Anda di halaman 1dari 11

Menjadi Penyunting Naskah yang Handal

NUR ARUM SUCIATI / 11190700000003

A. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Di zaman milenial ini, kita akan menemukan berbagai macam informasi dengan
sangat mudah, baik cetak maupun noncetak. Setiap orang pasti sudah mengetahui bahwa
kita dikelilingi oleh informasi yang bernakeragam. Informasi dalam bentuk cetak misalnya
ada koran, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya. Sedangkan noncetak dapat melalui
televisi, radio, maupun internet. Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa sebuah informasi
berkembang sangat mudah dan cepat. Sehingga dapat tersampaikan kepada masyarakat
secara lebih cepat juga. Namun, sebagai penerima informasi kita harus menelaah segala
bentuk informasi tersebut dengan baik dan bijak.

Dari hal di atas sangat diperlukan sebuah pembelajaran mengenai penyuntingan,


di mana penyuntingan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan
menyunting, pengeditan (KBBI). Selain itu penyuntingan juga dapat diartikan sebuah
proses atau cara membaca, mencermati, hingga memperbaiki sebuah naskah atau bacaan
yang telah dikirim oleh seorang penulis sampai suatu naskah itu siap untuk dimuat dan
diterbitkan oleh sebuah penerbit. Dan untuk media noncetak, penyuntingan merupakan
sebuah proses membaca, mencermati, hingga memperbaiki sebuah naskah yang dikirim
oleh penulis sampai naskah tersebut siap untuk disiarkan dan ditayangkan oleh media
visual mapun audio. Dalam penyuntingan pun seseorang juga sekaligus dapat
mempelajari tentang bahasa. Di mana pembelajaran bahasa memiliki fungsi sebagai
sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir, mengungkapkan gagasan,
menyampaikan informasi tentang suatu peristiwa, dan untuk memperluas wawasan
(Cahyaningrum, 2018). Tulisan diturunkan atau simbol yang menggambarkan grafik yang
menggambarkan bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat
membaca dan memahami simbol-simbol grafik (Saddhono, 2017).1

1
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah Edisi Kedua,(Jakarta: PT Gramedia, 2004), h. 5.
Penyuntingan sendiri memiliki beberapa tujuan antara lain, membuat naskah bersih
dari kesalahan kebahasaan dan isi materi dengan persetujuan penulis naskah, serta
menjadi jembatan (mewakili penerbitatau penyelenggara program siaran) yang dapat
menghubungkan ide dan gagasan penulis dengan pembaca, pendengar, dan penonton.
Mengingat banyaknya aspek yang dapat diteliti dalam kegiatan analisis kesalahan
berbahasa, maka tidak semua aspek digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
(Ariningsih, 2012).

oleh karena itu, dibuatnya makalah ini penulis berharap seorang penyunting dapat
memperbaiki naskah, sehingga sebuah naskah menjadi lebih mudah dan enak untuk
dibaca, dipahami, serta tidak membuat pembaca bingung.

B. Pembahasan

2.1 Penyuntingan Naskah

Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting. Kata sunting melahirkan bentuk
turunan menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan penyuntingan (kata
benda). Kata menyunting berarti menyiapkan naskah siap terbit dengan memerhatikan
sisi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat),
merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah), dan menyusun atau
merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali.

Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting. Penyunting juga


bisa dikatakan sebagai orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetak, orang yang
bertugas merencanakan dan mengarahkan penerbitan media (massa) cetak, dan orang
yang bertugas menyusun dan merakit film atau pita rekaman. Selain itu, pengertian lain
tentang penyunting adalah orang yang mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi
dan gaya naskah orang lain, serta menyesuaikannya dengan suatu pola yang dibakukan
untuk kemudian membawanya ke depan umum dalam bentuk terbitan.

Menurut KBBI, menyunting bermakna (1) menyiapkan naskah siap cetak atau terbit
dengan memperhatikan segi sistematika penyajian naskah; (2) merencanakan dan
mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita
rekaman) dengan memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001:1106).
Sehingga dapat dirumuskan bahwa pengertian menyunting adalah menyiapkan naskah
siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segala sistematika penyajian, isi, dan
bahasa. Sedangkan penyuntingan adalah proses, cara, atau perbuatan menyunting
naskah. Orang yang melakukan disebut penyunting naskah (kopieditor).2

Penyuntingan naskah karangan yaitu membaca secara cermat naskah karangan


yang selesai ditulis dan memperbaikinya berdasarkan konvensi naskah dan bahasa baku.
Penyuntingan naskah dilakukan dengan pertimbangan bahwa karangan yang selesai
ditulis bahwa menjamin kelayakannya untuk disajikan kepada pembaca. Di dalam naskah
tersebut sering terjadi kesalahan dan kekurangan-sempurnaan, baik yang terkait dengan
naskah maupun bahasanya. Oleh karena itu, selesai ditulis, naskah harus diedit.

Penyuntingan naskah karangan bertujuan menyempurnakan format naskah,


urutan pembahasan, pengendalian variabel, bahasa, keindahan tampilan naskah, posisi
tampilan, perwajahan, halaman, komposisi, dan kelengkapan naskah.3

2.2 Konvensi Penyuntingan

Untuk menghasilkan tulisan yang sempurna, Anda membaca kembali tulisan Anda,
memberikan tanda atau catatan bagian bagian yang karangan yang dirasa kurang baik.
Setelah itu lakukanlah penyuntingan atau editing dengan mempebaiki seluruh unsur yang
salah.

Penyntingan meliputi:

1) Penulisan sampul,

2) Halaman judul naskah,

3) Halaman utama,

4) Halaman hak cipta,

5) Halaman persembahan,

2
Pamusuk Eneste, Buku Pintar Penyuntingan Naskah Edisi Kedua,(Jakarta: PT Gramedia, 2004), h. 8.
3
Widjono Hs. , Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembahngan Kepribadian di Perguruan Tinggi (Rev. 2012),
(Jakarta: Grasindo,2007), h. 372-373.
6) Kata pengantar,

7) Abstrak,

8) Daftar isi,

9) Daftar tabel,

10) Daftar singkatan,

11) Daftar lambang,

12) Daftar gambar,

13) Pendahuluan: latar belakang, masalah, tujuan, pembatasan, metode,

14) Inti pembahasan: deskripsi teori, kerangka berfikir, deskripsi data, analisis data, dan
hasil analisis,

15) Kesimpulan dan saran,

16) Kutipan,

17) Catatan kaki,

18) Bibliografi,

19) Lampiran,

20) Indeks, dan

21) Biografi singkat.4

2.3 Penyuntingan Bahasa

Penyuntingan bahasa bertujuan untuk menghasilkan karangan tanpa kesalahan bahasa.


Penyuntingan ini mencakup keseluruhan unsur bahasa, yaitu:

4
Widjono Hs. , Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembahngan Kepribadian di Perguruan Tinggi (Rev. 2012),
(Jakarta: Grasindo,2007), h. 373-374.
1) Ejaan

Ejaan merupakan aturan atau kaidah pelambang bunyi bahasa, pemisahan,


penggabungan, dan penulisannya dalam suatu bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang
harus dipatuhi oleh pemakai bahasa, karena ejaan mengatur keseluruhan cara penulisan
bahasa demi tercapainya keteraturan, terutama dalam bahasa tulis.
Keteraturan ini akan tampak berimplikasi pada ketepatann dan kejelasan makna.
Ibarat sedang menyetir kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi
oleh pengemudi. Seperti itulah kira kira bentuk hubungan antara pemakaian bahasa dan
ejaan.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam menyunting bahasa adalah pemakaian huruf
(kapital dan miring), penulisan kata (kata dasar, kata gabung, kata turunan, kata ulang,
kata ganti, kata depan, partikel, dan penulisan angka), pemakaian tanda baca (titik,
koma, titik koma, titik dua, tanda tanya, tanda seru, tanda sama dengan, lebih besar,
lebih kecil, tambah, kurang, kali, dan bagi)
2) Diksi

ketepatan pilihan kata, denotasi, konotasi; penggunaan kata yang menuntut


penyesuaian tanda baca; perubahan makna kata, kata umum-kata khusus dan lain
sebagainya.

3) Kalimat efektif

memperhatikan standar kalimat baku, harus mengandung unsur subjek, predikat


(objek); kebenaran struktur, pilihan kata, tanda baca, ejaan; penggunaan kalimat efektif
dengan memperhatikan unsur kesatuan, koherensi, kehematan, kesejajaran, kevariasian,
dan lain-lain.

4) Paragraf

penyuntingan paragraf mencakup penalaran, kepaduan paragraf; hubungan antar


paragraf; urutan paragraf; penggunaan koma sesudah kata transisi; penempatan kalimat
topik dan kalimat penjelas, urutan kalimat penjelas; dan lain-lain.

5) Frasa dan kalusa


penyuntingan mencakup kesatuan makna kalimat, penulisan, dan penempatan.

6) Penyuntingan keseluruhan naskah yang terkait dengan aspek ketatabahasaan:

penulisan judul, subjudul, istilah asing, dan lain-lain.

7) Gelar akademik tidak dicantumkan dalam pustaka.

8) Istilah (kata) asing dan daerah dicetak miring

9) Jika menyebut nama orang yang disertai atau didahului kata meninggal tidak perlu
menggunakan kata almarhum.

10) Pengindonesiaan kata asing dilakukan dengan menuliskan kata Indonesia terlebih
dahulu dan menuliskan kata asingnyadi belakangnya di antara tanda kurung dan dicetak
miring.

11) Penulisan singkatan dan panjangan sekaligus, tuliskan kepanjangannya terlebih


dahulu lalu singkatannya, misalnya: Compact disc (CD), United States of America (USA).5

2.4 Aspek –aspek yang harus disunting

Selain menguasi ejaan dan memiliki ‘beban’ terhadap naskah, penyunting juga
harus memperhatikan aspek-aspek yang disunting. Aspek-aspek tersebut, yaitu:

a. Penyuntingan Isi

Pada proses ini, penyunting meneliti kesesuaian judul dengan isi, materi dengan
konsep, dan meneliti kesesuaian keseluruhan isi naskah. Penyuntingan isi mencakupi
penyuntingan kesesuain uraian materi judul atau sub judul: kelengkapan materi dan
kedalaman materi, yang berkaitan dengan kesesuaian, kualitas, dan kuatitas wacana;
keakuratan materi dengan konsep dan fakta: keakuratan dan jabaran/paparan,
keakuratan dalam konsep atau teori, keakuratan dalam pemilihan contoh, dan
keakuratan dalam latihan, dan kesesuaian dengan ilmu pengetahuan, fitur, dan rujukkan.

5
Widjono Hs. , Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembahngan Kepribadian di Perguruan Tinggi (Rev. 2012),
(Jakarta: Grasindo,2007), h. 374-375.
b. Penyuntingan Kebahasaan

Proses penyuntingan tingkat kebahasaan yang disesuaikan dengan sasaran


pembaca dengan memperhatikan bahasa yang komunikatif, dan kesatuan gagasan.
Seorang editor harus menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas, tahu kalimat yang baik
dan benar, kalimat yang salah dan tidak benar, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang
salah kaprah, pilihan kata yang pas, dan sebagainya. Bagaiman mungkin seorang
penyunting naskah harus memperbaiki atau membetulkan kaliamat orang lain kalau si
penyunting naskah sendiri tidak tahu syarat-syarat kalimat yang baik dan benar.6

c. Penyuntingan Grafika

Penyuntingan yang berhubungan dengan fisik buku, seperti: bahan kertas buku,
desain kulit, desain isi, cetak, pengemasan dan jilid.

d. Penyuntingan Wawasan Kebangsaan

Penyuntingan yang berhubungan dengan wawasan kebangsaan, seperti wawasan


pornografi dan pornoaksi, dan wawasan integrasi budaya.

e. Penyutingan Penyajian

Proses penyuntingan ini disesuaikan dengan struktur naskah, termasuk cara


penyajian materi dan kelengkapan penyajian materi. Penyuntingan teknik penyajian
mencangkupi penyuntingan konsistensi sistematika penyajian, yaitu sistematika
penyajian disampaikan secara jelas, fokus dan taat asas dalam setiap bab, yakni ada
bagian pendahuluan, bagian isi serta bagian penutup.

f. Penyuntingan Gaya Selingkung

Penyuntingan ini disesuaikan dengan gaya selingkung masing-masing penerbit.

Dari keenam aspek tersebut terlihat bahwa masalah keterbacaan dan kebahasaan
naskah juga menjadi poin penting. Naskah yang mengandung banyak kesalahan bahasa
tentu memiliki tingkat keterbacaan serta kejelasan yang rendah sehingga bisa

6
merepotkan pembaca sasaran. Untuk itu, penyunting menggunakan empati dengan
menempatkan diri sebagai pembaca sasaran, sekaligus menggunakan pengetahuan
kebahasaannya guna membantu penulis/penerjemah menampilkan naskah yang layak
baca.

hal itulah yang menjadi filosofi penyuntingan naskah bahwa penyunting berfungsi
menjembatani antara kepentingan penulis/penerjemah dan pembaca sasaran. Dalam hal
penerapan EYD, editor bertugas mematut ejaan yang terdapat di dalam naskah.

2.5 Tanda – tanda Penyuntingan

Pada zaman sekarang ini pengelolaan naskah di penerbitan buku khususnya dalam
kegiatan menyunting sudah banyak ditopang oleh perlengkapan digital. Namun masih ada
juga beberapa editor yang masih sering menggunakan cara mengoreksi naskah dengan
cara diprint out. Naskah yang akan disunting biasaya terlebih dahulu diprint out kemudian
diberi tanda-tanda khusus yang bertujuan agar telihat padat dan singkat tanpa harus
menggunakan intruksi kalimat yang akan memakan ruang halaman. Tanda- tanda khusus
ini sering disebut marka ralat, marka koreksian atau marka perbaikan.

Bentuk dari marka tersebut banyak macamnya tergantung dari penerbit


menggunakan marka yang seperti apa. Terpenting dalam membubuhkan marka ralat
adalah antara koreksian dan yang menginputnya sama-sama mengerti arti marka
tersebut. Banyak juga editor di penerbitan yang sudah mengggunakan marka ralat/
koreksian yang sudah disepakati international.
C. Penutup

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai