Anda di halaman 1dari 33

1.

SEJARAH , KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA


1.1 Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang dipakai sekarang berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa
pergaulan, tidak hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir seluruh Asia
Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasastiprasasti kuno yang ditulis
dengan menggunakan bahasa Melayu.
Secara resmi, bahasa Indonesia dikumandangkan pada peristiwa Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut bermakna politis
sebab bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum nasionalis yang
sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara Indonesia yang
merdeka dan berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum peristiwa
Sumpah Pemuda itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa sebelum tahun 1928 telah ada gerakan kebangsaan yang menggunakan nama
“Indonesia” dan dengan sendirinya pada mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa
Indonesia.
Bahasa Melayu, sebagai salah satu bahasa di kepulauan nusantara, sudah sejak lama
digunakan sebagai bahasa perhubungan. Sejak abad ke-7 Masehi, bahasa Melayu, atau
lebih tepatnya disebut bahasa Melayu kuno yang menjadi cikal bakalnya, telah digunakan
sebagai bahasa perhubungan pada zaman kerajaan Sriwijaya. Selain sebagai bahasa
perhubungan, pada zaman itu bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan,
bahasa perdagangan, dan sebagai bahasa resmi kerajaan. Bukti-bukti sejarah, seperti
prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertahun 684, prasasti Kota Kapur di Bangka Barat
bertahun 686 , prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi bertahun 688 yang
bertuliskan Prae-Nagari dan berbahasa Melayu kuno, memperkuat dugaan di atas. Selain
itu, prasasti Gandasuli di Jawa Tengah bertahun 632 dan prasasti Bogor bertahun 942
yang berbahasa Melayu Kuno menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di
Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa. Beberapa alasan lain yang mendorong dijadikannya
bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan adalah (1) bahasa Indonesia sudah
merupakan lingua franca, yakni bahasa perhubungan antaretnis di Indonesia, (2)
walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau
bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan yang
melampaui batasbatas wilayah bahasa lain, (3) bahasa Melayu masih berkerabat dengan
bahasabahasa nusantara lain sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing lagi, (4)
Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga relatif mudah dipelajari, (5)
faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan dari penutur bahasa Jawa dan
Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa
persatuan, (6) bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.

1.2 Kedudukan Bahasa Indoensia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nsional, bahasa Indonesia di
antaranya berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini,
sebelumnya, sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang
berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan
‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut
menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu
bahasa Indonesia. Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”,
tetapi merupakan pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa
Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam
Arifin dan Tasai, 1995: 5). Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah


kemerdekaan RI dikumandangkan atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang
Dasar 1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa
dalam penyelenggaraan administrasi negara, seperti bahasa dalam penyeelenggaraan
pendidikan dan sebagainya.

1.3 Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi


sebagai: (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, 2) Lambang identitas nasional, 3) Alat
penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, 4) Alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-


nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini,
bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa kebanggaan memakainya
senantiasa kita bina. Pada fungsi ini, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera
dan lambang negara kita.

Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki


identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.
Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya
membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak bergantung padai
unsur-unsur bahasa lain.

Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial
budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang
satu ke pelosok yang lain di tanah air dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia
sebagai satu-satunya alat komunikasi.

Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam
fungsi ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai
keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas
kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa
daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat
meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan,
2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala


upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato
kenegaraan. Pada fungsi kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Meskipun lembaga-lembaga pendidikan tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang ada pengecualian
untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas rendah sekolah dasar di daerah-daerah.
Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar.

Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa
Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,
melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang
sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa
Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan
identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang
sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai social
budaya nasional kita (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12).

1.2 PENGGUNAAN DAN TATA TULIS EJAAN ( PENULISAN SINGKATAN,


TANDA BACA DAN UNSUR SERAPAN )

2.1 Penulisan Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa


lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab,
Portugis, Belanda, atau Inggris.Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam
bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya
sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan dengan bentuk
asalnya.

2.2 PENULISAN SINGKATAN DAN AKRONIM


a. Singkatan
adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari satu huruf atau lebih.
1. Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik.
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan,
badan/organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
3. Singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Tetapi, singkatan umum yang terdiri hanya dari dua huruf diberi tanda titik
setelah masing-masing huruf.
4. Lambang kimia, singkatan satuan ukur, takaran, timbangan, dan mata uang
asing tidak diikuti tanda titik.

b. Akronim
adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata,
ataupun huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai
kata.
1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun huruf dan suku kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan
huruf kecil.
c. Akronim dan singkatan sebagai judul
Akronim dan singkatan hanya sebaiknya digunakan sebagai judul jika hal
tersebut jauh lebih terkenal daripada kepanjangannya (misalnya AIDS vs.
Acquired Immune Deficiency Syndrome, radar vs. Radio Detection and
Ranging).
Seringkali suatu singkatan yang terkenal kepanjangannya menggunakan
bahasa asing sehingga penutur bahasa Indonesia yang terbiasa menggunakan
akronim/singkatan yang telah diserap dalam bahasa Indonesia tersebut lebih
terbiasa dengan singkatannya. Hal ini juga patut dicermati. Contoh adalah
ASEAN vs. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
Untuk beberapa judul artikel pembaca dalam bahasa Indonesia mungkin akrab
dengan lebih dari satu varian nama, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa,
PBB, United Nations, UN, yang semuanya menunjuk ke entitas yang sama.
Sebisa mungkin jika kepanjangan suatu akronim dijadikan judul artikel maka
perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, jika ada, maka sebaiknya
padanan tersebutlah yang dijadikan judul artikel tersebut, misalnya UNESCO
vs. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Akronim atau singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf tidak sebaiknya
dijadikan judul, kecuali untuk kasus-kasus istimewa, karena akronim dan
singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf dapat memiliki kepanjangan
lebih dari satu dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Anda disarankan untuk
meneliti di abbreviations.com atau di Wikipedia bahasa Inggris yang lebih
lengkap daripada Wikipedia bahasa Indonesia.

2.3 Penggunaan Tanda Baca


a. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Saya suka makan nasi.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu ketukan.
2. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
 Irwan S. Gatot
 George W. Bush
Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.
Contoh: Anthony Tumiwa
3. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
 Dr. (doktor)
 S.E. (sarjana ekonomi)
 Kol. (kolonel)
 Bpk. (bapak)
4. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat
umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai
satu tanda titik.
Contoh:
 dll. (dan lain-lain)
 dsb. (dan sebagainya)
 tgl. (tanggal)
 hlm. (halaman)
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh:
 Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)
 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh: Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.
7. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
 Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak tebal.
 Nomor Giro 033983 telah saya berikan kepada Mamat.
8. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi
maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh:
 DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
 SMA (Sekolah Menengah Atas)
 PT (Perseroan Terbatas)
 WHO (World Health Organization)
 UUD (Undang-Undang Dasar)
 SIM (Surat Izin Mengemudi)
 Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
 rapim (rapat pimpinan)
9. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang.
contoh:
 Cu (tembaga)
 52 cm
 l (liter)
 Rp350,00
10. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan,
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
contoh:
 Latar Belakang Pembentukan
 Sistem Acara
 Lihat Pula
b. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi.
Contoh penggunaan yang salah: Saya membeli udang, kepiting dan ikan.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan
Contoh: Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila
anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.

Contoh:
 Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
 Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat .
Contoh: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena
itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi .
Contoh:

 Oleh karena itu, kamu harus datang.

 Jadi, saya tidak jadi datang.


6. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan,
yang terdapat pada awal kalimat.
contoh:
 O, begitu.

 Wah, bukan main.


7. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.
Contoh: Kata adik, "Saya sedih sekali".
8. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Contoh:
 Medan, 18 Juni 1984

 Medan, Indonesia.
9. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Contoh: Lanin, Ivan, 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6. Jakarta: PT
Wikipedia Indonesia.
10. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh: I. Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung: UP Indonesia,
1990), hlm. 22.
11. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
contoh: Rinto Jiang, S.E.
12. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
Contoh:
 33,5 m

 Rp10,50
13. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
Contoh: pengurus Wikipedia favorit saya, Borgx, pandai sekali
14. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap
yang bersungguh-sungguh.
Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam
pembinaan dan pengembangan bahasa.
15. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru.
contoh: "Di mana Rex tinggal?" tanya Stepheen.

c. Tanda Titik Koma (;)


1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Contoh: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik
menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran pilihan pendengar.
d. Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Contoh:
 Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan
lemari.
 Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi
Perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh:
Ketua : Borgx
Wakil Ketua : Hayabuse
Sekretaris : Ivan Lanin
Wakil Sekretaris : Irwan Gatot
Bendahara : Rinto Jiang
Wakil bendahara : Rex
3. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Borgx : "Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!"
Rex : "Siap, Boss!"
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan.
Contoh:
a. Tempo, I (1971), 34:7
b. Surah Yasin:9
c. Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
5. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).
Contoh: Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.
6. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
e. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Contoh: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan
notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
2. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Contoh:
 p-e-n-g-u-r-u-s
 8-4-1973
3. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian
ungkapan.
Bandingkan:
 ber-evolusi dengan be-revolusi
 dua puluh lima-ribuan (20×5000) dengan dua-puluh-lima-ribuan
(1×25000).
 Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang ramah
4. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, (d)
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan
rangkap.
Contoh:
 se-Indonesia
 hadiah ke-2
 tahun 50-an
 ber-SMA
 KTP-nya nomor 11111
 sinar-X
 Menteri-Sekretaris Negara
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Contoh:
 di-charter
 pen-tackle-a
f. Tanda Pisah (–, —)
1. Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan
penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh: Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar
2. Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih tegas.
Contoh:
Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti
sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti 'ke', atau 'sampai'.
Contoh:
 1919–1921
 Medan–Jakarta
 10–13 Desember 1999
4. Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan dari dan antara, atau
bersama tanda kurang (−).
Contoh:
 dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65
 antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun 1492–1499
 −4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C
g. Tanda Elipsis (...)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya untuk
menuliskan naskah drama.
Contoh: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai
akhir kalimat.
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
h. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Contoh:
 Kapan ia berangkat?
 Saudara tahu, bukan?
Penggunaan kalimat tanya tidak lazim dalam tulisan ilmiah.
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh:
 Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
 Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
i. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi
yang kuat.
Contoh:
 Alangkah mengerikannya peristiwa itu!
 Bersihkan meja itu sekarang juga!
 Sampai hati ia membuang anaknya!
 Merdeka!
Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak digunakan di dalam tulisan
ilmiah atau ensiklopedia. Hindari penggunaannya kecuali dalam kutipan atau
transkripsi drama.

j. Tanda Kurung ((...))


1. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh: Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang kemudian
dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara berkala.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Contoh:
 Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan GajahMada)
membentuk sistem satelit domestik di Indonesia.
 Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9) menunjukkan
adanya perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Contoh:
 Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a)
 Pembalap itu berasal dari (kota) Medan.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
Contoh: Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c)
tempat, dan (c) promosi.
Hindari penggunaan dua pasang atau lebih tanda kurung yang berturut-turut.
Ganti tanda kurung dengan koma, atau tulis ulang kalimatnya.
Contoh:
 Tidak tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) (dikenal juga sebagai
Matviy Hryhoriyiv) merupakan seorang pemimpin Ukraina.
 Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919), dikenal juga sebagai Matviy
Hryhoriyiv, merupakan seorang pemimpin Ukraina.
 Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) merupakan seorang
pemimpin Ukraina. Dia juga dikenal sebagai Matviy Hryhoriyiv.

k. Tanda Kurung Siku ([...])


1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli.
Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II
[lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
l. Tanda Petik ("...")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh:
 "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
 Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa
Indonesia."
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Contoh:
 Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.
 Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai
Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
 Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Contoh:
 Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
 Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
"cutbrai".
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Contoh: Kata Tono, "Saya juga minta satu."
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh:
 Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
 Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
m. Tanda Petik Tunggal ('...')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh:
 Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
 "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak
pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Contoh: feed-back 'balikan'
n. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Contoh:
 No. 7/PK/1973
 Jalan Kramat III/10
 tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau sebagai tanda
bagi dalam pecahan dan rumus matematika.
Contoh:
 harganya Rp125,00/lembar (harganya Rp125,00 tiap lembar)
 kecepatannya 20 m/s (kecepatannya 20 meter per detik)
 7/8 atau 7⁄8
 xn/n
Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai untuk menuliskan tanda
aritmetika dasar dalam prosa. Gunakan tanda bagi ÷.
Contoh: 10 ÷ 2 = 5.
Di dalam rumus matematika yang lebih rumit, tanda garis miring atau garis
pembagi dapat dipakai.
3. Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai pengganti kata atau.

o. Tanda Penyingkat (Apostrof)(')


1. Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Contoh:
 Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
 Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
 1 Januari '88 ('88 = 1988)
Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam teks prosa biasa.
3. PEMBENTUKAN DAN PERLUASAN KALIMAT
a) Pembentukan
a. Dasar-Dasar Pembentukan Kalimat
Sebuah kalimat tunggal dibangun oleh satu pola kalimat, yaitu sekurang-kurangnya
terdiri atas dua unsur, yaitu unsur subjek (S) dan unsur predikat (P). Subjek merupakan
unsur yang menjadi pokok pembicaraan, sedangkan predikat merupakan unsur yang
memberikan penjelasan terhadap pokok pembicaraan. Jika predikat kalimat
menggunakan kata kerja aktif transitif, kalimat tersebut harus dilengkapi dengan objek
(O) tertentu. Bagian lain yang berfungsi memberikan penjelasan terhadap predikat
kalimat adalah pelengkap (Pel) dan keterangan (K).
b. Unsur-Unsur Kalimat
Bagian ini yang harus hadir dalam sebuah kalimat adalah subjek dan predikat. Bagian inti
kalimat adalah bagian yang tidak dapat dihilangkan dalam struktur kalimat. Subjek
kalimat berfungsi sebagai inti pembicaraan, sedangkan predikat berfungsi sebagai
penjelasan terhadap subjek, yang dapat dilengkapi dengan objek (O), pelengkap (Pel),
atau keterangan (K). hal tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.
c. Subjek dan Predikat
Setiap kalimat memiliki unsur subjek dan predikat. Hubungan antara subjek dan predikat
turut menentukan isi pikiran yang terkandung dalam sebuah kalimat. Kata atau kelompok
kata yang digaribawahi pada contoh berikut berfungsi sebagai subjek dan predikat.
Contoh:
(1) Mereka sedang beristirahat.
S P
(2) Perusahaannya semakin meningkat.
S P
Unsur subjek dan predikat kalimat dapat dipertukarkan sehingga membentuk variasi pola
struktur kalimat.
Contoh:
(1) Sedang beristirahat mereka.
P S
(2) Semakin meningkat perusahaannya.
P S
d. Predikat dan Objek
Predikat kalimat memiliki hubungan yang erat dengan objeknya. Artinya antara predikat
dan objek tidak boleh disisipi kata lain.
Contoh:
(1) Ani merayakan hari ulang tahunnya di rumah.
S P O K
(2) Mahasiswa sedang mengerjakan tugas di kelas.
S P O K
Pengubahan pola kalimat dengan variasi lain harus tetap mempertahankan posisi objek di
belakang predikat (P/O).

Contoh:
1) Ani di rumah merayakan hari ulang tahunnya.
S K P O
2) Di rumah Ani merayakan hari ulang tahunnya.
K S P O
3) Ani merayakan di rumah hari ulang tahunnya.
S P K O
4) Mahasiswa di kelas sedang mengerjakan tugas.
S K P O
5) Di kelas mahasiswa sedang mengerjakan tugas.
K S P O
6) Mahasiswa sedang mengerjakan di kelas tugas.
S P K O

e. Objek dan Pelengkap


Objek dan pelengkap memiliki kesamaan, yaitu sama-sama berada pada posisi di
belakang predikat. Akan tetapi, objek pada kalimat aktif dapat berubah menjadi subjek
dan kalimat pasif, sedangkan pelengkap tidak dapat berubah menjadi subjek dalam
kalimat pasif.

Contoh:
1) Negara Indonesia berdasarkan pancasila.
S P Pel
2) Anak-anak itu sedang bermain bola.
S P Pel
Objek pada kalimat (3) dan (4) dapat berubah menjadi subjek dalam pemasifannya.
Contoh:
1) Hari ulang tahunnya dirayakan (oleh) Ani di rumah.
S P Pel K
2) Tugas sedang dikerjakan oleh mahasiswa di kelas.
S P Pel K
Pelengkap pada kalimat (1) dan (2) tidak dapat berubah menjadi subjek dalam
pemasifannya.
Contoh:
1. Pancasila didasarkan negara Indonesia.
S P Pel
2. Bola sedang dimain anak-anak itu.
S P Pel
f. Objek dan Keterangan
Objek dan keterangan adalah dua unsur yang sering muncul dalam kalimat untuk
melengkapi predikat. Hubungan antara objek dan predikat lebih erat daripada hubungan
antara keterangan dan predikat. Oleh karena itu, keterangan dapat menduduki posisi
berbagai posisi tanpa mengubah makna kalimat, yaitu dapat berada di depan subjek dan
predikat, di belakang predikat, tetapi tidak dapat berada di antara predikat dan objek.
Contoh:
1. Kami merayakan hari ulang tahunnya kemarin.
S P O K
Kalimat tersebut dapat divariasikan menjadi :
 Kemarin kami merayakan hari ulang tahunnya.
K S P O
 Kami kemarin merayakan hari ulang tahunnya.
S K P O
 Kami merayakan kemarin hari ulang tahunnya.
S P K O

b) Macam-Macam Perluasan Kalimat

a. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal ialah kalimat yang hanya memiliki satu pola (klausa), yang terdiri dari
subjek dan predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat yang paling sederhana. Kalimat
tunggal yang sederhana ini dapat ditelusuri berdasarkan pola-pola pembentukannya.
Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. KB + KK (kata benda + kata kerja)

Contoh:
Ibu memasak
S P

2. KB + KS (kata benda + kata sifat)


Contoh:
Anak itu sangat rajin.
S P

3. KB + KBil (kata benda + kata bilangan)


Contoh:
Apel itu ada dua buah.
S P
Kalimat tunggal terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1.Kalimat Nominal yaitu jenis kalimat yang pola predikatnya menggunakan kata benda.
Contoh: Adik perempuan saya ada dua orang.
2.Kalimat Verbal yaitu jenis kalimat yang menggunakan kata kerja sebagai predikatnya.
Contoh: Saya sedang mandi.

b. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat dasar. Struktur
kalimat majemuk terdiri dari dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan
baik secara kordinasi maupun subordinasi.
Kalimat majemuk dapat dibedakan atas 3 jenis:

a. Kalimat Majemuk Setara (KMS)


Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri dari 2 atau lebih kalimat tunggal, dan
kedudukan tiap kalimat tunggal itu ialah setara baik secara struktur maupun makna
kalimat itu. Struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat
dasar dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal.
Contoh: Adik menyanyi dan saya menari.

b. Kalimat Majemuk Rapatan (KMR)


Kalimat majemuk rapatan adalah gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena s
subjek predikat, atau objeknya sama, maka bagian yang hanya disebutkan sekali.
Contoh:
Kalimat 1: Ia hanya datang di sekolah
Kalimat 2: Ia hanya duduk di sekolah
Kalimat Akhir : Ia hanya datang dan duduk di sekolah

c.Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)


Kalimat majemuk bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih kalimat
tunggal yang kedudukannya berbeda. Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat
unsur induk kalimat dan anak kalimat. Anak kalimat timbul akibat perluasan pola yang
terdapat pada induk kalimat. Kalimat majemuk bertingkat mengandung satu kalimat
dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi
sebagai pengisi salah satu unsur kalimat itu. Konjungsi yang digunakan dalam kalimat
majemuk bertingkat adalah ketika, karena, supaya, meskipun, jika,agar, dan sehingga.
Contoh : Engkau harus belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat menjadi orang
sukses

d Kalimat Majemuk Campuran (KMC)


Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk yang merupakan penggabungan
antara kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Minimal
pembentukan kalimatnya terdiri dari 3 kalimat.
Contoh:
1. Toni bermain dengan Kevin. (kalimat 1)
2. Rina membaca buku dikamar. (kalimat 2)
3. Ketika aku datang kerumahnya. (kalimat 3)

Kalimat akhir: Toni bermain dengan Kevin dan Rina membaca buku di kamar ketika aku
datang ke rumahnya

4. BAHASA INDONESIA BAKU

Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam bahasa
Inggris, dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali diperkenalkan oleh Vilem
Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha atau The Prague School. Pada
1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka
berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah dikodifikasi, diterima
dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh masyarakat secara luas.
Menurut Indradi (2008) bahasa baku adalah bahasa yang standar sesuai dengan
aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu
bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Bahasa baku merupakan bahasa yang dapat mengungkapkan penalaran atau
pemikiran teratur, logis, dan masuk akal. Bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis
dan kecendekiaan. Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan secara efektif, baik, dan
benar. Efektif karena memuat gagasan-gagasan yang mudah diterima dan diungkapkan
kembali. Baik karena sesuai kebutuhan: ruang dan waktu. Dan, benar karena sesuai kaidah
kebahasaan, secara tertulis maupun terucap.
Baku berarti bahasa tersebut tidak dapat berubah setiap saat. Berdasarkan teori,
bahasa baku merupakan bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang
digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa baku mencakup pemakaian sehari-hari
pada bahasa percakapan lisan maupun bahasa tulisan. Tetapi pada penggunaanya bahasa
baku lebih sering digunakan pada saat proses belajar mengajar di dalam dunia pendidikan
, pada urusan resmi pekerjaan misalnya saat rapat besar, dan juga pada semua konteks
resmi. Sementara itu, di dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak orang yang
menggunakan bahasa tidak baku.

a. Proses Terjadinya Pembakuan Bahasa

Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan manusia, sebab bahasa merupakan alat bagi
manusia untuk berinteraksi. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku
dalam penggunaanya, namun dalam prakteknya kita sering menggunakan kata non baku.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor ini mengakibatkan daerah yang
satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang
digunakan sama yaitu bahasa Indonesia. Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia
perlu diperhatikan situasi dan kondisinya. Pembakuan bahasa juga dibutuhkan
masyarakat. Usaha pembakuan bahasa tersebut bertujuan agar tercapai pemakaian bahasa
yang cermat, cepat, dan efisien dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
masyarakat.
Pembakuan disebut juga standardisasi. Menurut J.S. Badudu pembakuan atau
standardisasi adalah penetapan aturan-aturan atau norma-norma bahasa. Berdasarkan
bahasa yang dipakai oleh masyarakat, ditetapkan pola-pola yang berlaku pada bahasa itu.
Pola yang dipilih itulah yang dijadikan acuan. Bila kita akan membentuk kata atau
menyusun kalimat, maka bentukan itu haruslah mengacu pada pola bahasa yang sudah
ditetapkan. Pembakuan bahasa dapat dilakukan terhadap tulisan, ejaan, ucapan,
perbendaharaan kata, pembentukan istilah, dan penyusunan tata bahasa. Pembakuan
bahasa dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain yaitu :
Standardisasi dapat dilakukan secara spontan, seperti penetapan bahasa Melayu Riau
sebagai standar bahasa Melayu yang dipakai oleh sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia
ke-2,

Standardisasi dapat dilakukan secara terencana, seperti penyusunan suatu sistem ejaan,
misalnya ejaan Suwandi, Van Ophyusen, dan penerapan istilah-istilah ilmu pengetahuan
oleh Komisi Istilah.
b. Ciri-ciri Bahasa Baku

Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:14) ciri-ciri bahasa baku terbagi menjadi tiga, yaitu:

Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan
aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.

Memiliki sifat kecendikian. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan


bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal.

Baku atau standar beranggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai


taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa,
atau penyeragaman variasi bahasa.

Ciri-ciri lain bahasa baku adalah:

 tidak terpengaruh bahasa daerah;


 tidak dipengaruhi bahasa asing;
 bukan merupakan ragam bahasa percakapan sehari-hari;
 pemakaian imbuhannya secara eksplisit;
 pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat;
 tidak terkontaminasi dan tidak rancu.

c. Fungsi Bahasa Baku

Bahasa baku ialah salah satu daripada variasi bahasa yang diangkat dan disepakati
ragam bahasa yang akan dijadikan kayu pengukur sebagai bahasa yang baik dan
benar dalam komunikasi yang bersifat resmi, baik secara lisan atau tulisan.
Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku
menurut Gravin dan Mathiot (1956:785-787) juga mempunyai fungsi lain yang
bersifat sosial politik, iaitu :

a. Fungsi pemersatu
b. Fungsi pemisah
c. Fungsi harga diri
d. Fungsi kerangka rujuk

d. Bahasa Baku Sebagai Fungsi Pemersatu


Bahasa baku sebagai fungsi pemersatu adalah kesanggupan bahasa baku untuk
meghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat dan membuat terciptanya
kesatuan dalam masyarakat tutur dalam bentuk minimal, memperkecil adanya
perbedaan variasi dialektal dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah. Jika setiap masyarakat
menggunakan bahasa daerahnya, maka kemungkinan terbesar masyarakat tersebut
tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa baku
memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian,
bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa. Bahasa
Indonesia baku mempersatukan atau memperhubungkan penutur berbagai dialek
bahasa itu. Bahasa Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku mengikat kebhinekaan rumpun dan
bahasa yang ada di Indonesia dengan mangatasi batas-batas kedaerahan. Bahasa
Indonesia baku merupakan wahana atau alat dan pengungkap kebudayaan nasional
yang utama. Fungsi pemersatu ini ditingkatkan melalui usaha memberlakukannya
sebagai salah satu syarat atau ciri manusia Indonesia modern.

e. Bahasa Baku Sebagai Fungsi Pemisah


Bermaksud bahwa ragam bahasa baku itu dapat memisahkan atau
membedakan penggunaan bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan tidak formal.
Para penutur perlu tahu menentukan bila dia harus menggunakan ragam yang baku
dan ragam tidak baku. Pemisahan kedua-dua ragam bahasa tersebut tidak akan
menimbulkan persoalan sosial selama ragam-ragam tersebut digunakan sesuai pada
tempatnya. Misalnya, ragam tidak baku digunakan apabila seseorang penutur hendak
berbicara dengan rekan-rekan, ibu bapak, dan sebagainya, manakala ragam baku
digunakan apabila berbicara dengan orang yang tidak dikenali, dengan orang yang
berpangkat tinggi, dan dengan orang lebih tua daripada penutur.
f. Bahasa Baku Sebagai Fungsi Harga Diri
Bermaksud pemakai ragam baku itu akan memiliki perasaan harga diri yang
lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya. Hal ini demikian kerana,
ragam bahasa baku biasanya tidak dapat dipelajari daripada lingkungan keluarga atau
linkungan sehari-hari. Ragam bahasa baku hanya dapat dicapai melalui pendidikan
formal, yang tidak menguasai ragam baku tentu tidak dapat masuk ke dalam situasi-
situasi formal, di mana ragam baku itu harus digunakan. Ragam bahasa baku juga
merupakan lambang atau simbol suatu masyarakat tutur.

g. Bahasa Baku Sebagai Fungsi Kerangka Rujuk


Bermaksud bahwa ragam bahasa baku itu akan dijadikan pengukur untuk
norma pemakaian bahasa yang baik dan benar secara umum. Ini mungkin lebih
kepada kesepakatan ramai (kovensional) dalam sebuah masyarakat penutur.
Misalnya, dalam bahasa Melayu ‘kerusi’ merujuk sesuatu yang dibina daripada kayu
dan mempunyai empat kaki. Dalam bahasa Inggeris, ‘kerusi’dipanggil ‘chair’.

5. PARAGRAF

a. Pengertian Paragraf

Paragraf (Alenia) merupakan kumpulan suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi dan
lebih luas dari pada kalimat. Alenia merupakan kumpulan kalimat, tetapi kalimat yang
bukan sekedar berkumpul, melainkan berhubungan antara yang satu dengan yang lain
dalam suatu rangkaian yang membentuk suatu kalimat, dan juga bisa disebut dengan
penuangan ide penulis melalui kalimat atau kumpulan alimat yang satu dengan yang
lain yang berkaitan dan hanya memiliki suatu topic atau tema. Paragraf juga disebut
sebagai karangan singkat.

Dalam paragraph terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat
dalam kalimat tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topic,
dan kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling berkaitan
dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan.
Panjang pendeknya suatu paragraph akan ditentukan oleh banyak sedikitnya gagasan
pokok yang diungkapkan. Bila segi-seginya banyak, memang layak kalau alenianya
sedikit lebih panjang, tetapi seandainya sedikit tentu cukup dengan beberapa kalimat
saja.

B. Ciri-Ciri Paragraf

Berikut ini adalah ciri-ciri paragraf:

 Kalimat pertama bertakuk (block style) ke dalam lima ketukan spasi untuk
jenis karangan biasa, misalnya surat, dan delapan ketukan untuk jenis
karangan ilmiah formal, misalnya: makalah, skripsi, desertasi, dll. Karangan
berbentuk lurus dan tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi merenggang,
satu spasi lebih banyak daripada antar baris lainnya

 Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang dinyatakan dalam


kalimat topik

 Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya merupakan


kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan, menguraikan, atau
menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat topik

 Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang dinyatakan


dalam kalimat penjelas. Kalimat ini berisi detail - detail kalimat topik.
Paragraf bukan kumpulan kalimat - kalimat topik. Paragraf hanya besiri satu
kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Setiap kalimat penjelas berisi
detail yang sangat spesifik, dan tidak mengulang pikiran penjelas lainnya.

C. Struktur/Jenis-Jenis Paragraf (Alinea)


1. Deduktif

Struktur paragraph yang bersifat deduktif ini dimulai oleh kalimat inti, kemudian
diikuti uraian, penjelasan argumentasi, dan sebagainya. Dimulai dengan pernyataan
(yang tentunya brsifat umum), kemudian kalimat-kalimat berikutnya berusaha
membuktikan pernyataan tadi dengan menyebutkan hal-hal khusus, atau detail-detail
seperlunya.

2. Induktif

Struktur paragraph yang bersifat induktif adalah kebalikan dari pola yang bersifat
deduktif. Pola ini tidak dimulai dengan kalimat inti, dimulai dengan menyebutkan hal-
hal khusus atau uraian yang merupakan anak tangga untuk mengantarkan pembaca
kepada gagasan pokok yang terdapat pada kalimat inti di akhir alenia. Jadi anak-anak
tangga itu disusuk untuk mencapai klimaks.

3. Deduktif dan Induktif

Pola paragraph yang ketiga ini adalah gabungan dari dua pola diatas (1, dan 2). Di sini,
pada kalimat pertama (sebagai kalimat inti) gagasan pokok telah dinyatakan; tetapi
pada kalimat terakhir, kembali diulang sekali gagasan pokok tersebut.

4. Deskriptif atau Naratif

Dalam pola ini, gagasan pokok tidak terbatas hanya dalam satu kalimat saja. Inti
persoalannya akan didapati pada hampir semua kalimat pada paragraf tersebut. Kita
harus membaca seluruh kalimat dalam paragraf itu, baru dapat memahami gagasan
yang hendak disampaikan oleh pengarangnya.

Jenis alinea dapat pula ditentukan berdasarkan cara kita mengembangkan ide dan alat
bantu yang digunakan untuk menjaga kesinambungan pengungkapan ide atau
keruntunan ide. Jenis alinea tersebut adalah :

a. Alinea/Paragraf Definisi

Contoh :

Loyalitas pelanggan adalah suatu sikap dan prilaku seseorang untuk tetap
bertahan dalam membeli sesuatu pada took yang diyakininya sebagai took yang
dapat dipercaya,baik tentang harga maupun tentang kualitas barag.Meskipun
banyak took-toko baru yang bermunculan,ia tetap menjadi pelanggan yang setia
pada took itu betapapun gencarnya usaha pemasaran yang dilakukan oleh
perusahaan lain,keyakinannya tidak goyah terhadap took yang dilangganiya. Ide
pokok pada alinea atau paragraf ini merupakan suatu definisi yang terdapat pada
bagian awal.Jadi, alinea ini merupakan alinea definisi dan juga alinea deduktif.

b. Alinea contoh

Contoh :

Perubahan telah terjadi pada industri tradisional.Berbagai jenis peralatan produk


baru seperti mesin potong, mesin pres, mesin bor, mesin bubut mesin las kini
telah meningkat kapasitasnya dengan berlipat ganda. Kapasitas mesin potong
pada industri modern telah banyak meningkat sebanyak ribuan kalilipat selama
1900-an. Hal ini dimungkinkan karena telah ditemukannya logam yang tetap
keras meskipun dioprasikan dalam kecepatan sangat tinggi. Disamping itu, telah
tercipta pula mesin-mesin peralatan yang sangat kuat untuk mendukung proses
tersebut. Ide pokok pada paragraph diatas dikembangkan dngan menggunakan
contoh.ide pokok terdapat pada bagia awal jadi alinea ini juga merupakan alinea
deduktif.

c. Alinea perbandingan

Contoh :

Tata cara kehidupan masyarakat primitif berbeda dengan modern. Masyarakat


primitive dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari bahan-bahan yang tersedia
dilingkungannya tanpa membelinya. Jika barang yang diperlukannya tidak ada
dilingkungannya,maka mereka dapat memperolehnya dari masyarakat
tetangganya dengan sistem barter (saling menukar barang). Alat-alat yang
diperluka untuk memenuhi kebutuhannya juga diperoleh dari lingkungannya,
yaitu berupa batu, tanah liat, atau pun dahan pohon yang diolah secara manual.
Sedangkan masyarakat modern memperoleh kebutuhannya dengan cara membeli
barang atau membayar jasa. Alat-alat yang diperlukan merupakan olahan dari
pabrik yang juga harus dibeli untuk memeperolehnya. Ide pokok pada alinea ini
terdapat pada bagian awal. Ide diungkapkan secara perbandingan. Pada contoh
diatas, ide yang dibandingkan dengan cara memperoleh barang-barang, alat, dan
jasa yang diperlukan dalam kehidupan antara masyarakat primitif dan masyarakat
modern.

d. Alinea analogi

Contoh :

Bahasa bukan merupakan tujuan dalam penulisan karangan ilmiah.Bahsa hanya


sebagai alat (komunikasi) agar gagasan ilmiah yang diungkapakan dalam
karangan tersebut dapat dipahami oleh pembaca dengan baik. Oleh sebab
itu,sebelum karangan itu sampai ketangan pembaca,penulis karang tersebut harus
memeriksa bahasa yang digunakannya, baik dari segi ketetapan pemilihan kata
dan istilah maupun dari segi gramatikal satuan-satuan struktur bahasa,
misalnyastuktur satuan kata, frasa klausa, kalimat, dan alinea atau paragrafnda
juga pemakaiaan ejaan dan tanda baca secara tepat. Jika terjadi gangguan atau
kerusakan pada unsure-unsur bahasa tersebut,besar kemungkinan pembaca tidak
dapatmemahami gagasabn ilmiah yang disampaikannya itu dengan baik. Hal ini
dapat diibaratkan dengan kendaraan yang digunakan untuk mencapai tujuan
perjalanan yang jauh.
RANGKUMAN MATERI BAHASA INDONESIA

Dosen Pembimbing

Rahmawati, S.Pd

Disusun Oleh :

Thriska Adriana Mirulewan (17042)

AKADEMI KEBIDANAN YAPMA

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR

2019/2020
REFERENSI

Asisi, Frans dan Hilyati, Aah. 2004. Belajar Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
Annasiyah. Dra. 1998. Bahasa Indonesia. Surabaya : Ikip Malang
S.Pd. Pardjimin. 2003. Bahasa Indonesia. Jakarta : Yudhistira
Tatang, Atep dan Maman. 2008. Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku. Jawa Tengah : Platinum
Himpunan Materi Kuliah Bahasa Indonesia. Makassar : UPT MKU UNHAS
http://bagas.wordpress.com/2007/10/25/struktur-kalimat-bahasa-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Klausa

Anda mungkin juga menyukai