Photobucket
Beberapa malam yang lalu, sebuah stasiun televisi swasta menggelar telekuis interaktif.
Pemirsa dari seluruh pelosok Indonesia bisa menjadi peserta, cukup dengan menelepon ke
nomer yang tertera di running teks. Penelepon pertama seorang Ibu dari Makassar.
Sebagaimana sudah sangat familiar di televisi nasional, jika ada pemirsa dari Makassar, maka
langsung disapa dengan “Aga Kareba?” (apa kabar). Si penelepon lalu menjawab “Kareba
Madeceng”. Sontak presenter cantik pembawa acara kuis itu keheranan, karena jawaban
yang dia tunggu adalah “baji-baji ji”.
Presenter ini lalu mengira si penelepon kabarnya kurang baik. Saya yang menyaksikan itu di
televisi, hanya ketawa-ketawakacci(tersenyum kecut). Sebagai putra asli Sulawesi Selatan,
mendengar jawaban ibu yang menelepon itu, saya bisa langsung tahu kalau dia bukan orang
Makassar tapi orang Bugis.
Dalam hal menanyakan kabar seseorang, baik Bugis maupun Makassar menggunakan
sapaan aga kareba tapi untuk menjawab berbeda. Makassar menjawab ”baji-baji ji” (baik-
baik saja) dan Bugis menjawab ”kareba madeceng” (kabar baik).
Pada sebuah kegiatan nasional mahasiswa di Universitas Andalas, Padang. Seorang delegasi
dari Universitas Lampung bertanya ke saya “Daeng, Juku Eja apaan?”. Kebetulan waktu itu
saya memakai syal bertuliskan “Tim Juku Eja, PSM Makassar”.
Saya jadi bingung karena memang tidak tahu. Meski sudah hampir sepuluh tahun menetap di
Makassar, Bahasa Makassar saya sangat pas-pasan. Untunglah salah seorang teman delegasi
dari UNHAS waktu itu langsung menjawab kalau Juku Eja artinya Ikan Merah. Ikan
merupakan lauk sehari-hari orang Makassar yang mempunyai nilai gizi tinggi yang
menyimbolkan kekuatan, sedangkan merah adalah warna kebesaran PSM.
Jika terjadi tawuran atau bentrok pada demo mahasiswa Makassar. Maka teman-teman saya
dari luar Sulawesi Selatan pasti akan mengirim sms yang isinya tidak jauh-jauh dari “Kenapa
sih mahasiswa Makassar kalau tidak tawuran, ya demo anarkis?”. Saya lalu menanggapi
dengan enteng “Tau ah, saya kan mahasiswa Bugis, hehehe....”.
Tentu itu hanya sebuah apologi untuk menghindar dari pertanyaan teman-teman di luar sana.
Karena rasionalisasi apapun yang saya berikan, pasti dibantah dan dituduh hanya mencari
pembenaran. Tapi jika dijawab enteng seperti itu, teman saya akan ikut tersenyum dan
pertanyaan soal aksi mahasiswa Makassar tidak lagi berlanjut.
Banyak tokoh asal Sulawesi Selatan yang berkiprah di tingkat nasional, dalam suatu
kesempatan disebut orang Bugis dan pada kesempatan lain disebut orang Makassar.
Sederhananya, jika anda mengaku berasal dari Sulawesi Selatan maka orang di luar akan
memvonis anda sebagai orang Bugis-Makassar.
Tentu saya tidak bermaksud membuat dikotomi antara Etnis Bugis dan Etnis Makassar yang
sekarang sudah membaur. Cuma saya tidak mengerti, kenapa hanya Bugis-Makassar?
Bukankah di Sulawesi Selatan ada empat etnis besar? Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar
(Sekarang mekar Jadi Sulawesi Barat).
Maka dalam hal ini, saya memberi apresiasi untuk para seniman yang telah mengkombain
keempatnya dalam sebuah tarian yang sekarang dikenal dengan nama “tarian empat etnis”.
Setidaknya bisa menjadi simbol pemersatu empat etnis besar di Sulawesi Selatan. Sebenarnya
saya hendak mengatakan, Sulawesi Selatan itu bukan hanya Bugis-Makassar tapi Bugis-
Makassar-Toraja-Mandar dan beberapa etnis lain.
Satu lagi, di Kompasiana terkadang saya dipanggil “Daeng”, yah no problem. Tapi untuk
sekedar diketahui, kalau di kampung halaman saya yang dulu menjadi teritorial dua kerajaan
Bugis, Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Panggilan sehari-hari untuk orang yang
lebih tua itu “Deng” (tidak pake A).
@Sidrap, 14/12/2010
IRSYAM SYAM
Lahir di Bugis, Menetap di Makassar. Sesekali traveling ke Mandar dan tamasya di Toraja.
Sebelumnya : Sekilas Perbedaan Suku Makassar dan Suku Bugis - Bagian Pertama
Banyak yang mengira bahwa Makassar adalah identik dengan suku Bugis dan bahwa istilah
Bugis dan Makassar adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah.
Dari segi linguistik, bahasa Makassar dan bahasa Bugis berbeda, walau kedua bahasa ini
termasuk dalam Rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun
bahasa Austronesia.
Dalam kelompok ini, bahasa Makassar masuk dalam sub-kelompok yang sama dengan bahasa
Bentong, Konjo dan Selayar, sedangkan bahasa Bugis masuk dalam sub-kelompok yang sama
dengan bahasa Campalagian dan dua bahasa yang ditutur di pulau Kalimantan yaitu bahasa
Embaloh dan bahasa Taman.
Perbedaan antara bahasa Bugis dan Makassar ini adalah salah satu ciri yang membedakan
kedua suku tersebut. Pikiran bahwa Bugis dan Makassar adalah serumpun berasal dari
hubungan erat kerajaan seperti Bone, Wajo dan Gowa.
Terlepas dari banyaknya persamaan dan eratnya hubungan serta saling menaruh hormat,
sangat perlu ditegaskan bahwa orang Bugis dan Makassar tetaplah dua suku yang berbeda.
SUKU MAKASSAR
Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir selatan pulau
Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkasara’ berarti “Mereka yang Bersifat Terbuka.”
Etnis Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam memerintah,
gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan
Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada
laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan
pulau Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia
bagian utara.
Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh
kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan
ini juga menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adu
domba Belanda terhadap kerajaan taklukannya.
Bahasa Makassar
Bahasa Makassar, juga disebut sebagai Basa Mangkasara’ adalah bahasa yang dituturkan oleh
suku Makassar, penduduk Sulawesi Selatan, Indonesia. Bahasa ini dimasukkan ke dalam suatu
rumpun bahasa Makassar yang sendirinya merupakan bagian dari rumpun bahasa Sulawesi
Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini mempunyai abjadnya sendiri, yang disebut Lontara, namun sekarang banyak juga
ditulis dengan menggunakan huruf Latin.
Ada beberapa tarian dan atraksi sering di tampilkan oleh suku Makassar diantaranya adalah:
Atraksi permainan tradisional “Ma’raga”, atraksi permainan rakyat “Mappadendang”, tarian magis
“Pepe-pepeki ri Makka”, permainan gendang dan atraksi “Gandrang Bulo”, serta Tari Pakarena
Syair
Selanjutnya : Sekilas Perbedaan Suku Makassar dan Suku Bugis - Bagian Kedua
(Habis)
Sumber : bit.ly/1VAkOeL
terima kasih atas komentarnya :
Quote:
SUKU BUGIS
Suku Bugis merupakan kelompok etnik yang berasal dari Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok
etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang
merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan
Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.
Populasi orang Bugis tersebar di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan
Riau.
Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah
beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa perantau
dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke
mancanegara.
Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian
darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu
Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan
Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan.
Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu
adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario
(kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)
Bahasa Bugis
Bahasa Bugis adalah salah satu dari rumpun bahasa Austronesia yang digunakan oleh etnik Bugis di
Sulawesi Selatan, yang tersebar di sebagian Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten
Barru, Kota Parepare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten
Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, sebagian Kabupaten Bulukumba, dan sebagian Kabupaten
Bantaeng.
Bahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek. Seperti dialek Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap.
Dialek Bone (yang berbeda antara Bone utara dan Selatan). Dialek Soppeng. Dialek Wajo (juga
berbeda antara Wajo bagian utara dan selatan, serta timur dan barat). Dialek Barru, Dialek Sinjai dan
sebagainya. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional juga memakai Aksara Lontara.
Bugis Perantauan
Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16,
17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan.
Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya
merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya
dapat diraih melalui kemerdekaan.
Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi
perjanjian Bongaja, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan
Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya di antaranya ada yang hijrah ke daerah
Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua
Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan
baik oleh Sultan Kutai.
– Tari Pelangi : Tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
– Tari Paduppa Bosara : Tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu
senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan
– Tari Pattennung : Tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang
menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan
Bugis.
– Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari: tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini
sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
– Tarian ritual Bissu “Ma’giri” , di dalam Maggiri inilah Bissu mempertunjukan kesaktiannya kebal
akan benda tajam.
Syair
Sumber : bit.ly/1VAkOeL
bugis
baru tau ane PM dan beberapa raja Malaysia keturunan Bugis.. *bingung (antara