DISUSUN OLEH
Hanya saja dalam kenyataan masih banyak pengajaran bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi kurang menekankan pada praktik berbahasa. Sehingga mahasiswa lebih banyak
menguasai pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa
yang diperoleh selama ini terfokus pada penyajian teori dari pada praktik.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama para sumber yang
sangat berjasa dalam pengadaan bahan ajar ini dan akhir kata penulisan berharap bahan ajar
ini dapat bermanfaat.
Medan, 2021
Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB V. EYD
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
A. Pendahuluan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yaitu Bahasa Melayu Tinggi
(Melaka/Riau). Keputusan ini ditetapkan pada Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di
Medan, antara lain menyatakan bahwa berdasarkan sejarah, Bahasa Indonesia memiliki
akar dari bahasa Melayu yang sudah dipergunakan sebagai bahasa penghubung di hamper
seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca (Bahasa pengantar/bahasa
pergaulan). Bahasa ini tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang zaman dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perhubungan dan perdagangan. Tidak hanya ke Kepulauan
Nusantara tapi hampir di seluruh Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, bahasa melayu sudah
dipakai sejak abad ke-7. Kerajaan-kerajaan di Indonesia juga memakai bahasa melayu.
Tidak hanya Kerajaan Majapahit, tapi juga Kerajaan Sriwijaya. Bahasa Melayu mengalami
perkembangan dan pertumbuhan yang pesat. Bahasa Melayu memiliki system Bahasa
yang praktis dan sederhana, berbeda dengan Bahasa lainnya di Indonesia, Bahasa Melayu
secara struktur tidak memiliki tingkatan dalam penggunaannya atau tidak berdasarkan
status social.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya
agama Islam. Ini mudah diterima masyarakat dan dijadikan sebagai bahasa perhubungan
antarpulau, antarsuku, atau antarpedagang. Lama kelamaan, bahasa Melayu dipakai di
wilayah Nusantara. Dalam perkembangannya bahasa Melayu dipengaruhi budaya di
Nusantara. Bahasa Melayu mulai menyerap kosa kata dari berbagai bahasa. Seperti bahasa
Sansekerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Kemudian muncul
berbagai variasi dan dialek dari bahasa Melayu. Ini mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Bukti penggunaan bahasa Melayu
diberbagai daerah di Nusantara didukung oleh penemuan prasasti berbahasa Melayu,
seperti prasasti kedukuan bukit di Palembang (683 M), prasasti talang tuo di Palembang
(684 M), prasasti kota kapur di Palembang (686 M), prasasti karang brahi di Jambi (688
M), prasasti gandasuli di Jawa Tengah (632 M), prasasti bogor di Jawa Barat (942 M), dan
prasasti pagaruyung (1356 M). Semua bukti itu tertulis pada batu nisan di Minye Tujoh,
Aceh (1380 M). Prasasti itu bertuliskan huruf “Pranagari” berbahaasa Melayu Kuna.
Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai
bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa
Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan
dialek.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh tahun 1380 M, maupun hasil susastra pada abad ke-16 dan abad ke-17 seperti
syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa Negara
tepat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia semakin berkembang
pada tahun 1947, yang ditandai dengan penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
menggantikan Ejaan Van Ophuysen (1901). Pada tahun 1972 bahasa Indonesia mengalami
perbaikan ejaan kata. Perbaikan ini dinamakan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD), ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus
1972. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
Pada perkembangan berikutnya lahirlah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang
diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan pada tahun 2016. Sebelumnya telah ditetapkan dengan Permendikbud
No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI
inilah yang akan mendukung mahasiswa zaman sekarang ketika menyusun suatu karya
tulis ilmiah untuk mengetahui ejaan dan penulisan kata yang berlaku sekarang ini.
C. Latihan
1. Jelaskan kapan Bahasa Indonesia diresmikan?
2. Berasal dari Bahasa apakah Bahasa Indonesia? Berikan alasannya!
BAB II
HAKIKAT BAHASA INDONESIA
A. Pengertian Berbahasa
Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang tidak mungkin hidup menyendiri tanpa
kehadiran orang lain atau tanpa bergaul dengan orang lain. Hal itu membuktikan bahwa
pada hakikatnya manusia memang merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,
manusia secara naluri terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk
menyatakan keberadaan dirinya, mengekspresikan kepentingannya, menyatakan
pendapatnya, maupun untuk mempengaruhi orang lain demi kepentingannya sendiri,
kepentingan kelompok, atau kepentingan bersama. Berkenaan dengan itu bahasa
memegang peranan yang amat penting.
Kepentingan bahasa itu hampir mencakup segala bidang kehidupan karena segala
sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya dapat
diketahui orang lain jika telah diungkapkan dengan bahasa, baik tulisan maupun lisan.
Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi apabila manusia tidak memiliki
bahasa. Dapatkah manusia menyatakan pendapatnya? Dapatkah manusia menjalani kerja
sama dengan manusia lain, dan dapat pulakah mereka mempengaruhi pendapat orang
lain? Semua itu tampaknya tidak mungkin terlaksana jika tidak dilakukan dengan sarana
bahasa.
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa bahasa merupakan sarana yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Lalu apakah sebenarnya bahasa itu? Untuk
mengetahui pengertian bahasa, kita dapat meninjaunya dari dua segi, yaitu segi teknis
dan segi praktis. Secara teknis “bahasa adalah seperangkat ujaran yang bermakna, yang
dihasilkan oleh alat ucapan manusia”. Sehubungan dengan pengertian ini, ada beberapa
catatan yang perlu dikemukakan .
Pertama, bahasa dikatakan sebagai “seperangkat ujaran yang bermakna” karena
ada ujaran-ujaran lain yang tidak bermakna meskipun juga dihasilkan oleh alat ucap
manusia, misalnya ujaran-ujaran yang tidak didasarkan pada sistem yang berlaku dalam
bahasa tertentu. Dalam hal ini, ujaran yang tidak tentu tidak dapat disebut sebagai
bahasa.
Kedua bahasa dikatakan sebagai “seperangkat ujaran yang dihasilkan” oleh alat
ucap manusia karena ada ujaran-ujaran lain yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Dalam hal ini, ujaran yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia tentu tidak dapat
disebut bahasa.
Kedua catatan tersebut memberikan gambaran bahwa yang disebut bahasa dalam
hal ini hanya seperangkat ujaran (sistem bunyi) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Selain dapat diberi pengertian secara teknis, seperti telah disebutkan diatas, bahasa juga
dapat diberi pengertian secara praktis. Secara peraktis, bahasa merupakan alat
komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang
bermakna, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Catatan yang perlu dikemukakan sehubungan dengan pengertian tersebut adalah
bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang
bermakna. Pengertian ini menunjukan bahwa ada alat komunikasi lain yang tidak berupa
sistem lambang bunyi. Anggukan kepala, gelengkan kepala, dan lambaian tanggan,
misalnya juga alat komunikas, gerakan anggota tubuh terebut merupakan bahasa isyarat
atau bahasa sandi seperti halnya semartphone.
Dari pengertian secara praktis itu dapat kita ketahui bahwa bahasa dalam hal ini
mempunyai dua aspek, yaitu aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna.bahasa
disebut sistem bunyi atau sistem lambang karena bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar
atau kita ucapkan itu sebenarnya bersistem atau memiliki keteraturan. Jadi, agar sistem
bunyi itu mempunyai makna, di dalam pengucapannya kita tidak dapat sembarangan.
Kata beras, misalnya, tersusun menurut urutan bunyi b-e-r-a-s. jika urutan itu diubah,
misalnya menjadi b-e-s-a-r atau s-e-b-a-r, maknanya pun akan berubah. Bahkan, bunyi-
bunyi itu akan tidak bermakna sama sekali apabila urutannya diubah secara
sembarangan, misalnya menjadi b-s-r-a-e.meskipun unsur bunyinya tetap sama
rangkaian bunyi bsrae tidak mempunyai makna karena kita tersusun menurut sistem
bunyi yang berlaku di dalam bahasa kita. Kenyataan itu membuktikan bahwa bunyi-
bunyi bahasa itu bersistem; bunyi-bunyi bahasa itu tersusun menurut aturan.
Dalam hal ini istilah “sistem bunyi” hanya terdapat di dalam bahasa lisan,
sedangkan dalam bahasa tulisan sistem bunyi itu digambarkan dengan lambang-lambang
tertentu yang disebut huruf. Dengan demikian, bahasa selain dapat disebut sistem bunyi,
juga dapat disebut sistem lambang.
Aspek bahasa yang kedua yaitu yang disebut “makna” tidak lain adalah arti atau
pengertian yang ditimbulkan oleh suatu bentuk bahasa. Dalam kaitan itu, hubungan
antara aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna di dalam suatu bentuk bahasa
bersifat arbitrer karena antara bahasa sebagai sistem bunyi/lambang dan wujud benda
atau konsep yang dilambangkan dengan bahasa itu sebenarnya tidak ada kaitan langsung.
Dengan kata lain, hubungan antara bahasa dan wujud bendanya hanya didasarkan kepada
kesepakatan antar-penutur bahasa di dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Hewan atau binatang bersayap yang berkaki dua dan mempunyai kebiasaan
terbang misalnya, didalam bahasa Indonesia dinamakan burung. Sementara itu, hewan
yang sama dalam bahasa Inggris disebut brid, sedangkan didalam bahasa Jawa atau
Sunda disebut manuk.Perbedaan bentuk bahasa untuk mengacu pada wujud yang sama
itu semata-mata didasarkan pada kesepakatan penutur bahasa di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Bahasa selain merupakan alat komunikasi, pada dasarnya juga merupakan alat
ekspresi diri, alat integrasi dan adaptasi sosial. Bagaimanakah perwujudan bahasa
sebagai alat atau sarana tersebut? Uraian berikut akan memeberikan gambaran mengenai
hal itu.
A. Pendahuluan
Setiap hari kita mengaplikasikan Bahasa di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Secara tidak sadar ke empat aspek keterampilan berbahasa wajib kita miliki dan
kita terapkan. Keterampilan berbahasa Indonesia dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1) Keterampilan reseptif adalah keterampilan berbahasa yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh informasi atau ide gagasan secara lisan dan
tulisan. 2)
2) Keterampilan produktif adalah keterampilan berbahasa yang dilakukan oleh
seseorang untuk menyampaikan informasi atau ide / gagasan secara lisan dan
tulisan.
Perihal keterampilan tidak terlepas dari aspek – aspek keterampilan berbahasa.
Aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1) Menyimak/mendengar adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang
bersifat reseptif. Dengan demikian, mendengarkan di sini berarti bukan sekadar
mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya.
Keterampilan menyimak juga merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan
oleh manusi dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Ada deskripsi mengenai
aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar yaitu interaktif dan noninteraktif.
Mendengarkan/menyimak secara interaktif terjadi dalam dalam percakapan
secara tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu.
Sedangkan mendengarkan secara noninteraktif adalah kita tidak dapat meminta
penjelasan dari pembicara, tidak bisa mengulangi apa yang diucapkan dan tidak
bisa meminta pembicara diperlambat
2) Berbicara adalah kegiatan komunikasi lisan dalam menyampaikan informasi/
pesan kepada pendengar melalui bahasa lisan. . Keterampilan berbicara ini
termasuk keterampilan yang bersifat produktif. Sehubungan dengan
keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara yaitu
interaktif, semi interaktif dan noninteraktif.
3) Membaca merupakan kegiatan yang termasuk ke dalam keterampilan reseptif
bahasa tulis. keterampilan membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh pesan/ informasi yang disampaikan penulis
melalui media bahasa tulis.
4) Menulis adalah keterampilan yang bersifat produktif yang menggunakan
tulisan. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang paling rumit diantara ke
terampilan berbahasa lainnya karena menulis bukan saja sekadar menyalin
kata-kata atau kalimat-kalimat melainkan mengembankan dan menuangkan
pikiran-pikiran dalam struktur tulisan yang teratur.
E. Imbuhan Serapan
Imbuhan serapan adalah imbuhan yang awalnya diserap dari bahasa asing. Beberapa
imbuhan serapan ini berasal dari :
1. Serapan dari bahasa Arab. Contohnya: -I, -wi, -at dan lainnya
2. Serapan dari bahasa Sansakerta. Contohnya: -man, -wan, -wati
3. Serapan dari bahasa Inggris. Contohnya: -al, -if, -is
F. Makna Imbuhan
Imbuhan dalam penggunaannya dapat merubah makna dan kelas dari suatu kata dasar.
Berikut adalah contoh dari makna kata yang sudah diberi imbuhan.
1. Makna awalan ter-
a. Bermakana paling, contoh : tercantik, tercepat, terhebat.
1) Dia adalah gadis tercantik di desa.
2) Rudi adalah pelari tercepat di kotanya.
3) Firman adalah orang terhebat dalam urusan matematika.
b. Bermakna sudah di- atau dapat di-, contoh : tertutup, terbuka, terlihat,
terdengar.
1) Semua pintu sudah tertutup.
2) Pintu gerbang itu terbuka secara otomatis bila ada mobil yang
akan masuk.
3) Pemandangannya terlihat indah dari dekat.
4) Suara ledakannya itu terdengar sampai ke ujung desa.
c. Bermakana tidak sengaja, contoh : terbawa, tertendang.
1) Pensil Rudi terbawa oleh temannya.
2) Kaki Yudi tertendang saat bermain sepak bola.
d. Bermakna tiba-tiba, contoh : teringat, tertidur, terjatuh.
1) Rudi baru teringat kalau hari ini sekolahnya libur.
2) Amin tertidur setelah seharian bekerja.
3) Karena kurang hati-hati Anton terjatuh dari sepedanya.
e. Bermakna hasil dari sebuah tindakan, contoh : tercemar, tersebar.
1) Sungai di desa sebelah kini tercemar limbah pabrik.
2) Berita kebohongan itu sudah tersebar luas ke masyarakat.
2. Makna awalan pe-
Dalam penggunaannya awalan pe- ini bisa berubah bentuk menjadi per-, peny-,
atau pel- menyesuaikan dengan kata dasarnya. dan beberapa makna yang dihasilkan
dari awalan ini, adalah :
a. Bermakna profesi atau pekerjaan seseorang, contoh : pelajar, pelari, perawat,
penulis.
1) Widia adalah seorang pelajar.
2) Mereka yang sedang berkumpul adalah para pelari yang akan
mengikuti lomba.
3) Kakak Iwan adalah seorang perawat.
4) Cita-cita Dea adalah menjadi seorang penulis yang terkenal.
b. Bermakna pelaku atas suatu tindakan, contoh : pembeli, penjual, pembunuh.
1) Semenjak dibuka minggu lalu, toko itu sudah ramai oleh pembeli.
2) Banyak penjual sayur di pasar itu.
3) Polisi telah menangkap pembunuh tersebut.
c. Bermakna sifat, contoh : penyabar, pemalas, pemarah.
1) Ibu Andi adalah orang yang penyabar.
2) Adi adalah seorang pemalas, kerjanya hanya tidur saja di kelas.
3) Iwan adalah orang paling pemarah di kelas.
d. Bermakna alat, contoh : penggaris, pembuka.
1) Adi membeli penggaris di toko buku.
2) Aldi mencari pembuka tutup botolnya yang hilang.
e. Bermakna sebab, contoh : pemanis, pewarna.
1) Makanan itu diberi pemanis buatan yang berlebihan sehingga menjadi
tidak sehat.
2) Air minum itu diberi pewarna sehingga berwarna kehijau-hijauan.
f. Bermakna satuan hitung, contoh : perkilogram, perkilometer.
1) Harga daging sapi sekarang 100 ribu rupiah perkilogram.
2) Rata-rata mobil ini menghabiskan bensin 1 liter perkilometer.
g. Membentuk kata kerja, contoh : perbuatan, permainan.
1) Mereka tidak mengakui kalau keributan kemarin
adalah perbuatan mereka.
2) Kedua tim menampilkan permainan yang indah.
3. Makna awalan se-
a. Bermakna sebuah bilangan, contoh : seratus, seribu.
1) Aldi adalah pengunjung yang ke seratus di restoran tersebut.
2) Ada seribu orang yang akan menonton pertandingan itu nanti malam.
b. Bermakna seluruh atau semua, contoh : sekampung, sekantor.
1) Orang sekampung telah pergi mengungsi untuk menghindari gempa
susulan.
2) Orang sekantor panik saat terdengar bunyi ledakan siang itu.
c. Bermakna melakukan bersama-sama, contoh : seangkatan, seperjuangan.
1) Aldi dan Imam adalah teman seangkatan waktu sma dulu.
2) Ayahnya dan Ayahku adalah rekan seperjuangan waktu kuliah dulu.
d. Bermakna Satu atau tunggal, contoh : seekor, sebuah, sebutir.
1) Kebun binatang baru saja mendapat seekor harimau baru.
2) Aldi berhasil membuat sebuah karya lukis yang indah.
3) Ibu menambah sebutir telur ke dalam adonan kue yang sedang ia
buat.
e. Bermakna sama dengan atau setara, contoh : setinggi, seluas.
1) Gantungkan mimpimu setinggi langit.
2) Halaman rumahnya seluas lapangan basket.
f. Bermakna menyatakan waktu, contoh : sesudah, sebelum.
1) Gosok gigi mu sesudah makan.
2) Berdoalah sebelum tidur.
4. Makna awalan ke-
a. Bermakna tingkatan, contoh : kedua, ketiga, keempat.
1) Aldi adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
2) Wildan menjadi juara ketiga lomba renang se kabupaten.
5. Makna awalan ber-
a. Bermakna menjadi, contoh : berpisah.
1) Mereka sedih karena akan berpisah untuk selamanya.
b. Bermakna memiiki, contoh : berteman, berpagar.
1) Mereka sudah berteman baik sejak kecil.
2) Rumah Wati berpagar besi yang berwarna perak.
c. Bermakna dalam keadaan atau kondisi, contoh : berduka, berbahagia, bersedih.
1) Eka Sedang berduka setelah kakeknya meninggal kemarin.
d. Bermakna jumlah, contoh : berdua, bertiga, berempat.
1) Mereka berdua adalah anak kembar.
2) Mereka bertiga pergi memancing.
e. Bermakana mengeluarkan, contoh : beraroma, berbau.
1) Masakan ibu beraroma kayu manis.
2) Sampah yang sudah menggunung berbau busuk.
6. Makna sisipan –el-
a. Membentuk kata kerja, contoh : melaju, jelajah.
1) Mobil putih itu melaju dengan cepatnya.
2) Ayahku termasuk salah satu tim penjelajah hutan Kalimantan.
b. Membentuk kata benda, contoh : telunjuk, telapak, leluhur.
1) Telunjuk kananku terluka.
2) Permen karet itu menempel di telapak sepatuku.
(2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahulukan.
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan
(3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,
penghancurleburan
(4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,
bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter.
3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-
undang, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba, sia-sia.
4. Gabungan Kata
(1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
Duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran,
meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit
umum, simpang empat.
(2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-
hitung tangan. Anak istri-saya buku-sejarah baru
(3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astagfirullah,
bagaimana, barangkali, bilaman.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April
Harga kain itu Rp. 2.000,00 per helai.
9. Singkatan dan Akronim
(1) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
(a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
S.E Sarjana ekonomi
(9) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca..
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapatkan pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
(10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi..
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh ) orang pegawai
Dilemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah
(11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (Sembilan ratus
Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus
Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseatus) rupiah
C. Latihan
A. Pengertian Kalimat
Dalam berbahasa kita sebenarnya tidak menggunaka kata-kata secara lepas.
Tetapi kata-kata itu terangkai sesuai dengan kaidah sehingga membentuk rangkaian kata
yang dapat menggungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif lengkap.
Rangkaian kata yang dapat menggungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif
lengkap itulah yang disebut kalimat.
Sebagai gambaran. Perhatikan contoh berikut
(1) Gedung timggi itu
(2) Rumah bagus yang bercat putih itu
Bandingkan kedua contoh tersebut dengan contoh berikut
(3) Gedung itu tinggi
(4) Rumah bagus itu bercat putih
Dan perbandingan itu dapat diketahui bahwa rangkaian kata (1) dan (2) statusnya
berbeda dengan (3) dan (4) meskipun jumlah dan bentuk kata yang digunakan sama.
Rangkaian kata (3) dan (4) dapat disebut kalimat, sedangkan (1) dan (2) belum dapat
disebut kalimat mengapa disbut demikian? Hal itu karena rangkaian kata (3) dan (4) sudah
dapat mengungkapkan gagasan atau informasi yang relatif lengkap, sedangkan (1) dan (2)
belum
Kelengkapan rangkaian kata (3) dapat diketahui dengan adanya kata tinggi, yang
merupakan jawaban atas bagaimana gedung itu, dan kelengkapan rangkaian kata (4) dapat
diketahui dengan adanya kelompok kata (frasa) bercat putih, yang merupakan jawaban atas
pertannyaan bagaimana atau menggapa itu berfungsi sebagai subjek atau pokok kalimat.
Demikian pula unsur rumah bagus itu, yang merupakan atas pertanyaan apa yang bercat
putih. Dengan demikian, jika dilihat dan segi fungsinya, kalimat (3) dan (4) tampak seperti
berikut.
(3a) gedung itu // tinggi
S P
(4a) Rumah bagus itu / /bercat putih
S P
Berebda dengan itu, rangkaian kata (1) dan (2) belum dapat mengungkapkan informasi
lengkap sehingga belum dapat disebut kalimat. Kebeluman itu dapat diketahui (belum
adannya jawaban atas prtanyaan menggapa/bagaimana gedung itu mengapa/bagaimana
rumah bagus yang bercat putih itu).
Status sebuah kalimat selain dapat diketahui dan segi kelengkapan unsurnya yaitu ada
subjek dan ada predikat, dari segi strukturnya juga dapat diketahui dan kemungkinan dapat
dipertukarkan posisi unsur yang berupa subjek dan predikat. Apabila unsur itu dapat
dipertukarkan, rangkaian kata yang bersangkutan berarti dapat disebut kalimat. Unsur-unsur
pada contoh (3) dan (4) ternyata dapat dipertukarkan sehingga contoh itu memang syarat
sebagai kalimat. Hal itu seperti yang dapat kita lihat pada contoh berikut.
(3b) Tinggi // gedung itu
P S
(4b) bercat putih / /rumah bagus itu
P S
Tidak seperti (3) dan (4). Unsur-unsur pada rangakain kata (1) dan (2) ternyata tidak
dapat dipertukarkan. Jika dipaksakan, pertukaran itu dapat menyebabkan informasi pada
rangkaian kata (1) dan (2) itu terasa janggal. Hal itu dapat diketahui pada contoh berikut:
(1a) tinggi itu // gedung (?)
(2a) bercat putih itu // rumah bagus (?)
Berdasarkan contoh tersebut, tata dapat bertanya apakah yang tinggi itu pasti gedung ?
belum tentu, karena yang tinggi itu bisa pohon, tiang listrik, atau bahkan mungkin orang.
Demikian pula, apakah yang bercat putih itu pasti rumah bagus? Jawabanya juga ‘belum
tentu’ karena rumah yang kurang bagus pun dapat pula bercat putih. Makam mungkin ada
pula bercat putih. Dengan demikian, jelas bahwa pertukaran unsur pada (1) dan (2) tidak
dapat dilakukan sehingga rangkaian kata (1) dan (2) itu belum dapat disebut kalimat.
Rangkaian kata (1) dan (2) itu baru dapat disebut kalimat jika dilengkapi dengan unsur lain
misalnya tampak pada contoh berikut.
(1b) gedung tinggi itu // gedung (?)
S P
(2a) bercat putih itu // rumah bagus (?)
S P
Dengan penambahan unsur atau dipugar pada kata (1) dan terkena pelebaran jalan
pada (2), kedua rangkaian kata tersebut selain unsurnya menjadi lengkap, pun menjadi utuh
sehingga memenuhi syarat sebagai kalimat. Sebagai bukti bahwa rangkaian kata (1) dan (2)
dapat disebut kalimat, strukturnya dapat dipertukarkan , seperti yang tampak pada contoh
dibawah ini.
(1c) akan dipugar // gedung tinggi itu
P S
(2c) terkena pelebaran jalan // rumah bagus yang bercat putih itu
P S
Dengan pembalikan unsur atau pertukaran unsur itu, struktur kalimat (1c) dan (2c)
menjadi predikat-subjek (PS), sedangkan struktur asalnya (1b) dan (2b) adalah subjek-
predikat (SP).
Sebagai tambahan. perlu dikemukakan bahwa pemakaian inversi seperti (1c) dan (2c)
itu sebenarnya berkaitan dengan penataan gagasan, khususnya yang menyangkut penonjolan
atau pemfokusan informasi. Pada (1c) informasi yang ditonjolkan dalam akan penonjolan
atau pemfokusan informasi. Pada (1c) informasi yang ditonjolkan adalah akan dipugar, dan
pada (2c) informasi yang ditonjolkan adalah tentang terkena pelebaran jalan. Struktur
inverse semacam itu banyak dijumpai dalam judul berita surat kabar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat mempunyai ciri sebagai
berikut:
1. Dari segi makananya, sebuah kalimat harus mengandung informasi yang relatif
lengkap, sedangkan dair segi bentuknya, sebuah kalimat sekurang-kurangnya harus
mengandung unsur objek dan predikat.
2. Unsur-unsur yang berupa SP posisnya dapat dipertukarkan sehingga menjadi PS.
3. Subjek atau pokok kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan apa atau
siapa, sedangkan predikat atau sebutannya dapat diketahui dari jawaban atas
pertanyaan mengapa atau bagaimana.
Jika dilihat segi jumlah kosakata yang digunakan, kalimat (3) dan (4) cukup panjang.
Sungguh demikian, pola dasar kalimat itu cukup singkat, yakni sebagai berikut.
(3a) Bupati menyerahkan tanda penghargaan
S P O
(4a) Pertemuan itu akan diperpanjang
S P
Pola dasar yang singkat itu, yakni SPO pada (4a) dan SP pada (10a), oleh pemakai
bahasa kemudian diperpanjang atau diperluas dengan keterangan-keterangan tertentu
sehingga menjadi kalimat (3) dan (4). Mengapa timbul pola dasar semacam itu?
Perluasan pola dasar itu timbul karena keperluan informasi. Dengan hanya
menggunakan pola dasar (3a) misalnya, pemakaian bahasa merasa belum dapat
mengungkapkan informasi secara lengkap karena di dalam pola dasar itu belum terungkap
informasi tentang kapan penghargaan itu diserahkan, kepada siapa diserahkannya, dan
berapa jumlahnya. Untuk melengkapi informasi itu, kepada siapa diserahkannya, dan berapa
jumlahnya. Untuk melengkapi informasi itu, pemakai bahasa merasa perlu menambahkan
kelompok kata pada kesempatan itu, kepada masyarakat yang telah berjasa terhadap
daerahnya, dan sejumlah sehingga pola dasar (3a) itu berubah menjadi (3) di atas.
Dengan pola dasar (4a), pertemuan itu akan diperpanjang, pemakaian bahasa pun
tampaknya merasa belum dapat mengungkapkan informasi yang lengkap karena didalamnya
belum ada informasi tentang dasar perpanjang, siapa penyelenggara pertemuan, dan sampai
kapan perpanjang itu. Oleh sebab itu, pemahamanya merasa perlu menambahkan keterangan
menurut rencana, pertemuan yang diselengarakan oleh MLI pusat, dan hingga pekan depan
sehingga kalimat menjadi menurut rencana, perteuman yang diselengarakan oleh MLI pusat
akan diperpanjang hingga pekan depan.
Bentuk kalimat yang cukup panjang semacam itu akan tetap mempunyai struktur yang
jelas dan informasinya pun mudah dipahami jika memang didasarkan pada pola dasar
tertentu. Dengan demikian, pengetahuan tentang pola dasar kalimat ini terutama dimaksudkan
agar pemakaian bahasa dapat memperluas kalimat dengan benar dan menyampaikan
informasi secara lengkap.
Berdasarkan pengamatan penulis, bahasa Indonesia paling tidak mempunyai empat pola
dasar kalimat. Keempat pola dasar kalimat itu adalah sebagai berikut:
(a) Pola dasa SP (subjek – predikat)
(b) Pola dasar SPPel (subjek-predikat-pelengkap)
(c) Pola dasar SPO (subjek-predikat-objek)
(d) Pola dasar SPOPel (subjek-predikat-objek-pelengkap
(e) Pola dasar SP
Pola dasar SP dapat diturunkan menjadi beberapa kalimat luas dengan menambahkan
keterangan-keterangan tertentu dengan menggabungkan dua pola atau lebih dan dengan
menggubah strukturnya atau dengan mempertukarkan letak posisi unsuur-unsurnya.
Misalnya:
d. Pekerjaan ini Melakukan
S P
(5a) Pekerjaan menagani surat-menyurat ini sangat melelahkan
(5b) Pekerjaan ini cukup melelahkan karena banyak hal yang harus ditangani
Kalimat (5) merupakan pola dasarnya, kalimat (5a) merupakan perluasan dari pola
dasar itu dengan menambahkan keterangan tertentu: kalimat (5b) merupakan perluasan
dengan mempertukarkan posisi unsur-unsur, dan kalimat (5c) merupakan perluasan dengan
menggabungkan pola dasar itu.
Beberapa contoh pada dasar ini dapat diperhatikan pada kalimat berikut
(6) Tentangga saya penjual barang-barang bekas
S P Pel
(7) Pertandingan itu berlangsung cukup meriah
S P Pel
Seperti halnya pola dasar SP, pola dasar SPPel. Ini pun dapat diperhias dengan (a)
menambahkan keterangan tertentu, (b) mempertukarkan posisi unsur-unsurnya, (c)
menggabungkan pola dasarnya. Beberapa contoh perluasan itu dapat diperhatikan di bawah
ini.
(6a) tetangga saya, yang rumahnya di dekat lapangan Voli, seorang penjual barang-barang
bekas.
(6a) tetangga saya yang rumahnya di dekat lapangan Voli seorang penjual barang-barang
bekas.
(7a) minggu yang lalu pertandingan tinju antara Holifield dan Bowe berlangsung cukup
meriah
(7b) cukup meriah pertandingan antara Holifield dan Bowe yang berlangsung minggu lalu.
(7c) cukup meriah pertandingan antara Holifield dan bowe yang berlangsung minggu lalu.
(7d) pertandingan tinju itu berlangsung cukup meriah, sedangkan pertandingan sepak bola
anatar Pelita Jaya dan Persib terkesan sepi.
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang hanya terdiri dari satu pola
dasar, apakah pola itu berupa SP, SPO, SPPel atau SPOPel dengan demikian, betapapun
panjangnya sebuah kalimat jika hanya mempunyai satu pola dasar tetap disebut sebagai
kalimat tunggal. Beberapa contohnya selain dapat dilihat pada pembicaraan tentang pola
dasar kalimat, dapat pula diperhatikan di bawah ini.
(12)Bagunan itu meneyrupai kantor
(13) Kemampuan manusia itu sangat terbatas
(14) Gedung megah yang terletak diujung jalan protokol itu akan dibongkar
(15) Saya amat tertarik pada bulu mata gadis itu.
2. Kalimat Majemuk
Istilah kalimat majemuk yang dimaksud disini mengacu pada suatu jenis kalimat
yang terdiri dari dua pola dasar atau lebih. Dengan demikian, perbedaannya dengan kalimat
tunggal terletak pada jumlah pola dasar yang digunakan. Kalimat tunggal hanya memiliki
satu pola dasar, sedangkan kalimat majemuk memiliki dua pola dasar atau lebih.
Jenis kalimat majemuk bertingkat. Secara lebih jelas, kedua jenis kalimat
majemuk itu akan dibicarakan lebih lanjut pada uraian.
(1) Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah suatu jenis kalimat majemuk yang unsur-
unsurnya memiliki kedudukan setara atau sederajat. Oleh karena itu, unsur pembentukan
yang berupa pola-pola tertentu tidak ada yang disebut anak kalimat dan tidak ada pula yang
disebut induk kalimat, tidak ada unsur inti dan tidak ada pula unsur tidak inti. Semua
unsurnya mempunyai kedudukan yang seimbang atau sejajar.
Dalam pemakaiannya, ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk
setara ini dapat disebut sebagai ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk
setara ini dapat disebut sebagai ungkapan penghubung kesetaraan. Dalam bahasa Indonesia
ungkapan penghubung kesetaraan itu, antara lain, dapat dilihat pada contoh berikut.
dan tetapi
atau melainkan
lalu sedangkan
kemudian
masing-masing contoh pemakian ungkapan penghubung tersebut dapat diperhatikan pada
kalimat berikut.
(16) semua bergantung kebijakan pimpinan, apakah proyek itu akan dihentikan, atau
diteruskan dengan resiko kekurangan dana.
(17) dengan sabar dosen wanita itu menjelaskan sejarah arsitektur di Indonesia, dan para
mahasiswanya menyimak dengan baik.
(18) Buru-buru ia membuka sepatu, {lalu}, {kemudian}menghempaskan dirinya di ranjang
(19) sebenarnya ia orang asing, tetapi kelihatannya telah mengenal daerah ini dengan baik.
(20) Gadis yang berbaju batik ini bukan kekasih saya, melainkan adik ipar saya.
(21) India merupakan negara daratan, sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan.
Dari beberapa contoh tersebut dapat diketahui bahwa ungkapan penghubung atau
menyatakan pemilihan dan menyatakan penjumlahan lalu dan kemudian menyatakan urutan
waktu tetapi, melainkan dan sedangkan menyatakan hubungan pertentangan.
Dalam pemakaiannya perlu diingat bahwa ungkapan penghubung kesetaraan selalu
didahului tanda koma. Kecuali itu, sebagai ungkapan penghubung. Kata seperti tetapi,
melainkan dan sedangkan digunakan untuk menghubungkan bagian satu dan bagian yang lain
dalam sebuah kalimat. Oleh karena itu, bagian kalimat yang didahului oleh kata penghubung
tersebut tidak dapat dipisahkan dari bagian yang lain. Jika pemisahan itu dilakukan, seperti
yang selama ini kita jumpai, struktur kalimatnya menjadi tidak benar.
Misalnya
(22) Buah-buah semacam itu biasanya tidak besar. Tetapi mengandung kadar air yang cukup
banyak.
(23) Harga kebutuhan pokok terus meningkat. Sedangkan daya beli para petani belum ada
perubahan .
Dari segi struktur kalimat, pemisahan bagian kalimat sebelum ungkapan penghubung
tersebut tidak dibenarkan. Hal ini karena kedua bagian kalimat tersebut sebenarnya
merupakan satu kesatuan, yang dihubungkan dengan ungkapan penghubung tetapi (22) dan
sedangkan.
(23) Sebagai satu kesatuan kedua bagian kalimat itu seharusnya ditulis serangkaian seperti
perbaikannya berikut ini.
(22a) Buah-buahan semacam itu biasanya tidak besar, tetapi mengandung kadar air yang
cukup banyak.
(23b) Harga kebutuhan pokok terus meningkat, sedangkan daya beli para petani belum ada
perubahan.
Sebagai induk kalimat, selain dapat berdiri sendiri kalimat, bagian itu juga memiliki
unsur yang relatif lengkap dan tidak didahului kata penghubung.
Dalam ketiga contoh kalimat di atas, berdasarkan cirri-ciri yang telah disebutkan, bagian
yang disebut anak kalimat masing-masing adalah sebagai berikut.
(a) Jika sudah mempunyai uang (28)
(b) Agar tidak layu (29)
(c) Meskipun datanya kurang lengkap (30)
Agar dasar keterangan tersebut, jika dilihat dari segi strukturnya kalimat (28) – (30)
masing-masing induk kalimatnya mendahului anak kalimat. Dalam struktur semacam itu,
kata penghubung dalam kalimat majemuk bertingkat tidak didahului dengan tanda koma.
Namun, digunakan yakin sebagai pembatas antara unsur anak kalimat (28) – (30) di atas
menjadi seperti berikut.
(28a) jika sudah mempunyai uang saya akan membeli buku itu
AK (anak kalimat ) IK (induk kalimat)
(29a) Agar tidak layu tanaman itu perlu disiram
AK IK
(30a) Meskipun datangnya kurang lengkap penelitian itu cukup bagus
AK IK
Seperti halnya pada kalimat majemuk serta, bagian-bagian kalimat dalam kalimat
majemuk bertingkat pun, yang disebut anak kalimat dan induk kalimat tidak seharusnya
dipisahkan dari induk kalimatnya. Perhatikan beberapa contoh berikut, yang dituliskan tidak
benar.
(31) tanaman pangan di daerah itu hasilnya selalu kurang memuaskan. Karena terus menerus
diganggu tikus.
(32) kehidupan mereka belum juga berubah. Meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga
matahari terbenam.
Penulisan kalimat majemuk seperti pada kedua contoh tersebut tidak benar karena
selain bagian kalimat yang didahului penghubung karena atau meskipun tidak dapat berdiri
sendiri, juga karena kedua bagian kalimat yang dipisah dengan tanda tititk itu merupakan satu
ksatuan. Oleh karena itu, kedua bagian tersebut seharusnya dituliskan serangkaian menjadi
seperti berikut.
(31a) tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang memuaskan karena terus menerus
diganggu tikus.
(32a) kehidupan mereka belum juga berubah meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga
matahari terbenam
Kedua kalimat tersebut dapat dilihat pula ditulis sebagai berikut tanpa mengubaah
makna kalimatnya atau tanpa mengubah informasi yang disampaiakan.
(31b) karena terus-menerus diganggu tikus, tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang
memuaskan
(32b) meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga matahari terbenam, kehidupan mereka
belum juga berubah.
3. Kalimat Efektif
Kalimat efektif dapat diartikan sebagai susunan kata yang mengikuti kaidah kebahasaan
secara baik dan benar. Pada dasarnya, ada empat syarat utama kalimat dapat dikatakan efektif
atau tidak.
1. Sesuai EYD
Sebuah kalimat efektif haruslah menggunakan ejaan maupun tanda baca yang tepat. Kata
baku pun mesti menjadi perhatian agar tidak sampai kata yang kamu tulis ternyata tidak tepat
ejaannya.
2. Sistematis
Sebuah kalimat paling sederhana adalah yang memiliki susunan subjek dan predikat,
kemudian ditambahkan dengan objek, pelengkap, hingga keterangan. Sebisa mungkin guna
mengefektifkan kalimat, buatlah kalimat yang urutannya tidak memusingkan. Jika memang
tidak ada penegasan, subjek dan predikat diharapkan selalu berada di awal kalimat.
3. Tidak Boros dan Bertele-tele
Jangan sampai kalimat yang kalian buat terlalu banyak menghambur-hamburkan kata dan
terkesan bertele-tele. Pastikan susunan kalimat yang kalian rumuskan pasti dan ringkas agar
orang yang membacanya mudah menangkah gagasan yang kalian tuangkan.
4. Tidak Ambigu
Syarat kalimat efektif yang terakhir, kalimat efektif menjadi sangat penting untuk
menghindari pembaca dari multiftafsir. Dengan susunan kata yang ringkas, sistemastis, dan
sesuai kaidah kebahasaan; pembaca tidak akan kesulitan mengartikan ide dari kalimat kalian
sehingga tidak ada kesan ambigu.
Latihan
1. Klipping sebuah berita dari koran lalu analisislah berdasarkan kalimat efektif
BAB VII
PARAGRAF
A. Pengertian
Paragraf pada dasarnya merupakan istilah lain dari alinea. Sementara untuk
menyambung rangkaian kalimat yang terikat dalam satu kesatuan, ada yang
menggunakan istilah paragraf dan ada pula yang menggunakan istilah alinea. Demi
keseragaman sebutan, dalam pembicaraan ini yang akan digunakan adalah paragraf.
Meskipun demikian. Hal itu bukan berarti istilah alinea tidak boleh digunakan.
Sehubungan dengan masalah tersebut, paragraf yang hanya terdiri dari satu
kalimat umumnya berupa paragraf peralihan, yaitu paragraf yang menghubungkan
pemilihan pokok pembicaraan dari paraagraf sebelumnya ke paragraf sesudahnya
B. Penanda Paragaraf
Secara konkret, istilah paragraf hanya terdapat pada ragam paragraf tulis karena
jalinan kalimat yang membentuk sebauh paragraf hanya dapat diidentifikasi dalam
bentuk tertulis. Dalaam paragraf lisaan sangat sulit mengidentifikasi apakah jalinan
kalimat yang diucapkan seseorang itu berupa paragraf atau bukan. Karena itu,
penyebutan paragraf dalam pembicaraan ini menunjukan pada ragam paragraf tulis.
Pada ragam paragraf tulis pasti tidak ada dua penanda yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sebuah paragraf. Pertama, paragraf ditandai dengan pemulaan
kalimat yang menjorok ke dalam, kira-kira lima atau tujuh ketukan mesin ketik.
Oleh karena itu, dengan pada ragam paragraf tulis paling tidak ada dua penanda
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah paragraf. Pertama, paragraf
ditandai dengan permulaan kalimat yang menjorok ke dalam, kira kira lima atau tujuh.
Ketukan mesin ketik. Oleh karena itu, dengan mudah pembaca dapat mengenali permulaan
tiap-tiap paragraf, bahkan jika perlu, pembaca pun dapat menghitung jumlah paragraf dalam
sebuah karya tulis. Sebagai gambaran, perhatikan contoh berikut:
Gambar 1
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
Penanda paragraf yang kedua adalah perenggangan, yaitu dengan memberi jarak
tertentu antara paragraf yang satu dan yang lain. Lebar reggangan itu umumnya lebih dari
reggangan jarak spasi yang digunakan dalam tulisan yang bersangkutan. Sebagai contoh,
perhatikan gambar berikut.
Gambar 2
PARAGRAF MERENGGANG
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
Seperti yang tampak pada gambar tersebut, setiap baris pada paragraf merenggang
dimulai dari tepi kiri dan biasanya lurus, sedaangkan pada gambar 1baris pertamanya
menjorok ke dalam dan baris berikutnya berbaris lurus.
Selain dua penanda yang telah disebutkan di atas, ada pula penanda lain meskipun
jarang digunakan yang dapat dijumpai dalam ragam paragraf tulis. Penanda lain atau penanda
yang ketiga itu adalaha penanda yang dilakukan dengan cara mencampurkan atau
menggabungkan penanda pertama dan penanda kedua. Penanda paragraf gabungan ini
dimulai dengan kalimat pertama menjorok ke dalam dan pada akir paragraph diberi jarak
yang lebih renggang dari pada jarak spasi yang digunakan dalam karya tulis yang
bersangkutan. Contohnya dapat dilihat pada gambar3.
Gambar 3
PARAGRAF GABUNGAN
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………..
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
Dari ketiga penanda paragraf itu, yang paling lazim digunakan adalah penanda yang
pertama, yakni yang menjorok kedalam. Paragraf yang pertama itu pula (gambar 1) yang
sebaliknya digunakan dalam karya-karya tulis yang sifatnya resmi, misalnya skripsi, laporan
dinas, laporan penelitian, makalah dan kertas kerja. Sementara itu, kedua jenis yang paragraf
yang lain lebih tepat digunakan untuk karya tulis yang mengutamakan aspek seni bukan
karya tulis resmi.
C. Syarat-Syarat Paragraf yang Baik
Sebagai suatu bentuk yang pengungkapan gagasan, sebauh aragraph yang baik
hendaknya dapat memenuhi dua kriteria atau persyaratan yaitu sebagai berikut:
a. Kesatuan (kohesi)
b. Kepaduan (koherensi)
Kriteria kesatuan dan kohesi menyangkut keeratan hubungan makna antara
gagasan dalam sebuah paragraf, sedangkan kriteria kepaduan menyangkut keeratan
hubungan antara kalimat dalam paragraf dari segi bentuk atau strukturnya.
a. Kesatuan (kohesi)
Sebagai satu kesatuan gagasan, sebuah paragraf hendaknya mengandung satu gagasan
utama yang diikuti oleh beberapa gagasan pengembangan atau penjelasan. Oleh
karena itu, rangkaian kalimat yang terjalin dalam sebuah paragraf hanya
mempersoalkan suatu masalah atau satu gagasan utama. Dengan demikian, jika dalam
satu paragraf terdapat dua gagasan utama atau lebih, tiap-tiap gagasan utama itu
harusnya dituangkan dalam paragraf yang utama. Kedua paragraf seharusnya
digabungkan menjadi satu. Perhatikan paragraf berikut.
Kedua paragraf dalam contoh tersebut sebenarnya hanya mengandung satu gagasan
utama. Kedua paragraf itu seharusnya di gabung menjadi satu seperti berikut.
D. Kepaduan
sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan, sebuah paragraf juga harus
memperlihatkan kepaduan hubungan antara kalimat yang terjalin didalamnya. Karena itu,
kepaduan paragraf dapat diketahui dari susunan kalimat yang sistematis. Logis, dan mudah
dipahami. Kepaduan semacam itu dapat dicapai jika jalinan kalimat-kalimatnya tersangka
secara apik, misalnya dengan menggunakan sarana pengirit kalimat dalam paragraf yang
berupa:
(1) Penggantian,
(2) Pengulangan,
(3) Penghubung antara kalimat, atau
(4) Gabungan dari ketiganya.
(1) Penggantian
“gadis itu bernama Ratih. Kulitnya kuning langsat. Rambutnya dipotong pendek ala
demi moore. Hampir setiap pagi ia lewat didepan rumahku. Setiap kali kusapa ia
tampak enggan menjawab. Namun, senyumnya selalu mereka di bibir mungilnya yang
indah”.
Seperti tampak pada kedua paragraf tersebut, hubungan antara kalimat yang satu
dengan kalimat berikutnya menjadi lebih erat dengan adanya (sarana pengikat
paragraf yang berupa penanganan). Pada kedua paragraf di atas wujud
penggantiannya berupa itu dan nya atau ya wujud penggantian yang lain ada pula
yang berupa kata-kata tertentu yang mencerminkan cirri bagian kalimat sebelumnya.
Contohnya dapat diperkenalkan pada paragraf berikut:
“pagi-pagi pak Karto pergi ke sawah- petani itu memang tergolong rajin setiap
sawah yang dimilikinya aragr tidak diburuhinnya.”
Hubungan kalimat yang pertama dan kalimat kedua pada paragraf tersebut
dieratkan dengan penggunaan penggantian berupa frasa petani itu. Penggantian
dengan frasa itu dapat dilakukan dan tampak logis karena mengandung yang terdapat
pada bagian kalimat sebelumnya, yakni pergi kesawah. Dalam hal ke sawah
merupakan cirri kepetanian. Oleh karena itu, penggunaan vasus petani itu pada
kalimat berikutnya tampak logis.
E. pengulangan
Sampan Sarawisa merupakan jenis tari hasil kreasi baru seniman Kabupaten
Tanah laut. Jenis tari itu. Belum lama ini dalam festival tari seni se Kalimantan
Selatan. Dengan keberhasilan itu, para seniman Kabupaten Tanah Laut berhak
menampilkan karyanya dalam pecan tari di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
sebagai wakil daerah Kalimantan Selatan.
F. Jenis-Jenis Paragraf
H. Sarana Gabungan
Yang dimaksud sarana gabungan dalam hal ini adalah sarana pengait kalimat
dalam paragraf yang sama berupa gabungan antara sarana penggaitan dan sarana
pengulangan dan sarana penghubung antar kalimat. Atau gabungan dari ketiga sarana
itu sekaligus. Penggunaan sarana gabungan ini menjadi
I. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang merupakan paragraf yang terletak antara paragraf
pengantar dan paragraf penutup. Fungsinya adalah untuk menegmbangkan pokok
persoalan yang telah ditentukan. Di dalam paragraf ini pula penulis menyatakan
pokok pikiran yang ingin dikemukakan dan sekaligus menerangkan dan
mengembangkannya. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis
permasalahaan yang dikemukakan dan dapat pula sekaligus dengan memberikan
bukti-buktinya. Dalam hal ini jumlah paragraf pengembang pun tidak dapat
ditentukan.
J. Paragraf Penutup
Paragraf penutup merupakan satu jenis paragraf yang berfungsi untuk
mengakhiri karangan atau sebagai penutup karangan. Oleh karena itu, paragraf ini
terletak pada bagian akhir sebelum karangan atau karya tulis. Isinya dapat berupa
suatu simpulan atau rangkuman yang menandai berakhirnya suatu pembahasan
sebagai penutup, paragraf ini pun sangat penting karena tanpa aragraph, pembaca
sulit untuk memahami apakah suatu karya tulis itu selesai atau belum. Dengan demikian.
Paragraf penutup harus ada pada setiap akhir karya tulis.
K. Pengembangan Paragraf
Dalam sebuah karya tulis paragraf dapat dikembangkan dengan berbagai macam cara
. cara-cara digunakan dalam pengembangan paragraf ini umumnya bergantung pada keluasan
pandangan atau pengalaman penulis dan juga materi yang ditulis itu sendiri. Meskipun
demikian, paling tindak, dapat disebutkan adanya beberapa cara yang digunakan untuk
mengembangkan paragraf.
Cara-cara itu, antara lain adalah sebgai berikut:
a. Klasifikasi
b. Defenisi
c. Analogi
d. Contoh
e. Fakta
L. Latihan
1. Berkaitan dengan latihan pada bab sebelumnya dalam mewawancarai seseorang tentang
pendidikan di masa pandemic covid 19. Silahkan tentukan jenis paragraph yang telah
anda konsep pada tugas sebelumnya.
BAB VIII
BAHASA BAKU DAN NON BAKU
C. Latihan
Analisa lah kesalahn Bahasa di bawah ini.
“Sudara ketua, para hadirin yang terhormat, Waktu kami menginjak klinik di bulan
September, Berhubung terjangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan. Atas
perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. “
BAB IX
MENULIS KARYA ILMIAH
5. Tahapan revisi
a. Memperbaiki ide dalam karangan karya tulis ilmiah yang berfokus pada
penambahan, pengurangan, penghilangan, penataan isi sesuai dengan kebutuhan
pembaca
b. Membaca ulang seluruh isi draf data, atau referensi yang akan dijadikan bahan
sehingga memudahkan kita untuk mereduksi kedalam bahan yang siap jadi
c. Sharing atau berbagai pengalaman tentang draf kasar dengan berbagai teman untuk
menemukan apa yang menjadi kekurangan kelebihan
6. Tahap penyuntingan
a. Memperbaiki dan mengevaluasi perubahan-perubahan aspek mekanik karangan
(huruf capital, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah, kosakata, format
karangan).
b. Memperbaiki karangan pada aspek kebahasaan dan kesalahan menarik yang
dilakukan guna meminimalisir kesalahan yang terjadi
7. Tahap publikasi
1) Tulisan yang kita buat akan berarti dan lebih bermanfaat jika dibaca orang lain
2) Sesuaikan tulisan dengan media publikasi yang akan kita tuju.
8. Evaluasi
Apa perlu kah evaluasi dilakukan dalam membuat karya ilmiah, bagi penulis
sangat perlu, karena dengan evaluasi dapat mengukur kemampuan kita untuk bisa
mengerjakan, maupun menyelesaikan apa yang bisa kita lakukan dalam membuat
karya ilmiah yang bagus, terutama bagi pemula atau yang akan memulai membuat
karya tulis ilmiah, dengan melakukan evaluasi maka kita berarti ingin selalu
melakukan perbaikan agar apa yang kita kerjakan menjadi terukur dan maksimal.
Adapun evaluasi yang lebih utama ada (fokus, pembangunan, organisasi, gaya
konvensi).
Untuk mengetahui cara menulis karya ilmiah, kita harus tahu dulu jenis karya
tulis ilmiah tersebut, karena dengan mengetahui, maka kita bisa melakukan klasifikasi
apa yang mau kita kerjakan, misalnya kita membuat laporan penelitian lembaga dll.
Untuk kita harus bisa membedakan dengan baik karya ilmiah yang mau kita buat
seperti apa, diantara jenisnya ada jurnal, makalah seminar, skripsi, tesis, disertasi,
kertas kerja dll.
MENULIS SASTRA
A. PENDAHULUAN
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang
dialami siswa. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan menyampaikan pesan
dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dalam komunikasi tulis
setidaknya ada empat unsur yang terlibat yaitu penulis, pesan atau isi tulisan, media berupa
tulisan, dan pembaca. Menulis merupakan suatu proses. Untuk menghasilkan tulisan yang
baik umumnya orang melakukannya berkali-kali. Sangat sedikit orang yang menghasilkan
tulisan yang benar-benar memuaskan dengan hanya sekali tulis. Tujuan menulis adalah untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengetahuan, dan pengalaman secara tertulis. Menulis
memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah menulis karya sastra.
Sastra merupakan salah satu hasil seni. Sebagai hasil seni, seni sastra merupakan hasil
cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, tanggapan, dan perasaan
penciptanya tentang kehidupan dengan bahasa imajinatif dan emosional. Tokoh-tokoh,
kejadian, peristiwa, suasana, bahkan ruang tempat dan waktu kejadian adalah ‘dunia’ ciptaan
pengarang. Dunia ciptaan itu mungkin bukan fakta. Dunia ciptaan itu merupakan ‘tiruan’
dunia fakta, tetapi bukan tiruan yang sama seperti duplikat atau potret. Tiruan itu lebih
merupakan tanggapan penciptanya atas dunia fakta.
Karya sastra sebagai hasil kreativitas, kepekaan pikiran, dan perasaan pengarang
dalam menanggapi peristiwa di sekitarnya, menuntut penciptanya untuk memiliki daya
kreativitas yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, kreativitas sangat diperlukan agar
karya sastra yang dihasilkannya dapat bersifat dulce et utile. Kalau karya yang dihasilkannya
tidak dulce et utile, karya tersebut belum dapat dikatakan bernilai sastra. Menurut Horace
(dalam Pradopo, 1994) hakikat karya sastra adalah dulce et utile, yang artinya menyenangkan
dan berguna. Maksudnya, karya sastra harus mampu memberikan kesenangan kepada
pembaca, dan berguna bagi kehidupan pembaca dalam menambah kedewasaan dan
kebijaksanaan dalam bermasyarakat.
Karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan dan paparan peristiwa yang memberikan
kepuasan batin pembaca, mengandung pandangan atau komtemplasi batin, baik yang
berhubungan dengan masalah agama, filsafat, politik, dan budaya, maupun berbagai problem
yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan yang tergambar lewat media bahasa
media tulisan, dan struktur wacana (Aminudin, 1991).
B. Kreativitas
Kreativitas dapat menjadikan seorang penulis mampu memunculkan ide-ide baru dan
mengolah ide itu sehingga menjadi ide yang matang dan utuh. Dengan daya kreativitas,
seorang penulis selalu mendayagunakan pemakaian bahasa agar karya-karyanya berbeda
dengan karya-karya sebelumnya. Dengan daya kreativitas, seorang penulis dapat
memanfaatkan pengetahuan bersastranya untuk menghasilkan karya sastra yang berciri lain.
Kreativitas bisa mengacu pada pengertian hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada
(Roekhan, 1991). Misalnya, puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan ciri-ciri
yang berbeda dengan karya-karya sebelumnya.
Banyak yang mengira bahwa kreativitas itu banyak ditentukan oleh bakat dan
kemampuan bawaan. Ini tidak sepenuhnya benar, karena kreativitas ditentukan oleh
perpaduan unsur-unsur seperti:
1. kemampuan berpikir kritis,
2. kepekaan emosi,
3. bakat,
4. daya imajinasi.
Dengan berpikir kritis orang tidak mudah merasa puas dengan apa yang telah ada.
Dengan berpikir kritis, jiwa akan hidup karena didorong terus untuk mencari kemungkinan-
kemungkian lain. Kepekaan emosi menjadikan penyair dapat merasakan sesuatu yang terjadi
di sekitarnya. Bakat dapat memperkuat daya kreativitas seseorang tetapi bukan satu-satunya
unsur yang menentukan. Sebab, bakat tidak akan berarti jika tidak diasah dan dilatih terus
menerus. Daya imajinasi memungkinkan seorang penyair menciptakan sebuah gambaran
yang utuh dan lengkap dalam fantasinya.
Tahapan Kreativitas terdiri atas beberapa tahap, antara lain:
· pemunculan ide,
· pengembangan ide, dan
· penyempurnaan ide.
Kunci utama yang harus disiapkan oleh penulis adalah ide (Kinoysan, 2007). Ide sering
muncul di sembarang tempat dan waktu. Munculnya ide tidak dapat diramalkan. Ide sering
melintas dengan cepat dan menghilang lagi. Untuk itu ide yang ditangkap harus segera
dicatat. Pencatatan ide harus dilakukan secara rinci. Ide yang muncul dalam benak penulis
dapat berupa pengalaman dan pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman
dan pengetahuan tersebut bisa berkenaan dengan bidang keagamaan, kesenian, politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain. Ide juga dapat muncul dengan cara dirangsang.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk merangsang pemunculan ide antara lain:
a. mempelajari ide orang lain,
b. meningkatkan pengetahuan dan pengalaman,
c. menciptakan suasana yang menunjang (santai, bebas dari rasa malu dan takut),
d. merenung,
e. sering berlatih, dan
f. terus berlatih berpikir kritis dan asosiatif (Roekhan, 1991:9).
Ide yang samar-samar dan tidak lengkap dapt dirinci unsur-unsurnya. Masing-masing unsur
kemudian dijabarkan lagi sehingga ide menjadi lebih jelas dan sempurna. Bacaan
memperkaya wawasan seseorang. Melalui bacaan seseorang dapat mengetahui apa saja yang
mungkin tidak dialaminya secara langsung. Ide yang samar-samar dapat diperjelas dengan
cara terjun langsung dalam kehidupan yang akan digambarkan. Dengan merenung orang akan
mengungkap kembali seluruh pengetahuan dan pengalamannya yang relevan dengan ide yang
sedang digarapnya. Diskusi merupakan ajang saling bertukar pengetahuan dan pengalaman,
sehingga suatu ide menjadi lebih jelas karena ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dengan
mengamati secara langsung orang daapt melihat suatu objek dengan lebih jeli dan lengkap.
Ide yang dilahirkan biasanya tidak langsung utuh dan sempurna. Untuk itu seorang penulis
harus membaca kembali karya yang dihasilkan dan bila perlu memperbaiki karyanya itu.
Untuk menyempurnakan ide penulis dapat melakukannya sendiri atau menyuruh orang lain
untuk membaca dan memperbaikinya.
Kemampuan seorang penulis tentang seluk beluk karya sastra akan mempermudah penulisan
karya sastra, baik puisi, prosa (cerpen, novel, roman), maupun drama. Untuk meningkatkan
kemampuan sastra seseorang dapat dilakukan dengan cara:
Apresiasi merupakan sebuah proses. Panjang-pendeknya proses itu bergantung pada tingkat
kepekaan emosi, ketajaman berpikir, dan imajinasi pengapresiasi. Sebagai proses, apresiasi
memerlukan proses pembacaan karya sastra secara sungguh-sungguh dan teliti. Pengapresiasi
harus memperhatikan dengan cermat setiap aspek dari karya sastra tersebut.
Banyak memgikuti kegiatan-kegiatan bersastra seperti sarasehan sastra, baca puisi, baca
cerpen, dramatisasi puisi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menimbulkan rasa
cinta terhadap sastra, menambah pengalaman dalam menulis sastra.Kritik dapat
meningkatkan kekritisan seseorang dalam membaca dan menilai karya sastra. Dengan
melakukan kritik terhdap karya sastra yang dibacanya, seseorang dapat menemukan
kelemahan dan kekuatan suatu karya sastra. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan
suatu karya seseorang dapat memberikan penilian terhadap karya sastra secara proporsional,
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, serta memberikan alternatif penyempurnaannya.
Pengetahuan seseorang tentang karya sastra dapat meningkatkan kemampuan apresiasi dan
kritik terhdap suatu karya sastra. Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan dua cara yaitu
mempelajari buku-buku teori sastra, dan banyak membaca karya sastra serta banyak
membaca tulisan-tulisan kritik sastra.
Menulis jika sering dilakukan, dapat memperlancar seseorang dalam mengungkapkan idenya.
Semakin sering ia menulis, maka seorang penulis akan merasakan bahwa ide yang ditulisnya
seolah mengalir dan tertata dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA