miskin),motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah
lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks,
korps, transmigrasi,ekspor, bukan komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar
adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban,
bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan, dan pertanggungan
jawab. Dari segi kalimat, pernyaataan dibawah ini tidak benar karena
mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat, atau dan
objek/keterangan.
{10} pada tabel diatas memperlihatkan bahwa wanita lebih banyak daipada
pria.
Jika kata pada ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek atau kata
memperlihatkan diubah terlihat agar bahwa dan seterusnya menjadi subjek.
Dengan demikian, kalimat itu benar.
Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah, lebih
baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam
penggunaan bahasa indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan
peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak
tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh,
pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek,
jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar
bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntunan
makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang
bermakna konotatif (kiasan). Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah
penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam
bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan itu bertalian dengan
topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara (kalau
lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang
baik itu bernalar. Dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai
dengan tata nilai masyarakat kita. Kalimat dibawah ini tidak sesuai dengan tata
nilai masyarakat indonesia karena tidak cocok dengan logika penutur bahasa
indonesia.
1. PENGERTIAN DIKSI
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting,
baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud,
kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada
kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah
yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan
tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping
itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat
penggunaan kata-kata itu
Misalnya:
5. SINONIM
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah
mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Sinonim ini dipergunakan tultuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada
tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam
pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan
bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan
komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai
bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk
dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim,
tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kata-kata lain yang bersinonim ialah:
agung, besar, raya
mati, mangkat, wafat, meninggal
cahaya, sinar
ilmu, pengetahuan penelitian, penyelidikan
dan lain-lain.
6. PEMBENTUKAN KATA
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam clan dari luar bahasa
Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar
kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbenhik kata baru melalui tuzsur
serapan.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya
tata daya serba
tata buku daya tahan serba putih
tata bahasa daya pukul serba plastik
tata rias daya tarik serba kuat
tata cara daya serap serba tahu
hari tutup Lepas
hari sial tutup tahun lepas tangan
han jadi tuhip buku lepas pantai
hari besar tuhip usia lepas landas.
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau / t/ sering tidak luluh
jika mendapat awalan meng- atau peng. Padahal, menurut kaidah baku bunyi-
bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk
salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
i. Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Boros Hemat
1. sejak dari sejak atau dari
2. agar supaya agar atau supaya
3. demi untuk demi atau untuk
4. adalah merupakan adalah atau merupakan
5. seperti... dan sebagainya seperti atau dan sebagainya
6. misalnya... dan lain-lain misalnya atau dan lain-lain
7. antara lain... dan seterusnya antara lain atau dan seterusnya
8. tujuan daripada pembanguan tujun pembangunan
9. berbagai faktor-faktor berbagai faktor
10. daftar nama-nama peserta daftar nama peserta
Mari kita lihat perbandingan boros dan hemat berikut.
1) Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, maka
diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih
besar. (Boros, Salah)
la) Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Hemat,
Benar)
2) Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi di
mana sebagai sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang
terampil di bidang geologi dan perminyakan. (Salah)
2a) Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang
merupakan sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di
bidang geologi dan perminyakan. (Benar)
3) Karena sumber sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi sehingga
mampu mengalirkan fluida reservoar kepermukaan. (Boros, Salah)
3a) Karena sumber minyak sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi, sembur
alam tersebut mampu mengalirkan fluida reservoar ke permukaan. (Hemat,
Benar)
m. Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi
dengan kata bertinju. Kata petinju berarti 'orang yang (biasa) bertinju', bukan
'orang yang (biasa) meninju.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju,
seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi,
apakah semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata
petinju?
Jika harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini.
petinju 'orang yang bertinju'
pesenam 'orang yang bersenam'
pesilat 'orang yang bersilat'
peski 'orang yang berski'
peselancar 'orang yang berselancar'
pegolf 'orang yang bergolf
petenis 'orang yang bertenis'
peboling 'orang yang berboling'
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata
bergolf, berterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh
sebab itu, munculnya kata
peski
peselancar
pegolf petenis
peboling
pada dasarnya tidak dibentuk dari
berski (yang baku bermain ski)
berselancar (yang baku bermain selancar)
bergolf (yang baku bermain golf)
bertenis (yang baku bermain tenis)
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana
tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya
8. UNGKAPAN IDIOMATIK
Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang
salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik
adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah
ekonomi bahasa.
Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang
dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.
Beberapa contoh pemakaian ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut.
Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden SBY. (Salah)
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden SBY. (Benar)
Yang benar ialah bertemu dengan.
Di samping itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu, yaitu
sehubungan dengan
berhubungan dengan
sesuai dengan
bertepatan dengan
sejalan dengan
Ungkapan idiomatik lain yang perlu diperhatikan adalah
Salah Benar
terdiri terdiri atas / dari
terjadi atas terjadi dari
disebabkan karena disebabkan oleh
membicarakan tentang berbicara tentang
bergantung kepada bergantung pada
baik... ataupun baik... maupun
antara... dengan antara... dan
bukan... tetapi bukan... melainkan
BAB IV
KALIMAT EFEKTIF
Misalnya:
(1) Ira. (Kalimat Fragmentaris)
(2) Ira belajar. (Kalimat Efektif tidak lengkap)
(3) Ira belajar bahasa Indonesia. (Kalimat Efektif Lengkap)
(4) Ira belajar bahasa Indonesia di kampus (Kalimat Efektif Lengkap)
Merujuk pada paparan di atas perlu dibedakan penulisan kalimat
lengkap dan tidak lengkap dalam menulis karya ilmiah. Penulisan kalimat
dalam karya ilmiah harus mengunakan kalimat efektif dengan tujuan
informasinya jelas kepada pembaca.
1. KALIMAT EFEKTIF
Kal im at di kat akan efekti f apabil a berhasi l menyampaikan
pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si
pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai
kalimat yang baik, yaitu strukturnya Benar, pilihan katanya tepat, hubungan
antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar. Dengan demikian
akan memenuhi persyaratan, pemakaian kalimat efektif dan efisien yang
mengacu pada pemakaian bahasa yang baik dan benar.
Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya
komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif
dalam pergaulan, belum tentu efektif jika dipakai dalam situasi resmi,
demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada
tukang becak, "Berapa, Bang, ke pasar Klewer?" Kalimat tersebut jelas
lebih efektif daripada kalimat lengkap, "Berapa saya barus membayar Abang,
bila saya menumpang becak Abang ke pasar Klewer?"
Yang perlu diperhatikan dalam membuat karya tulis ilmiah, baik berupa
essai, artikel, atau pun analisis yang bersifat ilmiah adalah penggunaan bahasa
secara tepat, yaitu memakai bahasa baku. Hendaknya disadari bahwa susunan
kata yang tidak teratur dan berbelit -belit, penggunaan kata yang tidak
tepat makna, dan kesalahan ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif.
Berikut ini disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi
dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif.
1. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat.
a. Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Tidak Efektif)
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
(Efektif)
b. Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang
menyenangkan. (Tidak Efektif) (Hal itu disebabkan perilakunya sendiri
yang kurang menyenangkan. (Efektif)
c. Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Tidak Efektif)
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.) (Efektif)
d. Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat. (Tidak
Efektif) (Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
(Efektif)
e. Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji.
(Tidak Efektif)
(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.) (Efektif)
2. Penggunaan kata berlebih yang 'mengganggu' struktur kalimat.
a. Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan
segera diubah. (Tidak Efektif) (Berita yang saya dengar
mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah atau menurut
berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.) (Efektif).
b. Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal. (tidak Efektif)
(Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.) (Efektif)
3. Penggunaan imbuhan yang kacau.
a. Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.
(Tidak Efektif)
(Yang meninjau buku di perpustakaan harap harap dikembalikan./
Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan). (Efektif)
b. Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Tidak Efektif)
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar t idak mengulangi
perbuatannya. (Efektif)
c. Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk. (Tidak
Efektif) (Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk). (Efektif)
d. Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi. (Tidak Efektif)
(Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi./ Pelajaran BI
mengajarkan juga apresiasi puisi.) (Efektif)
4. Kalimat tak selesai
a. Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin
berinteraksi. (Tidak Efektif)
(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin
berinteraksi.) (Efektif)
b. Rumah yang besar yang terbakar itu. (Tidak Efektif) (Rumah yang
besar itu terbakar.) (Efektif)
5. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku.
a. Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk. (Tidak Efektif)
(Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.) (Efektif)
Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain : menyolok,
menyuci, menyontoh, menyniptakan, menyintai, menyambuk,
merampok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan
dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci,
mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik,
mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
b. Perternuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang. (Tidak Efektif)
(Pertemuan itu telah menelorkan ide-ide cemerlang.) (Efektif)
c. Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional.
(Tidak Efektif)
(Gereja itu dikelola oleh para rohaniawan secara professional.) (Efektif)
2. TRANSFORMASI KALIMAT
Transformasi berasal dari bahasa Inggris transformation yaitu suatu proses
mengubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk yang lain, baik dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang kompleks, maupun dari bentuk yang kompleks ke
bentuk yang sederhana (Keraf dalam Natawidjojo, 1986: 37). Berdasarkan
pengertian tersebut, maka transformasi kalimat berupa pengubahan bentuk
kalimat menjadi bentuk kalmat lain. Pengubahan tersebut akan berakibat makna
yang dikandung oleh kalimat mengalami perubahan juga. Perubahan bentuk
kalimat ini untuk memperoleh penggunaan bentuk kalimat yang bervariasi di
samping itu menyangkut informasi yang akan disampaikan kepada pembaca akan
berarah.
Jenis transformasi sebagai berikut.
a. Transformasi jeda yaitu dengan menggunakan jeda.
b. Transformasi aposisi yaitu dengan menggunakan kata tugas yang.
c. Transformasi setara yaitu dengan menggunakan kata tugas dare.
d. Transformasi disyungtif dengan menggunakan kata tugas atau/tetapi
e. Transformasi opini yaitu dengan menggunakan kata tugas benar/tidak benar.
f. Transformasi total yaitu dengan menggunakan bentuk afirmatif dan
negatif.
Misalnya:
(a) Almari itu dipakai tempat baju.
(b) Almari itu dijual.
Bentuk transformasinya:
(a) Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
(b) Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
3) Transformasi setara
Transformasi setara menggunakan kata tugas dan Pentransformasian ini
akan menghasilkan kalimat majemuk setara/kalimat koordinat. Dua gagasan
yang nilai komunikasinya sama disatukan oleh kata dan.
Misalnya:
a) Hujan turun dan pohon tumbang.
b) Ayah pergi dan ibu pulang.
Hal yang bisa disatukan tentu saja memenuhi syarat nilai sama. Perhatikan
kalimat berikut.
a) Hujan turun dan sudah wisuda.
b) Ibu menjahit dan teroris bergerak.
Ada kendala psikologis dalam penyusunan kalimat tersebut. Penulis
nampak memaksa gagasan yang berbeda disatukan dalam satu kalimat tersebut.
Perhatikan juga contoh:
(a) Rudi mendekatiku.
(b) Rudi menciumku.
(c) Polisi niengejar perampok.
(d) Polisi menembak perampok.
Apakah logis bila dua gagasan (a) dan (b) atau (c) dan (d) disatukan dengan
kata tugas dan? Orientasi yang dimiliki oleh tindakan tersebut berbeda?
Tindakan yang dilakukan tidak sarna nilainya. Tindakan tersebut tentu
dilakukan satu mendahului tindakan yang lain. Penulis perlu menilai
gagasan sebelum menggunakan transformasi setara.
4) Tranformasi disyungtif
Perubahan bentuk kalimat menghasilkan kesamaan atau
ketidaksarnaan. Penggunaan kata atau untuk menghasilkan kesamaan dan
penggunaan tetapi untuk menghasilkan ketidaksamaan.
Misalnya:
a) Ida makan atau Ibu tidur.
b) Ida kanan, tetapi Ibu tidur
c) Saya berbicara keras, tetapi guru menerangkan.
d) Saya berbicara keras, tetapi guru tidak menghiraukan.
5) Tranformasi opini
Opini merupakan pandangan yang dimiliki oleh penulis. Transformasi
opini merupakan pendapat subjektif si penulis. Nilai pendapat ditentukan
oleh kepandaian yang dimiliki oleh si penulis. Penulis yang dipercaya tentu
saja berimbas pada kepercayaan terhadap kalimat yang dibuat.
Pendapat yang berorientasi kepada pengakuan menggunakan kata tugas
benar dan opini yang berorientasi kepada pengingkaran atau sanggahan
menggunakan kata tugas tidak benar.
Misalnya:
a) Benar, bahwa Ani mengikut semester pendek ini.
b) Tidak benar, rakyat belum makmur.
Opini sering disajikan berdasarkan pandangan seseorang terhadap hal
yang terjadi di dalam kehidupan. Logika atau penalaran yang menyertai
penyusunan kalimat opini ini adalah kondisi psikologis penulis.
Kalimat ini bisa mendatangkan perdebatan dan adu argumen yang
serius manakala digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tulis akan
menimbulkan perang pena.
6) Transformasi total
Transformasi total atau duplik. Penulis menampilkan bentuk
afirmatif dan negasi dalam bentuk kalimat
Misalnya:
a. Ayah pergi atau tidak pergi dan saya harus ada dirumah.
b. Sehat atau tidak sehat, saya harus mengikuti kuliah ini.
c. Penjudi atau bukan penjudi, tetapi mereka tetap ditangkap.
Transformasi total ini juga berdasarkan transformasi disyungtif yang
mempergunakan kata atau dan tetapi
3. KALIMAT TOPIK
Topik ialah pokok pembicaraan atau pikiran. Topik ditentukan sebelum
penulis mulai kegiatannya. Wujud topik yang akan dibicarakan ada dua:
a) topik yang berupa bentuk kata
b) topik yang berupa bentuk kalimat.
X Predikat/Verba transitif Y
Terorisme Mengakibatkan perdamaian dunia
terancam.
X Diganti kata tugas Y
Terorisme Sebagai Ancaman
Menjadi perdamaian dunia.
Merupakan
X Memahami Y
X Bergembira Y
X Menjadi Y
X Mengerti Y
X Adalah Y
X Ialah Y
X Yaitu Y
X Yakni Y
Misalnya:
(1) Koperasi merupakan kekuatan ekonomi rakyat.
"X" + V intransitif + "Y"
(2) Minyak tanah sebagai kebutuhan pokok rumah tangga.
"X" + V intransitif + "Y”
Pokoh Pikiran yang bisa dikembangkan menjadi karya tulis ilmiah dalam
penelitian antara lain sebagai berikut.
1. PENGERTIAN PARAGRAF
Paragraf merupakan inti Penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan.
Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua
kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama
atau topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan
kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah
gagasan (Akhadiah dkk, 1991:144).
Keraf (1977:51), menyebut paragraf dengan istilah alinea. Alinea adalah
kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan
himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk
membentuk sebuah ide.
Paragraf dapat juga dikatakan karangan yang pendek (singkat).
Dengan adanya paragraf, dapat dibedakan suatu gagasan mulai dan
berakhir. Kita akan kelelahan membaca sebuah tulisan atau buku, kalau tidak ada
paragraf, karena seolah-olah dicambuk untuk membaca terus-menerus sampai
selesai. Kita pun susah mengonsentrasikan pikiran dari gagasan ke gagasan
lain. Dengan adanya Paragraf dapat berhenti sebentar, sehingga kita dapat
memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
2. KEGUNAAN PARAGRAF
Kegunaan paragraf yaitu antara lain sebagai berikut.
1. Unt uk m e na nd ai pe m buk a a n t o pi k ba r u , at a u pengembangan lebih
lanjut topik sebelumnya.
2. untuk menambah hal-hal yang penting atau untuk memerinci apa yang
sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf yang terdahulu.
3. MACAM-MACAM PARAGRAF
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi: paragraf
pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah dkk, 1993: 171).
1. Paragraf Pembuka
Paragraf yang berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah
yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik
minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran
pembaca kepada masalah yang akan diuraikan. Paragraf pembuka ini
jangan terlalu panjang supaya tidak membosankan.
Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain
supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan
tentang tujuan dari penulisan itu.
2. Paragraf Penghubung
Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung.
Paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh
karena itu, secara kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang, dan
antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis.
3 . Paragraf Pe n u t u p
Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini
berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup
berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam
paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah
karangan tidak boleh terlalu panjang. Namun, tidak berarti, paragraf ini
dapat tiba-tiba diputuskan begitu saja. Jadi, seorang penulis harus dapat
menjaga perbandingan antara paragraf pembuka, penghubung, dan
penutup.
2) kata ganti
Contoh pemakaian kata ganti.
Dengan penuh kepuasan Pak Mijan memandangi
hamparan padi yang tumbuh dengan subur, jerih payahnya
tidak sia-sia. Beberapa bulan lagi ia akan memetik hasilnya.
Sudah terbayang di matanya orang sibuk memotong,
memanggul padi berkarung-karung, dan menimbunnya
dihalaman rumah. Tentu anaknya dan calon menantunya acep
akan ikut bergembira. Hasil panen yang berlimpah itu tentu
dapat mengantarkan mereka ke mahligai perkawinan.
3. Kelengkapan
suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat
penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat
utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak
dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.
Perhatikan contoh berikut:
Suku dayak tidak termasuk suku yang suka bertengkar. Mereka
tidak suka berselisih atau bersengketa.
6. MENGEMBANGKAN PARAGRAF
Pikiran utama dari sebuah paragraf hanya akan jelas kalau diperinci
dengan pikiran-pikiran penjelas. Tiap pikiran penjelas dapat dituang ke
dalam satu kalimat penjelas atau lebih. Malahan ada juga kemungkinan, dua
pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Tetapi sebaiknya
sebuah pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Dalam
sebuah paragraf terdapat satu pikiran utama dan beberapa pikiran penjelas.
Inilah yang dinamakan kerangka paragraf.
Kerangka paragraf :
Pikiran utama : Keindahan alam yang mengecewakan.
Pikiran penjelas :
1. Manusia telah mengubah segala-galanya;
2. Hutan, sawah, dan ladang tergusur
3. Pohon sudah tidak ada;
4. Pagar bunga telah berganti; dan
5. pembangunan gedung-gedung mewah.
Kerangka paragraf di atas dapat dikembangkan menjadi sebuah
paragraf
Bernostalgia tentang indahnya alam di batu malang, hanya
akan menimbulkan kekecewaan. Dalam kurun waktu 30 hari,
dinamika kehidupan anak-anak manusia telah mengubah
segala-galanya. Hutan, sawah dan lading telah tergusur oleh
berbagai bentuk bangunan yang meluncur dari kota. Ranting
dan cabang pohon telah berganti dengan jeruji besi. Pagar
tanaman bunga yang bermekaran dengan indahnya, telah
diterjang tembok beton yang kokoh. Batu-batu gunung telah
menghadirkan gedung plaza megah yang menelan biaya
miliaran. Arus modernisasi dengan angkuhnya telah menelan
kemesraan desa ini dari berbagai penjuru.
Berdasarkan Teknik
a) Secara alamiah
Dalam hal ini penulis sekedar menggunakan pola yang sudah ada pada
objek atau kejadian yang dibicarakan. Susunan logis ini mengenal dua macam
urutan :
1) Urutan ruang (spesial) yang membaca dari satu titik ke titik berikutnya
yang berdekatan dalam sebuah ruang. Misalnya gambaran dari depan ke
belakang, dari luar ke dalam, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, dan
sebagainya.
2) Urut an wakt u (urutan kronol ogi s) yan g menggambarkan urutan
terjadinya peristiwa, perbuatan atau tindakan.
Berdasarkan Isi
b) Analogi
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah
dikenal umum dengan yang tidak atau kurang dikenal umum. Gunanya untuk
menjelaskan hal yang kurang dikenal tersebut.
c) Contoh-contoh
Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan
penjelasan kepada pembaca, kadang-kadang memerlukan contoh-contoh
yang konkret. Dalam hal ini sumber pengalaman sangat efektif.
Perhatikan paragraph berikut ini!
Masih berkisar tentang pencemaran lingkungan, gubernur
Jawa Tengah, Mulyadi, memberi contoh tentang jambu mete di
mayong Jepara yang diserang ulat kipat atau cricula
Trifenestrata. Ulat ini timbul akibat berdirinya peternakan ayam
di tengah-tengah perkebunan tersebut. Menurut Gubernur, izin
peternakan ayam di Mayong itu diberikan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
d) Sebab-akibat
Hubungan kalimat dalam sebuah paragraf dapat berbentuk sebab akibat.
Dalam hal ini Sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama, dan akibat
sebagai pikiran penjelas. Dapat juga sebaliknya. Akibat sebagai pikiran utama
dan untuk memahami akibat ini dikemukakan sejumah penyebab sebagai
perinciannya.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Jalan kebun jati akhir-akhir ini kembali macet dan
semerawut. Lebih dari separuh jalan kendaraan kembali tersita
oleh kegiatan perdagangan dan kaki lima. Untuk mengatasinya,
pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan
kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagai
batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka
diijinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan
mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah
sangat keterlaluan, sehingga menimbulkan kemacetan lalu
lintas.
e) Definisi Luas
Untuk memberikan batasan tentang sesuatu, kadang-kadang penulis terpaksa
menguraikan dengan beberapa kalimat, bahkan beberapa alinea.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Pengajaran mengarang sebagai kegiatan terpadu, biasanya
ditunda sampai siswa agak mampu menggunakan bahasa lisan,
seperti dalam pelajaran membaca. Pada tahap awal , latihan
mengarang itu biasanya digunakan untuk memperkuat kemampuan
dasar seperti : ejaan, pungtuasi, kosa kata, kalimat, dan lain-lain.
Kemudian kemampuan mengarang dijadikan pelajaran
tersendiri, yakni pengajaran mengarang. Jadi, mengarang
adalah suatu kemampuan yang kompleks yang menggabungkan
sejumlah unsur kemampuan yang berlain-lainan.
f) Klasifikasi
Dalam pengembangan karangan, kadang-kadang kita mengelompokkan
hal-hal yang mempunyai persamaan. Pengelompokkan ini biasanya diperinci
lagi lebih lanjut ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, dituntut
beberapa kemampuan antara lain kemampuan yang
berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan
pengembangan at au penyajian. Y ang termasuk
kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan
ejaan, pungtuasi, kosa kata, di ksi, dan kali m at.
Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan
pengembangan ial ah kemampuan menata paragraf,
kemampuan membedakan pokok bahasa, subpokok
bahasa, dan kemampuan memabagi pokok bahasa dalam
urutan yang sist emat ik.
Berdasarkan Tujuan dari Sifatnya, paragraf dibedakan menjadi lima
macam, yaitu paragraf deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi
(Wiyanto, 2006: 64).
(1) Deskripsi berasal dari verba to describe, yang artinya menguraikan,
memerikan, atau melukiskan. Paragraf deskripsi adalah paragraf yang
bertujuan memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek,
gagasan, tempat,peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan
penulis. Dengan deskripsi yang baik pembaca dapat dibuat seolah-
olah melihat, mendengar, merasakan, atau terlihat dalam peristiwa yang
diuraikan penulis.
Contoh:
Wanita itu tampaknya tidak jauh usianya dari dua puluh
tahun. Mungkin ia lebih tua, tapi pakaian dan lagak-lagaknya
mengurangi umurnya. Parasnya cantik. Hidung bangur dan
matanya berkilauan seperti mata seorang india. Tahi lalat di atas
bibirnya dan rambutnya yang ikal bergelombang-lombang
menyempurnakan kecantikannya itu.
(2) Narasi (narration) secara harafiah bermakna kisah atau cerita. Paragraf
narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan. Paragraf narasi
kadang-kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Bedanya, narasi
mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan.
Paragraf narasi tidak hanya terdapat dalam karya fiksi (cerpen dan novel),
tetapi sering pula terdapat dalam tulisan nonfiksi.
Contoh:
Supri Menuturkan, siang itu tanggal 6 Mei 2011 ia sedang
bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara
gaduh, puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang
rutan salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu langsung
ikut kabur.
(3) Paragraf eksposisi bertujuan memaparkan, menjelaskan,
menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu
tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau
mengikutinya. Paragraf eksposisi biasanya digunakan untuk
menyajikan pengetahuan/ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah
suatu kegiatan, metode, cara, dan proses terjadinya sesuatu.
Contoh:
Dalam tubuh manusia terdapat aktivitas seperti pada mesin
mobil. Tubuh manusia dapat mengubah energi kimiawi yang
terkandung dalam bahan-hahan bakarnya yakni makanan yang
ditelan menjadi energi panas dari energi mekanis. Nasi yang
Anda makan pada waktu sarapan akan dibakar dalam tubuh
persis sebagaimana bensin dibakar daam silinder mesin mobil.
(4) Istilah argumentasi diturunkan dari verba to argue (Ing) yang artinya
membuktikan atau menyampaikan alasan. Paragraf argumentasi
bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis
kepada pembaca. Untuk meyakinkan pembaca bahwa yang disampaikan
itu benar, penulis menyertakan bukti, Contoh, dan berbagai alasan
yang sulit dibantah.
Contoh:
Penebangan hutan harus segera dihentikan. Pohon-pohon
dihutan harus dapat menyerap sisa-sisa pembakaran dari pabrik-
pabrik dan kendaraan bermotor. Jika hutan ditebang habis, maka
tidak ada mesin yang bisa menyerap sisa-sisa pembakaran. Sisa-
sisa membakaran itu dapat meningkatkan pemanasan global.
Pemanasan global itu akan melelehkan gunung es di kutub.
akibatnya kota-kota di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya,
Singapura, Bangkok, dan lain-lainnya akan terendam air laut.
Jika hutan kita terus ditebang demi kepentingan ekonomi, maka
akan terjadi bahaya yang luar biasa hebatnya. Oleh sebab itu,
hutan harus kita selamatkan sekarang juga.
(5) Persuasi diturunkan dari verba to persuade yang artinya membujuk, atau
menyarankan. Paragraf persuasi merupakan kelanjutan atau
pengembangan paragraf argumentasi. Persuasi mula-mula memaparkan
gagasan dengan alasan, bukti, atau contoh untuk meyakinkan pembaca.
Kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran
kepada pembaca. Beda argumentasi dengan persuasi terletak pada sasaran
yang ingin dibidik oleh paragraf tersebut. Argumentasi menitikberatkan
sasaran pada logika pembaca, sedangkan persuasi pada emosi/perasaan
pembaca Walaupun tidak melepaskan logika. Dengan kata lain, yang
digarap paragraf argumentasi adalah benar salahnya gagasan/pendapat.
Sementara itu, paragraf persuasi menggarap pembaca agar mau
mengikuti kehendak penulis.
Contoh:
Praktik berpidato memang luar biasa manfaatnya.
Pengalaman setiap kali praktik merupakan pengalaman batin
Yang sangat berharga. semakin sering praktik, baik dalam
berlatih maupun berpidato yang sesungguhnya, pengalaman
batin itu semakin banyak. Dari pengalamnn itu, pembicara
dapat menemukan cara-cara berpidato yang efektif dan memikat.
Semakin banyak daya pikat ditemukan dan semakin sering
diterapkan dalam praktik, semakin meningkat pula keterampilan
pembicara.
Tidak dapat disangkal bahwa praktik berpidato menjadi
semacam obat kuat untuk membangun rasa percaya diri. Bila
rasa percaya diri itu suduh semakin besar, pembicara dapat
tampil tenang tanpa digoda rasa malu, takut, dan
grogi.ketenangan inilah yang menjadi modal utama untuk
meraih keberhasilan pidato. Oleh Karena itu, untuk
memperoleh keterampilan atau bahkan kemahiran berpidato,
anda harus melaksanakan praktik berpidato.
BAB VI
PERNALARAN
1. BEBERAPA PENGERTIAN
Pernalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-
hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data
atau fakta yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Di sinilah
letaknya kerja pernalaran. Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan
tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang
dapat dipergunakan dalam pernalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus
berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan
sebagai data itu disebut proposisi.
.
1.1 Proposisi dan Term
Terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud term dalam
pernalaran. Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek
atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi.
Contoh:
Semua tebu manis.
Semua tebu adalah term.
manis adalah term.
Dalam kalimat Bumi adalah planet, kata bumi dan planet adalah term. Term
dan proposisi mempunyai hubungan yang erat. Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi
adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang
membentuk kalimat.
Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi
pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak setiap kalimat dapat digolongkan ke dalam
proposisi. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Kalimat
tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inversi tidak dapat disebut
proposisi. Kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya
menjadi kalimat berita yang netral.
Kalimat berikut ini bukan proposisi.
a) Bangsa burungkah ayam?
b) Mudah-mudahan Indonesia menjadi negara makmur.
c) Berdirilah kamu di pinggir pantai.
Kalimat-kalimat itu dapat diubah menjadi proposisi sebagai berikut
a) Ayam adalah burung.
b) Indonesia menjadi negara makmur.
c) Kamu berdiri di pinggir pantai.
Dari uraian di atas ini dapat dikatakan bahwa proposis itu harus terdiri atas
subjek dan predikat yang masing-masing dapat diwujudkan dalam kelompoknya
sehingga dapat dilihat hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat.
Dalam hal hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat dalam
proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss Euler, yang hidup pada abad XVIII
mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam
posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Lingkaran Euler
Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut:
1. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang
terdapat dalam predikat.
Semua S adalah semua P
Semua sehat adalah semua tidak sakit.
2. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari
perangkat predikat.
Semua S adalah P
Semua sepeda beroda.
Proposisi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sebab dan bagian
akibat. Dalam proposisi jika tidak ada air, manusia akan kehausan unsur sebab
ialah jika air tidak ada dan unsur akibat ialah manusia akan kehausan. Unsur
sebab disebut anteseden dan unsur akibat disebut konsekuen. Anteseden sebuah
proposisi harus selalu mendahului konsekuen. Kalau urutannya dibalik, kalimat
itu bukanlah proposisi. Proposisi kondisional seperti di atas disebut proposisi
kondisional hipotesis. Di samping itu, ada pula proposisi kondisional disjungtif.
Proposisi kondisional disjungtif ini mengemukakan suatu alternatif atau
pilihan.
Contoh:
Amir Hamzah adalah seorang sastrawan atau pahlawan.
Proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa antara subjek dan
predikat tidak mempunyai hubungan. Dengan kata lain, proposisi negatif
meniadakan hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
Semua harimau bukanlah singa.
Sebagian orang jompo tidaklah pelupa.
Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi khusus adalah kata sebagian,
sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu.
2. PERNALARAN DEDUKTTF
Pernalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang
didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang
diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan
itu. Proposisi tempat menarik simpulan itu disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara
langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi
dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi
merupakan simpulan Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan
premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat
subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan
disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah manusia.
Jadi, semua polisi bijaksana.
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya
membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya
juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan. Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai. Besi tidak
dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme Alternatif
Silogisme altematif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif,
simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme
yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah
diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan
simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Sarno adalah seorang sarjana.
jadi, Sarno adalah orang cerdas.
Dari silogisme int dapat ditarik satu entimen, yaitu "Sarno adalah orang
cerdas karena dia adalah seorang sarjana".
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam
sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya,
sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
1. Tidak ada wanita yang dapat menjadi sopir yang baik karena wanita itu
lebih perasa daripada laki-laki.
2. Mesin itu dapat menghitung. Jadi, ia dapat berpikir.
3. Pendapatmu ini bertentangan dengan pendapat orang banyak. Jadi, jelaslah
bahwa kamu yang salah.
3. PERNALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-
pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata
lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.
3.1 Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan
yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa "Lulusan sekolah
A pintar-pintar." Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai
pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Sahib atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-
hal yang berikut.
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan,
makin sahih simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan
dihasilkan simpulan yang sahih.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai
sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
3.2 Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal
yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Winda adalah lulusan akademi A.
Winda dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Haris adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan pernalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat
pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa
yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau
kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu
ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh
anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B),
ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat
menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan
anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin hujan lemparan mangga jatuh
(A) (B) (C) (E)
angin, hujan mangga tidak jatuh
(A) (B) (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C) (E)
Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang
berbunyi sebagai berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala
mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu,
kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
b. Akibat-Sebab
Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.
Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan
entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab
merupakan simpulan.
c. Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya.
Peristiwa "akibat" langsung disimpulkan pada suatu "akibat" yang lain.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Heni melihat tanah di halamannya becek.
Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti
basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola
itu dapat dilihat seperti berikut ini.
hujan menyebabkan tanah becek
(A) (B)
hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A) (C)
Dalam proses penalaran, "akibat-akibat", peristiwa tanah becek (B)
merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B) (C)
4. SALAH NALAR
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau
cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan
orang mengikuti tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa
kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan
beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu
disebut kalimat dari hasil salah nalar. Kalau kita pilah-pilah beberapa bentuk salah
nalar itu, kita dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai
berikut.
4.1 Deduksi yang Salah
Salah nalar yang disebabkan oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar
yang amat sering dilakukan orang. Hal ini terjadi karena orang salah mengambil
simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak
memenuhi syarat.
Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a. Pak Marjo tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin.
b. Bunga anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena bunga anggrek
banyak ditemukan dalam hutan.
c. Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit jantung.
4.2 Generalisasi Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung
generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan
yang diambil menjadi salah. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai
berikut.
a. Gadis Palangkaraya cantik-cantik.
b. Kuli pelabuhan jiwanya kasar.
c. Orang Banjarmasin pandai berdayung.
4.3 Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan
pemilihan "itu" atau "ini".
Beberapa contoh pernalaran yang salah seperti itu adalah sebagai berikut.
a. Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus berangkat dari
rumah ini.
b. Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak diketahui orang.
c. Engkau harus memilih antara hidup di Banjarmasin dengan serba kekurangan
dan hidup di kampung dengan menanggung malu.
4.4 Penyebab yang Salah Nalar
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadi pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang
dikatakannya itu adalah salah. Beberapa contoh salah nilai yang termasuk jenis ini
adalah sebagai berikut.
a. Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu tandanya dia melihat gerhana
matahari total.
b. Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, dia
hamil.
c. Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata.
.
4.5 Analogi yang Salah
Salah nalar dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang
lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian
persamaan pada segi yang lain.
Beberapa contoh jenis salah nalar seperti ini adalah sebagai berikut.
a. Sunarti, seorang alumni Universitas Lambung Mangkurat, dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Dina, seorang alumni
Universitas Lambung Mangkurat, tentu dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik.
b. Pada hari Senin, langit di sebelah barat menghit am angin bertiup
kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Selasa, langit
sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama
kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat menghitam,
angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi
akan turun hujan.
1. PEMAKAIAN HURUF
a. Huruf Abjad
Abjad dalam ejaan Nama Huruf Nama Huruf Nama
bahasa Indonesia
Aa a Jj je Ss es
Bb be Kk ka Tt te
Cc ce Ll el Uu u
Dd de Mm em Vv fe
Ee e Nn en Ww we
Ff ef Oo o Xx eks
Gg ge Pp pe Yy ye
Hh ha Qq ki Zz zet
Ii i Rr er
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o, dan u
c. Huruf Konsonan
Huruf konsonan dalam bahasa Contoh Pemakaian dalam Kata
Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, Di Awal Di Di
c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, Tengah Akhir
v, w, x, y, dan z.
b bahasa sebut adab
c cakap kaca -
d dua ada abad
f fakir kafir maaf
g guna tiga balig
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa sesak
l - rakyat* bapak*
m lekas alas kesal
n maka kami diam
p nama anak daun
q** pasang apa siap
r Quran Furqan -
raib bara putar
s sampai asli lemas
t tali mata rapat
v varia lava -
w wanita bawa -
x** xenon - -
y yakin payung -
z zeni lazim juz
d. Huruf Diftong
diftong yang dilambangkan Contoh Pemakaian dalam Kata
dengan ai, au, dan oi. Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi - boikot amboi
f. Pemenggalan Kata *)
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
Misalnya:
in-stru-men ul-tra
in-fra bang-krut
ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata
dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an me-rasa-kan
mem-bantu pergi-lah
Catatan:
a) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b) Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung,
Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c) Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai
berikut.
Misalnya :
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b,
1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang
tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
7. Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus
hari Natal
Perang Candu
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Maulid
hari Galungan
hari Jumat
hari Lebaran
9b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
9c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali
kata seperti dan.
Misalnya :
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
10b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik
Beberapa badan hukum
Kerja sama antara pemerintah dan rakyat
Menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
S.Sos.I sarjana sosial islam
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya,”Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik!” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
b. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi satu garis di bawahnya.
3. PENULISAN KATA
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal
b. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan garis bawahi
menganak sungai sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
mengggarisbawahi menyebarluaskan
dilipatgandakan penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati mahasiswa
aerodinamika mancanegara
Catatan:
a. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-indonesia pan-frikanisme
b. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang
bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
c. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak biri-biri
buku-buku bumiputra-bumiputra
centang-perenang hati-hati
hulubalang-hulubalang kuda-kuda
kupu-kupu kura-kura
laba-laba mata-mata
sia-sia undang-undang
gerak-gerik huru-hara
lauk- pauk mondar-mandir
porak-poranda ramah-tamah
sayur-mayur
d. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim sebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
orang tua
kambing hitam
persegi panjang
model linear
mata pelajaran
simpang empat
meja tulis
kereta api cepat luar biasa
rumah sakit umum
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu
h. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain ini Rp2.000,00 per helai.
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan atas
yth. yang terhormat
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik.
Cu kuprum
TNT trinitrotoluena
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik
LAN Indonesia
PASI Lembaga Administrasi Negara
IKIP Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata
Bappenas Republik Indonesia
Iwapi Badan Perencanaan Pembangunan
Kowani Nasional
Sespa Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administras
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, bobot, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
10 liter 17 Agustus 1945
Rp5.000,00 50 dolar Amerika
US$3.50* 10 paun Inggris
$5.10 100 yen
Y100 10 persen
2.000 rupiah 27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal
4. Angka dingunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
6 . Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang
berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
Tahun ’50-an atau Tahun lima puluhan
Uang 5000-an atau Uang lima ribuan
Uang lima 1000-an atau Uang lima seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan,
seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menononton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan
5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempuh untuk
pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
250 orang tamu diundang Pak Darmo.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus
sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan
puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau
ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan
angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD‟45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat
atau (2) nama dan
alamat pengirim surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya:
… Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
… Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata Ibu,”Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1
dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dlam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan
sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti
latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit
tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa
Persatuan Kita? Djakarta: Eresco.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an,
dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama
jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti „sampai‟.
Misalnya:
1910–1945
Tanggal 5–10 April 1970
Jakarta–Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung
tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teks dan satu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ….
h. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di
Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru
dalam pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c)
modal.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan keuda proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Misalnya:
Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi
di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
“cutbrai”.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
m. Tanda Petik Tunggal („…‟)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi „kring-kring‟ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,‟Ibu, Bapak
pulang‟, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar
BAB VIII
KETENTUAN PEMBENTUKAN ISTILAH
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap
dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang
baru. bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya,
pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan
bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya.
Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber,
terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia,
termasuk unsure serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang
serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris
dan bahasa Arab.
d. Pemadanan Istilah
Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke
salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau
gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan
yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional
karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah
serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah
fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.
1) Penerjemahan Langsung
Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan
kesesuaian makna tetapi bentuknya tidak sepadan.
Misalnya:
Supermarket pasar swalayan
Merger gabungan usaha
Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna.
Misalnya:
Bonded zone kawasan berikat
Skyscraper pencakar langit
Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain
memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga
meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Jika timbul kesulitan dalam
penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson karena perbedaan antara
lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Dalam
pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.
a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata.
Misalnya :
Psychologist ahi psikologi
Medical practitioner dokter
b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia
bentuk positif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam
istilah Indonesia bentuk negatif pula.
Misalnya :
Bound form bentuk terikat (bukan bentuk takbebas)
Illiterate niraksara
Inorganic takorganik
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan
pada istilah terjemahannya.
Misalnya :
Merger (nomina) gabung usaha (nomina)
Transparent (adjektiva) bening (adjektiva)
(to) filter (verba) menapis (verba)
d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,pemarkah
tejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia.
Misalnya :
Alumni lulusan
Master of ceremonies pengatur acara
Charge d’affaires kuasa usaha
2) Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah
itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis
dengan huruf miring (dicetak dengan huruf tegak).
Misalnya :
Golf ……golf
Internet…. internet
Lift …..lift
Orbit……. orbit
Sonar…… (sound navigation and ranging) suara
4). Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing
a). Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat
Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat
dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan Indonesia setelah
disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain, ialah sebagai berikut.
a-, ab-, abs- („dari‟, „menyimpang dari‟, „menjauhkan dari‟) tetap a-, ab-, abs
amoral amoral
abnormal abnormal
abstract abstrak
a-, an- „tidak, bukan, tanpa‟ tetap a-, an
anemia anemia
aphasia afasia
aneurysm aneurisme
ad-, ac- „ke‟, „berdekatan dengan‟, „melekat pada‟, menjadi ad-, ak
adhesion adhesi
acculturation akulturasi
am-, amb- „sekeliling‟, „keduanya‟ tetap am-, amb
ambivalence ambivalensi
amputation amputasi
ana-, an- „ke atas‟, „ke belakang‟, „terbalik‟ tetap ana-, an
anabolism anabolisme
anatropous anatrop
ante- „sebelum‟, „depan‟ tetap ante
antediluvian antediluvian
anterior anterior
anti-, ant- „bertentangan dengan‟ tetap anti-, ant
anticatalyst antikatalis
anticlinal antiklinal
antacid antacid
apo- „lepas, terpisah‟, „berhubungan dengan‟ tetap apo
apochromatic apokromatik
apomorphine apomorfin
aut-, auto- „sendiri‟,‟bertindak sendiri‟ tetap aut-, auto
autarky autarki
autostrada autostrada
bi- „pada kedua sisi‟, „dua‟ tetap bi
biconvex bikonveks
bisexual biseksual
cata- „bawah‟, „sesuai dengan‟ menjadi kata
cataclysm kataklisme
catalyst katalis
co-, com-, con- „dengan‟, „bersama-sama‟, „berhubungan dengan‟ menjadi ko-,
kom-, kon
coordination koordinasi
commission komisi
concentrate konsentrat
contra- ‘menentang‟, „berlawanan‟ menjadi kontra
contradiction kontradiksi
contraindication kontraindikasi
de- „memindahkan‟, „mengurangi‟ tetap de-
dedehydration dehidrasi
devaluation devaluasi
di- „dua kali‟, „mengandung dua…‟ tetap
didichloride diklorida
dichromatic dikromatik
dia- „melalui‟, „melintas‟ tetap dia
diagonal diagonal
diapositive diapositif
dis- „ketiadaan‟, „tidak‟ tetap dis
disequilibrium disekuilibrium
disharmony disharmoni
eco- „lingkungan‟ menjadi eko
ecology ekologi
ecospecies ekospesies
em-, en- „dalam‟, „di dalam‟ tetap em-, en
empathy empati
encenphalitis ensenfalitis
endo- „di dalam‟ tetap endo
endoskeleton endoskeleton
endothermal endotermal
epi- „di atas‟, „sesudah‟ tetap epi
epigone epigon
epiphyte epifit
ex- „sebelah luar‟ menjadi
eksexclave eksklave
exclusive eksklusif
exo-, ex- „sebelah luar‟, „mengeluarkan‟ menjadi ekso-,
eksexoergic eksoergik
exogamy eksogami
extra- „di luar‟ menjadi ekstra
extradition ekstradisi
extraterrestrial ekstraterestrial
hemi- „separuh‟, „setengah‟ tetap hemi
hemihedral hemihedral
hemisphere hemisfer
hemo- „darah‟ tetap hemo
hemoglobin hemoglobin
hemolysis hemolisis
hepta- „tujuh‟, „mengandung tujuh…‟ tetap hepta
heptameter heptameter
heptarchy heptarki
hetero- „lain‟, „berada‟ tetap hetero
heterodox heterodoks
heterophyllous heterofil
hexa- „enam‟, „mengandung enam…‟ menjadi heksahexachloride
heksaklorida
hexagon heksagon
hyper- „di atas‟, „lewat‟, „super‟ menjadi hiperhyperemia
hiperemia
hypersensitive hipersensitif
hypo- „bawah‟, „di bawah‟ menjadi hipohipoblast
hipoblas
hypochondria hipokondria
im-, in-, il- „tidak‟, „di dalam‟, „ke dalam‟ tetap im-, in-, ilimmigration
imigrasi
induction induksi
illegal ilegal
infra- „bawah‟, „di bawah‟, „di dalam‟ tetap infrainfrasonic
infrasonik
infraspecific infraspesifik
inter- „antara‟, „saling‟ tetap interinterference
interferensi
international internasional
intra- „di dalam‟, „di antara‟ tetap intraintradermal
intradermal
intracell intrasel
intro- „dalam‟, „ke dalam‟ tetap intro23
introjections introjeksi
introvert introvert
iso- „sama‟ tetap isoisoagglutinin
isoaglutinin
isoenzyme isoenzim
meta- „sesudah‟, „berubah‟, „perubahan‟ tetap metametamorphosis
metamorfosis
metanephros metanefros
mono- „tunggal‟, „mengandung satu‟ tetap monomonodrama
monodrama
monoxide monoksida
pan-, pant/panto- „semua‟, „keseluruhan‟ tetap pan-, pant-, pantopanacea
panasea
pantisocracy pantisokrasi
pantograph pantograf
para- „di samping‟, „erat berhubungan dengan‟, „hampir‟ tetap paraparaldehyde
paraldehida
parathyroid paratiroid
penta- „lima‟, „mengandung lima‟ tetap pentapentahedron
pentahedron
pentane pentane
peri- „sekeliling‟, „dekat‟, „melingkupi‟ tetap periperihelion
perihelion
perineurium perineurium
poly- „banyak‟, „berkelebihan‟ menjadi polipolyglotism
poliglotisme
polyphagia polifagia
pre- „sebelum‟, „sebelumnya‟, „di muka‟ tetap prepreabdomen
preabdomen
premature premature
pro- „sebelum‟, „di depan‟ tetap proprothalamion
protalamion
prothorax protoraks
proto- „pertama‟, „mula-mula‟ tetap protoprotolithic
protolitik
prototype prototipe
pseudo-, pseudo- „palsu‟ tetap pseudo-, pseudopseudomorph
pseudomorf
pseudepigraphy pseudepigrafi
quasi- „seolah-olah‟, „kira-kira‟ menjadi kuasiquasi-
historical kuasihistoris
quasi-legislative kuasilegislatif
re- „lagi‟, „kembali‟ tetap rereflection
refleksi
rehabilitation rehabilitasi
retro- „ke belakang‟, „terletak di belakang‟ tetap retroretroflex
retrofleks
retroperitoneal retroperitoneal
semi- „separuhnya‟, „sedikit banyak‟, „sebagian‟ tetap semisemifinal
semifinal
semipermanent semipermanen
sub- „bawah‟, „di bawah‟, „agak‟, „hampir‟ tetap subsubfossil
subfosil
submucosa submukosa
super-, sur- „lebih dari‟, „berada di atas‟ tetap super-, sursuperlunar
superlunar
supersonic supersonik
surrealism surealisme
supra- „unggul‟, „melebihi‟ tetap suprasupramolecular
supramolekular
suprasegmental suprasegmental
syn- „dengan‟, „bersama-sama‟, „pada waktu‟ menjadi sinsyndesmosis
sindesmosis
synesthesia sinestesia
tele- „jauh‟, „melewati‟, „jarak‟ tetap teletelepathy
telepati
telescope teleskop
trans- „ke/di seberang‟, „lewat‟, „mengalihkan‟ tetap transtranscontinental
transkontinental
transliteration transliterasi
tri- „tiga‟ tetap tritrichromat
trikromat
tricuspid tricuspid
ultra- „melebihi‟, „super‟ tetap ultraultramodern
ultramodern
ultraviolet ultraviolet
uni- „satu‟, „tunggal‟ tetap uniunicellular
uniseluler
unilateral unilateral
Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat, dengan
beberapa perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang
mengikutinya. Contoh:
Gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai
berikut.
Globalization …..globalisasi
Modernization…. modernisasi
Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti –wan dan –wati dapat dilihat
pada contoh berikut.
Ilmuwan scientist
Seniwati woman artist
Mahakuasa omnipotent
w. Lambang Huruf
Lambang huruf ialah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep
dasar ilmiah seperti kuantitas dan nama unsur. Lambang huruf tidak diikuti tanda
titik.
Misalnya :
F gaya
N nitrogen
Hg raksa (kimia)
m meter
NaCl natrium klorida
Rp rupiah
$ dolar
x. Gambar Lambang
Gambar lambang ialah gambar atau tanda lain yang melambangkan
konsep ilmiah menurut konvensi bidang ilmu yang bersangkutan.
Misalnya :
≅ kongruen (matematika)
≡ identik (matematika)
Σ jumlah beruntun (matematika)
~ setara (matematika)
♂ jantan (biologi)
♀ betina (biologi)
Х disilangkan dengan; hibrida (biologi)
↓ menunjukkan endapan zat (kimia)
◊ cincin benzena (kimia)
✶ bintang (astronomi)
☼ matahari; Ahad (astronomi)
(atau) bulan; Senin (astronomi)
З dram; 3.887 gram (farmasi)
f° folio (ukuran kertas)
4° kuarto (ukuran kertas)
U pon (dagang)
& dan (dagang)
pp pianissimo, sangat lembut (musik)
f forte, nyaring (musik)
* asterisk, takgramatikal, (linguistik)
bentuk rekonstruksi
< dijabarkan dari (linguistik)
Tanda Desimal
Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh
dinyatakan dengan koma atau titik. Dewasa ini beberapa negeri, termasuk Belanda
dan Indonesia, masih menggunakan tanda koma desimal.
Misalnya :
3,52 atau 3.52
123,45 atau 123.45
15,000,000,00 atau 15.000.000,00
Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai
dengan angka.
Misalnya :
0,52 bukan ,52
0.52 bukan .52
Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari
peraturan tersebut di atas.
Misalnya :
,550 234 atau .550 234
,552 76 .552 76
,554 051 .554 051
,556 1 .556 1
Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi
menjadi kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa
penggunaan tanda desimal.
Misalnya :
3 105 724 bukan 3,105,724 atau 3.105.724
5 075 442 5,075,442 5.075.442
17 081 500 17,081,500 17.081.500
158 777 543 158,777,543 158.777.543
666 123 666,123 666.123
catatan :
dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan
tanda koma atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana
yang diikutinya.
b. Penyempitan Makna
Kata gaya yang mempunyai makna „kekuatan‟ dipersempit maknanya
menjadi „dorongan atau tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak
terikat)‟ dan menjadi istilah baru untuk padanan istilah inggris force. Kata kendala
yang mempunyai makna „penghalang‟, „perintang‟ dipersempit maknanya
menjadi „pembatas keleluasaan gerak‟, yang tidak perlu menghalangi atau
merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan istilah
Inggris constraint.
Kata tenaga yang mempunyai makna „kekuatan untuk menggerakkan
sesuatu‟ dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan
istilah energy dan kata daya menjadi padanan istilah power. Kata ranah dalam
bahasa Minang, yang mempunyai makna „tanah rata, dataran rendah‟ dipersempit
maknanya menjadi „lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan yang
merupakan kombinasi antara partisipan, topic, dan tempat‟ sebagai padanan istilah
domain.
c. Perluasan Makna
Kata garam yang semula bermakna 'garam dapur' (NaCl) diperluas
maknanya sehingga mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata
canggih yang semula bermakna 'banyak cakap, bawel, ceretwet' diperluas
maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang berarti 'kehilangan kesedarhanaan
asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)'. Kata pesawat yang semula
bermakna 'alat, perkakas, mesin' diperluas maknanya di bidang teknik menjadi
'kapal terbang'. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna '(1)
rasa mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)', mengalami perluasan
makna menjadi 'volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun
waktu'. Kata pamer yang semula dalam bahasa Jawa bermakna 'beraga, berlagak'
bergeser maknanya dalam bahasa Indonesia menjadi 'menunjukkan
(mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan maksud
memperlihatkan kelebihan atau keunggulan'.
d. Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya
berlainan, disebut sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan
sebagai istilah baku atau yang diutamakan.
Misalnya :
gulma sebagai padanan weed lebih baik daripada tumbuhan pengganggu
hutan bakau sebagai padanan mangrove forest lebih baik daripada hutan payau
mikro- sebagai padanan micro- dalam hal tertentu lebih baik daripada renik
partikel sebagai padanan particle lebih baik daripada bagian kecil atau zarah
Meskipun begitu, istilah sinonim dapat dipakai di samping istilah baku yang
diutamakan.
Misalnya :
istilah yang Diutamakan Istilah sinonim
absorb serap absorb
acceleration percepatan akselerasi
diameter garis tengah diameter
frequency frekuensi kekerapan
relative relatif nisbi
temperature suhu temperatur
Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan
pengistilahan
Misalnya :
zat lemas dihindarkan karena ada nitrogen
saran diri dihindarkan karena ada autosugesti
ilmu pisah dihindarkan karena ada ilmu kimia
ilmu pasti dihindarkan karena ada matematika
Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah
Indonesia.
Misalnya :
average, mean rata-rata (rerata, purata)
grounding, earthing pengetanahan
Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan
istilah yang berlainan.
Misalnya :
axiom aksioma
law hukum
postulate postulat
rule kaidah
e. Istilah Homonim
Istilah homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan
lafalnya, tetapi maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim
dapat dibedakan menjadi homograf dan homofon.
f. Homograf
Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.
Misalnya :
pedologi ← paedo ilmu tentang hidup dan perkembangan anak
pedologi ← pedon ilmu tentang tanah
teras inti
teras 'lantai datar di muka rumah'
g. Homofon
Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya.
Misalnya :
bank dengan bang
massa dengan masa
sanksi dengan sangsi
h. Istilah Polisem
Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian.
Misalnya, kata kepala (orang) 'bagian teratas' dipakai dalam kepala (jawatan),
kepala (sarung). Bentuk asing yang sifatnya polisem diterjemahkan sesuai dengan
arti dalam konteksnya. Karena medan makna yang berbeda, suatu istilah asing
tidak selalu berpadanan dengan kata Indonesia yang sama.
Misalnya :
a. (cushion) head topi (tiang pancang)
head (gate) (pintu air) atas
(nuclear) head hulu (nuklir)
(velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)
b. (detonating) fuse sumbu (ledak)
fuse sekering
to fuse melebur, berpadu, melakur, terbakar.
i. Istilah Hiponim
Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam hiperonim,
atau subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih
luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-masing disebut hiponim
terhadap kata bunga yang menjadi hiperonim atau superordinatnya. Di dalam
terjemahan, hiperonim atau superordinat pada umumnya tidak disalin dengan
salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa Indonesia tidak terdapat istilah
superordinatnya. Kata poultry, misalnya diterjemahkan dengan unggas, dan tidak
dengan ayam atau bebek. Jika tidak ada pasangan istilah hiperonimnya dalam
bahasa Indonesia, konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat asing
akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata rice,
misalnya, dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung
pada konteksnya.
j. Istilah Taksonim
Istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan
dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat. Kumpulan taksonim membangun
taksonimi sebagaimana takson membangun taksonomi. Berikut ini adalah bagan
taksonomi makhluk.
Makhluk
yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam
bagan di atas ialah hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, damn tumbuhan
atau hubungan hewan dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara
itu, hubungan kelas bawahan dan kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan
tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan mamalia, burung, ikan, dan serangga
dengan hewan.
k. Istilah Meronim
Istilah Meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya
merupakan bagian dari maujud lain yang menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu
disebut holonim. Berikut ini adalah bagan meronimi tubuh.
Tubuh
kepala leher dada lengan tungkai