Anda di halaman 1dari 85

BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH

Isni Khairina, S.Pd., M.Pd

POLITEKNIK NEGERI MEDAN


MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Pembelajaran bahasa Indonesia yang diberikan di Perguruan Tinggi lain agar


mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia. Keterampilan yang
dikembangkan: Sejarah perkembangan Bahasa Indonesia, hakikat Bahasa Indonesia, 4 aspek
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), EYD, Paragraf, Kalimat
Efektif, Kata Imbuhan, Menulis Karya Ilmiah, Bahasa Baku dan Non Baku serta Menulis
Sastra, berkenan dengan ilmu pengetahuan, sehingga aplikasi keterampilan itu terlihat
melalui materi informasi yang dikomunikasikan. Informasi yang dikomunikasikan mungkin
menyangkut iptek, sosial budaya, agama, sastra, dan lain-lain.

Hanya saja dalam kenyataan masih banyak pengajaran bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi kurang menekankan pada praktik berbahasa. Sehingga mahasiswa lebih banyak
menguasai pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa
yang diperoleh selama ini terfokus pada penyajian teori dari pada praktik.

Berdasarkan fenomena di atas, dapat dikatakan bahwa kemampuan dalam bidang


keterampilan berbahasa merupakan salah satu modal penting bagi lulusan Perguruan Tinggi
untuk memasuki pasar kerja. di mata kuliah umum, bahasa Indonesia telah menjadi salah satu
mata kuliah wajib diikuti selama mahasiswa mengikuti proses pembelajaran. Perkuliahan
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam bidang keterampilan
berbahasa yang setiap aspeknya perlu dikuasai.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama para sumber yang
sangat berjasa dalam pengadaan bahan ajar ini dan akhir kata penulisan berharap bahan ajar
ini dapat bermanfaat.

Medan, 2021

Tim penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA

BAB II. HAKIKAT BAHASA

BAB III. EMPAT ASPEK KETERAMPILAN BERBAHASA

BAB IV. KATA IMBUHAN (AFIKSASI)

BAB V. EYD

BAB VI. KALIMAT EFEKTIF

BAB VII. PARAGRAF

BAB VIII. BAHASA BAKU DAN NON BAKU

BAB IX. KARYA ILMIAH

BAB X. MENULIS SASTRA

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A. Pendahuluan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yaitu Bahasa Melayu Tinggi
(Melaka/Riau). Keputusan ini ditetapkan pada Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di
Medan, antara lain menyatakan bahwa berdasarkan sejarah, Bahasa Indonesia memiliki
akar dari bahasa Melayu yang sudah dipergunakan sebagai bahasa penghubung di hamper
seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca (Bahasa pengantar/bahasa
pergaulan). Bahasa ini tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang zaman dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perhubungan dan perdagangan. Tidak hanya ke Kepulauan
Nusantara tapi hampir di seluruh Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, bahasa melayu sudah
dipakai sejak abad ke-7. Kerajaan-kerajaan di Indonesia juga memakai bahasa melayu.
Tidak hanya Kerajaan Majapahit, tapi juga Kerajaan Sriwijaya. Bahasa Melayu mengalami
perkembangan dan pertumbuhan yang pesat. Bahasa Melayu memiliki system Bahasa
yang praktis dan sederhana, berbeda dengan Bahasa lainnya di Indonesia, Bahasa Melayu
secara struktur tidak memiliki tingkatan dalam penggunaannya atau tidak berdasarkan
status social.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya
agama Islam. Ini mudah diterima masyarakat dan dijadikan sebagai bahasa perhubungan
antarpulau, antarsuku, atau antarpedagang. Lama kelamaan, bahasa Melayu dipakai di
wilayah Nusantara. Dalam perkembangannya bahasa Melayu dipengaruhi budaya di
Nusantara. Bahasa Melayu mulai menyerap kosa kata dari berbagai bahasa. Seperti bahasa
Sansekerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Kemudian muncul
berbagai variasi dan dialek dari bahasa Melayu. Ini mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Bukti penggunaan bahasa Melayu
diberbagai daerah di Nusantara didukung oleh penemuan prasasti berbahasa Melayu,
seperti prasasti kedukuan bukit di Palembang (683 M), prasasti talang tuo di Palembang
(684 M), prasasti kota kapur di Palembang (686 M), prasasti karang brahi di Jambi (688
M), prasasti gandasuli di Jawa Tengah (632 M), prasasti bogor di Jawa Barat (942 M), dan
prasasti pagaruyung (1356 M). Semua bukti itu tertulis pada batu nisan di Minye Tujoh,
Aceh (1380 M). Prasasti itu bertuliskan huruf “Pranagari” berbahaasa Melayu Kuna.
Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya
dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai
bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa
Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan
dialek.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh tahun 1380 M, maupun hasil susastra pada abad ke-16 dan abad ke-17 seperti
syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa Negara
tepat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia semakin berkembang
pada tahun 1947, yang ditandai dengan penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
menggantikan Ejaan Van Ophuysen (1901). Pada tahun 1972 bahasa Indonesia mengalami
perbaikan ejaan kata. Perbaikan ini dinamakan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD), ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus
1972. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
Pada perkembangan berikutnya lahirlah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang
diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan pada tahun 2016. Sebelumnya telah ditetapkan dengan Permendikbud
No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI
inilah yang akan mendukung mahasiswa zaman sekarang ketika menyusun suatu karya
tulis ilmiah untuk mengetahui ejaan dan penulisan kata yang berlaku sekarang ini.

B. Hubungan Bahasa dengan Pengembangan Kepribadian


Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 berisi tiga ikrar, yaitu (1) kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, (2) kami putra dan
putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, (3) kami putra dan putri
Indonesia menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Berdasarkan pernyataan tekad kebahasaan di atas, jelas bahwa Bahasa Indonesia
memiliki fungsi yang luar biasa dalam mengembangkan kepribadian bangsa. Fungsi ini
menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia senantiasa berkepribadian, berprilaku,
dan berbudi khas Indonesia.
Pengalaman berbahasa yang amat berharga dalam pengembangan kepribadian
dukukuhkan dalam Undang-undang Dasar 1945, yaitu Bahasa negara adalah Bahasa
Indonesia. Sejak 2002 bahasa Indonesia ditetapkan sebagai mata kuliah bagi setiap
mahasiswa di Perguruan Tinggi dalam kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian.
Selain itu, Bahasa Indonesia dijadikan sarana komunikasi ilmiah bagi mahasiswa.
Hubungan Bahasa dengan pengembangan kepribadian memiliki fungsi :
a. Mengembangkan kemampuan/ kompetensi berkomunikasi ilmiah,
b. Mengembangkan kemampuan akademis,
c. Mengembangkan berbagai sikap, seperti sikap ilmiah, sikap paradigmatis dalam
mengembangkan pola-pola berpikir sikap terpelajar,
d. Mengembangkan kecerdasan berbahasa,
e. Mengembangkan kepribadian terutama dalam menciptakan kreativitas baru yang
terkait dengan pengalaman, pengetahuan, dan situasi baru yang dihadapi serta
kemampuan mengekspresikannya,
f. Mengembangkan kompetensi berkomunikasi antarpribadi sehingga memantapkan
perkembangan pribadi,
g. Mengembangkan kemampuan sebagai lambang bangsa dan negara.

C. Latihan
1. Jelaskan kapan Bahasa Indonesia diresmikan?
2. Berasal dari Bahasa apakah Bahasa Indonesia? Berikan alasannya!
BAB II
HAKIKAT BAHASA INDONESIA

A. Pengertian Berbahasa
Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang tidak mungkin hidup menyendiri tanpa
kehadiran orang lain atau tanpa bergaul dengan orang lain. Hal itu membuktikan bahwa
pada hakikatnya manusia memang merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,
manusia secara naluri terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk
menyatakan keberadaan dirinya, mengekspresikan kepentingannya, menyatakan
pendapatnya, maupun untuk mempengaruhi orang lain demi kepentingannya sendiri,
kepentingan kelompok, atau kepentingan bersama. Berkenaan dengan itu bahasa
memegang peranan yang amat penting.
Kepentingan bahasa itu hampir mencakup segala bidang kehidupan karena segala
sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya dapat
diketahui orang lain jika telah diungkapkan dengan bahasa, baik tulisan maupun lisan.
Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi apabila manusia tidak memiliki
bahasa. Dapatkah manusia menyatakan pendapatnya? Dapatkah manusia menjalani kerja
sama dengan manusia lain, dan dapat pulakah mereka mempengaruhi pendapat orang
lain? Semua itu tampaknya tidak mungkin terlaksana jika tidak dilakukan dengan sarana
bahasa.
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa bahasa merupakan sarana yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Lalu apakah sebenarnya bahasa itu? Untuk
mengetahui pengertian bahasa, kita dapat meninjaunya dari dua segi, yaitu segi teknis
dan segi praktis. Secara teknis “bahasa adalah seperangkat ujaran yang bermakna, yang
dihasilkan oleh alat ucapan manusia”. Sehubungan dengan pengertian ini, ada beberapa
catatan yang perlu dikemukakan .
Pertama, bahasa dikatakan sebagai “seperangkat ujaran yang bermakna” karena
ada ujaran-ujaran lain yang tidak bermakna meskipun juga dihasilkan oleh alat ucap
manusia, misalnya ujaran-ujaran yang tidak didasarkan pada sistem yang berlaku dalam
bahasa tertentu. Dalam hal ini, ujaran yang tidak tentu tidak dapat disebut sebagai
bahasa.
Kedua bahasa dikatakan sebagai “seperangkat ujaran yang dihasilkan” oleh alat
ucap manusia karena ada ujaran-ujaran lain yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Dalam hal ini, ujaran yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia tentu tidak dapat
disebut bahasa.
Kedua catatan tersebut memberikan gambaran bahwa yang disebut bahasa dalam
hal ini hanya seperangkat ujaran (sistem bunyi) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Selain dapat diberi pengertian secara teknis, seperti telah disebutkan diatas, bahasa juga
dapat diberi pengertian secara praktis. Secara peraktis, bahasa merupakan alat
komunikasi antar anggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang
bermakna, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Catatan yang perlu dikemukakan sehubungan dengan pengertian tersebut adalah
bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang
bermakna. Pengertian ini menunjukan bahwa ada alat komunikasi lain yang tidak berupa
sistem lambang bunyi. Anggukan kepala, gelengkan kepala, dan lambaian tanggan,
misalnya juga alat komunikas, gerakan anggota tubuh terebut merupakan bahasa isyarat
atau bahasa sandi seperti halnya semartphone.
Dari pengertian secara praktis itu dapat kita ketahui bahwa bahasa dalam hal ini
mempunyai dua aspek, yaitu aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna.bahasa
disebut sistem bunyi atau sistem lambang karena bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar
atau kita ucapkan itu sebenarnya bersistem atau memiliki keteraturan. Jadi, agar sistem
bunyi itu mempunyai makna, di dalam pengucapannya kita tidak dapat sembarangan.
Kata beras, misalnya, tersusun menurut urutan bunyi b-e-r-a-s. jika urutan itu diubah,
misalnya menjadi b-e-s-a-r atau s-e-b-a-r, maknanya pun akan berubah. Bahkan, bunyi-
bunyi itu akan tidak bermakna sama sekali apabila urutannya diubah secara
sembarangan, misalnya menjadi b-s-r-a-e.meskipun unsur bunyinya tetap sama
rangkaian bunyi bsrae tidak mempunyai makna karena kita tersusun menurut sistem
bunyi yang berlaku di dalam bahasa kita. Kenyataan itu membuktikan bahwa bunyi-
bunyi bahasa itu bersistem; bunyi-bunyi bahasa itu tersusun menurut aturan.
Dalam hal ini istilah “sistem bunyi” hanya terdapat di dalam bahasa lisan,
sedangkan dalam bahasa tulisan sistem bunyi itu digambarkan dengan lambang-lambang
tertentu yang disebut huruf. Dengan demikian, bahasa selain dapat disebut sistem bunyi,
juga dapat disebut sistem lambang.
Aspek bahasa yang kedua yaitu yang disebut “makna” tidak lain adalah arti atau
pengertian yang ditimbulkan oleh suatu bentuk bahasa. Dalam kaitan itu, hubungan
antara aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna di dalam suatu bentuk bahasa
bersifat arbitrer karena antara bahasa sebagai sistem bunyi/lambang dan wujud benda
atau konsep yang dilambangkan dengan bahasa itu sebenarnya tidak ada kaitan langsung.
Dengan kata lain, hubungan antara bahasa dan wujud bendanya hanya didasarkan kepada
kesepakatan antar-penutur bahasa di dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Hewan atau binatang bersayap yang berkaki dua dan mempunyai kebiasaan
terbang misalnya, didalam bahasa Indonesia dinamakan burung. Sementara itu, hewan
yang sama dalam bahasa Inggris disebut brid, sedangkan didalam bahasa Jawa atau
Sunda disebut manuk.Perbedaan bentuk bahasa untuk mengacu pada wujud yang sama
itu semata-mata didasarkan pada kesepakatan penutur bahasa di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Bahasa selain merupakan alat komunikasi, pada dasarnya juga merupakan alat
ekspresi diri, alat integrasi dan adaptasi sosial. Bagaimanakah perwujudan bahasa
sebagai alat atau sarana tersebut? Uraian berikut akan memeberikan gambaran mengenai
hal itu.

1. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi


Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan oleh anggota masyarakat
penuntunya untuk menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lain yang
mempunyai kesamaan bahasa. Hubungan atau komunikasi itu dapat dilakukan secara
perseorangan ataupun secara berkelompok. Lebih lanjut, komunikasi itu juga
memungkinkan seseorang berkerjasama dengan orang lain, membentuk kelompok,
atau bahkan membentuk masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama. Dengan
kata lain, sebagai alat komunikasi, bahasa dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
menjalin kerja sama dengan pihak lain, baik untuk kepentingan perseorangan,
kelompok, maupun kepentingan bersama.
Bahasa sebagai alat komunikasi juga dapat dipergunakan untuk bertukar
pendapat, berdiskusi atau membahas suatu persoalan yang dihadapi. Bahkan pula
yang memungkinkan sesorang mempelajari segala sesuatu yang dinyatakan oleh
orang lain. Dengan bahasa, kita juga dapat mewarisi budaya dan tradisi yang
diturunkan oleh para leluhur kita pun dapat mengajarkan serta mewariskan budaya
dan tradisi itu kepada generasi sesudah kita.

2. Bahasa Sebagai Alat Ekpsresi Diri


Sebagai alat ekspresi diri, bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan
atau mengungkapkan segala sesuatu yang mengendap didalam dunia batin seseorang,
baik berupa gagasan, pikiran, perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Dalam
hal ini, sebagai alat ekpresi diri, bahasa sering juga digunakan untuk menyatakan
keberadaan atau eksistensi seseorang kepada orang lain.
Terlepas dari motivasi yang menyebabkan seseorang berekspresi-sebagai alat
ekpresi-bahasa merupakan sarana yang ampuh untuk membebaskan diri dari belenggu
jiwa yang mengimpit batin kita. Sebagai contoh, andai kata kita mempunyai banyak
persoalan yang menyesakan dada, kita dapat menuangkan beban batin kita itu dengan
sarana bahasa. Bentuk penuangan itu dapat bermacam-macam, bergantung pada latar
belakang minat atau pengalaman jiwa masing-masing. Jika kita termasuk orang yang
berjiwa seni, bentuk penuangan gagasan itu mungkin berupa puisi, cerita pendek, atau
bahkan mungkin pula berupa novel ataupun skenario film. Sebaliknya, jika kita
berminat pada masalah sosial budaya, bentuk penuangan gagasan itu mungkin berupa
keritik sosial atau artikel-artikel kebudayaan. Jika kita tidak menarik minat terhadap
suatu bidang tertentu, bentuk penuaggan gagasan itu mungkin berupa catatan-catatan
pribadi pada buku harian. Yang jelas, apa pun bentuk. Penuangannya, beban jiwa
seseorang dapat berkurang jika telah diungkapkan, dengan bahasa.
Sehubungan dengan masalah tersebut, bahasa sebagai alat ekpresikan diri pada
dasarnya telah dimilikioleh seseorang sejak ia masih bersetatus sebagai bayi. Untuk
mengekspresikan rasa lapar atau haus, misalnya, seorang bayi biasanya menangis.
Dalam perkembangan berikutnya seseorangpun memerlukan kata atau bahasa untuk
menyatakan rasa lapar atau haus itu. Hal semacam itu berlangsung terus sampai
seseorang meningkat dewasa, bahkan sampai akhir hayatnya. Segala sesuatu yang
dirasakan, dipikirkan dan dialami diungkapkannya dengan bahasa untuk didengarkan
beban batinnya. Dengan demikian, sebagai alat ekspresi, bahasa bukan saja
mencerminkan. Gagasan dan pikiran, melainkan juga mencerminkan dan perilaku
seseorang.
3. Bahasa Sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Sebagai alat integrasi, bahasa memungkinkan setiap penuntunnya terasa diri
terikat dengan kelompok sosial atau masyarakat yang mengunakan bahasa yang sama.
Para anggota kelompok sosial itu dapat melakukan kerja sama dan membentuk
masyarakat bahasa yang sama (speech community), yang memungkinkan mereka
bersatu atau berintegrasi di dalam masyarakat itu.
Kemampuan bahasa sebagai alat integrasi ini telah dilihat oleh para pendiri
negara kita sejak dalam perjuangan. Oleh karena itu, mereka memasukkan masalah
bahasa dalam agenda politik untuk menggalang peraturan dan kesatuan bangsa.
Agenda itu akhirnya membuahkan hasil, yaitu dengan diangkatnya bahasa Indonesia
yang waktu itu masih bernama bahasa Melayu-menjadi bahasa persatuan atau bahasa
nasional dalam peristiwa Sumpah Pemuda 1928. Sebagai bahasa nasional, telah
terbukti bahwa bahasa Indonesia mampu mempersatukan berbagai masyarakat yang
berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya kesatuan bangsa Indonesia.
Sementara itu sebagai alat adaptasi sosial, bahasa-memungkinkan seseorang
menyesuaikan atau beradaptasi dengan anggota masyarakat lain yang menggunakan
bahasa yang sama. Melalui bahasa yang sama pula, seseorang dapat mempelajari
nilai-nilai budaya dan tradisi serta perilaku dan tata kerama suatu masyarakat
sehingga mereka dapat membaurkan diri ke dalam masyarakat itu.
4. Bahasa Sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa dapat digunakan untuk mengatur berbagai
aktivitas sosial, merencanakan berbagai kegiatan, dan mengarahkannya ke dalam
suatu tujuan yang diinginkan. Bahasa pula yang dapat dipakai untuk menganalisa dan
mengevaluasi berbagai aktivitas yang dilakukan oleh seseorang.
Segala kegiatan atau aktivitas dapat berjalan dengan baik apabila diatur atau
dikontrol dengan bahasa. Dengan bahasa pula kita dapat memberikan perintah atau
instruksi kepada seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau melarang melakukan
suatu aktivitas. Dengan kata lain, sebagai alat kontrol sosial, bahasa dapat
dimanfaatkan untuk mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Hakikat bahasa seperti yang diuraikan diatas pada dasarnya berlaku secara
universal. Artinya, bahasa mana pun di dunia memiliki hakikat semacam itu, baik
bahasa-bahasa yang jumlah penuturanya besar (bertaraf internasional) seperti bahasa
Inggris, Perancis, Jerman, dan Arab maupun bahasa-bahasa yang jumlah penuntunnya
hanya bertaraf nasional seperti bahasa Indonesia. Tak terkecuali, hakikat bahwa
serupa itu tentu berlaku pula bagi bahasa-bahasa daerah.

B. Keadaan Kebahasaan Di Indonesia


Seperti yang telah diketahui, di Indonesia paling tidak terdapat tiga jenis bahasa
yang sama-sama digunakan oleh masyarakat meskipun situasi pemakaian dan jumlah
penutupnya berbeda-beda. Ketiga jenis bahasa itu adalah bahasa daerah, bahasa nasional,
dan bahasa asing.
Bahasa daerah, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merupakan bahasa ibu
atau bahasa yang pertama kali dikuasai sejak seorang mulai mengenal bahasa atau bahasa
mulai dapat berbicara. Sementara itu, bahasa Indonesia umumnya merupakan bahasa
kedua, yang rata-rata diperoleh melalui jalur pendidikan formal. Kenyataan itu
menunjukkan bahwa para pemakai bahasa Indonesia lazimnya lahir dan dibesarkan
bukan dalam lingkungan keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
sehari-hari, melainkan dalam lingkungan keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa sehari-hari, melaikan dalam lingkungan keluarga yang menggunakan
salah satu bahasa daerah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa para pemakai bahasa
Indonesia selain dapat menguasai bahasa daerah tertentu yang merupakan bahasa ibu.
Secara resmi keberadaan bahasa daerah di Indonesia diakui oleh negara. Hal itu
sejalan dengan penjelasan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan
bahwa bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Indonesia terutama yang masih digunakan
sebagai sarana komunikasi dan masih dipelihara oleh masyarakat pemakaian seperti
bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, akan dihargai dan dipelihara pula oleh
negara karena bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang
hidup. Sehubungan dengan aspek kebudayaan itu, bahasa daerah mempunyai peranan
yang cukup penting dalam menunjang kepentingan nasional. Hal itu mengingat bahwa
selain dapat dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan bahasa nasional, terutama
dalam memperkaya khasanah kosakatanya.
Seperti yang telah disebutkan di atas, selain terdapat pemakaian bahasa daerah dan
bahasa nasional, di Indonesia juga terdapat pemakaian bahasa asing yang dimaksud,
antara lain, adalah bahasa Inggris, Arab, Francis, Jepang, dan Jerman.
Dalam khazanah kebahasaan di Indonesia, keberadaan bahasa asing sudah barang
tentu dapat menimbulkan permasalahan sendiri. Apalagi, jika hal itu dikaitkan dengan
bahasa nasional dan bahasa daerah, permasalahan yang timbul pun semakin kompleks,
misalnya terjadinya penggaruh antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain. Jaringan
masalah yang ditimbulkan oleh ketiga pemakaian bahasa itu, yakni bahasa nasional,
bahasa daerah, dan bahasa asing. Tentu memerlukan penaganan secara nasional. Hal itu
terjadi selain karena ketiga bahasa tersebut digunakan di dalam masyarakat yang sama,
yakni masyarakat Indonesia, juga karena masalah yang timbul erat kaitannya dengan
kepentingan nasional. Dengan demikian jalinan masalah itu pun dapat dipandang sebagai
masalah nasional.
Sebagai masalah nasional, permasalahan bahasa Indonesia mempunyai hubungan
timbal balik antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, penaganannya pun perlu
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Penaganan bahasa nasional tidak dapat
dipisahkan dari penaganan masalah bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Penaganan
bahasa nasional dan bahasa daerah pun tidak dapat dipunahkan dari masalah pemakaian
dan pemanfaatan bahasa-bahasa asing tertentu yang terdapat di Indonesia. Oleh karena
itu, sejalan dengan pendapat Halim (1979: 37), penaganan seluruh masalah bahasa
tersebut memerlukan adanya untuk kebijakan yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga penaganan masalah kebahasaan “itu benar-benar terencana, terarah, meyeluruh,
dan terpadu. Kebijakan nasional itu diperlukan terutama untuk memberikan arah dan
landasan yang jelas bagi pembinaan dan pengembangan bahasa nasional.
Perlunya kebijakan nasinal dalam menagani masalah kebahasaan sebenarnya telah
lama dicita-citakan. Hal itu terbukti dalam Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselengarakan di Jakarta 1975, masalah kebijakan bahasa nasional sudah hangat
dibicarakan. Dalam seminar itu pula akhirnya dirumuskan dan disepakati garis kebijakan
bahasa nasional atau yang lazim disebut politik bahasa nasional. Salah satu yujuannya
adalah untuk memberikan arahan serta kedudukan dan fungsi yang jelas bagi ketiga jenis
bahasa tersebut agar nantinya tidak menimbulkan perbenturan kepentingan antara bahasa
yang satu dan yang lainnya.

C. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia


1. Kedudukan Bahasa Indonesia
Sebagai mana telah dirumuskan dalam politik bahasa nasional, bahasa Indonesia
dalam khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai dua kedudukan, yaitu
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
a). Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didasarkan pada sumpah
pemuda tanggal 28 Oktober 1928, terutama butir ketiga. Butir ketiga ikrar sumpah
pemuda itu berbunyi, “kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, ‘bahasa Indonesia’, bukan seperti yang selama ini kita dengar atau kita
baca, yakni “kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa
Indonesia”.
Bunyi ikrar yang disebut terakhir itu sebenarnya merupakan suatu kekeliruan.
Sayangnya kekeliruan itu sudah terlanjur merasakan sehingga pemahaman orang
menjadi salah kaprah. Timbulnya kekeliruan itu besar kemungkinan disebabkan oleh
penganalogian yang kurang tepat terhadap butir ikrar sebelumnya. Seperti diketahui,
dua butir ikrar sebelumnya masing-masing menyatakan mengaku bersumpah darah
yang satu (bukan bertanah air satu), tanah air Indonesia dan mengaku berbangsa
yang satu, bangsa Indonesia. Atas dasar itu, orang lalu dengan mudahnya (tanpa
mengecek sumber aslinya) mengantikan ikrar ketiga dengan mengaku berbahasa
satu, bahasa Indonesia.
Kalau kita kaji lebih lanjut, ada perbedaan yang amat mencolok antara
pernyataan “mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia” dan “menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”, pernyataan yang disebut pertama mengandung arti
bahwa kita hanya mengakui adanya satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia, pernyataan
ini tentu dapat menyesatkan karena dengan demikian kita tidak mengakui adanya
bahasa-bahasa lain, yaitu bahasa-bahasa daerah. Padahal, kita mengetahui bahwa
bahasa daerah yang terdapat di wilayah Indonesia jumlahnya mencapai ratusan buah.
Jika bahasa-bahasa daerah itu tidak diketahui, hal ini tentu bertentangan dengan
Undang Undang Dasar 1945, khususnya penjelasan pasal 36, yang menegaskan agar
bahasa-bahasa daerah itu terus dibina dan dikembangkan. Itulah sebabnya mengapa
para pemuda kita pada masa sumpah pemuda itu tidak merumuskan ikrarnya dengan
mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”, tetap “menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia dengan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” jika
dilihat dari sisi rumus itu, kita dapat membayangkan betapa para pemuda pada masa
itu telah mempunyai pandangan yang keritis dan wawasan yang luas, menjangkau
jauh kedepan.
Dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kita tahu bahwa
hambatan komunikasi antara suku bangsa yang berbeda latar belakang sosial,
budaya, dan bahasa daerahnya dapat dijembatani, dan segenap anggota masyarakat
dari berbagai suku bangsa itu dapat dipersatukan ke dalam satu kesatuan bangsa.
Kenyataan itulah yang melatar belakangi bahasa Indonesia diberi kedudukan sebagai
bahasa nasional.
Bahasa Indonesia yang telah diberi kedudukan sebagai bahasa nasional itu,
tidak lain asal mulanya dan bahasa Melayu. Dalam hubungan itu, mengangap bahasa
Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional? Mengapa bukan bahasa Jawa atau
bahasa Sunda yang jumlah penduduknya lebih besar, dan hasil kesusastraannya pun
lebih maju bila dibandingkan dengan bahasa Melayu?
Sejalan dengan pendapat Slametmuljana (1965), paling tidak, ada empat
alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Keempat alasan itu adalah
sebagai berikut.
1. Bahasa Melayu sudah lama menjadi Lingua Franca di kepulauan Nusantara,
yakni sebagai bahasa pergaulan, bahasa perdagangan, dan bahasa perhubungan
umum. Dengan demikian, persebaran pemakain bahasa Melayu diperkirakan
lebih luas dari pada bahasa daerah yang besar itu.
2. Bahasa Melayu mempunyai Sistem yang lebih sederhana dan tidak mengenal
tingkatan-tingkatan bahasa atau undha usuk seperti halnya bahasa Jawa dan
bahasa Sunda. Dengan demikian, bahasa Melayu relative lebih mudah dipelajari
oleh suku-suku bangsa lain di Nusantara.
3. Bahasa Melayu mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sarana
pengembangan ilmu pegetahuan, teknologi, dan kebudayaan, serta sarana
perhubungan dalam arti yang luas.
4. Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku lain dengan suka rela bersedia menerima
bahasa. Melayu sebagai bahasa Indonesia, yang notabene merupakan bahasa
nasional. Hal ini sekaligus juga menunjukan kesadaran suku-suku bangsa
tersebut akan perlunya sarana komunikasi nasional yang dapat mempersatukan
seluruh bangsa tanpa menonjolkan sikap kesederhanaan.
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat, tahun demi tahun bahasa
Indonesia terus berkembang. Bahkan, laju perkembangan itu demikian pesat sehingga
unsur-unsur yang dulu bernama bahasa Melayu kini hampir tidak dapat lagi diidentifikasi
kemelayuannya.

b) Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara


Sebagai bahasa negara, kedudukan bahasa Indonesia itu didasarkan pada Undang
Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal, 36; Sebagaimana kita ketahui, Pasal 36 itu
selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia” landasan
konstitusional ini memberikan kedudukan yang kuat bagi bahasa Indonesia untuk
digunakan dalam berbagai urusan kenegaraan dan dalam menjalani tata pemerintah.
Berdasarkan kedudukan itu, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa
negara, usaha pelestarian, pembinaan, dan pegembangan bahasa Indonesia diwajibkan
bagi setiap warga negara yang merasa dirinya sebagai bangsa Indonesia. Imbauwan
tentang kewajiban itu telah ditetapkan oleh pemerintah, baik melalui ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) maupun Garis-Garis Besar Haluan Negara, dalam
ketetapan MPRS tahun 1966, misalnya, telah ditegaskan agar kita terus “menigkatkan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatuan yang ampuh”. Disamping itu,
telah dirumuskan pula secara jelas di dalam ketetapan MPR 1978 dan 1983 bahwa
“pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan
penggunaannya secara baik dan benar “serta” pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia
perlu makin diangkatkan dan diperluas hingga mencakup semua lembaga pendidikan dan
menjangkau masyarakat luas.
Sehubungan dengan masalah tersebut, dalam Garis –garis Besar Haluan Negara
(GBHN) tahun 1988 juga ditegaskan bahwa usaha pembinaan dan pengembagan bahasa
Indonesia akan ditingkatkan melalui jalur pendidikan formal dan non fomal.
Beberapa landasan konstitusional tersebut memberikan gambaran bahwa masalah
bahasa Indonesia adalah masalah kita bersama sehingga upaya pembinaan dan
pengembangannya pun menjadi tanggung jawab kita semua sebagai bangsa Indonesia.
Jadi, hal itu bukan hanya menjadi tanggung jawab para pakar dan para pembinaan bahasa
Indonesia.

D. Fungsi Bahasa Indonesia


Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
berikut:
1. Sebagai lambang kebanggaan nasional.
2. Sebagai lambang jati diri atau identitas nasional.
3. Sebagai alat menyatukan berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial,
budaya, dan bahasanya.
4. Sebagai alat perhubungan antar budaya dan antar daerah
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia sudah selayaknya
dibanggakan karena telah dapat digunakan sebagai alat pemersatu yang ampuh bagi
seluruh bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia patut pula dibanggakan karena dapat
digunakan sebagai sarana perhubungan luas, baik untuk kepentingan pemerintah dan
pembangunan maupun sebagai sarana pengembang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan
teknologi. Wujud kebanggaan terhadap bahasa Indonesia itu selain tercermin pada sikap
setia terhadap bahasa Indonesia dan perasaan lebih mencintai bahasa Indonesia dari pada
bahasa asing, juga tercermin pada kesadaran akan adanya norma/kaidah bahasa.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang
sejajar dengan bendera kita. Sang Merah Putih, dan burung garuda. Dalam hal ini,
keberadaan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas memberikan cirri yang khas
tentang ke Indonesia kita. Kemudian, sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia sudah
dapat menunjukkan keampuhannya, yakni mempersatukan seluruh masyarakat yang
berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa daerahnya.
Sebagai alat perhubungan antara budaya antara daerah, bahasa Indonesia mampu
menghubungkan atau mengomunikasikan dan memperkenalkan berbagai segi
kebudayaan dari daerah tertentu kepada daerah yang lain. Wayang kulit dari Jawa,
misalnya, dapat dipahami dan dimegerti oleh masyarakat dari daerah lain karena
diperkenalkan dan diungkapkan dengan bahasa Indonesia. Begitu pula kebudayaan yang
khas dari daerah-daerah lain.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
berikut.
1. Sebagai bahasa resmi negara.
2. Sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
3. Sebagai bahasa resmi dalam perhubungan dalam tingkat nasional, baik untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan
pemerintah.
4. Sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia digunakan untuk berbagai
keperluan kenegaraan, seperti pidato kenegaraan, dokumen-dokumen resmi negara, dan
sidang di Dewan Perwakilan Rakyat / Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebagai bahasa resmi di lembaga pendidikan, bahasa Indonesia digunakan sebagai
sarana ilmu pengetahuan kepada anak didik di bangku pendidikan dari tingkat taman
kanak-1 anak sampai dengan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, kecuali itu,
dalam dunia pendidikan nonformal pun sarana penyampaian pengetahuannya juga
menggunakan bahasa Indonesia.
Sementara itu sebagai bahasa perhubungan resmi, bahasa Indonesia digunakan, baik
untuk merencanakan, melaksanakan maupun mengevaluasi pembangunan, serta berbagai
kepentingan pemerintah yang lain, kemudian, dalam fungsinya yang keempat, bahasa
Indonesia digunakan sebagai alat untuk memanfaatkan dan mengembangkan ilmu
penegetahuan, teknologi, dan kebudayaan.
E. Latihan
1. Buatklah sebuah contoh dari kehidupan anda sehari-hari upaya yang anda lakukan
untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan.
BAB III
EMPAT ASPEK KETERAMPILAN BERBAHASA

A. Pendahuluan
Setiap hari kita mengaplikasikan Bahasa di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Secara tidak sadar ke empat aspek keterampilan berbahasa wajib kita miliki dan
kita terapkan. Keterampilan berbahasa Indonesia dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1) Keterampilan reseptif adalah keterampilan berbahasa yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh informasi atau ide gagasan secara lisan dan
tulisan. 2)
2) Keterampilan produktif adalah keterampilan berbahasa yang dilakukan oleh
seseorang untuk menyampaikan informasi atau ide / gagasan secara lisan dan
tulisan.
Perihal keterampilan tidak terlepas dari aspek – aspek keterampilan berbahasa.
Aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1) Menyimak/mendengar adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang
bersifat reseptif. Dengan demikian, mendengarkan di sini berarti bukan sekadar
mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya.
Keterampilan menyimak juga merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan
oleh manusi dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Ada deskripsi mengenai
aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar yaitu interaktif dan noninteraktif.
Mendengarkan/menyimak secara interaktif terjadi dalam dalam percakapan
secara tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu.
Sedangkan mendengarkan secara noninteraktif adalah kita tidak dapat meminta
penjelasan dari pembicara, tidak bisa mengulangi apa yang diucapkan dan tidak
bisa meminta pembicara diperlambat
2) Berbicara adalah kegiatan komunikasi lisan dalam menyampaikan informasi/
pesan kepada pendengar melalui bahasa lisan. . Keterampilan berbicara ini
termasuk keterampilan yang bersifat produktif. Sehubungan dengan
keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara yaitu
interaktif, semi interaktif dan noninteraktif.
3) Membaca merupakan kegiatan yang termasuk ke dalam keterampilan reseptif
bahasa tulis. keterampilan membaca adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh pesan/ informasi yang disampaikan penulis
melalui media bahasa tulis.
4) Menulis adalah keterampilan yang bersifat produktif yang menggunakan
tulisan. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang paling rumit diantara ke
terampilan berbahasa lainnya karena menulis bukan saja sekadar menyalin
kata-kata atau kalimat-kalimat melainkan mengembankan dan menuangkan
pikiran-pikiran dalam struktur tulisan yang teratur.

B. Pembagian Empat Aspek Keterampilan Berbahasa


Analisis ke 4 (empat) aspek keterampilan berbahasa tersebut :
1. Menyimak
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis
1. Menyimak
Menyimak atau mendengarkan adalah keterampilan berbahasa untuk dapat
memusatkan perhatian dan mencerna informasi-informasi yang ada. Seseorang
kerap kesulitan untuk mengasah keterampilan berbahasa ini karena seseorang
dituntut untuk memahami inti pembicaraan, bukan hanya mengetahui setiap
kata. Penyimak atau pendengar harus memusatkan perhatian pada suatu
pembicaraan. Keterampilan berbahasa menyimak atau mendengar dapat dilatih
setiap waktu.
Dalam kehidupan sehari-hari, topik pembicara dan kode-kode visual dapat
membantu kita mencerna pesan-pesan. Untuk melatih keterampilan berbahasa
ini, kita dapat sering-sering menyimak atau mendengar diskusi dan
pembicaraan yang dibawakan oleh orang-orang dengan latar belakang yang
berbeda dengan kita. Semakin fokus kita dalam menyimak dan semakin
beragam latar belakang pembicara, maka keterampilan berbahasa kita dalam
menyimak atau mendengar dapat semakin terasah.
Soemarjadi (2001: 2) berpendapat bahwa keterampilan sama artinya
dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan
sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Akan tetapi dalam pengertian sempit
biasanya keterampilan lebih ditujukan pada kegiatan yang berupa perbuatan,
karena terampil itu lebih dari sekedar memahami. Oleh karena itu, untuk
menjadi yang terampil diperlukan latihan-latihan praktis yang bisa memberikan
rangsangan pada otak, agar semakin terbiasa.
. Keterampilan Menyimak Dalam pengajaran bahasa, terutama pengajaran
bahasa lisan sering kita jumpai istilah mendengar, mendengarkan, dan
menyimak. Ketiga istilah itu memang berkaitan dalam makna namun berbeda
dalam arti. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian istilah itu
dijelaskan seperti berikut. Mendengar diartikan sebagai menangkap bunyi
(suara) dengan telinga. Mendengarkan berarti mendengarkan sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Sedang menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan)
baik-baik apa yang diucapkan atau dibicarakan orang (Djago Tarigan, 2003:
2.5). Menurut Henry Guntur Tarigan (1991: 4) menyimak adalah suatu proses
yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi,
menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung di
dalamnya. Menyimak melibatkan penglihatan, penghayatan, ingatan,
pengertian, bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa yang disimak pun
harus diperhitungkan dalam menentukan maknanya.
Tujuan Menyimak Menurut Hunt (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008:
59) ada empat fungsi utama menyimak, yaitu: a. Memperoleh informasi yang
berkaitan dengan profesi. b. Membuat hubungan antarpribadi lebih efektif. c.
Mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan yg masuk akal. d. Agar
dapat memberikan responsi yang tepat.
Henry Guntur Tarigan (2008: 37-59) membagi jenis menyimak dalam dua
macam, yaitu menyimak ekstensif dan menyimak intensif. a. Menyimak
ekstensif Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah kegiatan menyimak
mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak
perlu dibawah bimbingan langsung dari seorang guru. Pada umumnya
menyimak ekstensif dapat dipergunakan untuk dua tujuan yang berbeda.
Menyimak ekstensif bisa juga disebut sebagai proses menyimak yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mendengarkan siaran radio,
televisi, percakapan orang di jalan, di pasar, kotbah di masjid dan sebagainya.
Beberapa jenis kegiatan menyimak ekstensif antara lain: 1) Menyimak sosial
(social listening) yaitu kegiatan menyimak yang dilakukan oleh masyarakat
dalam kehidupan sosial, di pasar, di jalan, dan sebagainya. 15 2) Menyimak
sekunder (secondary listening) adalah kegiatan menyimak yang dilakukan
secara kebetulan. Contoh menyimak sekunder yaitu pada saat kita belajar dan
tiba-tiba kita mendengar suara anggota keluarga kita bercanda di ruang tamu,
suara radio, televisi, atau suara-suara lain yang ada disekitar tempat tinggal
kita. 3) Menyimak estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak
apresiatif adalah kegiatan menyimak untuk menikmati atau menghayati
sesuatu. Misalnya menyimak pembacaan puisi. 4) Menyimak pasif adalah
kegiatan menyimak suatu bahasan yang dilakukan tanpa sadar b. Menyimak
intensif Menyimak intensif adalah menyimak yang dilakukan untuk memahami
makna yang dikehendaki. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam menyimak
intensif diantaranya yaitu menyimak intensif pada dasarnya menyimak
pemahaman, menyimak intensif memerlukan tingkat konsentrasi pemikiran dan
perasaan yang tinggi, menyimak intensif pada dasarnya memahami bahasa
formal dan menyimak intensif memerlukan produksi materi yang disimak.
Jenis-jenis yang termasuk dalam menyimak intensif diantaranya adalah: 1)
Menyimak kritis (critical listening) adalah sejenis kegiatan menyimak berupa
pencarian kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan
benar dari ujaran seorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat yang
dapat diterima oleh akal sehat. Pada umumnya menyimak kritis lebih 16
cenderung meneliti letak kekurangan, kekeliruan, dan ketidaktelitian yang
terdapat dalam ujaran atau pembicaraan seseorang. 2) Menyimak konsentratif
(concentrative listening) sering juga disebut menyimak sejenis telaah. Menurut
Dawson (dalam Tarigan: 2008: 49) kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam
menyimak konsentratif yaitu: (a) mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat
dalam pembicaraan; (b) mencari dan merasakan hubungan-hubungan, seperti
kelas, tempat, kualitas, waktu, urutan, serta sebab-akibat; (c) mendapatkan atau
memperoleh butir-butir informasi tertentu; (d) memperoleh pemahaman dan
pengertian yang mendalam; (e) merasakan serta menghayati ide-ide sang
pembicara, sasaran, ataupun pengorganisasiannya; (f) memahami ide-ide sang
pembicara; (g) mencari dan mencatat fakta-fakta penting. 3) Menyimak kreatif
(creative listening) adalah sejenis kegiatan dalam menyimak yang
mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif para penyimak terhadap
bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang
disarankan atau dirangsang oleh sesuatu yang disimaknya. Dalam kegiatan
menyimak kreatif ini tercakup kegiatan-kegiatan: (a) menghubungkan makna-
makna dengan segala jenis pengalaman menyimak; (b) membangun atau
merekonstruksikan imaji-imaji visual dengan baik sementara menyimak; (c)
menyesuaikan atau mengadaptasikan imaji dengan pikiran imajinatif untuk
menciptakan karya baru dalam tulisan, lukisan, dan pementasan; (d) mencapai
penyelesaian atau pemecahan masalah-masalah 17 serta sekaligus memeriksa
dan menguji hasil-hasil pemecahan atau penyelesaian tersebut. 4) Menyimak
eksplorasif, menyimak yang bersifat menyelidik, atau exploratoty listening
adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan
menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit. Dalam kegiatan menyimak
seperti ini sang penyimak menyiagakan perhatiannya untuk menjelajahi serta
menemukan hal-hal baru yang menarik perhatian, informasi tambahan
mengenai suatu topik dan isu, penggunjingan atau buah mulut yang menarik. 5)
Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi,
pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara
karena penyimak akan mengajukan banyak pertanyaan.
2. Berbicara
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Kita berkomunikasi dengan
orang lain, mengekspresikan ide-ide kita, dan juga memahami ide-ide orang
lain. Maka dari itu, alat komunikasi akan berfungsi maksimal ketika faktor-
faktor yang menunjang keterampilan produktifnya dikuasai.
Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara,
diantaranya sebagai berikut. Hariyadi dan Zamzami (1996/1997:13)
mengatakan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi,
sebab di dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari
pengertian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa berbicara
merupakan suatu proses untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain. Burhan
Nurgiyantoro (2001:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang
dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas
mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia
belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Berbicara
diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan 9 menyampaikan pikiran,
gagasan, serta perasaan (Tarigan, 2008:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang
kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi
maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.
Keterampilan berbicara diperlukan untuk dapat mengungkapkan ide atau
gagasan yang ada pada diri kita. Ide atau gagasan itu tidak hanya disampaikan,
tetapi dapat dicerna dengan jelas oleh si penerima informasi. Bagaimana
caranya menyampaikan ide atau gagasan dengan baik? Kita dapat
menggunakan struktur kalimat yang sederhana, serta bersifat efektif dan
efisien. Keterampilan berbahasa ini dapat digunakan dalam bentuk lisan
maupun tulisan.

Gambar 1. Proses Bahasa Lisan dan Tulis

Keterampilan berbicara merupakan seni tentang berbicara yang


merupakan sarana komunikasi dengan bahasa lisan yakni proses dalam
meyampaikan pikiran, gagasan, ide dengan maksud tujuan melaporkan,
meyakinkan atau menghibur orang lain.
Dalam proses penyampaian gagasan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
1. Pembicara
2. Lambang (bahasam lisan)
3. Lawan bicara (penyimak)
4. Maksud, pesan, ide atau gagasan
Dalam penyampaian juga tidak terlepas pada konteks landasan yang meliputi
keterampilan berbicara ialah :
1. Situasi
2. Tujuan
3. Metode penyampaian
4. Penyimak
Hal di atas merupakan bagian dasar dari proses berbicara. Proses berbicara
yang formal sering kita temukan dalam forum umum, ada empat faktor yang
harus dimiliki oleh seorang pembicara agar mampu berbicara di depan forum
umum secara lancar, yaitu :
1. Percaya diri
2. Kejelasan suara
3. Ekspresi/ Gerak Mimik
4. Kelancaran Komunikasi
3. Membaca
Membaca adalah keterampilan dalam memahami. Membaca dapat
membantu kita mengembangkan seluruh bagian-bagian berbahasa, seperti
kosakata, ejaan, struktur bahasa atau kalimat, dan penulisan.
Membaca mampu meningkatkan intuisi berbahasa dengan cara yang
sesuai. Saat kita membaca, otak berusaha mencerna informas-informasi dan
mengimitasinya, lalu informasi itu akan disimpan dan pada lain kesempatan,
informasi-informasi ini dapat kita gunakan untuk berbicara maupun menulis.
Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang dilakukan seseorang
secara lisan dalam menyampaikan sebuah informasi dengan cara melihat
sebuah teks naskah. Dalam membaca, hendaknya memperhatikan lafal dan
intonasi yang tepat sehingga memudahkan seseorang dalam menerima
informasi yang disampaikan. Pada saat membaca nyaring, terjadilah sebuah
proses hubungan timbal balik terhadap keterampilan mendengarkan. Hubungan
antar keduanya ini sangat erat karena pada sat membaca nyaring secara
langsung apa yang dibaca akan terdengar sehingga terjadilah proses kerjasama
antara mulut dan telinga. Jadi informasi itu dapat diperoleh dengan membaca
(nyaring) lalu pendengaran berfungsi menangkap info tersebut. b. Hubungan
membaca dengan berbicara Hubungan membaca dengan berbicara pada
kompetensi dasar ini, menerangkan tentang hubungan membaca dengan
berbicara. Membaca dengan berbicara sangat erat hubungannya dalam
keterampilan berbahasa, alasanya sangat jelas, karena pada saat seseorang
siswa dihadapkan pada proses pembelajaran membaca pada seorang ssiswa
diwajibkan untuk menyebutkan/menceritakan kembali isi bacaan yang
dibacanya. c. Hubungan membaca dengan menulis Hubungan antara kedua
keterampilan berbahasa ini, juga sangat erat. Sebagai proses visual membaca
merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) kedalam kata-kata lisan.
Tujuan Membaca ialah:
a. Memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or
facts).
b. Memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
c. Mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or
organization).
d. Membaca bertujuan untuk menyimpulkan isi yang terkandung dalam bacaan
(reading for inference).
e. Mengelompokkan atau mengklasifikasikan jenis bacaan (reading to classify).
f. Menilai atau mengevaluasi isi wacana atau bacaan (reading to evaluate).
g. Membandingkan atau mempertentangkan isi bacaan dengan kehidupan nyata
(reading to compare or contrast).
4. Menulis
Menulis adalah kegiatan mendokumentasikan informasi ke dalam suatu
sarana tulis. Dengan berkembangnya media sosial, hampir semua orang
menuliskan kegiatannya sebagai bentuk ekspresi diri. Tak salah lagi,
keterampilan menulis kini tampak dianggap sebagai keterampilan berbahasa
yang paling perlu dikuasai.
Tulisan yang bagus adalah tulisan yang mudah dicerna melalui
penggunaan kalimat-kalimat yang sederhana, efektif, dan efisien. Ketika
seseorang dapat dengan mudah memahami pokok bahasan suatu tulisan, maka
tulisan itu dapat dianggap bagus karena ditulis dengan terampil. Keterampilan
menulis pun tidak dapat tumbuh sendiri tanpa adanya penguasaan keterampilan
berbahasa yang lain.
Menurut Gebhardt dan Dawn Rodrigues, pengertian menulis adalah
salah satu hal paling penting yang kamu lakukan di sekolah. Kemampuan
menulis yang bagus akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan
seseorang di sekolah baik dalam hal penulisan laporan, penulisan proposal atau
pun pengerjaan tugas di sekolah.
Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan
melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa,
kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang di-sampaikan kepada orang lain
harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai
dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur
dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin
disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang
menang-kap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Oleh karena itu,
keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting.
Menulis pada hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur,
sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca. Sebuah tulisan dikatakan
baik apabila memiliki ciri-ciri, antara lain bermakna, jelas, bulat dan utuh,
ekonomis, dan meme-nuhi kaidah gramatika. Kemampuan menulis adalah
kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan
mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan
menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a)
kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan
terhadap kondisi pembaca, (c) kemampuan menyusun perencanaan penelitian,
(d) kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (e) kemampuan memuali
menulis, dan (f) kemam-puan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan
tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca dan
kekayaan kosakata yang dimilikinya.
Kegiatan menulis dilakukan dengan berbagai tujuan. Menulis mempunyai
empat tujuan, yaitu untuk mengekpresikan diri, memberikan informasi kepada
pembaca, mempersuasi pembaca, dan untuk meng-hasilkankarya tulis.
Jenis tulisan menurut tujuan menulis sebagai berikut.
a. Narasi yakni karangan/tulisan ekspositoris maupun imajinatif yang secara
spesifik menyampaikan informasi tertentu berupa perbuatan/tindakan
yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.
b. Deskripsi yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan
informasi tentang situasi dan kondisi suatu lingkungan (kebendaan
ataupun kemanusiaan). Penyampaiannya dilakukan secara objektif, apa
adanya, dan terperinci.
c. Ekposisi yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan
informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual).
Penyampaiannya dapat dilakukan dengan tujuan menjelaskan,
menerangkan, dan menguraikan sesuatu hal sehingga pengetahuan
pendengar/pembaca menjadi bertambah.
d. Argumentatif yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan
infor-masi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual).
Penyampaiannya dilaku-kan dengan tujuan mempengaruhi,
memperjelas, dan meyakinkan.
e. Persuasif:karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan
informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual).
Penyampaiannya dilakukan dengan tujuan mempengaruhi,
meyakinkan, dan mengajak.
Graves (dalam Akhadiah dkk., 1998:1.4) berkaitan dengan manfaat menulis
mengemukakan bahwa: (1) menulis menyumbang kecerdasan, (2) menulis
mengem-bangkan daya inisiatif dan kreativitas, (3) menulis menumbuhkan
keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan informasi.
C. Latihan
1. Tuliskan contoh kegiatan sehari-hari anda yang mengaitkan ke empat aspek
keterampilan berbahasa.
2. Tuliskan manfaat keempat keterampilan berbahasa di dalam kehidupan anda
BAB IV
KATA IMBUHAN (AFIKSASI)

A. Definisi Imbuhan (Afiksasi)


Dalam Bahasa Indonesia, imbuhan, disebut juga sebagai afiks, menjadi unsur penting
yang dapat mengubah bentuk kata, jenis kata dan makna kata. Imbuhan adalah bunyi-
bunyi yang ditambahkan kepada kata dasar untuk mengubah atau menambahkan makna
pada kata dasarnya. Imbuhan-imbuhan tersebut bias diletakkan di awal “prefix”, di
tengah / sisipan “infiks”, di akhir “sufiks” serta awalan dan akhiran “konfiks”. Imbuhan
berasal dari kata dasar imbuh, yang berarti tambahan yang tidak banyak.

B. Fungsi Kata Imbuhan


Fungsi kata imbuhan di dalam sebuah kata dasar dapat mengubah makna, ubahan
tersebut dapat membentuk:
1. Membentuk kata benda
2. Membentuk kata kerja,
3. Membentuk kata sifat,
4. Membentuk kata bilangan,
5. Membentuk kata keterangan.

C. Jenis-jenis Imbuhan Berdasarkan Letaknya


Ada beberapa jenis imbuhan yang sering sekali digunakan, diantaranya ialawah
awalan, sisipan, akhiran dan awalan-akhiran.
1. Awalan (Prefiks)
Imbuhan yang diletakkan pada awal kata dasar disebut dengan awalan “prefix”.
Beberapa bentuk imbuhan di awalan : me-, ber-,di-,ter-,pe-,ke-,
2. Sisipan (infiks)
Imbuhan yang diletakkan di tengah-tengah kata dasar, imbuhan ini diantaranya :
-el-, -em-, dan-er-,
3. Akhiran (Sufiks)
Imbuhan yang diletakkan pada bagian akhir kata dasar , imbuhan ini diantaranya :
-kan, -i, -an, -pun, -kah,
4. Awalan dan akhiran (konfiks)
Imbuhan yang diletakkan di awal dan di akhir kata dasar, imbuhan ini diantaranya :
me-kan, pe-a, se-nya,

D. Jenis Imbuhan Berdasarkan Frekuensi Kegunaannya


Jenis imbuhan berdasarkan tingkat frekuensi keguaannya ialah :
1. Afiks produktif, yaitu afiks atau imbuhan yang mempunyai frekuensi penggunaan
yang tinggi. Contoh: se-, ber-, meng-, peng-, per-, dan seterusnya.
2. Afiks non produktif yaitu imbuhan atau afiks yang mempunyai frekuensi penggunaan
rendah. Contoh: -em, -el, -wati, -is, -er, dan seterusnya.

E. Imbuhan Serapan
Imbuhan serapan adalah imbuhan yang awalnya diserap dari bahasa asing. Beberapa
imbuhan serapan ini berasal dari :
1. Serapan dari bahasa Arab. Contohnya: -I, -wi, -at dan lainnya
2. Serapan dari bahasa Sansakerta. Contohnya: -man, -wan, -wati
3. Serapan dari bahasa Inggris. Contohnya: -al, -if, -is

F. Makna Imbuhan
Imbuhan dalam penggunaannya dapat merubah makna dan kelas dari suatu kata dasar.
Berikut adalah contoh dari makna kata yang sudah diberi imbuhan.
1. Makna awalan ter-
a. Bermakana paling, contoh : tercantik, tercepat, terhebat.
1) Dia adalah gadis tercantik di desa.
2) Rudi adalah pelari tercepat di kotanya.
3)  Firman adalah orang terhebat dalam urusan matematika.
b. Bermakna sudah di- atau dapat di-, contoh : tertutup, terbuka, terlihat,
terdengar.
1) Semua pintu sudah tertutup.
2) Pintu gerbang itu terbuka secara otomatis bila ada mobil yang
akan masuk.
3) Pemandangannya terlihat indah dari dekat.
4) Suara ledakannya itu terdengar sampai ke ujung desa.
c. Bermakana tidak sengaja, contoh : terbawa, tertendang.
1) Pensil Rudi terbawa oleh temannya.
2) Kaki Yudi tertendang saat bermain sepak bola.
d. Bermakna tiba-tiba, contoh : teringat, tertidur, terjatuh.
1) Rudi baru teringat kalau hari ini sekolahnya libur.
2) Amin tertidur setelah seharian bekerja.
3) Karena kurang hati-hati Anton terjatuh dari sepedanya.
e. Bermakna hasil dari sebuah tindakan, contoh : tercemar, tersebar.
1) Sungai di desa sebelah kini tercemar limbah pabrik.
2) Berita kebohongan itu sudah tersebar luas ke masyarakat.
2. Makna awalan pe-
Dalam penggunaannya awalan pe- ini bisa berubah bentuk menjadi per-, peny-,
atau pel- menyesuaikan dengan kata dasarnya. dan beberapa makna yang dihasilkan
dari awalan ini, adalah :
a. Bermakna profesi atau pekerjaan seseorang, contoh : pelajar, pelari, perawat,
penulis.
1) Widia adalah seorang pelajar.
2) Mereka yang sedang berkumpul adalah para pelari yang akan
mengikuti lomba.
3) Kakak Iwan adalah seorang perawat.
4) Cita-cita Dea adalah menjadi seorang penulis yang terkenal.
b. Bermakna pelaku atas suatu tindakan, contoh : pembeli, penjual, pembunuh.
1) Semenjak dibuka minggu lalu, toko itu sudah ramai oleh pembeli.
2) Banyak penjual sayur di pasar itu.
3) Polisi telah menangkap pembunuh tersebut.
c. Bermakna sifat, contoh : penyabar, pemalas, pemarah.
1) Ibu Andi adalah orang yang penyabar.
2) Adi adalah seorang pemalas, kerjanya hanya tidur saja di kelas.
3) Iwan adalah orang paling pemarah di kelas.
d. Bermakna alat, contoh : penggaris, pembuka.
1) Adi membeli penggaris di toko buku.
2) Aldi mencari pembuka tutup botolnya yang hilang.
e. Bermakna sebab, contoh : pemanis, pewarna.
1) Makanan itu diberi pemanis buatan yang berlebihan sehingga menjadi
tidak sehat.
2) Air minum itu diberi pewarna sehingga berwarna kehijau-hijauan.
f. Bermakna satuan hitung, contoh : perkilogram, perkilometer.
1) Harga daging sapi sekarang 100 ribu rupiah perkilogram.
2) Rata-rata mobil ini menghabiskan bensin 1 liter perkilometer.
g. Membentuk kata kerja, contoh : perbuatan, permainan.
1) Mereka tidak mengakui kalau keributan kemarin
adalah perbuatan mereka.
2) Kedua tim menampilkan permainan yang indah.
3. Makna awalan se-
a. Bermakna sebuah bilangan, contoh : seratus, seribu.
1) Aldi adalah pengunjung yang ke seratus di restoran tersebut.
2) Ada seribu orang yang akan menonton pertandingan itu nanti malam.
b. Bermakna seluruh atau semua, contoh : sekampung, sekantor.
1) Orang sekampung telah pergi mengungsi untuk menghindari gempa
susulan.
2) Orang sekantor panik saat terdengar bunyi ledakan siang itu.
c. Bermakna melakukan bersama-sama, contoh : seangkatan, seperjuangan.
1) Aldi dan Imam adalah teman seangkatan waktu sma dulu.
2) Ayahnya dan Ayahku adalah rekan seperjuangan waktu kuliah dulu.
d. Bermakna Satu atau tunggal, contoh : seekor, sebuah, sebutir.
1) Kebun binatang baru saja mendapat seekor harimau baru.
2) Aldi berhasil membuat sebuah karya lukis yang indah.
3) Ibu menambah sebutir telur ke dalam adonan kue yang sedang ia
buat.
e. Bermakna sama dengan atau setara, contoh : setinggi, seluas.
1) Gantungkan mimpimu setinggi langit.
2) Halaman rumahnya seluas lapangan basket.
f. Bermakna menyatakan waktu, contoh : sesudah, sebelum.
1) Gosok gigi mu sesudah makan.
2) Berdoalah sebelum tidur.
4. Makna awalan ke-
a. Bermakna tingkatan, contoh : kedua, ketiga, keempat.
1) Aldi adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
2) Wildan menjadi juara ketiga lomba renang se kabupaten.
5. Makna awalan ber-
a. Bermakna menjadi, contoh : berpisah.
1) Mereka sedih karena akan berpisah untuk selamanya.
b. Bermakna memiiki, contoh : berteman, berpagar.
1) Mereka sudah berteman baik sejak kecil.
2) Rumah Wati berpagar besi yang berwarna perak.
c. Bermakna dalam keadaan atau kondisi, contoh : berduka, berbahagia, bersedih.
1) Eka Sedang berduka setelah kakeknya meninggal kemarin.
d. Bermakna jumlah, contoh : berdua, bertiga, berempat.
1) Mereka berdua adalah anak kembar.
2) Mereka bertiga pergi memancing.
e. Bermakana mengeluarkan, contoh : beraroma, berbau.
1) Masakan ibu beraroma kayu manis.
2) Sampah yang sudah menggunung berbau busuk.
6. Makna sisipan –el-
a. Membentuk kata kerja, contoh : melaju, jelajah.
1) Mobil putih itu melaju dengan cepatnya.
2) Ayahku termasuk salah satu tim penjelajah hutan Kalimantan.
b. Membentuk kata benda, contoh : telunjuk, telapak, leluhur.
1) Telunjuk kananku terluka.
2) Permen karet itu menempel di telapak sepatuku.

7. Makna sisipan -era.


a. Membentuk kata benda, contoh : kerudung, seruling.
1) Ibu sedang berbelanja kerundung dan beberapa kain sarung di pasar
tanah Abang.
8. Makna sisipan -em
a. Membentuk kata sifat, contoh : gemetar, kemilau, semilir.
1) Kakinya gemetar saat melihat kecelakaan itu.
2) Kemilau cahaya lampu tamannya sangat indah.
9. Makna sisipan -in
a. Membentuk kata kerja, contoh : kinerja, sinmabung.
1) Perusahaan itu maju pesat, sebab kinerja karyawannya sangat bagus.
2) Mereka berharap kerja sama ini bisa berkesinambung untuk jangka panjang.
10. Makna akhiran -i
a. Sebagai kata kerja, contoh : awali, akhiri, jauhi.
1) Awali  semua pekerjaan dengan berdoa.
2) Sebaiknya akhiri pertemananmu dengan anak-anak pencandu itu.
11. Makna akhiran -kan
a. Membentuk kata kerja, contoh : bersihkan, bacakan.
1) Ani sedang membersihkan halaman rumahnya
2) Ibu sedang membacakan dongeng untuk Adik.
b. Bermakna menjadi, contoh : tuntaskan, ramaikan.
1) Tuntaskan semua pekerjaanmu sekarang !
2) Mereka datang untuk meramaikan acara itu.
c. Bermakna melakukan, contoh : lemparkan, ambilkan.
1) Lemparkan bolanya pada Andi.
2) Tolong Ambilkan buku yang di atas meja itu.
12. Makna akhiran -nya
a. Bermakna sesuatu yang telah terjadi, contoh : tidurnya, kerjanya, jalannya.
1) Karena kelelahan, tidurnya menjadi mendengkur.
2) Pak Wawan mendapat promosi jabatan, karena prestasi kerjanya.
b. Bermakna kepemilikan, contoh : bukunya, sepedanya, bajunya.
1) Aldi mengambil bukunya di atas meja.
2) Sepedanya rusak parah karena tertabrak mobil tadi pagi.
c. Bermakna keadaan yang sedang dialami, contohnya : gelapnya, tenangnya.
1) Gelapnya kaca hitam ini membuat mataku sedikit teduh.
2) Dengan sikap tenangnya, tidak ada yang menyangka jika ialah pembunuh
sadis itu.
d. Bermakna pernyataan, contoh : sepertinya, selamanya.
1) Sepertinya Ira tidak tahu apa yang terjadi semalam.
2) Hanya ilmu yang ada diotakmu yang selamanya tidak bisa dicuri oleh
siapapun.
e. Bermakna penunjuk, contoh : rumahnya, warnanya.
1) Walaupun kecil, rumahnya sangat bersih dan nyaman.
2) Setelah matang, rupanya warnanya berubah menjadi kebiru-biruan.
f. Bermakna tingkatan, contoh : sekaya-kayanya, sejauh-jauhnya.
1) Sekaya-kayanya Pak Imam dia tetap tidak lupa dengan tetangganya.
2) Sejauh-jauhnya dia pergi suatu saatnanti pasti akan kembali juga.
13. Makna konfiks ber-an
a. Bermakna saling, contoh : berpandangan, bersahutan.
1) Mereka berdua saling berpandangan.
2) Suara burung-burung itu saling bersahutan satu sama lain.
b. Bermakna perbuatan yang dilakukan banyak orang, contoh : berlarian, berhamburan.
1) Siswa-siswa berlarian saat mendengar bel tanda masuk berbunyi.
2) Karena panik semua pengunjung berhamburan keluar dari supermarket itu.
14. Makna konfiks se-nya
a. Bermakna tingkatan, contoh : seadil-adilnya, sepandai-pandainya.
1) Semua orang berharap hakim yang memimpin sidang dapat memutuskan
perkara itu dengan seadil-adilnya.
2) Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya pasti jatuh juga.
b. Bermakna waktu, contoh : sesampainya, setibanya.
1) Sesampainya di pantai, Asri langsung berenang.
2) Setibanya di bandara semua atlet yang baru datang itu disambut dengan
meriah.

15. Makna konfiks pe-an


a. Bermakna cara, contoh : pengiriman, pencapaian.
1) Sudah yang kesekian kalinya pengiriman barang kami mengalami
keterlambatan.
2) Atasannya bangga dengan pencapaian omzet perusahaan bulan ini.
b. Bermakna tempat, contoh : perumahan, pelabuhan.
1) Beberapa perumahan yang baru dibangun itu dilanda banjir setinggi pinggang
orang dewasa.
2) Ayah mengantar Kakak ke pelabuhan merak tadi pagi.
c. Bermakna alat, contoh : pendengaran, penglihatan.
1) Alat pendengaran manusia adalah telinga.
2) Alat penglihatan  manusia berbeda dengan kelelawar.
G. Latihan
1. wawancarai seorang yang ada didekatmu dengan topik Pendidikan dimasa Covid 19.
Lalu analisis Bahasanya berdasarkan makna dari imbuhan yang dilisankan.
BAB V
EJAAN BAHASA INDONESIA

A. Huruf Kapital atau Huruf Besar


1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
Bapak menasehatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih,
Alkitab, Qur’an, Weda, Islam, Kristen
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim
5. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya : Dia baru saja diangkat menjadi sultan
Tahun ini ia pergi naik haji
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
isntansi atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Mentri Nehru, Prof. supomo huruf
Kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin brigadir jendral ahmad dilantik menjadi mayor jendral.
7. Huruf kapaital dipakai sebagai huruf pertama unsur –unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Halim Perdanakusuma, Ampere
8. Hururf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Meng/Indonesiakan kata asing
Keinggris-ingrisan
9. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari
raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
Tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat
hari Galungan, hari Natal, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
10. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
11. Huruf kapital ata huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cerebon, Danau Toba,
Dataran Tinggi Dieng, Gunung Simeru, Jalan Diponegoro, Tanjung
Harapan, Teluk Benggala, Terusan Suez.
12. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan serta nama dokumen resmi
Misalnya:
Republic Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat: departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi
negara, lembaga resmi pemerintah dan ketata negara, badan, serta nama dokumen
resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara
Pemerintah dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
13. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintaha, dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang
Dasar Republic Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian.
14. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk
semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk tidak terletak pada
posisi awal.
Misalnya:
saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan lain menuju Roma
bacalah majalah Bahasa dan Sastra
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan
15. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama
gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doctor
M.A. master of arts
S.E. sarjana ekonomi
S.S. sarjana sastra
Sdr. Saudara
Tn. Tuan
16. Huruf Kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“kapan bapak brangkat?”Tanya harto
“Silahkan duduk, Dik!”kata Ucok
17. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda yang
digunakan dalam penyapaan.
Misalnya:
Sudah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima
B. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
2. Kata Turunan
(1) Imbuhan (awalan, akhiran, dan sisipan) ditulis serangkai dengan kata
dasarnya sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
bergelar, dikelola, penetapan, menegok, mempermainkan

(2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahulukan.
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan

(3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,
penghancurleburan

(4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,
bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter.
3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-
undang, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba, sia-sia.
4. Gabungan Kata
(1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
Duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran,
meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit
umum, simpang empat.
(2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-
hitung tangan. Anak istri-saya buku-sejarah baru
(3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astagfirullah,
bagaimana, barangkali, bilaman.

5. Kata Ganti Ku, Kau, Mu, dan Nya


Kata ganti ku dankau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu
dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
6. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali
di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti
kepada dan dari pada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan
7. Kata si dan sang
Kata si dan ng ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
8. Partikel
(1) Partikel-lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Apakah guna bersedih hati
(2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
(3) Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April
Harga kain itu Rp. 2.000,00 per helai.
9. Singkatan dan Akronim
(1) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
(a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
S.E Sarjana ekonomi

(b) singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketata negaraan,


badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya :
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
(c) singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik.
Misalnya:
dll dan lain-lain
dsb dan sebagainya
dst dan seterusnya
hlm halaman
sda sama dengan atas
Yth.(Sdr.Moh.Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh.
Hasan)
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
(d) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
KVA kilovolt-ampere
1 Liter
Kg kilogram
Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah
(2) Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan
suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlukan sebagai kata.
(a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
SIM Surat Izin Mengemudi
(b) Akronim nama dari yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan hururf awal huruf
kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
Bappenas Badan Perencana Pembagunan Nasional
Kowani Kongres Wanita Pengusaha Indonesia
(c) Akronim yang bukan nama dari yang berupa gabungan huruf, suku
kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya
ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
Pemilu Pemilihan Umum
radar Radio detecting and raging
rapim rapat pemimpin
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
10. Angka dan Lambang Bilangan
(1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab :0.1.2.3.4.5.6.7.8.9
Angka Romawi :I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
L (50), C(100), D(500), M(1.000)
(2) Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
10 liter 17 Agustus 1945
Rp. 5.000,00 50 dolar Amerika
$5.10* 100 Yen
Y100 10 persen
2.000 rupiah 27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal
(3) angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah abang I No. 15
Hotel Indonesia, kamar 169
(4) angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin:9
(5) penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
(a) Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas 12
Dua puluh dua 22
Dua ratus dua puluh dua 222
(b) Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas
Tiga dua pertiga
(c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara
berikut.
Misalnya:
Pak Buwono X: pada awal abad XX: dalam kehidupan pada
abad ke-20; lihat Bab II; Pasal 5.
(6) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara
yang berikut.
Misalnya:
Tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
Uang 5000-an atau uang lima ribuan
Lima uang 1000-an atau lima uang seribuan
(7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya.
Amir menonton drama itu sampai tiga kali
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang
Tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara belangko.
(8) Lambang bilangan pada awal kalimat dituliskan dengan huruf. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo menampung 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang pak Darmo

(9) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca..
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapatkan pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
(10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi..
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh ) orang pegawai
Dilemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah
(11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (Sembilan ratus
Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus
Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseatus) rupiah
C. Latihan

1. Tuliskan perbedaan EYD dengan PUEBI


BAB VI
KALIMAT

A. Pengertian Kalimat
Dalam berbahasa kita sebenarnya tidak menggunaka kata-kata secara lepas.
Tetapi kata-kata itu terangkai sesuai dengan kaidah sehingga membentuk rangkaian kata
yang dapat menggungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif lengkap.
Rangkaian kata yang dapat menggungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relatif
lengkap itulah yang disebut kalimat.
Sebagai gambaran. Perhatikan contoh berikut
(1) Gedung timggi itu
(2) Rumah bagus yang bercat putih itu
Bandingkan kedua contoh tersebut dengan contoh berikut
(3) Gedung itu tinggi
(4) Rumah bagus itu bercat putih
Dan perbandingan itu dapat diketahui bahwa rangkaian kata (1) dan (2) statusnya
berbeda dengan (3) dan (4) meskipun jumlah dan bentuk kata yang digunakan sama.
Rangkaian kata (3) dan (4) dapat disebut kalimat, sedangkan (1) dan (2) belum dapat
disebut kalimat mengapa disbut demikian? Hal itu karena rangkaian kata (3) dan (4) sudah
dapat mengungkapkan gagasan atau informasi yang relatif lengkap, sedangkan (1) dan (2)
belum
Kelengkapan rangkaian kata (3) dapat diketahui dengan adanya kata tinggi, yang
merupakan jawaban atas bagaimana gedung itu, dan kelengkapan rangkaian kata (4) dapat
diketahui dengan adanya kelompok kata (frasa) bercat putih, yang merupakan jawaban atas
pertannyaan bagaimana atau menggapa itu berfungsi sebagai subjek atau pokok kalimat.
Demikian pula unsur rumah bagus itu, yang merupakan atas pertanyaan apa yang bercat
putih. Dengan demikian, jika dilihat dan segi fungsinya, kalimat (3) dan (4) tampak seperti
berikut.
(3a) gedung itu // tinggi
S P
(4a) Rumah bagus itu / /bercat putih
S P

Berebda dengan itu, rangkaian kata (1) dan (2) belum dapat mengungkapkan informasi
lengkap sehingga belum dapat disebut kalimat. Kebeluman itu dapat diketahui (belum
adannya jawaban atas prtanyaan menggapa/bagaimana gedung itu mengapa/bagaimana
rumah bagus yang bercat putih itu).
Status sebuah kalimat selain dapat diketahui dan segi kelengkapan unsurnya yaitu ada
subjek dan ada predikat, dari segi strukturnya juga dapat diketahui dan kemungkinan dapat
dipertukarkan posisi unsur yang berupa subjek dan predikat. Apabila unsur itu dapat
dipertukarkan, rangkaian kata yang bersangkutan berarti dapat disebut kalimat. Unsur-unsur
pada contoh (3) dan (4) ternyata dapat dipertukarkan sehingga contoh itu memang syarat
sebagai kalimat. Hal itu seperti yang dapat kita lihat pada contoh berikut.
(3b) Tinggi // gedung itu
P S
(4b) bercat putih / /rumah bagus itu
P S

Tidak seperti (3) dan (4). Unsur-unsur pada rangakain kata (1) dan (2) ternyata tidak
dapat dipertukarkan. Jika dipaksakan, pertukaran itu dapat menyebabkan informasi pada
rangkaian kata (1) dan (2) itu terasa janggal. Hal itu dapat diketahui pada contoh berikut:
(1a) tinggi itu // gedung (?)
(2a) bercat putih itu // rumah bagus (?)
Berdasarkan contoh tersebut, tata dapat bertanya apakah yang tinggi itu pasti gedung ?
belum tentu, karena yang tinggi itu bisa pohon, tiang listrik, atau bahkan mungkin orang.
Demikian pula, apakah yang bercat putih itu pasti rumah bagus? Jawabanya juga ‘belum
tentu’ karena rumah yang kurang bagus pun dapat pula bercat putih. Makam mungkin ada
pula bercat putih. Dengan demikian, jelas bahwa pertukaran unsur pada (1) dan (2) tidak
dapat dilakukan sehingga rangkaian kata (1) dan (2) itu belum dapat disebut kalimat.
Rangkaian kata (1) dan (2) itu baru dapat disebut kalimat jika dilengkapi dengan unsur lain
misalnya tampak pada contoh berikut.
(1b) gedung tinggi itu // gedung (?)
S P
(2a) bercat putih itu // rumah bagus (?)
S P
Dengan penambahan unsur atau dipugar pada kata (1) dan terkena pelebaran jalan
pada (2), kedua rangkaian kata tersebut selain unsurnya menjadi lengkap, pun menjadi utuh
sehingga memenuhi syarat sebagai kalimat. Sebagai bukti bahwa rangkaian kata (1) dan (2)
dapat disebut kalimat, strukturnya dapat dipertukarkan , seperti yang tampak pada contoh
dibawah ini.
(1c) akan dipugar // gedung tinggi itu
P S
(2c) terkena pelebaran jalan // rumah bagus yang bercat putih itu
P S
Dengan pembalikan unsur atau pertukaran unsur itu, struktur kalimat (1c) dan (2c)
menjadi predikat-subjek (PS), sedangkan struktur asalnya (1b) dan (2b) adalah subjek-
predikat (SP).
Sebagai tambahan. perlu dikemukakan bahwa pemakaian inversi seperti (1c) dan (2c)
itu sebenarnya berkaitan dengan penataan gagasan, khususnya yang menyangkut penonjolan
atau pemfokusan informasi. Pada (1c) informasi yang ditonjolkan dalam akan penonjolan
atau pemfokusan informasi. Pada (1c) informasi yang ditonjolkan adalah akan dipugar, dan
pada (2c) informasi yang ditonjolkan adalah tentang terkena pelebaran jalan. Struktur
inverse semacam itu banyak dijumpai dalam judul berita surat kabar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat mempunyai ciri sebagai
berikut:
1. Dari segi makananya, sebuah kalimat harus mengandung informasi yang relatif
lengkap, sedangkan dair segi bentuknya, sebuah kalimat sekurang-kurangnya harus
mengandung unsur objek dan predikat.
2. Unsur-unsur yang berupa SP posisnya dapat dipertukarkan sehingga menjadi PS.
3. Subjek atau pokok kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan apa atau
siapa, sedangkan predikat atau sebutannya dapat diketahui dari jawaban atas
pertanyaan mengapa atau bagaimana.

B. Pola Dasar Kalimat


Pola dasar kalimat yang dimaksud dalam hal ini adalah model atau bentuk kalimat yang
mendasari bentuk kalimat lain yang lebih luas. Sebagai bahan pemahaman, perhatikan contoh
berikut.
3) Pada kesempatan itu bupati menyerahkan sejumlah tanda penghargaan kepada warga
masyarakat yang telah berjasa terhadap daerahnya.
4) Menurut rencana, pertemuan yang diselengarakan oleh MLI pusat itu akan diperpanjang
hingga pekan depan.

Jika dilihat segi jumlah kosakata yang digunakan, kalimat (3) dan (4) cukup panjang.
Sungguh demikian, pola dasar kalimat itu cukup singkat, yakni sebagai berikut.
(3a) Bupati menyerahkan tanda penghargaan
S P O
(4a) Pertemuan itu akan diperpanjang
S P

Pola dasar yang singkat itu, yakni SPO pada (4a) dan SP pada (10a), oleh pemakai
bahasa kemudian diperpanjang atau diperluas dengan keterangan-keterangan tertentu
sehingga menjadi kalimat (3) dan (4). Mengapa timbul pola dasar semacam itu?
Perluasan pola dasar itu timbul karena keperluan informasi. Dengan hanya
menggunakan pola dasar (3a) misalnya, pemakaian bahasa merasa belum dapat
mengungkapkan informasi secara lengkap karena di dalam pola dasar itu belum terungkap
informasi tentang kapan penghargaan itu diserahkan, kepada siapa diserahkannya, dan
berapa jumlahnya. Untuk melengkapi informasi itu, kepada siapa diserahkannya, dan berapa
jumlahnya. Untuk melengkapi informasi itu, pemakai bahasa merasa perlu menambahkan
kelompok kata pada kesempatan itu, kepada masyarakat yang telah berjasa terhadap
daerahnya, dan sejumlah sehingga pola dasar (3a) itu berubah menjadi (3) di atas.
Dengan pola dasar (4a), pertemuan itu akan diperpanjang, pemakaian bahasa pun
tampaknya merasa belum dapat mengungkapkan informasi yang lengkap karena didalamnya
belum ada informasi tentang dasar perpanjang, siapa penyelenggara pertemuan, dan sampai
kapan perpanjang itu. Oleh sebab itu, pemahamanya merasa perlu menambahkan keterangan
menurut rencana, pertemuan yang diselengarakan oleh MLI pusat, dan hingga pekan depan
sehingga kalimat menjadi menurut rencana, perteuman yang diselengarakan oleh MLI pusat
akan diperpanjang hingga pekan depan.
Bentuk kalimat yang cukup panjang semacam itu akan tetap mempunyai struktur yang
jelas dan informasinya pun mudah dipahami jika memang didasarkan pada pola dasar
tertentu. Dengan demikian, pengetahuan tentang pola dasar kalimat ini terutama dimaksudkan
agar pemakaian bahasa dapat memperluas kalimat dengan benar dan menyampaikan
informasi secara lengkap.
Berdasarkan pengamatan penulis, bahasa Indonesia paling tidak mempunyai empat pola
dasar kalimat. Keempat pola dasar kalimat itu adalah sebagai berikut:
(a) Pola dasa SP (subjek – predikat)
(b) Pola dasar SPPel (subjek-predikat-pelengkap)
(c) Pola dasar SPO (subjek-predikat-objek)
(d) Pola dasar SPOPel (subjek-predikat-objek-pelengkap
(e) Pola dasar SP
Pola dasar SP dapat diturunkan menjadi beberapa kalimat luas dengan menambahkan
keterangan-keterangan tertentu dengan menggabungkan dua pola atau lebih dan dengan
menggubah strukturnya atau dengan mempertukarkan letak posisi unsuur-unsurnya.
Misalnya:
d. Pekerjaan ini Melakukan
S P
(5a) Pekerjaan menagani surat-menyurat ini sangat melelahkan
(5b) Pekerjaan ini cukup melelahkan karena banyak hal yang harus ditangani
Kalimat (5) merupakan pola dasarnya, kalimat (5a) merupakan perluasan dari pola
dasar itu dengan menambahkan keterangan tertentu: kalimat (5b) merupakan perluasan
dengan mempertukarkan posisi unsur-unsur, dan kalimat (5c) merupakan perluasan dengan
menggabungkan pola dasar itu.
Beberapa contoh pada dasar ini dapat diperhatikan pada kalimat berikut
(6) Tentangga saya penjual barang-barang bekas
S P Pel
(7) Pertandingan itu berlangsung cukup meriah
S P Pel
Seperti halnya pola dasar SP, pola dasar SPPel. Ini pun dapat diperhias dengan (a)
menambahkan keterangan tertentu, (b) mempertukarkan posisi unsur-unsurnya, (c)
menggabungkan pola dasarnya. Beberapa contoh perluasan itu dapat diperhatikan di bawah
ini.
(6a) tetangga saya, yang rumahnya di dekat lapangan Voli, seorang penjual barang-barang
bekas.
(6a) tetangga saya yang rumahnya di dekat lapangan Voli seorang penjual barang-barang
bekas.
(7a) minggu yang lalu pertandingan tinju antara Holifield dan Bowe berlangsung cukup
meriah
(7b) cukup meriah pertandingan antara Holifield dan Bowe yang berlangsung minggu lalu.
(7c) cukup meriah pertandingan antara Holifield dan bowe yang berlangsung minggu lalu.
(7d) pertandingan tinju itu berlangsung cukup meriah, sedangkan pertandingan sepak bola
anatar Pelita Jaya dan Persib terkesan sepi.

C. Pola Dasar SPO


Pola dasar ini pun perluasannya dapat bervariasi. Apalagi, mengingat bahwa pola dasar
ini berpredikat kata kerja transitif, variasi perluasannya pun dapat berbentuk pasif.
Beberapa contoh kalimat yang berpola SPO ini dapat diperhatikan di bawah ini.
(1) Pimpinan pusat bahasa menugasi saya
S P O
(9) Amerika menyerang irak
S P O
Selain dapat diperluas dengan mengubah strukturnya menjadi pasif, pola ini dapat pula
diperluas dengan cara yang sama sepeti halnya pola-pola dasar yang lain. Perluasan itu,
misalnya dapat dilakukan seperti berikut.
(2) Pimpinan Pusat Bahasa menugasi saya untuk memberikan penyuluha di Pusdiklat
DKI Jakarta.
(9b) Saya ditugasi Pimpinan Pusat Bahasa untuk memberikan penyuluhan di
Pusdiklat DKI Jakarta.
(9c) Ketika itu, Pimpinan Pusat Bahasa menugasi saya, bukan menugasi penyuluhan
di Pusdiklat DKI Jakarta.
(9d) Penyuluhan di Pusdiklat DKI Jakarta ditugaskan kepada saya oleh Pimpinan
Pusat Bahasa.
D. Pola Dasar SPOPel
Seperti halnya pola dasar SPO, pola dasar ini pun predikat kalimatnya berupa kata kerja
transit. Oleh karena itu perluasannya pun dapat bervariasi dengan bentuk pasif. Beberapa
contoh pola dasar ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
(3) Amerika mengirimi Indonesia bantuan tenaga ahli
S P O Pel
(11) Ibu membelikan adik baju baru
S P O Pel
Pola dasar ini dapat diperluas dengan cara yang sama seperti pada perluasan pola dasar
yang lain. Kecuali itu, perluasan pola dasar ini dapat pula divariasikan dengan bentuk
pasifnya. Sebagai gambaran, perhatikan contoh perluasan berikut.
(10a) Indonesia dikirimkan bantuan tenaga ahli dalam bidang lingkungan hidup oleh
Amerika.
(10b) Amerika mengirimkan bantuan tenaga ahli dalam bidang lingkungan hidup
kepada Indoneisa.
(10c) Tahun depan Amerika akan mengirimkan bantuan tenaga ahli kepada Indonesia,
terutama jika Indonesia mau bersikap lunak terhadap negara adikuasa itu.
(10d) Bantuan tenaga ahli yang dikirimkan Amerika kepada Indoneisa akan dilakukan
secara bertahap.
Perluasan keempat pola kalimat dasar yang diberikan disini tentu baru
merupakan sebagian dari perluasan yang dapat dilakukan terhadap pola-pola dasar itu.
Artinya, masih terbuka kesempatan pemerluasan keempat pola dasar itu dengan cara-cara lain
yang mungkin berbeda dengan cara yang diberikan disini. Dalam kaitan itu, hal yang lebih
dipentingkan dalam pembicaraan ini adalah bahwa dengan mengetahui pola-pola dasar
kalimat tersebut pembaca diharapkan dapat memperluas kalimat secara sistematis dan logis
sehingga informasi yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami. Harapan itu tampaknya
tidak berlebihan karena perluasan kalimat berapapun panjangnya-sejauh masih wajar-akan
tetap mudah diketahui strukturnya dan dipahami maknanya jika memang didasarkan pada
pola yang jelas.

E. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk


Kalimat pada dasarnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Sungguh
demikian, jenis kalimat itu-jika didasarkan pada pola pembentukan hanya dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang hanya terdiri dari satu pola
dasar, apakah pola itu berupa SP, SPO, SPPel atau SPOPel dengan demikian, betapapun
panjangnya sebuah kalimat jika hanya mempunyai satu pola dasar tetap disebut sebagai
kalimat tunggal. Beberapa contohnya selain dapat dilihat pada pembicaraan tentang pola
dasar kalimat, dapat pula diperhatikan di bawah ini.
(12)Bagunan itu meneyrupai kantor
(13) Kemampuan manusia itu sangat terbatas
(14) Gedung megah yang terletak diujung jalan protokol itu akan dibongkar
(15) Saya amat tertarik pada bulu mata gadis itu.

2. Kalimat Majemuk
Istilah kalimat majemuk yang dimaksud disini mengacu pada suatu jenis kalimat
yang terdiri dari dua pola dasar atau lebih. Dengan demikian, perbedaannya dengan kalimat
tunggal terletak pada jumlah pola dasar yang digunakan. Kalimat tunggal hanya memiliki
satu pola dasar, sedangkan kalimat majemuk memiliki dua pola dasar atau lebih.
Jenis kalimat majemuk bertingkat. Secara lebih jelas, kedua jenis kalimat
majemuk itu akan dibicarakan lebih lanjut pada uraian.
(1) Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah suatu jenis kalimat majemuk yang unsur-
unsurnya memiliki kedudukan setara atau sederajat. Oleh karena itu, unsur pembentukan
yang berupa pola-pola tertentu tidak ada yang disebut anak kalimat dan tidak ada pula yang
disebut induk kalimat, tidak ada unsur inti dan tidak ada pula unsur tidak inti. Semua
unsurnya mempunyai kedudukan yang seimbang atau sejajar.
Dalam pemakaiannya, ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk
setara ini dapat disebut sebagai ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk
setara ini dapat disebut sebagai ungkapan penghubung kesetaraan. Dalam bahasa Indonesia
ungkapan penghubung kesetaraan itu, antara lain, dapat dilihat pada contoh berikut.
dan tetapi
atau melainkan
lalu sedangkan
kemudian
masing-masing contoh pemakian ungkapan penghubung tersebut dapat diperhatikan pada
kalimat berikut.
(16) semua bergantung kebijakan pimpinan, apakah proyek itu akan dihentikan, atau
diteruskan dengan resiko kekurangan dana.
(17) dengan sabar dosen wanita itu menjelaskan sejarah arsitektur di Indonesia, dan para
mahasiswanya menyimak dengan baik.
(18) Buru-buru ia membuka sepatu, {lalu}, {kemudian}menghempaskan dirinya di ranjang
(19) sebenarnya ia orang asing, tetapi kelihatannya telah mengenal daerah ini dengan baik.
(20) Gadis yang berbaju batik ini bukan kekasih saya, melainkan adik ipar saya.
(21) India merupakan negara daratan, sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan.

Dari beberapa contoh tersebut dapat diketahui bahwa ungkapan penghubung atau
menyatakan pemilihan dan menyatakan penjumlahan lalu dan kemudian menyatakan urutan
waktu tetapi, melainkan dan sedangkan menyatakan hubungan pertentangan.
Dalam pemakaiannya perlu diingat bahwa ungkapan penghubung kesetaraan selalu
didahului tanda koma. Kecuali itu, sebagai ungkapan penghubung. Kata seperti tetapi,
melainkan dan sedangkan digunakan untuk menghubungkan bagian satu dan bagian yang lain
dalam sebuah kalimat. Oleh karena itu, bagian kalimat yang didahului oleh kata penghubung
tersebut tidak dapat dipisahkan dari bagian yang lain. Jika pemisahan itu dilakukan, seperti
yang selama ini kita jumpai, struktur kalimatnya menjadi tidak benar.
Misalnya
(22) Buah-buah semacam itu biasanya tidak besar. Tetapi mengandung kadar air yang cukup
banyak.
(23) Harga kebutuhan pokok terus meningkat. Sedangkan daya beli para petani belum ada
perubahan .
Dari segi struktur kalimat, pemisahan bagian kalimat sebelum ungkapan penghubung
tersebut tidak dibenarkan. Hal ini karena kedua bagian kalimat tersebut sebenarnya
merupakan satu kesatuan, yang dihubungkan dengan ungkapan penghubung tetapi (22) dan
sedangkan.
(23) Sebagai satu kesatuan kedua bagian kalimat itu seharusnya ditulis serangkaian seperti
perbaikannya berikut ini.
(22a) Buah-buahan semacam itu biasanya tidak besar, tetapi mengandung kadar air yang
cukup banyak.
(23b) Harga kebutuhan pokok terus meningkat, sedangkan daya beli para petani belum ada
perubahan.

(2) Kalimat Majemuk Bertingkat


Kalimat majemuk bertingkat kadang-kadang juga disebut kalimat majemuk tidak setara.
Dari segi peristilahan, baik istilah kalimat majemuk bertingkat maupun kalimat majemuk
tidak setara, dapat digunakan. Sesuai dengan namanya, bagian yang satu dan bagian yang lain
di dalam kalimat majemuk ini mempunyai kedudukan yang tidak sederajat. Bagian yang satu
berkedudukan sebagai bagian inti, dan bagian yang lain berkedudukan sebagai bagian bukan
inti. Bagian yang inti disebut induk kalimat, dan bagian bukan inti disebut anak kalimat.
Seperti halnya kalimat majemuk bertingkat pun dapat dikenal melalui ungkapan
penghubung yang digunakannya. Dalam hal ini, ungkapan penghubung yang menandai
kalimat majemuk bertingkat, anatara lain, dapat diperhatikan di bawah ini:
Jika sebab
Kalau karena
Apabila ketika
Andaikata bahwa
Agar meskipun
Supaya walaupun
Beberapa contoh kalimat majemuk bertingkat yang ditandai dengan penggunaan kata
penghubung tersebut dapat dilihat di bawah ini.
(24) Saya akan membeli buku itu jika sudah mempunyai uang.
(25) Tanaman itu perlu disirami agar tidak layu.
(26) Penelitian itu cukup bagus meskipun datanya kurang lengkap.
Pada contoh tersebut bagian kalimat yang didahului kata penghubung disebut anak
kalimat, sedangkan bagian sebelumnya disebut induk kalimat. Dalam kaitan itu, induk
kalimat mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.
(a) Mempunyai unsur yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan anak kalimat.
(b) Dapat berdiri sendiri sebagai kalimat (tunggal).
(c) Tidak didahului kata penghubung
sementara itu, bagian yang disebut anak kalimat mempunyai cirri-ciri sebagian berikut.
(a) Unsur-unsurnya relatif tidak selengkap induk kalimat karena sebagian ada yang
dihilangkan.
(b) Tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
(c) Didahului kata penghubung yang menandai kebertingkatan.
Berdasarkan cirri-ciri tersebut, bagian yang disebut induk kalimat pada contoh (24)-(26)
masing-masing adalah sebagai berikut;
(a) Saya akan membeli buku (24)
(b) Tanaman itu perlu disirami (25)
(c) Penelitian itu cukup bagus (26)

Sebagai induk kalimat, selain dapat berdiri sendiri kalimat, bagian itu juga memiliki
unsur yang relatif lengkap dan tidak didahului kata penghubung.
Dalam ketiga contoh kalimat di atas, berdasarkan cirri-ciri yang telah disebutkan, bagian
yang disebut anak kalimat masing-masing adalah sebagai berikut.
(a) Jika sudah mempunyai uang (28)
(b) Agar tidak layu (29)
(c) Meskipun datanya kurang lengkap (30)

Agar dasar keterangan tersebut, jika dilihat dari segi strukturnya kalimat (28) – (30)
masing-masing induk kalimatnya mendahului anak kalimat. Dalam struktur semacam itu,
kata penghubung dalam kalimat majemuk bertingkat tidak didahului dengan tanda koma.
Namun, digunakan yakin sebagai pembatas antara unsur anak kalimat (28) – (30) di atas
menjadi seperti berikut.

(28a) jika sudah mempunyai uang saya akan membeli buku itu
AK (anak kalimat ) IK (induk kalimat)
(29a) Agar tidak layu tanaman itu perlu disiram
AK IK
(30a) Meskipun datangnya kurang lengkap penelitian itu cukup bagus
AK IK
Seperti halnya pada kalimat majemuk serta, bagian-bagian kalimat dalam kalimat
majemuk bertingkat pun, yang disebut anak kalimat dan induk kalimat tidak seharusnya
dipisahkan dari induk kalimatnya. Perhatikan beberapa contoh berikut, yang dituliskan tidak
benar.

(31) tanaman pangan di daerah itu hasilnya selalu kurang memuaskan. Karena terus menerus
diganggu tikus.
(32) kehidupan mereka belum juga berubah. Meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga
matahari terbenam.
Penulisan kalimat majemuk seperti pada kedua contoh tersebut tidak benar karena
selain bagian kalimat yang didahului penghubung karena atau meskipun tidak dapat berdiri
sendiri, juga karena kedua bagian kalimat yang dipisah dengan tanda tititk itu merupakan satu
ksatuan. Oleh karena itu, kedua bagian tersebut seharusnya dituliskan serangkaian menjadi
seperti berikut.

(31a) tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang memuaskan karena terus menerus
diganggu tikus.
(32a) kehidupan mereka belum juga berubah meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga
matahari terbenam
Kedua kalimat tersebut dapat dilihat pula ditulis sebagai berikut tanpa mengubaah
makna kalimatnya atau tanpa mengubah informasi yang disampaiakan.

(31b) karena terus-menerus diganggu tikus, tanaman pangan di daerah itu hasilnya kurang
memuaskan

(32b) meskipun mereka bekerja sejak fajar hingga matahari terbenam, kehidupan mereka
belum juga berubah.

3. Kalimat Efektif
Kalimat efektif dapat diartikan sebagai susunan kata yang mengikuti kaidah kebahasaan
secara baik dan benar. Pada dasarnya, ada empat syarat utama kalimat dapat dikatakan efektif
atau tidak.
1. Sesuai EYD
Sebuah kalimat efektif haruslah menggunakan ejaan maupun tanda baca yang tepat. Kata
baku pun mesti menjadi perhatian agar tidak sampai kata yang kamu tulis ternyata tidak tepat
ejaannya.
2. Sistematis
Sebuah kalimat paling sederhana adalah yang memiliki susunan subjek dan predikat,
kemudian ditambahkan dengan objek, pelengkap, hingga keterangan. Sebisa mungkin guna
mengefektifkan kalimat, buatlah kalimat yang urutannya tidak memusingkan. Jika memang
tidak ada penegasan, subjek dan predikat diharapkan selalu berada di awal kalimat.
3. Tidak Boros dan Bertele-tele
Jangan sampai kalimat yang kalian buat terlalu banyak menghambur-hamburkan kata dan
terkesan bertele-tele. Pastikan susunan kalimat yang kalian rumuskan pasti dan ringkas agar
orang yang membacanya mudah menangkah gagasan yang kalian tuangkan.
4. Tidak Ambigu
Syarat kalimat efektif yang terakhir, kalimat efektif menjadi sangat penting untuk
menghindari pembaca dari multiftafsir. Dengan susunan kata yang ringkas, sistemastis, dan
sesuai kaidah kebahasaan; pembaca tidak akan kesulitan mengartikan ide dari kalimat kalian
sehingga tidak ada kesan ambigu.

4. Ciri-ciri Kalimat Efektif


Untuk membuat kalimat efektif tidaklah sulit asalkan sudah memahami ciri-ciri suatu kalimat
dikatakan efektif. Berikut ini adalah 5 ciri-ciri sehingga suatu kalimat dapat kita katakan
efektif.
1. Kesepadanan Struktur
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kelengkapan struktur dan penggunaannya. Inilah
yang dimaksud dengan kesepadanan struktur. Ada beberapa hal yang menyangkut ciri-ciri
yang satu ini.
a. Pastikan kalimat yang dibuat mengandung unsur klausa minimal yang lengkap, yakni
subjek dan predikat.
b. Jangan taruh kata depan (preposisi) di depan subjek karena akan mengaburkan pelaku di
dalam kalimat tersebut.
Contoh kalimat efektif dan tidak efektif:
Bagi semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (tidak efektif)
Semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (efektif)
c. Hati-hati pada penggunaan konjungsi yang di depan predikat karena membuatnya menjadi
perluasan dari subjek.
Contoh:
Dia yang pergi meninggalkan saya. (tidak efektif)
Dia pergi meninggalkan saya. (efektif)
d. Tidak bersubjek ganda, bukan berarti subjek tidak boleh lebih dari satu, namun lebih ke
arah menggabungkan subjek yang sama.
Contoh:
Adik demam sehingga adik tidak dapat masuk sekolah. (tidak efektif)
Adik demam sehingga tidak dapat masuk sekolah. (efektif)
2. Kehematan Kata
Karena salah satu syarat kalimat efektif adalah ringkas dan tidak bertele-tele, kalian tidak
boleh menyusun kata-kata yang bermakna sama di dalam sebuah kalimat. Ada dua hal yang
memungkinkan kalimat membuat kalimat yang boros sehingga tidak efektif. Yang pertama
menyangkut kata jamak dan yang kedua mengenai kata-kata bersinonim. Untuk menghindari
hal tersebut, berikut ini contoh mengenai kesalahan dalam kata jamak dan sinonim yang
menghasilkan kalimat tidak efektif.
Contoh Kata Jamak:
Para siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (tidak efektif)
Siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (efektif)
Ketidakefektifan terjadi karena kata para merujuk pada jumlah jamak, sementara siswa-siswi
juga mengarah pada jumlah siswa yang lebih dari satu. Jadi, hilangkan salah satu kata yang
merujuk pada hal jamak tersebut.
Contoh Kata Sinonim:
Ia masuk ke dalam ruang kelas. (tidak efektif)
Ia masuk ruang kelas.
Ketidakefektifan terjadi karena kata masuk dan frasa ke dalam sama-sama menunjukkan arti
yang sama. Namun, kata masuk lebih tepat membentuk kalimat efektif karena sifatnya yang
merupakan kata kerja dan dapat menjadi predikat. Sementara itu, jika menggunakan ke
dalam  dan menghilangkan kata masuk—sehingga menjadi ia ke dalam ruang kelas—kalimat
tersebut akan kehilangan predikatnya dan tidak dapat dikatakan kalimat efektif menurut
prinsip kesepadanan struktur.
3. Kesejajaran Bentuk
Ciri-ciri yang satu ini menyangkut soal imbuhan dalam kata-kata yang ada di kalimat, sesuai
kedudukannya pada kalimat itu. Pada intinya, kalimat efektif haruslah berimbuhan pararel
dan konsisten. Jika pada sebuah fungsi digunakan imbuhan me-, selanjutnya imbuhan yang
sama digunakan pada fungsi yang sama.
Contoh:
Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan
pengolahannya. (tidak efektif)
Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan
mengolahnya. (efektif)
4. Ketegasan Makna
Tidak selamanya subjek harus diletakkan di awal kalimat, namun memang peletakan subjek
seharusnya selalu mendahului predikat. Akan tetapi, dalam beberapa kasus tertentu, kalian
bisa saja meletakkan keterangan di awal kalimat untuk memberi efek penegasan. Ini agar
pembaca dapat langsung mengerti gagasan utama dari kalimat tersebut. Penegasan kalimat
seperti ini biasanya dijumpai pada jenis kalimat perintah, larangan, ataupun anjuran yang
umumnya diikuti partikel lah atau pun.
Contoh:
Kamu sapulah lantai rumah agar bersih! (tidak efektif)
Sapulah lantai rumahmu agar bersih! (efektif)
5. Kelogisan Kalimat
Ciri-ciri kalimat efektif terakhir yang amat krusial menyangkut kelogisan kalimat yang kalian
buat. Kelogisan berperan penting untuk menghindari kesan ambigu pada kalimat. Karena itu,
buatlah kalimat dengan ide yang mudah dimengerti dan masuk akal agar pembaca dapat
dengan mudah pula mengerti maksud dari kalimat tersebut.
Contoh:
Kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kamu persilakan. (tidak efektif)
Bapak Kepala Sekolah dipersilakan menyampaikan pidatonya sekarang. (efektif).

Latihan
1. Klipping sebuah berita dari koran lalu analisislah berdasarkan kalimat efektif
BAB VII
PARAGRAF
A. Pengertian
Paragraf pada dasarnya merupakan istilah lain dari alinea. Sementara untuk
menyambung rangkaian kalimat yang terikat dalam satu kesatuan, ada yang
menggunakan istilah paragraf dan ada pula yang menggunakan istilah alinea. Demi
keseragaman sebutan, dalam pembicaraan ini yang akan digunakan adalah paragraf.
Meskipun demikian. Hal itu bukan berarti istilah alinea tidak boleh digunakan.

Dalam kenyataan berbahasa, paragraf kadang-kadang terdiri dari beberapa


kalimat dan kadang-kadang pula hanya terdiri dari satu kalimat, secara umum dapat
diketahui bahwa paragraf merupakan rangkaian dari beberapa kalimat. Oleh karena
itu, paragraf dapat diberikan pengertian sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan
yang terjalin dalam rangkaian beberapa kalimat. Pengertian ini dikatakan secara
umum karena tidak menutup kemungkinan adanya paragraf yang hanya terdiri dari
satu kalimat, baik paragraf maupun pendek.

Sehubungan dengan masalah tersebut, paragraf yang hanya terdiri dari satu
kalimat umumnya berupa paragraf peralihan, yaitu paragraf yang menghubungkan
pemilihan pokok pembicaraan dari paraagraf sebelumnya ke paragraf sesudahnya

B. Penanda Paragaraf

Secara konkret, istilah paragraf hanya terdapat pada ragam paragraf tulis karena
jalinan kalimat yang membentuk sebauh paragraf hanya dapat diidentifikasi dalam
bentuk tertulis. Dalaam paragraf lisaan sangat sulit mengidentifikasi apakah jalinan
kalimat yang diucapkan seseorang itu berupa paragraf atau bukan. Karena itu,
penyebutan paragraf dalam pembicaraan ini menunjukan pada ragam paragraf tulis.

Pada ragam paragraf tulis pasti tidak ada dua penanda yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sebuah paragraf. Pertama, paragraf ditandai dengan pemulaan
kalimat yang menjorok ke dalam, kira-kira lima atau tujuh ketukan mesin ketik.

Oleh karena itu, dengan pada ragam paragraf tulis paling tidak ada dua penanda
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah paragraf. Pertama, paragraf
ditandai dengan permulaan kalimat yang menjorok ke dalam, kira kira lima atau tujuh.
Ketukan mesin ketik. Oleh karena itu, dengan mudah pembaca dapat mengenali permulaan
tiap-tiap paragraf, bahkan jika perlu, pembaca pun dapat menghitung jumlah paragraf dalam
sebuah karya tulis. Sebagai gambaran, perhatikan contoh berikut:

Gambar 1

PARAGRAF MENJOROK KE DALAM

……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………

Penanda paragraf yang kedua adalah perenggangan, yaitu dengan memberi jarak
tertentu antara paragraf yang satu dan yang lain. Lebar reggangan itu umumnya lebih dari
reggangan jarak spasi yang digunakan dalam tulisan yang bersangkutan. Sebagai contoh,
perhatikan gambar berikut.
Gambar 2
PARAGRAF MERENGGANG

……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………

Seperti yang tampak pada gambar tersebut, setiap baris pada paragraf merenggang
dimulai dari tepi kiri dan biasanya lurus, sedaangkan pada gambar 1baris pertamanya
menjorok ke dalam dan baris berikutnya berbaris lurus.
Selain dua penanda yang telah disebutkan di atas, ada pula penanda lain meskipun
jarang digunakan yang dapat dijumpai dalam ragam paragraf tulis. Penanda lain atau penanda
yang ketiga itu adalaha penanda yang dilakukan dengan cara mencampurkan atau
menggabungkan penanda pertama dan penanda kedua. Penanda paragraf gabungan ini
dimulai dengan kalimat pertama menjorok ke dalam dan pada akir paragraph diberi jarak
yang lebih renggang dari pada jarak spasi yang digunakan dalam karya tulis yang
bersangkutan. Contohnya dapat dilihat pada gambar3.
Gambar 3

PARAGRAF GABUNGAN

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………..
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
……………………………

Dari ketiga penanda paragraf itu, yang paling lazim digunakan adalah penanda yang
pertama, yakni yang menjorok kedalam. Paragraf yang pertama itu pula (gambar 1) yang
sebaliknya digunakan dalam karya-karya tulis yang sifatnya resmi, misalnya skripsi, laporan
dinas, laporan penelitian, makalah dan kertas kerja. Sementara itu, kedua jenis yang paragraf
yang lain lebih tepat digunakan untuk karya tulis yang mengutamakan aspek seni bukan
karya tulis resmi.
C. Syarat-Syarat Paragraf yang Baik

Sebagai suatu bentuk yang pengungkapan gagasan, sebauh aragraph yang baik
hendaknya dapat memenuhi dua kriteria atau persyaratan yaitu sebagai berikut:
a. Kesatuan (kohesi)
b. Kepaduan (koherensi)
Kriteria kesatuan dan kohesi menyangkut keeratan hubungan makna antara
gagasan dalam sebuah paragraf, sedangkan kriteria kepaduan menyangkut keeratan
hubungan antara kalimat dalam paragraf dari segi bentuk atau strukturnya.

a. Kesatuan (kohesi)

Sebagai satu kesatuan gagasan, sebuah paragraf hendaknya mengandung satu gagasan
utama yang diikuti oleh beberapa gagasan pengembangan atau penjelasan. Oleh
karena itu, rangkaian kalimat yang terjalin dalam sebuah paragraf hanya
mempersoalkan suatu masalah atau satu gagasan utama. Dengan demikian, jika dalam
satu paragraf terdapat dua gagasan utama atau lebih, tiap-tiap gagasan utama itu
harusnya dituangkan dalam paragraf yang utama. Kedua paragraf seharusnya
digabungkan menjadi satu. Perhatikan paragraf berikut.

Pembangunan sektor wisata pada hakikatnya merupakan kegiatan dan Usaha


terkoordinasi untuk menarik minat wisatawan. Oleh karena itu, kegiatan
pengembangan sector tersebut mencakup berbagai segi kehidupan yang ada di
masyarakat.

Kedua paragraf dalam contoh tersebut sebenarnya hanya mengandung satu gagasan
utama. Kedua paragraf itu seharusnya di gabung menjadi satu seperti berikut.

Pembangunan sector wisata pada hakikatnya merupakan kegiatan dan usaha


yang terkoordinasi untuk menarik minat wisatawan. Oleh karena itu, kegiatan
pengembangan sector tersebut mencakup berbagai seni kehidupan yang ada
dimasyarakat.

D. Kepaduan
sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan, sebuah paragraf juga harus
memperlihatkan kepaduan hubungan antara kalimat yang terjalin didalamnya. Karena itu,
kepaduan paragraf dapat diketahui dari susunan kalimat yang sistematis. Logis, dan mudah
dipahami. Kepaduan semacam itu dapat dicapai jika jalinan kalimat-kalimatnya tersangka
secara apik, misalnya dengan menggunakan sarana pengirit kalimat dalam paragraf yang
berupa:
(1) Penggantian,
(2) Pengulangan,
(3) Penghubung antara kalimat, atau
(4) Gabungan dari ketiganya.

(1) Penggantian

Penggantian merupakan sarana pengiat kalimat dalam aragraph yang berupa


penyuluhan atau penggantian unsur-unsur tertentu dengan menggunakan kata ganti,
kata petunjuk. Atau kata lain yang mempunyai cirri tersirat pada kalimat sebenarnya.
Kata ganti yang dapat digunakan, antara lain dia, mereka, ia, dan kalian. Sementara
itu, yang dimaksud kata petunjuk adalah kata-kata sejenis, itu tersebut, di atas,
dibawah (umumnya untuk ragam ), dan tadi atau nanti (untuk ragam has). Jadi, kata
petunjuk yang dimaksud adalah kata-kata yang tergolong sebagai dedikasi. Sebagai
contoh, pemakaian aragraph dibawah ini.
Setiap tahun jumlah pengangguran terus bertambah. Fenomena itu tidak hanya
terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang yang lain. Untuk
mengatasinya, berbagai cara telah ditempuh. Namun, hasilnya belum megembirakan.
Perhatikan pula contoh paragraf berikut

“gadis itu bernama Ratih. Kulitnya kuning langsat. Rambutnya dipotong pendek ala
demi moore. Hampir setiap pagi ia lewat didepan rumahku. Setiap kali kusapa ia
tampak enggan menjawab. Namun, senyumnya selalu mereka di bibir mungilnya yang
indah”.

Seperti tampak pada kedua paragraf tersebut, hubungan antara kalimat yang satu
dengan kalimat berikutnya menjadi lebih erat dengan adanya (sarana pengikat
paragraf yang berupa penanganan). Pada kedua paragraf di atas wujud
penggantiannya berupa itu dan nya atau ya wujud penggantian yang lain ada pula
yang berupa kata-kata tertentu yang mencerminkan cirri bagian kalimat sebelumnya.
Contohnya dapat diperkenalkan pada paragraf berikut:

“pagi-pagi pak Karto pergi ke sawah- petani itu memang tergolong rajin setiap
sawah yang dimilikinya aragr tidak diburuhinnya.”

Hubungan kalimat yang pertama dan kalimat kedua pada paragraf tersebut
dieratkan dengan penggunaan penggantian berupa frasa petani itu. Penggantian
dengan frasa itu dapat dilakukan dan tampak logis karena mengandung yang terdapat
pada bagian kalimat sebelumnya, yakni pergi kesawah. Dalam hal ke sawah
merupakan cirri kepetanian. Oleh karena itu, penggunaan vasus petani itu pada
kalimat berikutnya tampak logis.

Jika penggantian itu dilakukan secara sembarangan, tanpa memperhatikan


hubungan cirri dengan kalimat sebelumnya, tentu penanganan itu tidak logis.
Misalnya, unsur petani itu pada paragraf tersebut digantikan dengan mahasiswa itu
atau artis itu. Hubungan antara kalimatnya tentu menjadi tidak logis karena pada
kalimat sebelumnya tidak terdapat dari kemahasiswaan ataupun keartisan. Dengan
demikian, penggantian unsur kalimat yang didasarkan pada cirri keidentikan semacam
itu harus benar-benar memperhatikan identitas kalimat sebelumnya agar hubungan
yang terjalin tetap logis.

E. pengulangan

Pengulangan merupakan sarana pengait atau pengikat kalimat dalam paragraf


yang dilakukan dengan cara mengulang bagian kalimat sebelumnya. Sebagai contoh,
perhatikan paragraf berikut.
“seminar itu telah diselengarakan pada hari jumat yang lalu. Dalam seminar itu
ada berbagai hal yang dibicarakan salah satu diantara adalah masalah perhiasan
orientasi pemasaran”.
Dalam paragraf tersebut tampak adanya unsur pengulangan, yaitu seminar itu,
dan kalimat sebelumnya. Sebagian pengulangan, unsur seminar itu dimaksudkan
untuk mengeratkan hubungan antara kalimat yang pertama dan kalimat berikutnya.
Jadi, dengan adanya sarana pengulangan ini, hubungan antara kalimat dalam paragraf
itu diharapkan menjadi erat. Namun, mengingat bahwa pengulangan yang Penting
karena dapat lebih “menghidupkan” paragraf yang kita gunakan. Jika sarana pengait
kalimat yang digunakan hanya satu macam ada kemungkinan hal itu dapat
menjenuhkan dan paragraf yang digunakan menjadi kaku. Oleh karena itu, gabungan
dapat dimanfaatkan sebgai variasi sebagai contoh, perhatikan penggunaan sarana
pengait kalimat yang berupa gabungan pada paragraf berikut.

Sampan Sarawisa merupakan jenis tari hasil kreasi baru seniman Kabupaten
Tanah laut. Jenis tari itu. Belum lama ini dalam festival tari seni se Kalimantan
Selatan. Dengan keberhasilan itu, para seniman Kabupaten Tanah Laut berhak
menampilkan karyanya dalam pecan tari di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
sebagai wakil daerah Kalimantan Selatan.

F. Jenis-Jenis Paragraf

Paragraf dasarnya dapat dibedakan menjadi bermacam-macam jenis. Jika dilihat


dengan segi fungsinya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai
berikut,

(a) Paragraf pengantar


(b) Paragraf pengembang
(c) Paragraf penutup
a. Paragraf Pengantar

Paragraf pembuka merupakan suatu jenis paragraf yang berfungsi untuk


mengantarkan pembaca pada pokok persoalan yang akan dikemukakan. Oleh karena
itu, paragraf cirri hendaknya dibuat. Semenarik mungkin agar dapat meminta
perhatian atau minta pembaca. Kecuali itu, paragraf pembuka hendaknya juga
sanggup atau mmpunyai kemampuan menghubungkan pikiran pembaca pada pokok
masalah yang akan disajikan selanjutnya.
Jumlah paragraf ini bergantung pada jenis karya tulis yang dibuat. Jika halaman
karya tulis yang dibuat jumlahnya cukup banyak, paragraf yang tergolong sebagai
pengantar pun lebih banyak dari pada dalam karya tulis yang jumlahnya halamannya
lebih sedikit dari satu, mungkin dua tau tiga, dan mungkin lebih.
Dilakukan secara beruntun dapat menjenuhkan dan berkesan monoton,
penggunaan sarana itu tidak dilakukan secara tersendiri, melainkan dipadukan pula
dngan sarana yang lain seperti yang tampak pada paragraf di atas, penggunaan sarana
pengaturan unsur seminar itu dipadukan pula dengan sarana penggantian-nya
sebagaimana yang tampak pada kalimat ketiga paragraf itu.
G. Penghubung Antar Kalimat
Penghubung antar kalimat merupakan ungkapan yang digunakan untuk
menghubungkan antara kalimat yang satu dan kalimat yang lain dalam sebuah
paragraf. Beberapa ungkapan penghubung antar kalimat yang dapat digunakan
sebagaimana sarana yang paragraf dapat dicontohkan di bawah ini:
“Oleh karena itu, Oleh sebab itu, Meskipun begitu, Meskipun demikian, Dengan
demikian, Disamping itu, Jadi,Namun,Selain itu,Bahkan sebaliknya,Dengan kata lain,
Sehubungan dengan penggunaan ungakapan tersebut, perlu ditambahkan bahwa
ungkapan-ungkapan penghubung antar kalimat semacam itu harus selalu diikuti
dengan tanda koma. Dalam hal ini, tanda koma digunakan sebagai pembatas antara
unsur penghubung dan unsur kalimat berikutnya.

H. Sarana Gabungan

Yang dimaksud sarana gabungan dalam hal ini adalah sarana pengait kalimat
dalam paragraf yang sama berupa gabungan antara sarana penggaitan dan sarana
pengulangan dan sarana penghubung antar kalimat. Atau gabungan dari ketiga sarana
itu sekaligus. Penggunaan sarana gabungan ini menjadi

I. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang merupakan paragraf yang terletak antara paragraf
pengantar dan paragraf penutup. Fungsinya adalah untuk menegmbangkan pokok
persoalan yang telah ditentukan. Di dalam paragraf ini pula penulis menyatakan
pokok pikiran yang ingin dikemukakan dan sekaligus menerangkan dan
mengembangkannya. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis
permasalahaan yang dikemukakan dan dapat pula sekaligus dengan memberikan
bukti-buktinya. Dalam hal ini jumlah paragraf pengembang pun tidak dapat
ditentukan.
J. Paragraf Penutup
Paragraf penutup merupakan satu jenis paragraf yang berfungsi untuk
mengakhiri karangan atau sebagai penutup karangan. Oleh karena itu, paragraf ini
terletak pada bagian akhir sebelum karangan atau karya tulis. Isinya dapat berupa
suatu simpulan atau rangkuman yang menandai berakhirnya suatu pembahasan
sebagai penutup, paragraf ini pun sangat penting karena tanpa aragraph, pembaca
sulit untuk memahami apakah suatu karya tulis itu selesai atau belum. Dengan demikian.
Paragraf penutup harus ada pada setiap akhir karya tulis.

K. Pengembangan Paragraf
Dalam sebuah karya tulis paragraf dapat dikembangkan dengan berbagai macam cara
. cara-cara digunakan dalam pengembangan paragraf ini umumnya bergantung pada keluasan
pandangan atau pengalaman penulis dan juga materi yang ditulis itu sendiri. Meskipun
demikian, paling tindak, dapat disebutkan adanya beberapa cara yang digunakan untuk
mengembangkan paragraf.
Cara-cara itu, antara lain adalah sebgai berikut:
a. Klasifikasi
b. Defenisi
c. Analogi
d. Contoh
e. Fakta

L. Latihan
1. Berkaitan dengan latihan pada bab sebelumnya dalam mewawancarai seseorang tentang
pendidikan di masa pandemic covid 19. Silahkan tentukan jenis paragraph yang telah
anda konsep pada tugas sebelumnya.
BAB VIII
BAHASA BAKU DAN NON BAKU

A. Definisi Bahasa Baku


Kata baku dalam bahasa Indonesia mendukung empat fungsi. Tiga diantaranya
bersifat pelambang atau simbolis, sedangkan yang satu bersifat objektif. Fungsi-fungsi itu
ialah (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan,
dan (4) fungsi kerangka acuan (Sugihastuti & Siti Saudah, 2018:18). Kata baku sebagai
pemersatu artinya mempersatukan penutur atau penulisnya menjadi satu masyarakat bahasa.
Dapat dikatakan juga bahwa pemakaian kata baku dalam bahasa Indonesia dapat
mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat. Kata baku sebagai
pemberi kekhasan artinya pembakuan kata dalam bahasa dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya. Kata baku sebagai pembawa kewibawaan artinya kata
baku yang diterapkan dalam bahasa dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya. Ahli
bahasa dan beberapa kalangan di Indonesia pada umumnya berpendapat bahwa
perkembangan bahasa Indonesia dapat dijadikan teladan bagi bangsa lain di Asia Tenggara
(dan mungkin juga Afrika) yang juga memerlukan bahasa yang modern. Dapat juga
dikatakan bahwa fungsi pembawa kewibawaan ini beralih dari pemilikan bahasa baku yang
nyata ke pemilikan bahasa yang berpotensi menjadi bahasa baku. Walaupun begitu, menurut
pengalaman, sudah dapat disaksikan di beberapa tempat bahwa penutur yang mahir berbahasa
Indonesia “dengan baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain (Supriadin,
2016:5). Kata baku sebagai kerangka acuan artinya kata baku menjadi patokan bagi benar
atau tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau kelompok.
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain.
Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita
dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam
masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya,
namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-
kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah
faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan
dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.
Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya
kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai
ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, dan di pasar,
tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa
yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan. Bahasa tutur
mempunyai sifat yang khas yaitu:
a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan
kata penghubung.
b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang,
bikin, pergi, biarin. Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting,
tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami
bahasa tutur.

B. Ciri -ciri Bahasa Baku


Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar
ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-
undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan
sebagainya.
3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan
secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber-
secara ekpilisit dan konsisten. Misalnya: Bahasa baku - Gubernur meninjau daerah
kebakaran. - Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
b. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara
ekspilisit. Misalnya: Bahasa Baku - Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos. - Ibu
guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
c. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten.
Misalnya: Bahasa Baku - Surat anda sudah saya terima. - Acara berikutnya akan
kami putarkan lagu-lagu perjuangan. Bahasa Tidak Baku - Surat anda saya sudah
terima. - Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
d. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya: Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku -
anaknya - dia punya anak - membersihkan - bikin bersih - memberitahukan - kasih
tahu - mereka - dia orang
e. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur gramatikal
bahasa daerah. Misalnya: Bahasa Baku - dia mengontrak rumah di Kebayoran lama -
Mobil paman saya baru Bahasa Tidak Baku - Dia ngontrak rumah di Kebayoran
lama. - Paman saya mobilnya baru.
Penggunaan Kata-Kata Baku Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-
kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup
tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak
digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya: Bahasa Baku
Bahasa Tidak Baku - cantik sekali - cantik banget - lurus saja - lempeng saja - masih
kacau - masih sembraut - uang - duit - tidak mudah - enggak gampang - diikat dengan
kawat - diikat sama kawat - bagaimana kabarnya - gimana kabarnya.
Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan Ejaan yang kini berlaku dalam
bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan
(singkat EYD) EYD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan
partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca.
Misalnya: Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - bersama-sama - bersama2 -
melipatgandakan - melipat gandakan - pergi ke pasar - pergi kepasar - ekspres - ekspres,
espres - sistem - sistim
Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan Hingga saat ini lafal yang benar
atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum
bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal
dialek setempat atau lafl daerah. Misalnya: Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - atap - atep
- menggunakan - menggaken - pendidikan - pendidi’an - kalaw - kalo,kalo’ - habis - abis
- dengan - dengen - subuh - subueh - senin - senen - mantap - mantep - pergi - pigi -
hilang - ilang - dalam – dalem
Penggunaan Kalimat Secara Efektif Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan
dapat dengan tepat menyampaikan pesan dengan pembicaraan atau tulisan kepada
pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud pembicara atau penulis.
Keefektipan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:
1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya: Bahasa Baku -
Pulau Buton banyak menghasilkan aspal. - Tindakan-tindakan itu menyebabkan
penduduk merasa tidak aman dan keluarganya merasa tidak aman. Bahasa Tidak Baku
- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal. - Tindakan-tindakan itu menyebabkan
penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.
2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya: Bahasa
Baku - Dia datang ketika kami sedang makan. - Loket belum dibuka walaupun hari
sudah siang. Bahasa Tidak Baku - Ketika kami sedang makan dia datang. - Loket
belum dibuka dan hari tidak hujan.
3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya: Bahasa Baku - Korban
kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah. - Panen yang gagal memaksa kita
mengimpor beras. Bahasa Tidak Baku - Korban kecelakaan bulan ini naik. - Panen
gagal memungkinkan kita mengimpor beras.
4. Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin
ditonjolkan. Misalnya: Kalimat Biasa - Dia pergi dengan diam-diam. - Dengan pisau
dikupasnya mangga itu. Kalimat Bertekanan - Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan - Pergilah daia dengan diam-diam. - Dengan pisaulah dikupasnya
mangga itu.

C. Latihan
Analisa lah kesalahn Bahasa di bawah ini.
“Sudara ketua, para hadirin yang terhormat, Waktu kami menginjak klinik di bulan
September, Berhubung terjangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan. Atas
perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. “
BAB IX
MENULIS KARYA ILMIAH

A. Definisi Karya Ilmiah


Kata “karya” dapat diartikan dengan hasil perbuatan atau ciptaan (terutama
hasil karangan). Lalu “ilmiah” dapat diartikan bersifat ilmu atau memenuhi syarat
ilmu pengetahuan. Jadi dapat dinyatakan bahwa karya ilmiah adalah karangan
yang bersifat ilmu atau memenuhi syarat ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah adalah karangan yang
pembicarannya bersifat objektif, berdasarkan data dan penyimpulan-penemuan di
dalamnya bberpola induktif dan deduktif serta pembahasan datanya berdasarkan
rasio.

B. Tahap /Langkah-Langkah Membuat karya tulis ilmiah


Pada tahap-tahap tertentu penulis dalam karya ilmiah perlu memperhatikan alur
proses dalam memproduksi tulisannya melalui proses yang tidak singkat, akan tetapi perlu
upaya yang dilakukan, diantaranya:
1. Tahap persiapan atau perencanaan
Perencanaan merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan bagi seorang penulis
karya tulis ilmiah, karena dengan merencanakan segala aspek dari apa yang akan
dibahas dan dikaji dapat ter-sampaikan dengan adanya perencanaan.
Maka dari itu alangkah baik nya sebelum menulis karya ilmiah lebih baik
dituliskan rencana yang mau ditulis itu apa, (pilih topik masalah, rumusan tujuan,
telusuri topic, identifikasi pembaca, dan tentukan cakupan atau ruang lingkup karya
ilmiahmu sendiri).
2. Tahap pengumpulan informasi
Adapun bahan dari pengumpulan informasi dalam pembuatan karya ilmiah sebagai
berikut ini:
1) Manfaat perpustakaan
2) Memanfaatkan internet
3) Kelola dan pilah bahan-bahan pustaka
4) Membuat ringkasan dan melakukan paraphrase
5) Membuat kutipan
6) Membuat daftar instrumen wawancara, observasi dan pertanyaan yang dipersiapkan
3. Tahap Pelaksana Draf
Setelah direncanakan, selanjutnya adalah pelaksanaan yang harus dipersiapkan
dengan baik diantara, menyiapkan bahan referensi yang cukup sesuai dengan tema
yang akan dibahas itu apa, dan bagaimana pelaksanaan dalam membuat karya tulis
ilmiah, seperti buku, jurnal ilmiah, Prosiding, laporan ilmiah, semua memiliki
petunjuk teknis yang berbeda, dan masing-masing dari kita dalam membuat karya
ilmiah ditentukan oleh tujuan, termasuk pemenuhan tugas yang diberikan seperti
halnya saat kuliah.

4. Tahap menulis draf


a) Mengekspresikan ide-ide kedalam bentuk tulisan kasar
b) Mengembangkan ide kreatif yang masih bersifat tentatif
c) Konsentrasi pada ekspresi atau gagasan, bukan pada aspek mekanik

5. Tahapan revisi
a. Memperbaiki ide dalam karangan karya tulis ilmiah yang berfokus pada
penambahan, pengurangan, penghilangan, penataan isi sesuai dengan kebutuhan
pembaca
b. Membaca ulang seluruh isi draf data, atau referensi yang akan dijadikan bahan
sehingga memudahkan kita untuk mereduksi kedalam bahan yang siap jadi
c. Sharing atau berbagai pengalaman tentang draf kasar dengan berbagai teman untuk
menemukan apa yang menjadi kekurangan kelebihan

6. Tahap penyuntingan
a. Memperbaiki dan mengevaluasi perubahan-perubahan aspek mekanik karangan
(huruf capital, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah, kosakata, format
karangan).
b. Memperbaiki karangan pada aspek kebahasaan dan kesalahan menarik yang
dilakukan guna meminimalisir kesalahan yang terjadi

7. Tahap publikasi
1) Tulisan yang kita buat akan berarti dan lebih bermanfaat jika dibaca orang lain
2) Sesuaikan tulisan dengan media publikasi yang akan kita tuju.

8. Evaluasi
Apa perlu kah evaluasi dilakukan dalam membuat karya ilmiah, bagi penulis
sangat perlu, karena dengan evaluasi dapat mengukur kemampuan kita untuk bisa
mengerjakan, maupun menyelesaikan apa yang bisa kita lakukan dalam membuat
karya ilmiah yang bagus, terutama bagi pemula atau yang akan memulai membuat
karya tulis ilmiah, dengan melakukan evaluasi maka kita berarti ingin selalu
melakukan perbaikan agar apa yang kita kerjakan menjadi terukur dan maksimal.
Adapun evaluasi yang lebih utama ada (fokus, pembangunan, organisasi, gaya
konvensi).
Untuk mengetahui cara menulis karya ilmiah, kita harus tahu dulu jenis karya
tulis ilmiah tersebut, karena dengan mengetahui, maka kita bisa melakukan klasifikasi
apa yang mau kita kerjakan, misalnya kita membuat laporan penelitian lembaga dll.
Untuk kita harus bisa membedakan dengan baik karya ilmiah yang mau kita buat
seperti apa, diantara jenisnya ada jurnal, makalah seminar, skripsi, tesis, disertasi,
kertas kerja dll.

C. Tips Penting Dalam Penulisan Karya Ilmiah


1. Membuat Judul Karya Ilmiah
Langkah pertama dalam membuat karya ilmiah adalah membuat judul, judul yang
diambil harus konkrit, tidak bias atau meluas serta menggambarkan ide dari hasil
karya tulis ilmiah yang kita buat, untuk itu kita perlu menentukan tema terdahulu
sebelum kita membuat judul karya tulis ilmiah.
2. Memberikan isi latar belakang yang bagus
Latar belakang masalah sudah menjadi bagian utama penelitian, yang bertujuan
supaya yang membaca memiliki pemahaman awal mengenai ulasan karya ilmiah yang
kita buat, dalam isi latar belakang berkaitan dengan esensi idealist masalah, fakta
masalah, data, analisis, solusi serta (state of the arts) penelitian terdahulu yang
memperkuat masalah yang perlu dilakukan.

3. Membuat rumusan masalah


Rumusan masalah menjadi bagian terpenting dari penelitian yang melingkupi apa
yang mau di teliti serta dikaji dari karya ilmiah yang kita buat, yang merumuskan
masalah ialah dengan menghadapkan sebuah hal yang ideal terhadap realitas yang
terjadi di lapangan, maka yang harus diperhatikan ialah memperhatikan apa yang mau
dibuat serta dilakukan untuk dipecahkan masalahnya.
Pada rumusan masalah kata Tanya yang lain efektif ialah dengan tiga hal yang paling
penting untuk merumuskan masalah tersebut ialah apa, mengapa dan bagaimana, tiga
kata tersebut sudah mewakili apa yang mau dicari serta dibongkar.
4. Membuat pembahasan yang sederhana dan sesuai dengan variabel judul
Untuk karya ilmiah yang perlu dipersiapkan penulis adalah memberikan analisis
bahasan yang dilakukan untuk memperkuat argumentasi dan diskusi ilmiah yang
dilakukan yang kita buat, caranya dengan menerapkan beberapa hal ideal dengan fakta
yang pastinya ada beberapa faktor yang mempengaruhi maupun menghalanginya.
5. Membuat kesimpulan
Cara membuat karya tulis ilmiah yang paling akhir dan terpenting adanya kesimpulan
yang diberikan untuk membuat pembaca memahami maksud dari apa yang diteliti
maupun dibuat dari tulisan, sehingga paham akan tujuan karya yang ditulis tersebut.

D. Sistematika penulisan karya ilmiah 


1. Bagian pembuka
Adapun bagian pembuka yang ada didalam karya ilmiah terdiri dari: sampul, halaman
judul, dan juga halaman pengesahan, dan juga ada abstraksi dalam 1 atau 2 bahasa, kata
pengantar serta daftar isi
2. Bagian isi
Pada sistematika pembuatan karya tulis ilmiah pada bagian isi harus terdiri dari
pendahuluan, adanya latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah dan
pembahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan dan
siginifikasinya serta metode yang digunakan diantaranya: Pendahuluan (latar belakang
masalah, perumusan masalah, pembahasan atau pembatasan masalah, tujuan dari
penelitian, manfaat penelitian, kajian teori atau tinjauan Kepustakaan, pembahasan
teori, kerangka pemikiran dan argumentasi keilmuan, pengajuan hipotesis).
3. Pembahasan
Untuk isi pada bagian pembahasan karya tulis ilmiah harus mencantumkan kajian teori
atau tinjauan pustaka yang disesuaikan dengan variabel yang dikaji serta dijelaskan
untuk memberikan argumentasi keilmuan dan kerangka pemikiran serta pengajuan
hipotesis masalah yang diteliti. Melihat hal itu maka dalam pembahasan haruslah
dijelaskan secara terperinci dan jelas serta perlu memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah
baku sesuai aturan serta memenuhi unsure ke-ilmiahan.
4. Metodologi penelitian
Metodologi ilmiah merupakan alat analisis atau pisau analisis yang bekerja dalam
penelitian yang digunakan untuk melakukan kinerja penelitian yang dilakukan, pada
tahapan metodologi ini kita perlu mencantumkan waktu & tempat objek penelitian,
bagaimana metode dan rancangan penelitian, apa saja populasi & sampel-nya berapa
jumlahnya, serta bagaimana instrument penelitian dan pengumpulan data dan analisis
reduksi data yang akan dilakukan dalam penelitian, sehingga jelas arah tujuan serta
maksud dari penelitian yang Anda lakukan tersebut.
Adapun yang perlu ada pada metodologi penelitiannya: (waktu serta tempat penelitian.
metode dan rancangan penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian,
pengumpulan data dan analisis data, hasil penelitian, jabaran variabel penelitian, hasil
penelitian, pengajuan hipotesis, diskusi penelitian, mengungkapkan pandangan teoritis
tentang hasil yang didapatnya).
5. Hasil penelitian
Pada bagian hasil penelitian peneliti harus menyertakan jabaran variable penelitian,
bagaimana hasil penelitian, pengajuan hipotesisnya, tentang tanggapan diskusi
penelitian yang diberikan, memberikan pandangan teoritis terkait hasil yang sudah
didapatkan kemudian melakukan memberikan kesimpulan mengenai apa telah didapat
dari hasil meneliti tersebut.
6. Bagian penutup
Adapun bagian penutup dalam karya tulis ilmiah, adanya bab akhir penutup yang
berisikan kesimpulan dan saran serta implikasi penelitian yang didapat.
7. Bagian penunjang
Pada bagian penunjang yang ada dalam karya ilmiah adalah adanya lampiran, seperti
daftar pustaka, lampiran instrument penelitian, dan juga daftar table, daftar gambar,
daftar bagan yang bisa memberikan penjelasan pada pembaca karya tulis ilmiah Anda.

E. Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah


Adapun jenis karya tulis ilmiah yang bisa dibuat berdasarkan kebutuhan tugasnya
diantara (makalah, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, resensi, artikel ilmiah atau
jurnal ilmiah, referat, surat pembaca, monograf, kabilitasi, surat pembaca, laporan
khusus, laporan tinjuan, dll), akan tetapi akan disebutkan beberapa saja:
1. Makalah
Karya tulis ilmiah yang biasa dikerjakan atau dibuat untuk memenuhi tugas
mahasiswa pada tingkat semester 1 dan seterusnya, biasa berbentuk makalah atau
paper lain, yang selalu menjadi tugas andalan atau tugas mingguan mahasiswa dalam
memenuhi tugasnya.
Kajian nya berkaitan tentang masalah ilmiah yang ada disekitar lingkungan kita, dan
cara menulis ilmiahnya biasanya menggunakan olah pikir deduktif dan induktif, pada
bagian pola berfikir deduktif menggunakan cara berpikir umum ke khusus, yang
ditarik kesimpulannya adalah khusus, sedangkan indikatif sebaliknya cara kerjanya
ialah khusus ke umum yang menjadi kesimpulannya ialah cakupan umumnya yang
lebih luas.
Dan jenis karya tulis ilmiah makalah, umumnya dijadikan syarat dalam memenuhi
tugas, ujian dalam sebuah mata kuliah, mahasiswa juga dituntut untuk memecahkan
masalah terkait masalah tersebut secara kaidah ilmiah dan syarat-syarat ilmiah, namun
bahasanya juga digunakan dalam makalah harus sesuai dengan aturan baku dan tegas,
lugas.
2. Kertas kerja
Jenis karya ilmiah kertas kerja ditulis sesuai dengan data lapangan yang sifatnya
empiris-objektif, hal ini berlaku pada kajian ilmiah bidang manajemen akuntansi atau
teori akuntansi, karya ilmiah ini berupa kertas kerja yang merupakan sebuah alat bantu
dalam memudahkan susunan laporan keuangan.
Kertas kerja dijadikan penutupan buku besar sebuah perusahaan, sehingga kertas
merupakan media penyusunan laporan penelitian secara kompleks. Analisis yang
digunakan membuat kertas kerja lebih mendalam dari pada membuat makalah, dan
kertas kerja disajikan saat kegiatan seminar dan lokakarya berlangsung.
3. Skripsi
Jenis karya ilmiah skripsi yang ditulis mahasiswa tingkat strata 1 merupakan tugas
wajib manakala mau lulus dan selesai kuliah, karena menjadi prasyarat ketentuannya
yang wajib dipenuhi untuk institusi tempat kuliah, penelitian skripsi merupakan
penelitian dalam skala kecil yang dilakukan akan tetapi tetap lebih mendalam dan
disusun dalam bentuk laporan.
4. Tesis
Syarat utama mahasiswa magister S2 untuk mendapatkan gelarnya ialah harus
membuat karya tulis ilmiah berupa tesis. Penelitian dilakukan dalam rangka penelitian
untuk kelulusan magister yang lebih mendalam dari pada skripsi, karena tesis
diharapkan mampu memunculkan hasil yang didapat dari apa yang diteliti guna
mendapatkan sebuah jawaban atas masalah yang dikaji.
Karya ilmiah tesis berisi masalah pengetahuan baru bersifat empiric dan teoritik dari
hasil penelitian sebelumnya. Yang dimaksud bersifat empiric ialah berasal dari
pengalaman langsung ketika melakukan penelitian, sedangkan kalau teoritik ialah lebih
ke pengujian yang dilakukan terhadap teori yang ada sebelumnya.
5. Disertasi
Disertasi merupakan karya tulis ilmiah untuk program doctor pada tingkat tertinggi di
perguruan tinggi, dan isi didalam disertasi mengemukakan suatu dalil yang dibuktikan
oleh penulis berdasarkan data, fakta yang valid dengan melakukan analisis terperinci,
dengan bahasa lain bahwa karya tulis ilmiah disertasi merupakan karya yang memuat
teori baru dengan menguji hipotesis berdasarkan teori yang sudah ada sebelumnya yang
dipaparkan, diskusikan didalamnya yang memuat argumentasi serta sanggahan dari
guru besar atau promoter penguji suatu lembaga pendidikan tinggi.
Karya disertasi memiliki karakteristik tersendiri agar dapat kita membedakan dengan
tesis maupun karya ilmiah lain, disertasi memiliki fokus pada kajian mengenai satu
disiplin ilmu pendidikan sesuai dengan bidang yang dipelajari.
Kajian disertasi juga berfokus pada penemuan baru dalam disiplin ilmu yang dikaji
secara mendalam dan terstruktur, dan juga karya ilmiah yang menggunakan data primer
sebagai data utama, ditunjang oleh data skunder apabila diperlukan dan diharapkan,
karya disertasi ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa inggris maupun yang lain dengan
baik dan benar.
F. Latihan

1. Carilah sebuah jurnal tentang Bahasa Indonesia, lalu analisislah


BAB X

MENULIS SASTRA

A. PENDAHULUAN
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang
dialami siswa. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan menyampaikan pesan
dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dalam komunikasi tulis
setidaknya ada empat unsur yang terlibat yaitu penulis, pesan atau isi tulisan, media berupa
tulisan, dan pembaca. Menulis merupakan suatu proses. Untuk menghasilkan tulisan yang
baik umumnya orang melakukannya berkali-kali. Sangat sedikit orang yang menghasilkan
tulisan yang benar-benar memuaskan dengan hanya sekali tulis. Tujuan menulis adalah untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengetahuan, dan pengalaman secara tertulis. Menulis
memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah menulis karya sastra.
Sastra merupakan salah satu hasil seni. Sebagai hasil seni, seni sastra merupakan hasil
cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, tanggapan, dan perasaan
penciptanya tentang kehidupan dengan bahasa imajinatif dan emosional. Tokoh-tokoh,
kejadian, peristiwa, suasana, bahkan ruang tempat dan waktu kejadian adalah ‘dunia’ ciptaan
pengarang. Dunia ciptaan itu mungkin bukan fakta. Dunia ciptaan itu merupakan ‘tiruan’
dunia fakta, tetapi bukan tiruan yang sama seperti duplikat atau potret. Tiruan itu lebih
merupakan tanggapan penciptanya atas dunia fakta.
Karya sastra sebagai hasil kreativitas, kepekaan pikiran, dan perasaan pengarang
dalam menanggapi peristiwa di sekitarnya, menuntut penciptanya untuk memiliki daya
kreativitas yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, kreativitas sangat diperlukan agar
karya sastra yang dihasilkannya dapat bersifat dulce et utile. Kalau karya yang dihasilkannya
tidak dulce et utile, karya tersebut belum dapat dikatakan bernilai sastra. Menurut Horace
(dalam Pradopo, 1994) hakikat karya sastra adalah dulce et utile, yang artinya menyenangkan
dan berguna. Maksudnya, karya sastra harus mampu memberikan kesenangan kepada
pembaca, dan berguna bagi kehidupan pembaca dalam menambah kedewasaan dan
kebijaksanaan dalam bermasyarakat.
Karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan dan paparan peristiwa yang memberikan
kepuasan batin pembaca, mengandung pandangan atau komtemplasi batin, baik yang
berhubungan dengan masalah agama, filsafat, politik, dan budaya, maupun berbagai problem
yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan yang tergambar lewat media bahasa
media tulisan, dan struktur wacana (Aminudin, 1991).

B. Kreativitas
Kreativitas dapat menjadikan seorang penulis mampu memunculkan ide-ide baru dan
mengolah ide itu sehingga menjadi ide yang matang dan utuh. Dengan daya kreativitas,
seorang penulis selalu mendayagunakan pemakaian bahasa agar karya-karyanya berbeda
dengan karya-karya sebelumnya. Dengan daya kreativitas, seorang penulis dapat
memanfaatkan pengetahuan bersastranya untuk menghasilkan karya sastra yang berciri lain.
Kreativitas bisa mengacu pada pengertian hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada
(Roekhan, 1991). Misalnya, puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan ciri-ciri
yang berbeda dengan karya-karya sebelumnya.
Banyak yang mengira bahwa kreativitas itu banyak ditentukan oleh bakat dan
kemampuan bawaan. Ini tidak sepenuhnya benar, karena kreativitas ditentukan oleh
perpaduan unsur-unsur seperti:
1.  kemampuan berpikir kritis,
2. kepekaan emosi,
3. bakat,
4. daya imajinasi.
Dengan berpikir kritis orang tidak mudah merasa puas dengan apa yang telah ada.
Dengan berpikir kritis, jiwa akan hidup karena didorong terus untuk mencari kemungkinan-
kemungkian lain. Kepekaan emosi menjadikan penyair dapat merasakan sesuatu yang terjadi
di sekitarnya. Bakat dapat memperkuat daya kreativitas seseorang tetapi bukan satu-satunya
unsur yang menentukan. Sebab, bakat tidak akan berarti jika tidak diasah dan dilatih terus
menerus. Daya imajinasi memungkinkan seorang penyair menciptakan sebuah gambaran
yang utuh dan lengkap dalam fantasinya.
Tahapan Kreativitas terdiri atas beberapa tahap, antara lain:
·         pemunculan ide,
·         pengembangan ide, dan
·         penyempurnaan ide.
Kunci utama yang harus disiapkan oleh penulis adalah ide (Kinoysan, 2007). Ide sering
muncul di sembarang tempat dan waktu. Munculnya ide tidak dapat diramalkan. Ide sering
melintas dengan cepat dan menghilang lagi. Untuk itu ide yang ditangkap harus segera
dicatat. Pencatatan ide harus dilakukan secara rinci. Ide yang muncul dalam benak penulis
dapat berupa pengalaman dan pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Pengalaman
dan pengetahuan tersebut bisa berkenaan dengan bidang keagamaan, kesenian, politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain. Ide juga dapat muncul dengan cara dirangsang.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk merangsang pemunculan ide antara lain:
a.       mempelajari ide orang lain,
b.      meningkatkan pengetahuan dan pengalaman,
c.       menciptakan suasana yang menunjang (santai, bebas dari rasa malu dan takut),
d.      merenung,
e.       sering berlatih, dan
f.       terus berlatih berpikir kritis dan asosiatif (Roekhan, 1991:9).

Ide yang samar-samar dan tidak lengkap dapt dirinci unsur-unsurnya. Masing-masing unsur
kemudian dijabarkan lagi sehingga ide menjadi lebih jelas dan sempurna. Bacaan
memperkaya wawasan seseorang. Melalui bacaan seseorang dapat mengetahui apa saja yang
mungkin tidak dialaminya secara langsung. Ide yang samar-samar dapat diperjelas dengan
cara terjun langsung dalam kehidupan yang akan digambarkan. Dengan merenung orang akan
mengungkap kembali seluruh pengetahuan dan pengalamannya yang relevan dengan ide yang
sedang digarapnya. Diskusi merupakan ajang saling bertukar pengetahuan dan pengalaman,
sehingga suatu ide menjadi lebih jelas karena ditinjau dari berbagai sudut pandang. Dengan
mengamati secara langsung orang daapt melihat suatu objek dengan lebih jeli dan lengkap.
Ide yang dilahirkan biasanya tidak langsung utuh dan sempurna. Untuk itu seorang penulis
harus membaca kembali karya yang dihasilkan dan bila perlu memperbaiki karyanya itu.
Untuk menyempurnakan ide penulis dapat melakukannya sendiri atau menyuruh orang lain
untuk membaca dan memperbaikinya.

Kemampuan seorang penulis tentang seluk beluk karya sastra akan mempermudah penulisan
karya sastra, baik puisi, prosa (cerpen, novel, roman), maupun drama. Untuk meningkatkan
kemampuan sastra seseorang dapat dilakukan dengan cara:

·         meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap suatu karya sastra,


·         mengikuti kegiatan bersastra,
·         melakukan kritik karya sastra,
·         meningkatkan pengetahuan sastra, dan
·         menulis sastra.

Apresiasi merupakan sebuah proses. Panjang-pendeknya proses itu bergantung pada tingkat
kepekaan emosi, ketajaman berpikir, dan imajinasi pengapresiasi. Sebagai proses, apresiasi
memerlukan proses pembacaan karya sastra secara sungguh-sungguh dan teliti. Pengapresiasi
harus memperhatikan dengan cermat setiap aspek dari karya sastra tersebut.
Banyak memgikuti kegiatan-kegiatan bersastra seperti sarasehan sastra, baca puisi, baca
cerpen, dramatisasi puisi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menimbulkan rasa
cinta terhadap sastra, menambah pengalaman dalam menulis sastra.Kritik dapat
meningkatkan kekritisan seseorang dalam membaca dan menilai karya sastra. Dengan
melakukan kritik terhdap karya sastra yang dibacanya, seseorang dapat menemukan
kelemahan dan kekuatan suatu karya sastra. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan
suatu karya seseorang dapat memberikan penilian terhadap karya sastra secara proporsional,
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, serta memberikan alternatif penyempurnaannya.
Pengetahuan seseorang tentang karya sastra dapat meningkatkan kemampuan apresiasi dan
kritik terhdap suatu karya sastra. Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan dua cara yaitu
mempelajari buku-buku teori sastra, dan banyak membaca karya sastra serta banyak
membaca tulisan-tulisan kritik sastra.
Menulis jika sering dilakukan, dapat memperlancar seseorang dalam mengungkapkan idenya.
Semakin sering ia menulis, maka seorang penulis akan merasakan bahwa ide yang ditulisnya
seolah mengalir dan tertata dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Djuharie, S. 2005. Panduan Membuat Karya Tulis. Bandung: CV Yrama Widya


Ebo, A. K. 2005. Menulis Nggak Perlu Bakat. Jakarta: MU3 Book
Haryadi & Zamzani. 1999/2000. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Universias Terbuka.
Moeliono, A. M. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Nurgiyantoro, B. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE.
Pranoto, N. 2004. Creative Writing: 72 Jurus Seni Mengarang. Jakarta: PT. Primadia
Pustaka.
Subyakto. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyimak Pembelajar. Jakarta : Tugu
Publisher.
Rofi’uddin, A & Darmiyati Z. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.
St. Y. Slamet & Amir. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Bahasa Lisan
dan Bahasa Tertulis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, H. G. 1988. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung :
Angkasa. Tarigan, H. G. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa. Tarigan, H. G. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai