Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

BAHASA INDONESIA DAN KEDUDUKAN DAN FUNGSI


BAHASA INDONESIA

Oleh

Muhammad Taufiqul Hakim

DOSEN PEMBIMBING

Drs.H.Nursal Hakim,M.Pd

UNIVERSITAS UIN SUSKA RIAU


FAKULTAS USHULUDDIN
TAHUN PEMBELAJARAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi


Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nyalah tulisan ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang berjudul “Sejarah
Bahasa Indonesia” ini dalam rangka pengembangan salah satu tri darma perguruan
tinggi, yaitu bidang penelitian.
Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-
kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis
terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat penuhs selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan-
rekan dosen Jurusan Sastra Indonesia yang telah memberikan masukan demi
kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya, semoga tulisan yang
jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.
Denpasar, Januari 2018

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ………..….……………………………………………
1.1 Latar Belakang …………………...…………………………………………
1.2 Rumusan Masalah …………….……………………………………………..
1.3 Tujuan ……………………………………………………….………………
1.4 Manfaat ………………………...............…………………….………………..
BAB II PEMBAHASAN ………..….…...…………………………………………
2.1 Asal Mula Bahasa Indonesia ……………………………..…………………
2.2 Proses Pengesahan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan …………....
2.3 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Sampai Saat Ini ………………….…
2.4 kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.......................................
2.5 fungsi bahasa Indonesia dalam IPTEK dan IPTAK........................

BAB III SIMPULAN DAN SARAN ………..……………………………………


3.1 Simpulan ………………………...…………………………………………
3.2 Saran ………………………….……………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
sehingga memerlukan adanya suatu interaksi. Salah satu alat untuk berinteraksi
dan berkomunikasi adalah bahasa. Bahasa digunakan untuk mempermudah
manusia dalam menyampaikan pikiran, gagasan, ataupun perasaan. Bahasa lahir
berbeda-beda sesuai dengan daerahnya sehingga muncul bahasa yang beraneka
ragam.
Indonesia merupakan negara yang memiliki lebih dari 300 bahasa daerah.
Hal ini dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau,
sehingga terdiri atas banyak suku dan adat istiadat. Walaupun memiliki banyak
bahasa daerah, Indonesia memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir sebagai identitas bangsa Indonesia.
Namun, pada era Globalisasi ini menyebabkan masuknya bahasa asing dan
bahasa pergaulan yang digunakan masyarakat Indonesia saat ini. Tentu hal ini
menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masyarakat lebih
memilih menggunakan bahasa pergaulan sebagai alat komunikasi sehari-hari.
Dengan demikian lambat laun, penggunaan bahasa baku menjadi berkurang.
Untuk itu, kita sebagai masyarakat Indonesia, wajib melestarikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional. Dalam melestarikan bahasa Indonesia, kita
perlu mengetahui sejarah dan asal-usul terbentuknya bahasa Indonesia itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini dijelaskan lebih rinci mengenai sejarah
terbentuknya bahasa Indonesia sampai perkembangannya saat ini, termasuk
perkembangan ejaannya

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah


sebagai berikut.
1. Bagaimanakah asal mula munculnya bahasa Indonesia ?
2. Bagaimanakah proses disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
Indonesia?
3. Bagaimanakah perkembangan ejaan bahasa Indonesia sampai saat ini?

1.3 Tujuan

Tujuan tulisan ini adalah sebagai berikut.


1. Untuk mengetahui asal mula munculnya bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui proses disahkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan Indonesia.
3. Untuk mengetahui perkembangan ejaan bahasa Indonesia sampai saat ini.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari tulisan ini adalah memberikan
kontribusi informasi kepada masyarakat mengenai sejarah bahasa Indonesia dari
asal-usul munculnya bahasa Indonesia hingga perkembangan ejaan bahasa
Indonesia saat ini. Dengan demikian masyarakat Indonesia dapat melestarikan dan
mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bagi penulis sendiri,
tulisan ini merupakan sarana yang baik untuk bertukar pikiran antar anggota
akademisi dalam membahas materi sejarah bahasa Indonesia.

1.4.1 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis tulisan ini, yakni seperti di bawah ini.


1. Menambah wawasan akan sejarah bahasa Indonesia.
2. Dapat mengetahui asal - usul kata - kata bahasa Indonesia.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Selanjutnya, secara teoritis tulisan ini bermanfaat sebagai berikut.


1. Dapat memprediksi perkembangan bahasa Indonesia di masa depan.
2. Dapat mengetahui perkembangan ejaan bahasa Indonesia sampai saat
ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal Mula Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik


Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Dari sudut pandang linguistik,
bahasa Indonesia adalah sebuah variasi dari bahasa Melayu. Dalam hal ini dasar
yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau, tetapi telahr mengalami perkembangan
akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan pada awal abad
ke-20. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan terus
berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan maupun
melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 Masehi), bahasa Melayu
(bahasa Melayu Kuno) dipakai sebagai bahasa kenegaraan. Hal itu dapat
diketahui, dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatra
bagian selatan peninggalan kerajaan tersebut. Prasati tersebut di antaranya adalah
dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur
berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M
(Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Pada
saat itu, bahasa Melayu yang digunakan bercampur kata-kata bahasa Sanskerta.
Sebagai penguasa perdagangan, di Kepulauan Nusantara, para pedagangnya
membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu
walaupun dengan cara kurang sempurna. Hal itu melahirkan berbagai varian lokal
dan temporal pada bahasa Melayu yang secara umum dinamakan bahasa Melayu
Pasar oleh para peneliti.
Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka
tahun abad ke-9) dan prasasti di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10
menunjukkan penyebaran penggunaan bahasa itu di Pulau Jawa. Penemuan
keping tembaga Laguna di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900
Masehi juga menunjukkan keterkaitan wilayah tersebut dengan Sriwijaya.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi
bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut
sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaanya terbatas di kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Kemudian, Malaka
merupakan tempat bertemunya para nelayan dari berbagai negara dan mereka
membuat sebuah kota serta mengembangkan bahasa mereka sendiri dengan
mengambil kata-kata yang terbaik dari bahasa di sekitar daerah tersebut. Kota
Malaka yang posisinya sangat menguntungkan (strategis) menjadi bandar utama
di kawasan Asia Tenggara. Bahasa Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan
paling tepat di kawasa timur jauh. Ejaan resmi bahasa Melayu pertama kali
disusun oleh Ch. A. van Ophuijsen yang dibantu oleh Moehammad Taib Soetan
Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer yang dimuat dalam kitab Logat Melayu
pada tahun 1801.

2.2 Proses Pengesahan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan

Pada zaman penjajahan Belanda pada awal abad-20, Pemerintah Kolonial


Hindia Belanda melihat pegawai pribumi memiliki kemampuan memahami
bahasa Belanda yang sangat rendah. Hal itu yang menyebabkan pemerintah
kolonial Belanda ingin menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah
komunikasi, yakni dengan patokan bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai
kitab-kitab rujukan.
Sarjana Belanda mulai membuat standarisasi bahasa, mereka mulai
menyebarkan bahasa Melayu yang mengadopsi ejaan Van Ophusijen dari Kitab
Logat Melayu. Penyebaran bahasa Melayu secara lebih luas lagi dengan
dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) pada tahun
1908. Pada 1917 namanya diganti menjadi Balai Poestaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Pada 16 Juni 1927, saat sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja
Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang. Pada 28 Oktober 1928,
Muhammad Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dalam
pidatonya pada Kongres Nasional kedua. Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda.,
Muhammad Yamin berkata, "Jika mengacu pada masa depan bahasa-
bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang
bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan, yaitu bahasa Jawa dan Melayu.
Namun, dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi
bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
Tiga tahun kemudian, Sutan Takdir Alisyahbana menyusun “Tata bahasa Baru
Bahasa Indonesia”. Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Kongres tersebut menghasilkan bahwa usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan
dan budayawan Indonesia saat itu.
Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, ditandatanganilah
Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan secara sah
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara.

2.3 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia sampai Saat Ini

Ejaan merupakan keseluruhan aturan atau tata cara tuntuk menu I is suatu
bahasa, baik yang menyangkut lambang bunyi, penulisan kata, penulisan kalimat,
maupun penggunaan tanda baca. Ejaan bahasa Indonesia mengalami beberapa kali
perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi mempunyai tujuan untuk
penyempurnaan. Setelah diresmikannya bahasa Melayu oleh van Ohuijsen, yang
kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia hingga ditetapkan sebagai
bahasa persatuan, muncul ejaan-ejaan baru, yakni sebagai berikut.
A. Ejaan Republik

Ejaan Republik merupakan basil penyederhanaan Ejaan van Ophuysen.


Ejaan Republik mulai berlaku pada 19 Maret 1947. Pada waktu itu yang menjabat
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr.
Suwandi, maka ejaan tersebut dikenal pula atau dinamakan juga Ejaan Suwandi.
Ejaan Repulik merupakan suatu uSaha perwujudan dari Kongres Bahasa
Indonesia di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1938 yang menghasilkan suatu
keputusan penyusunan kamus istilah.
Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan Ejaan van
Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini.
a. Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam
Ejaan Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan
Republik.
c. Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d. Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e. Tanda trema (‘) dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan
Republik.
Agar perbedaan kedua ejaan itu menjadi lebih jelas, di bawah ini diberikan
beberapa contoh :
Ejaan van Ophusyen Ejaan Republik
oemoer umur
koeboer kubur
ma’loem maklum
B. Ejaan Pembaharuan

Ejaan Pemabaharuan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk


memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan ejaan ini dilakukan oleh Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia.
Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu dikenal dengan
sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai panitia
ejaan itu, Dalam hal ini Profesor Prijono dan E. Katoppo.
Pada tahun 1957 panitia itu berhasil merumuskan patokan- patokan ejaan
baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia tersebut tidak pernah diumumkan secara
resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan.
Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan Pembaharuan ialah
disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan huruf
tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j

b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi t

c. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ

d. Gabungan konsonan nj diubah menjadi n


e. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
f. Kecuali itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong
ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
Misalnya:
C. Ejaan Melindo

EYD Ejaan Pembaharuan


Santai= santay
Gulai = gulay
Harimau = harimaw
Kalau = kalaw
Amboi = amboy
Ejaan Melindo (Melayu- Indonesia) merupakan hasil perumusan ejaan
Melayu dan Indonesia pada tahun 1959. Perumusan Ejaan Melindo ini diavvali
dengan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang kedua pada tahun
1945, di Medan, Sumatera Utara. Bentuk rumusan Ejaan Melindo merupakan
bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya. Namun, Ejaan Melindo ini belum
sempat dipergunakan karena pada masa-masa itu terjadi konfrontasi antara negara
kita Republik Indonesia dengan pihak Malaysia.
Hal yang berbeda adalah bahwa di dalam Ejaan Melindo gabungan
konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga
gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf Nc, yang sama sekali
masih baru. Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu diganti
dengan ts dan n.

D. Ejaan Baru (Ejaan LBK)

Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah
dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri atas
panitia Ejaan LBK, dan juga panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia
itu bekerja atas Dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.
062/67, 19 September 1967.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK, yakni sebagai
berikut.
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j.
Misalnya :
EYD Ejaan Baru
remaja remadja
jalan djalan
perjaka perdjaka

b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi j


Misalnya:
EYD Ejaan Baru
Cakap = tjakap
baca = batja
cipta = tjipta
8

c. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ny


Misalnya:
EYD Ejaan Baru
sunyi = sunji
nyala = njala
bunyi = bunji

d. Gabungan konsonan sj diubah menjadi sy


Misalnya:
EYD Ejaan Baru
Syarat = sjarat
Isyarat = isjarat
Syukur = sjukur

e. Gabungan konsonan ch diubah menjadi kh


Misalnya:
EYD Ejaan Baru
Takhta = tachta
Makhluk = machIuk
Ikhlas = ichlas

E. Ejaan yang Disempurnakan

Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun


Kemerdakan Republik Indonesia XXVII, 17 Agustus 1972 diresmikanlah
pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia.
Dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan
nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan itu merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah
dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan ini
merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik yang
dipakai sejak Maret 1947.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, yakni seperti di
bawah ini.
a. Perubahan Huruf
Ejaan Lama EYD
djika jika
tjakap cakap
njata nyata
sjarat syarat
achir akhir
supaja supaya

b. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
Misalnya:
 khilaf
 fisik
 valuta
 universitas
 zakat
 khazanah
c. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata Furqan, dan xenon.
d. Penulisan di- sebagai awalan dibedakan dengan di- yang merupakan kata
depan. Sebagai awalan, di- ditulis sering kali dengan unsur yang
10

menyertainya, sedangkan di- sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.
Contoh:
Awalan Kata Depan
dicuci di kantor
dibelikan di sekolah
dicium di samping
dilatar belakangi di tanah

e. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan:
Misalnya:
anak-anak, bukan anak2
bermain-main, bukan bennainl
bersalam-salaman, bukan bersalam2an

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut.
1) Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2) Penulisan kata.
3) Penulisan tanda baca.
4) Penulisan singkatan dan akronim.
5) Penulisan angka dan lambang bilangan.
6) Penulisan unsur serapan.

F. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terns
menyesuaikan perubahan. Masyarakat yang kritis terns mendesak Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD
sehingga muncul PU EBI sebagai bentuk jawaban atas kritikan yang diterima.
Selanjutnya EYD berubah menjadi EBI (Ejaan Bahasa Indonesia)
sebagai pedoman umum sejak akhir 2015 silam. Perubahan yang dilakukan oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia ini, berlandaskan
Peraturan Menteri dan Kebudayaan Rl Nomor 50 Tahun 2015.
Dalam hal ini, EBI dibentuk atas dasar EYD sebelumnya, hanya saja pada
EBI terdapat penambahan - penambahan aturan dalam penulisan. Perbedaan Ejaan
Bahasa Indonesia dengan Ejaan yang Disempurnakan yang dapat terlihat adalah
sebagai berikut.
1. Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai,
au, dan oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu, yaitu ei
(misalnya pada kata geiser dan survei).
2. Penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital
digunakan untuk menulis unsur julukan, sedangkan dalam EBI, unsur julukan
diatur dan ditulis dengan awal huruf kapital.
3. Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu
menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta
menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.
Ada pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali oleh
pemerintah dan para pakar bahasa dan sastra Indonesia untuk membahas
perkembangan bahasa Indonesia, Pertemuan rutin ini dinamakan kongres bahasa
Indonesia. Kongres-kongres ini begitu pentingnya bagi sejarah kemajuan bahasa
Indonesia pada umumnya. Oleh karena dengan adanya kongres bahasa Indonesia,
bahasa Indonesia menjadi lebih kompleks kosakatanya, menjadi lebih mantap
dalam membakukan kata atau dalam penyerapan bahasa asing. Hal itu terjadi dan
dibahas dalam kongres bahasa Indonesia. Berikut ini kongres bahasa Indonesia
yang sudah dilaksanakan.
1. Kongres Bahasa Indonesia I (Pertama)
Kongres bahasa Indonesia yang pertama dilaksanakan di Kota Solo, Jawa
Tengah, yakni pada tanggal 25 - 28 Juni tahun 1938. Kongres pertama ini
menghasilkan simpulan yang intinya usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendikiawan dan budayawan
Indonesia pada waktu itu.
Kemudian, pada 18 Agustus 1945rditandatangani Undang - Undang Dasar
1945, pada Pasal 36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Diresmikannya penggunaan Ejaan Republik sebagai pengganti Ejaan van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya, peresmian ini terjadi pada tanggal 19 Maret
1947.

2. Kongres Bahasa Indonesia II


Kongres bahasa Indonesia yang kedua dilaksanakan di Kota Medan, Sumatra
Utara, pada 28 Oktober - 1 November 1954. Kongres bahasa Indonesia ini
merupakan sebuah perwujudan tekad yang kuat dari bangsa Indonesia untuk terus
dan terus menyempurnakan bahasa Indonesia yang dijadikan kebanggaan bagi
bangsa Indonesia.
Presiden H.M. Soeharto yang waktu itu menjabat sebagai Presiden Republik
Indonesia pada 16 Agustus 1972, meresmikan penggunaan Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) melalui sarana pidato kenegaraan pada sidang DPR yang
dikokohkan dengan adanya Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972. Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan pada 31 Agustus 1972, menetapkan Pedoman Umum
Bahasa Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan
Nusantara).

3. Kongres Bahasa Indonesia III


Kongres bahasa Indonesia ketiga dilaksanakan di ibu kota Jakarta, pada 28
Oktober - 2 November 1978. Simpulan pada kongres bahasa yang ketiga ini
adalah memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 yang memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928
dan berusaha terns untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

4. Kongres Bahasa Indonesia IV


Kongres bahasa Indonesia keempat diselenggarakan di Jakarta, dari 21 - 26
November 1983. Bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda yang ke-55 disebutkan
dalam keputusannya bahvva pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehfngga amanat yang tercantum di dalam GBHN, yang
mevvajibkan kepada semua vvarga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar tercapai semaksimal mungkin.

5. Kongres Bahasa Indonesia V


Kongres bahasa Indonesia yang kelima dilaksanakan di Jakarta, pada 28
Oktober - 3 November 1988. Kongres bahasa yang kelima ini dihadiri oleh tujuh
ratusan pakar bahasa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hadir juga tamu
undangan yakni perwakilan dari negara Malaysia, Brunei Darusalam, Singapura,
Belanda, Jerman, dan Australia.
Pada kongres ini dipersembahkan pula sebuah karya besar dari Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di bumi Nusantara,
yakni sebuah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia.
6. Kongres Bahasa Indonesia VI
Kongres bahasa Indonesia yang keenam dilaksanakan di Jakarta, yakni pada
28 Oktober - 2 November 1993 sebanyak 770 peserta dari Indonesia hadir dalam
konggres bahasa keenam ini. Dalam hal ini tidak ketinggalan 53 peserta dari
berbagai negara juga ikut sebagai tamu, yakni negara Brunai Darusalam,
Australia, Jepang, Rusia, Hongkong, India, Jerman, Singapura, Amerika Serikat,
dan Korea Selatan. Simpulan dari kongres ini adalah pengusulan Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Indonesia ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga
Bahasa Indonesia, di samping mengusulkan disusunnya Undang- Undang Bahasa
Indonesia.

7. Kongres Bahasa Indonesia VII


Kongres bahasa Indonesia ketujuh dilaksanakan di Hotel Indonesia, Jakarta,
yakni pada 26 - 30 Oktober 1998. Simpulan dari kongres bahasa yang ke tujuh ini
ialah mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa Indonesia.

8. Kongres Bahasa Indonesia VIII


Kongres bahasa Indonesia kedelapan diselenggarakan di Jakarta, yakni pada
14 - 17 Oktober 2003. Pada kongres bahasa kali ini para pakar dan pemerhati
bahasa Indonesia menyimpulkan bahwa berdasarkan Kongres Sumpah Pemuda
pada 28 Oktober 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu
bahasa, yakni bahasa Indonesia, bulan Oktober dijadikan bulan bahasa. Agenda
pada bulan bahasa adalah berlangsungnya seminar bahasa Indonesia di berbagai
lembaga yang memperhatikan bahasa Indonesia.

9. Kongres Bahasa Indonesia IX


Kongres bahasa Indonesia kesembilan dilaksanakan di Jakarta, yakni pada 28
Oktober - 1 November 2008. Kongres ini juga memperingati 100 tahun
kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat
Bahasa. Dalam hal ini dicanangkannya tahun 2008 sebagai tahun bahasa, maka
sepanjang tahun 2008 diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Sebagai
puncaknya dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta 80 tahun
Sumpah Pemuda, diadakan kongres bahasa Indonesia ke IX.
Kongres ini membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa
daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa
media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional yang menghadirkan
pembicara-pembicara dari dalam dan luar negeri. Pakar bahasa dan sastra yang
selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di
luar negeri diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam Kongres
Bahasa Indonesia IX ini.

10. Kongres Bahasa Indonesia X


Kongres bahasa Indonesia yang kesepuluh dilaksanakan di Jakarta, yakni pada
28 Oktober - 31 Oktober 2013. Simpulan dari kongres bahasa yang kesepuluh ini
ialah Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), merekomendasikan hal -
hal yang perlu dilakukan pemerintah. Rekomendasi tersebut berdasarkan laporan
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta paparan enam
makalah pleno tunggal, di antaranya enam belas makalah sidang pleno panel,
seratus empat makalah sidang kelompok yang tergabung dalam delapan topik
diskusf panel, dan diskusi yang berkembang selama persidangan.
2.4 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem


lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang
bersangkutan. Sedangkan fungsi adalah nilai pemakaian bahasa yang
dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu dalam kedudukan yang
diberikan kepadanya.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,
sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan
Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV,
Pasal 36 tercantum ”Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia”.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional.
Kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia
sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang
mendasari bahasa Indonesia, telah dipakai sebagai lingua franca selama
berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Dan ternyata di
dalam masyarakat kita tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan di
antara bahasa daerah yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai
kedudukan sebagai bahasa nasional.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas
nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang
sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan (4) alat perhubungan antardaerah
dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui
bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai
budaya yang dijadikannya pegangan hidup. Atas dasar itulah, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa bangga dalam
memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga merupakan
wujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkap
jika lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau katakata
asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat
menimbulkan wibawa, harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat
terjadi jika bangsa Indonesia selalu berusaha membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia secara baik sehingga tidak tercampuri oleh unsur-unsur
bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Untuk itu kesadaran akan kaidah
pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam berbahasa
masih sering kita temukan, seperti contoh berikut ini :

Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di supermarket daripada di pasar
tradisional”.

Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari segi


kebanggaan suatu bangsa dan tidak benar dipandang dari segi kebahasaan.
Agar pemakai dapat dijadikan teladan dan dihormati orang lain terutama
orang asing, pemakaian bahasa seperti contoh di atas harus diubah dan
diperbaiki menjadi seperti berikut inI :

Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.


Ujaran : ”Aku lebih suka belanja di swalayan dari pada di pasar
tradisional”.

Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan


fungsinya yaitu mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai
suku, agama, budaya, dan bahasa ibunya. hal itu tampak jelas sejak
diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa
Indonesia digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa
Indonesia. Dengan bahasa nasional itu kita letakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah atau golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan
bangsa Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana bahasa ibu yang
berbeda-beda. Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda
bahasa ibu itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar sehingga
kesalahpahaman antarindividu antarkelompok tidak pernah terjadi. Karena
bahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke seluruh pelosok tanah air
tanpa hambatan.
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera di
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi
negara; (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan; (3) alat
perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; dan
(4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara adalah pemakaiannya sebagai bahasa resmi kenegaraan. Di
dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun dalam
bentuk tulisan.
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti
Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis di
dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis
dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Hanya di dalam keadaan tertentu,
demi kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato resmi
ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris.
Demikian pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga
masyarakat kita di dalam hubungan dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan. Dengan kata lain, komunikasi timbal balik antarpemerintah dan
masyarakat berlangsung dengan mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan
sebaik-baiknya, pemakai bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi
pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam
pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan
pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus baik di
dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio
dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakai
sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,
alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat
perhubungan dalam masyarakat yang latar belakang sosial budaya dan bahasa
yang sama. Dewasa ini orang sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia
apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah yang bersifat nasional
maupun kedaerahan.
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan
untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki
ciri-ciri dan identitas sendiri. Di samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai
untuk memperluas ilmu pengetahuan dan teknologi modern baik melalui
penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian pelajaran di lembaga-lembaga
pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di luar lembaga pendidikan.
2.5 FUNGSI BAHASA INDONESIA DALAM IPTEK DAN IPTAK

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia


berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kegiatan keagamaan. Di dalam hubungan
ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita
membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa
sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya
dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita
pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional
kita.

1. Bahasa Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi


Di samping itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung
ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk kepentingan nasional kita.
Bahasa adalah kunci untuk membuka khasanah pengetahuan. Bila di dalam
karya sastra terdapat pengetahuan dan nilai-nilai spiritual kultural, maka di
dalam buku-buku ilmu pengetahuan terdapat ilmu pengetahuan dan teknologi
dari berbagai disiplin ilmu. Hanya dengan bahasalah kita dapat menguasai
ilmu tersebut.
Ilmu pengetahuan di Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan
dengan di Inggris. Perkembangan bahasa Inggris seimbang dengan
perkembangan ilmu pengetahuannya. Hal tersebut disebabkan buku-buku
yang dipergunakan untuk memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi
menggunakan bahasa Inggris. Keadaan tersebut tidak sebaik pada bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia selalu ketinggalan, perkembangannya tak selaju
perkembangan budaya bangsanya. Oleh sebab itu, walaupun bahasa
Indonesia sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan
sebagai pengantar ilmu pengetahuan.
Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta manfaat
yang dapat diberikan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat dilakukan baik
melalui penulisan maupun penerjemahan buku-buku teks sertapenyajian pelajaran
di lembaga-lembaga pendidikan yang dilaksanakan dengan mempergunakan bahasa Indonesia

2. Bahasa Indonesia dalam hal kegiatan keagamaan


Seperti kita ketahui bersama, bahwa dewasa ini bahasa Indonesia banyak
dipergunakan dalam aktivitas keagamaan sebagai alat/sarana komunikasi
untuk menginformasikan pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat. Hal
tersebut sudah terjadi sejak negara maritim Sriwijaya yang beribu kota di
Sumatra pernah menjadi pusat pengajian dan penyiaran agama Budha.
I Tsing, musafir dari Cina, memperdalam pengetahuannya tentang agama
Budha di ibu kota Sriwijaya tersebut. Dengan bahasa, apa lagi agama Budha
kala itu dipelajari dan disebarkan dari ibu kota Sriwijaya kalau tidak dengan
bahasa wilayah itu juga, bahasa Indonesia, bahasa Melayu, bahasa Sriwijaya
Di samping itu, di wilayah Jawa Tengah terdapat
sebuah prasasti yang berasal dari abad VII, dikenal dengan nama prasasti
Canggal, ditulis dalam bahasa Melayu. Di situ pasti sudah ada bahasa untuk
komunikasi antarpenduduk setempat, bahasa Jawa. Prasasti itu berkaitan
dengan kegiatan keagamaan.
Setelah agama Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara, tak dapat
diragukan lagi bahwa bahasa Melayu juga ikut memegang peranan penting
untuk penyebarannya agama ke daerah-daerah yang jauh. Hal tersebut tidak
mengherankan karena secara kebetulan penutur asli bahasa tersebut tinggal di
daerah strategis yang banyak disinggahi atau juga dijadikan tempat bermukim
untuk waktu pendek ataupun panjang oleh para pedagang dan para musafir.
dapatlah disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan di Indonesia khususnya
dan di wilayah Asia Tenggara
pada umumnya dulu ataupun sekarang sudah banyak dilakukan dengan
bahasa pengantar bahasa Indonesia yang pada masa lampau bernama bahasa
Melayu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik


Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup yang terus berkembang dengan
pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan maupun melalui penyerapan
dari bahasa daerah dan bahasa asing. Pada abad keM5 berkembang bentuk yang
dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan
Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pada zaman
penjajahan Belanda pada awal abad - 20, pemerintah kolonial Belanda ingin
menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi dengan
berpatokan pada bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab - kitab
rujukan. Pada 16 Juni 1927 dalam sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja
Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya.
Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang. Bahasa Indonesia secara resmi
diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda.
Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, ditandatanganilah
Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan secara sah
bahwa bahasa Indonesia ialah bahasa negara. Selanjutnya, sehubungan dengan
perkembangan ejaan, setelah bahasa Melayu ditetapkan menjadi bahasa Indonesia,
yakni muncul Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK,
Ejaan yang disempurnakan, dan EBI.

3.2 Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana
dan jauh dari sempurna. Saran, kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan tulisan ini. Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana – sini agar
tulisan ini menjadi lebih lengkap dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan pecinta
bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Ridiawan. 2012. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia mulai Ejaan dan Ophusyen
hingga EYD. http://ridiawan. blogspot. co. id/2012/02/perkembangan-ejaanbahasa-indonesia.html?
m=1
September2017 (14:23).

Excellent Translation. 2017. EYD Berubah Menjadi EBI Sebagai Pedoman Umum.
https://jasa-translate.com/eyd-berubah-menjadi-ebi-sebagai-pedoman-umum/. 23
September 2017 (18:38).

Gunawan, Heri Indra. 2016. Isi Konggres Bahasa Indonesia I sampai X.


http://www.gurungapak. com/2016/05/konggres-bahasa-indonesia. html. 11
September 2017 (15:09).

Sukartha, I Nengah, dkk.2010. Bahasa Indonesia Akademik Untuk Perguruan Tinggi.


Bali : Udayana University Press.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 2016. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
https://pbsiikipgunungsitoli. blogspot. co. id/2016/12/ejaan-bahasa-indonesia-
ebi.html?m=l. 23 September 2017 (19:15).
Wikipedia. Bahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia. 11
September 2017 (14:52).

Arifin, E. Zaenal dan Amran Tasai. (1989). Cermat Berbahasa Indonesia.


Jakarta: Penerbit Antarkota.

Bakry, Oemar. (1981). Bunga Rampai Sumpah Pemuda. Satu Bahasa, Bahasa
Indonesia. Jakarta: Mutiara.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1981). Politik Bahasa


Nasional. Jakarta: PN Balai Pustaka.

----------. (1985). Kongres Bahasa Indonesia IV. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan.

Tasai, Amran dan Abdul Rozak Zaidan. (2001). Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Indonesia (modul). Jakarta: Universitas


Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai