Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan hidayahnya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU MANDAR” dengan
tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran antropologi. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang budaya suku mandar bagi para kita semua.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada pak muh. Sulkarnain,s.pd,m.pd selaku guru mata
pelajaran antropologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak telah
membantu menyelesaiakan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suku madar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum
terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja
mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan
Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan
“sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan
persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di
gunung (Pitu Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar”
(menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka
di Allewuang Batu di Luyo. Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan
adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi lautan dengan
cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar, yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan
khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll. Mandar dapat berarti tanah
Mandar dapat juga berarti penduduk tanah Mandar atau suku Mandar. pada akhir abad 16
atau awal abad 17 negeri negeri Mandar menyatukan diri menjadi sebuah negeri yang lebih
besar, yaitu tanah Mandar yang terdiri dari Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babana Binanga, Pitu
Babana Binanga lah yang terkenal dengan armada laut Mandar dalam perang Gowa-Bone
diabad ke17. Suku Mandar terdiri atas 17 (kerajaan) kerajaan, 7 (tujuh) kerajaan (lebih mirip
republik konstitusional dimana pusat musyawarah ada di Mambi) hulu yang disebut "Pitu
Ulunna Salu", 7 (tujuh) kerajaan muara yang disebut "Pitu ba'bana binanga" dan 3 (tiga)
kerajaan yang bergelar "Kakaruanna Tiparittiqna Uhai".
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah:
Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ba’Pana Binanga adalah:
Kerajaan Balanipa
Kerajaan Sendana
Kerajaan Banggae
Kerajaan Pamboang
Kerajaan Tapalang
Kerajaan Mamuju
Kerajaan Benuang
Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mappi namun
sekarang adalah bagian dari kerajaan Balanipa, adalah sebagai berikut:
Kerajaan Allu
Kerajaan Tuqbi
Kerajaan Taramanuq
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan dalam bentuk pernyataan sebagai
berikut :
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
B. WILAYAH
Wilayah suku mandar terletak diujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Selatan
bagian barat dengan letak geografis antara 10-30 lintang selatan dan antara 1’180-1’190 bujur
timur. Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan :
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
Kini batas Mandar di utara berubah menjadi Suremana, yang berarti kita kehilangan wilayah
lebih dari 10 km, dan juga kehilangan 10 km di selatan, karena batas wilayah Mandar di
selatan sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tetapi Paku.
C. SEJARAH
Pada Abad ke-16, ada istilah 'persekutuan' antara tujuh kerajaan pesisir pantai dan tujuh
kerajaan di Sulawesi barat. Pada konferensi ke 14 kerajaan (Pitu Ba'bana Binanga Pitu
Ulunna Salu) melahirkan suku Mandar. Suku Mandar bermukim di Sulawesi Barat, sebagian
di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Dalam catatan Het Landschap Balanipa suku
Mandar dideskripsikan sebagai orang dengan hati tinggi, mudah tersinggung, sopan, mudah
cemburu, memegang penuh tradisi, berkuasa, menghargai tamu, pemberani, dan sering
memilih titik strategis dalam peperangan. Menurut Tomes Pires, ahli obat-obatan Portugis,
suku Mandar dikenal sebagai pelaut ulung. Hal ini karena, tanah mereka tidak subur sehingga
tidak memungkinkan bercocok tanam. Catatan Memorie Leidjst Assistant Resident van
Mandar (1937-1940) menyebutkan pelaut Mandar memiliki wilayah pelayaran yang luas,
mulai Maluku hingga Papua Nugini. Ilmu pengetahuan mengenai kemaritiman diwariskan
sejak zaman Austronesia.
D. MASYARAKAT
Pelapisan masyarakat di daerah Mandar nampaknya masih ada walaupun tidak menjadi hal
yang mutlak dikedepankan lagi dalam pergaulan keseharian.Hal ini dapat diperhatikan jika
kita membaca sejarah Mandar. Kerajaan-kerajaan dahulu hakekatnya terbagi dalam dua
stratifikasi,yaitu lapisan penguasa dan lapisan yang dikuasai.Sistem mobilisasi social yang
Mandar memiliki sifat yang amat sederhana dan elastis dimana lapisan penguasa bukan hanya
dari golongan tomaradeka (orang biasa),apabila mereka mampu memperlihatkan
prestasisosialnya,misalnya : to panrita,to sugi,to barani,to sulasana,dan to ajariang. Kelima
macam tersebut ditempatkan dalam lapisan elit (golongan atas orang yang terpandang ).
Dengan demikian terjadilah mobilisasi social horizontal bagi anak puang.Lambat laun
nampak pelapisan masyarakat ini makin tipis akibat pembauran dalam bentuk
perkawinan.Kelima golongan tadi juga memiliki andil untuk dipilih sebagai pemimpin dalam
masyarakat karena kelebihannya itu. Struktur masyarakat di daerah Mandar pada dasarnya
sama dengan susunan masyarakat di seluruh daerah di Sulawesi Selatan,dimana susunan ini
berdasarkan penilaian daerah menurut ukuran makro yaitu : 1. Golongan bangsawan raja, 2.
Golongan bangsawan hadat atau pia, 3. Golongan tau maradeka yakni orang biasa, 4.
Golongan budak atau batua. Golongan bangsawan adat ini merupakan golongan yang paling
bayak jumlahnya. Mereka tidak boleh kawin dengan turunan bangsawan supaya ada
pemisahan. Raja hanya sebagai lambing sedangkan hadat memegang kekuasaan. Pada
umumnya suku Mandar ramah-ramah yang muda menghormati yang tua.Kalau orang tua
berbicara dengan tamu,anak-anak tidak boleh ikut campur (ikut bersuara).Ada beberapa hal
yang menjadi kebiasaan dalam suku Mandar seperti:
b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe.
c. Kalau bertamu sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang.
E. AGAMA
Pada umumnya dewasa ini suku Mandar adalah penganut agama Islam yang setia tetapi
dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali,
larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat
dan sesaji. Didaerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam
masuk, religi budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan
sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna. Sedangkan untuk wilayah
persekutuan Pitu Ba’Pana Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada
peningglaanya yang berupa ritual dan upacara-upacara adapt yang tampaknya bisa dijadikan
patokan bahwa ia besumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti ritual
Mappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattula bala’ (menyiapkan sesjai untuk
menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada
masyarakat yang melakukannya. Dari sini jelas tampak betapa symbol-simbol budaya itu
berangkat dari religi budaya, yang untuk itu tidak dikenal dalam Islam.
F. KEBUDAYAAN
Rumah adat Boyang adalah tempat tinggal suku Mandar yang merupakan suku asli dari
wilayah Sulawesi Barat. Rumah adat Sulawesi Barat ini juga terdiri dari dua jenis, yaitu
Boyang Adat dan Boyang Beasa. Kedua rumah adat tersebut memiliki perbedaan yang
kentara yaitu dari fungsinya. Rumah adat Boyang Adaq adalah sebuah tempat tinggal yang
dikhususkan untuk kaum bangsawan atau ketua adat, sedangkan Boyang Beasa merupakan
tempat tinggal bagi masyarakat biasa. Beberapa keunikan dan ciri khas yang dimiliki oleh
rumah adat Boyang Adaq:
1. Rumah Boyang Adaq memiliki tumbaq layar atau penutup bubungan yang disusun
mulai dari tiga hingga tujuh tumpuk.
2. Keunikan lainnya adalah rumah Boyang Adaq mempunyai dua tangga bersusun yang
memiliki jumlah tiga anak tangga dan sebelas anak tangga.
3. Bentuk dari rumah adat Boyang Adaq juga terlihat lebih megah dan luas sehingga
siapa saja bisa dengan mudah untuk membedakannya.
Rumah adat Boyang Beasa juga memiliki keunikannya sendiri, yaitu seperti yang ada di
bawah ini:
1. Karena peruntukan dari rumah Boyang Beasa untuk rakyat dan masyarakat umumnya
maka otomatis bentuknya tidak terlihat megah dan tampak biasa saja.
2. Atap dari Boyang Beasa juga hanya terdiri dari satu tumpuk.
3. Tangga yang dibuat hanya satu susun dan tidak memiliki ukuran tangga yang terlalu
lebar.
Rumah adat Sulawesi Barat memiliki sebuah struktur arsitektur yang menyerupai rumah
panggung dan dibuat dengan menggunakan material utama kayu. Tiang-tiang kayu yang
memiliki ukuran besar dan tinggi 2 meter tersebut ditancapkan pada batu yang ada di
bawahnya agar tiang kayu tidak terkena kelembaban yang tinggi dan menghindari terjadinya
lapuk dalam waktu yang singkat. Rumah adat Sulawesi Barat juga umumnya memiliki dua
buah tangga yang terletak pada bagian depan dan belakang rumah. Tangga tersebut memiliki
jumlah anak tangga dengan jumlah ganjil antara 7 hingga 13 anak tangga dan juga dilengkapi
dengan pegangan yang ada pada kedua belah sisiny, rumah Boyang memiliki lantai dan
dinding yang terbuat dari papan kayu sebagai bahan utamanya. Di dalam rumah juga terdapat
ukiran dan pahatan yang memiliki motif khas Suku Mandar. Berbeda dengan rumah adat
Suku Dayak, rumah Boyang memiliki jendela agar ruangan di dalamnya bisa mendapatkan
sirkulasi udara yang baik dan tidak menjadi panas. Atap dari rumah Boyang dibuat agar
memiliki bentuk layaknya sebuah prisma yang memanjang dari bagian depan hingga bagian
belakang rumah. Mengikuti perkembangan zaman, rumah adat Boyang sudah ada yang dibuat
dengan menggunakan seng. Akan tetapi dalam sejarahnya atap dari rumah Boyang dibuat
dengan menggunakan daun rumbia dan sirap. Bahan rumbia dimanfaatkan karena sangat
mudah untuk mendapatkannya dan selain itu juga menyusunnya bisa dilakukan oleh siapa
saja dengan mudah. Rumah Boyang juga memiliki beberapa bagian rumah yang disebut
sebagai lotang. Setiap bagian rumah tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Beberapa bagian rumah yang ada pada Rumah Boyang:
Samboyang
Tangnga Boyang
Bui Boyang
Tapang
Paceko
Lego-lego
Naong Boyang
B. MATA PENCAHARIAN
Masyarakat Mandar memiliki mata pencarian sebagai nelayan. Melaut bagi suku Mandar
merupakan sebuah penyatuan diri dengan laut. Chistian Pelras dalam Manusia bugis (Nalar,
2006) menilai bahwa sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut bukan orang
Bugis seperti pendapat banyak orang. Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah
tehnologi penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan oleh pelaut Mandar, perahu sandeq
adalah perahu tradisional bercadik yang tercepat dan ramah lingkunagn dikawasan
Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral yang ditemukan pelaut mandar dilaut. Mencari
hidup dilaut bukanlah pekerjaan sembarangan bagi orang Mandar. Mereka tahu betul
bagaimana beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilaut. Dikampung-
kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada
juga yang menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik. Sistematis pengetahuan
yang harus dimiliki nelayan Mandar, terdiri dari kegiatan: berlayar (paissangang
asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang)
dan kegaiban (biasa disebut paissangang). Sebelum melaut, mereka melangsungkan upacara
Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap sang pencipta, sebagai prasyarat melaut. Upacara Kuliwa
ini semakin berarti dalam aktivitas Motangnga yaitu mengakap ikan terbang beserta telurnya
diakhir musimbarat dan diawal musim timur (april-agustus).
C. SISTEM KEKERABATAN
Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu
bilateral. Suku Mandar biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang biasanya bersekolah
di daerah lain. Adapun keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Mesangana,
kelurag luas yaitu famili-famili yang yang dekat an sudah jauh tetapi masih ada hubungan
keluarga. Status dalam suku Mandar berbeda dengan suku Bugis, karena didaerah Bugis
pada umunya wanita yang memegang peran dalam peraturan rumah tangga. Suami
sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atas keluarganya mempunyai tugas
tertentu, yaitu mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Sebaliknya di Mandar,
wanita tidak hnaya mengurus rumah tangga, tetapi mereka aktif dalam mengurus
pencarian nafkah, mereka mempunyai prinsif hidup, yaitu Sibalipari yang artinya sama-
sama menderita (sependeriataan) seperti: kalu laki-lakinnya mengakap ikan, setelah
samapi didarat tugas suami sudah dianggap selesai, maka untuk penyelesaian selanjutnya
adalah tugas istri terserah apakah ikan tersebut akan dijual atau dimakan, dikeringkan,
semua itu adalah tugas si istri. Didaerah Bugis wanita juga turut mencari nafkah tetapi
terbatas pada industri rumah, kerajinan tangan, menenun anyaman dan lain-lain. Didaerah
Mandar terkenal dengan istilah hidup, Sirindo-rondo, Siamasei, dan Sianuang pa’mai.
Sirondo-rondoi maksudnya bekerja sama Bantu membantu dalam mengerjakan sesuatu
pekerjaan baik yang ringan maupun yang berat. Jadi dalam rumah tangga kedua suami
istri begotong royong dalam membina keluarga. Siamamasei, sianuang pa’mai ( sayang
menyayangi, kasih mengasihi, gembira sama gembira susah sama susah). Secara
keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kerjasama Bantu membantu baik
yang bersifat materil maupun non materil.
D. BAHASA
Suku mandar menggunakan bahasa yang disebut dengan bahasa mandar, hingga kini masih
dengan mudah bisa ditemui penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti: Polmas,
Mamasa, majene, Mamuju dan Mamuju Utara. Kendati demikian di beberapa tempat atau
daerah di Mandar juga telah menggunakan bahasa lain,seperti untuk Polmas di daerah
Polewali juga dapat ditemui penggunaan bahasa Bugis. Begitu pula di Mamasa,
menggunakan bahasa Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di dalamnya banyak
ditemui perbedaannya dengan bahasa Mandar. Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat
ditemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, utamanya etnis Jawa yang
tinggal dan juga telah menjadi to Mandar di daerah tersebut.Kecuali di beberapa tempat
Mandar, seperti Mamasa. Selain daerah Mandar atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat
tersebut, bahasa Mandar juga dapat ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di
daerah Ujung Lero Kabupaten Pinrang dan Tuppa Biring Kabupaten Pangkep.
E. PERKAWINAN
Untuk perkawinan di daerah Mandar secara umum, garis besarnya melalui 14 fase seperti:
1) Massulajing
Massulajing artinya mencalonkan dan mencocokkan antara dua orang yang akan di
persunting. Fase ini dilakukan oleh orang tua si lelaki berssama keluarga terdekat. Ini
bermakna saling menghargai antara keluarga dan merupakan isyarat bahwa pengurusan dan
seluruh tanggung jawab akan menjadi tanggung jawab bersama.
messisi’ adalah langkah permulaan yang berfungsi sebagai pembuka jalan dalam rangka
pendekatan pihak laki-laki terhadap pihak wanita. Tugas ini biasanya dilakukan oleh satu
atau dua orang diambil dari orang-orang yang kedudukannya dapat menengahi urusan ini.
Artinya dia ada hubungan keluarga dengan wanita dan juga ada hubungan kelurga dengan
pihak pria. Sifat kunjungan Messisi’ ini sangat rahasia. Sedapat mungkin pihal lain tidak
mengetahuinya. Ada 2 hal yang ingin dicapai dalam kerahasian ini:
Mettumae atau ma’duta ialah mengirim utusan untuk melamar, merupakan proses lanjutan
utuk lebih memastikan dan membuktikan hasil yang dicapai pada fase mammanu’-manu.
Duta artinya utusan tediri dari bebrapa pasangan suami istri yang biasanya dari keluarga
dekat, pemuka adat dan penghulu agama dengan berbusana secara adat. Pada fase ini
biasanya berlangsung ramai karena disini para utusan berkesempatan menyampaikan
maksudnya secara simbolik melalui puisi atau ‘kalinda’da mandar’.
4) Mambottoi Sorong
Sorong atau mas kawin adalah sesuatu yang memiliki nilai moral dan material yang mutlak
ada dalam suatu perkawinan. Tanpa adanya mas kawin, perkawianan dianggap tidak sah
menurut aturan adat maupun menurut syariat Islam. Sedang menurut adapt istiadat suku
Mandar, “sorong” adalah gambaran harga diri dan martabat wanita yang ditetapkan menurut
aturan adat yang disahkan oleh hadat yang tidak boleh diganggu gugat atau ditawar-tawar
naik turunnya.
5) Membawa Paccanring
Membawa paccandring adalah pernyataan rasa gembira oleh pihak laki-laki atas tercapainya
kesepakatan tentang sorong dan besar belanja. Yang dibawa dominan buah-buahan segala
macam dan sebanyak mungkin. Menurut kebiasaan, paccanring ini dibagi-bagikan kepada
segenap keluarga dan tetangga, dan pengantarnya harus dengana arak-arakan.
6) Ma’lolang
7) Mappadai Balaja
Artinya pihak laki-laki mengantar uang belanjaan yang telah disepakati kepihak wanita
dengan arak-arakan yang lebih ramai lagi. Ini dilakukan sebelum ‘mata gau’ dan diantar
sesuai permintaan pihak wanita.
8) Mappasau
Dilakukan pada malam hari menjelang besoknya persandingan. Mappasau artinya mandi uap,
dimaksudkan agar semua bau busuk yang yang mungkin ada pada mempelai wanita menjadi
hilang. Bahannya terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang disebut “daun bunga” sejenis daun
pandan dan beberapa campuran rempah-rempah lainnya. Cara melaksanankan pappasaungan
ini ialah, bunga dan campurannya berupa dedaunan yang harum baunya direbus dengan air
sampai mendidih. Mulut belanga diberi bungkus kain dan di lubangi. Pada lubang tersebut
dipasangi saluran saluran bambu. Si gadis menyelimuti tubuhnya engan kain setebal
mungkin. Setelah si gadis mengeluarkan keringat dan dianggap sudah memadai selimut
dibuka. Setelah itu sigadis dimandikan untuk membersikan sisa-sisa uap yang melekat pada
badan si gadis. Sesudah itu selesailah acara Pappasaungan.
9) Pallattigiang
Pallatiang dalam suku Mandar ada 3 yaitu pellattigiang secara adat, pelattigiang adat oleh
raja-raja, an pelattigiang secara pauli atau obat. Pelaksanaan pelattigiang waktunya ada 2
macam :
Bersamaan dengan hari akad nikah
Sehari sebelum akad nikah
Pelaksanaan pellattigiang secara adat harus berbusana lengkap dengan keris di pinggang,
khusus pellattiang pauli (obat), busana dan kelengkapan lainnya bebas.
Merupakan puncak dari segenap acara yang ada dalam upacara perkawinan. Pada bagian ini
dilakukan arak-arakan yang lebih ramai ari sebelumnya untuk mengantar calon mempelai
pria kerumah calon mempelai wanita. Ada dua hal pokok yang diantar, yaitu calon mempelai
laki-laki dan mas kawin. Mas kawin dipantangkan bepisah dari calon mempelai laki-laki
sebelum di serahkan pada wali mempelai wanita.
12) Nilipo
Merupakan kunjungan keluarga pihak mempelai pria keruamh mempelai wanita. Ini
dilakukan paling tidak 3 kali berturut-turut setiap malam sesudah salat isya. Ini dimaksudkan
untuk mempererat hubungan kekeluargaan antara kelurga kedua belah pihak. Kesempatan ini
pula diadakan acara ‘mappapangino’ yaitu mempelai laki-laki mencari, memburu dan
menangkap memoelai wanita.
Artinya mandi bunga untuk menharumkan dan membersihkan diri dari hadas besar yang
mungkinterjadi sesudah akad nikah. Ini dilakukan bersama-sama kedua mempelai dalam
tempayan yang satu, untuk memasuki tahap berikutnya.
Marola artinya mengikut atau rujuk ialah perkunjungan kedua mempelai kerumah mempelai
pria. Kegiatan ini dilakukan hanya untuk bersenang-senang, bermain musik dan lain-lain.
Kesempatan ini biasa orang tua pria melakukan pemberian barang-barang berharga seperti
tanah, perkebunan, rumah dan sebagainya sebagai pernyataan syukur dan gembira terhadap
terlaksananya perkawinan tersebut.
F. ALAT-ALAT SENJATA
Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik), jambia (belati), kanda wulo (parang
panjang), suppiq (sumpit), panah.
Seni gerak tradisional atau tari dalam bahasa Mandar disebut “TUQDUQ” dan pelakunya
disebut “PATTUQDUQ”. Dahulu pada pemerintahan raja-raa di Mandar pattuqduq
digolongkan atas 3 (tiga) macam menurut stratifikasi pelaku dan kebutuhannya yaitu :
Pelakunya ada khusus anak-anak gadis ada pula khusus anak-anak putra. Dilakukan
dengan ayunan tangan yang lemah lembut dan gerakkan kaki yang seirama dengan
pukulan genang.Gerakan ke depan dengan angkat dan uluran tangan ke samping serta
tebaran kipas silih berganti jongkok putar dan berdiri lalu maju. Dewasa ini di samping
tuqduq tradisional yang modernisasi juga telah bermunculan pula tari kreasi baru seperti :
Tari Tomassengaq, Tari Pahlawan, Beruq-beruq to Kandemeng, Tari Layang-layang,
Tengga-tenggang Lopi, Parri-Parriqdiq, Toaja dll. Di dalam melaksanakan acara ini para
penari menggunakan keris dengan sebagai berikut :
Ikrar yang diucapkan berlain-lainan, disesuaikan dengan jabatan tingkatan orang yang
memanna. Misalnya di kerajaan Pamboang terdiri atas :
B. SARAN
Kebudayaan Indonesia yang beragam seharusnya tidak kita sia siakan begitu saja, sebagai
bangsa yang mencintai tanah air, kita harus mampu melestarikan kebudayaan-kebudayaan
bangsa. Jika kita tidak mampu melestarikan, kebudayaan kita miliki semakin lama akan
semakin punah. Oleh karena itu, kita harus dapat mempelajari sedikit banyaknya tentang
kebudayaan-kebudayaan daerah, biarpun kebudayaan tersebut bukan berasal dari daerah kita.
SUKU MANDAR
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 2
KETUA : HASLINDA
ANGGOTA : ALDI
ADEL
ASMAUL HUSNA
FAIZ AHMAD B
MUH. ARYANSYAH
SALSABILAH
SMA NEGERI 1 PAKUE
TAHUN AJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Identitas etnis
B. Wilayah
C. Sejarah
D. Masyarakat
E. Agama
F. Kebudayaan
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandar
http://www.polewalimandarkab.go.id/index.php?jenis=content&id=202
http://www.tamanmini.com/budaya/busana_tradisional/busana_tradisional_mandar
http://makassarkota.go.id/sosial-dan-budaya/budaya-maritim-sandeq-dan-kearifan-
lokal-suku-mandar.html