Anda di halaman 1dari 31

SEJARAH KESULTANAN MELAYU DI MAKASSAR DAN MALUKU

Disusun Oleh :

KELOMPOK 11

Inggaris Priyandita 1910206009

Egi Laila 1920206041

Marisa 1930206079

Dosen Pengampu :

Dina Ariani, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’Alamin, segala puji bagi Allah swt. Tuhan semesta Alam. Atas
segala karunia nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “sejarah kesultanan melayu makassar dan maluku” ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam dan Peradaban Melayu
yang diampu oleh Ibu Dina Ariani, M.Ag.

Kami mengucapkan banyak terima kasih untuk para penulis –penulis di luar sana
yang telah menyumbangsihkan karya mereka yang saat ini dapat kami pakai sebagai
referesnsi dalam penulisan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal, tetapi kami sebagai manusia biasa menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Karenanya, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dari karya ini. Aamiin Ya Robbal ‘Alaamiin.

Palembang , November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Sejarah Kesultanan Makassar ....................................................................................... 3
B. Asal Usul Kerajaan Gowa ............................................................................................ 3
C. Keruntuhan Kesultanan Makassar ................................................................................ 7
D. Raja-Raja Kesultanan Makassar ................................................................................... 7
E. Peninggalan Kesultanan Makassar ............................................................................. 10
F. Sejarah Kesultanan Maluku........................................................................................ 10
G. Kerajaan Ternate dan Tidore ...................................................................................... 11
1. Kesultanan Ternate .............................................................................................. 11
2. Kesultanan Tidore ................................................................................................ 20
3. Kesultanan Jailolo ................................................................................................ 23
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 27
Kesimpulan ..................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Makassar sebenarnya terdiri atas 2 kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan
Tallo yang membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu
kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar
sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai
nama ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa,
adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi
Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dan Suku Makassar yang berdiam di ujung
selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah
Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya, Kerajaan ini memiliki raja
yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin yang saat itu melakukan peperangan
yang dikenal dengan Perang Makassar (1006-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh
Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung
Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antar suku karena pihak Gowa memiliki
sekutu dari kalangan Bugis, demikian pula pihak Belanda-Bone memuliki sekutu
orang Makassar Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah
dilakukannya di abad ke 17.
Berbagai sumber menyebutkan, raja pertama dari kerajaan itu adalah bersaudara,
yaitu Sahajati di kerajaan Tidore, Masyhur Malamo di kerajaan Ternate, Kaicil Buka
di kerajaan Bacan, dan Darajati di kerajaan Jailolo. Keempat kerajaan itu merupakan
putra dari Ja'far Shadiq, yang ditengarai putra Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali
bin Abi Thalib. Hal itulah yang menjadi awal sejarah kesultanan Islam di Maluku.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan dari makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana sejarah Kesultanan Makassar?
2. Kapan masa kejayaan Kesultanan Makassar?
3. Kapan masa kemunduran Kesultanan Makassar?
4. Bagaimana sejarah Kesultanan Melayu di Maluku?
5. Bagaimana sejarah Kesultanan Ternate?
6. Bagaimana sejarah Kesultanan Tidore?
7. Bagaimana Sejarah Kesultanan Jailolo?
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Kesultanan Makassar
2. Mengetahui Masa Kejayaan Kesultanan Makassar
3. Mengetahui Masa Kemunduran Kesultanan Makassar
4. Mengetahui Sejarah Kesultanan Melayu di Maluku
5. Mengetahui Sejarah Kesultanan Ternate
6. Mengetahui Sejarah Kesultanan Tidore
7. Mengetahui Sejarah Kesultanan Jailolo
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH KESULTANAN MAKASSAR


Penyebaran islam ke berbagai daerah di Nusantara tidaklah berlangsung secara
bersamaan. Kedatangan islam di sulawesi selatan, agak terlambat dibanding daerah
lainnya di indonesia. Menurut lontara pattorioloang (lontara sejarah), nantilah pada
masa pemerintahan Raja Gowa X (1546-1565), Tonipalangga, baru ditemukan sebuah
perkampungan muslim di Makassar, penduduknya terdiri atas para pedagang melayu
yang berasal dari Campa, Patani, Johor, dan Minangkabar.
Penerimaan islam raja gowa dan tallo, seperti termuat dalam lontara, terjadi pada
malam Jum’at, 9 Jumadil Awal 1014 H/22 September 1605 M, Yang ditandai dengan
kedatangan tiga orang datuk atau datuk talhua (Makassar) atau datuk tellue (Bugis).
Peristiwa masuknya islam Raja Gowa merupakan tonggak sejarah dimulainya
penyebaran Islam di Sulawesi Selatan, karena setelah itu, terjadi konversi ke dalam
islam secara besar-besaran. Konversi itu ditandai dengan dikeluarkannya sebuah
dekrit Sultan Alauddin pada tanggal 9 November 1607 untuk menjadikan islam
sebagai agama kerajaan dan agama masyarakat.

1. Asal usul Kerajaan Gowa


Sebelum kerajaan Gowa berdiri, yang diperkirakan terjadi pada abad XIV,
daerah ini sudah dikenal dengan nama Makassar dan masyarakatnya disebut
dengan suku Makassar. Kata “Makasar” yang dimaksud Prapanca dalam tulisan
tersebut, bukanlah sebuah nama suku, melainkan nama sebuah negeri, yakni
negeri Makassar, sebagaimana halnya negeri Bantayan (Banten), Luwuk (Luwu),
Butun (Butun), Selaya (Selayar) dan lainnya.
Menjelang terbentuknya Kerajaan Gowa, komunitas Makasar terdiri atas
sembilan kerajaan kecil yang disebut kasuwiyang salapang (sembilan negeri yang
memerintah), yaitu : (1) Tombolo, (2) Lakiung, (3) Saumata, (4) Parang-Parang,
95) Data’,(6) Agang Je’ene,(7) Bisei, (8) Kalling, Dan (9) Sero’.
Diantara kerajaan-kerajaan kecil diatas sering terjadi perselisihan yang
terkadang meningkat menjadi perang terbuka. Perang dapat diperkecil dengan
mengangkat dari kalangan mereka seorang pejabat yang disebut paccallaya.
Pada masa pemerintahan Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng
Lakiung Tonipalangga ulaweng (memerintahkan 1512-1546), kedua kerajaan
kembar tersebut kembali menjadi satu kerajaan dengan kesepakatan yang disebut
“Rua Karaeng Se’re Ata” yang berarti dua raja, tetapi seorang hamba).
Sejak kedua Kerajaan Gowa Dan Tallo menyepakati perjanjian tersebut , maka
siapa saja yang menjabat raja tallo sekaligus menjabat sebagai mangkubumi
kerajaan gowa. Para sejarawan kemudian menanamkan kedua Kerajaan Gowa
Dan Tallo dengan Kerajaan Makassar. Dalam perkembangan kedua kerajaan ini,
ternyata Kerajaan Gowa jauh lebih populer.
Tonipalangga (memerintah 1546-1565) bersama dengan mangkubuminya,
Nappakata’tana Daeng Padulung ( Raja Tallo), menetapkan program politik
ekspansi untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga. Untuk itu, beliau
memperkuat benteng-benteng pertahan kerajaan dengan menjadikan Benteng
Somba Opu sebagai benteng utama. Politik ekspansi ini ternyata berjalan dengan
baik. Beliau dapat menguasai daerah-daerah pedalam Bugis dan perairan Bone.
Kerajaan yang tidak mau tunduk pada pengaruh Gowa dianggap saingan yang
harus ditaklukkan.
Pada periode kekuasaan Tonipalangga, banyak pedagang dari kepulauan
nusantara yang menetap di Makassar. Mereka ini terdiri atas para pedagang dari
Pahang, Petani, Johor, Campa, Minangkabau dan Jawa.
Setelah tonipalangga meninggal dunia, ia digantikan oleh tonibatta (1565)
sebagai raja gowa XI. Nama lengkapnya adalah I Tajibarni Daeng Maarompa,
Karaeang Data, Tonibatta. Tonibatta sendiri yang memimpin sekpansi itu. Namun,
Raja Bone VII, la Tenrirawe Bongkange, sudah mengantisipasi agresi Gowa itu
dengan mempersiapkan dari sebelumnya. Dalam suatu pertempuran, Tonibatta
tewas dalam keadaan tertetak, sehingga baginda digelar Tonibatta (orang yang
tertetak). Kematian tonibatta, membuat laskarnya bercerai-berai meninggalkan
jenazah baginda. Kajao Lalindo, penasehat Raja Bone, menyarakan agar jenazah
Tonibatta dikembalikan ke Gowa.
Saran Kajao Lalindo untuk mengembalikan jenazah Tonibatta, agaknya
dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengakhiri permusuhan yang
berkepanjangan antara Gowa Dan Bone. Kerajaan gowa diwakili oleh
mangkubuminya, I mappakaka’tana daeng padulu tomenanga ri makkowayang,
Iyang didampingi oleh I Manggorau Daeng, Puta Mahkota Kerajaan Gowa.
Sedang Kerajaan Bone dipimpin langsung rajanya, La Tenrirawe, yang
didampingi oleh Kajao Lalido. Nama yang disebut terakhir ini memegang peranan
yang amat menetukan dalam perundingan tersebut. Perundingan itu,
menghasilkan tiga kesepakatan mengenai perbatasan, yaitu :
a. Kerajaan Bone mentut kembalinya daerah-daerah yang ditaklukan oleh
orang Gowa pada peperangan-peperangan yang lalu, pada jaman Raja
Gowa ke-9, Tomapa’risi Kallonna. Ke sebelah barat sampai ke sungai
Walanae dan ke sebalah utara Sampai Negero Ulaweng.
b. Sungai tangka (perbatasan antara bone dan sinjai) menjadi perbatasan
kedua kerajaan, gowa dan bone. Sebeleh selatan sungai menjadi daerah
gowa dan sebelah utaranya menjadi daerah bone.
c. Negeri cenrana, menjadi daerah kerajaan Bone, karena negeri itu telah
dibebaskan oleh Raja Bone ke-5, La Tenrisukki dari Raja Luwu’ yang
bernama Raja Dewa, yang menguasai negeri itu.

Perjanjian perbatasan itu biasa disebut, Ulukananya Ri Caleooa


(kesepakatan di caleppa). Perjanjian tersebut diharapkan bisa meredakan
ketegangan kedua belah pihak . karena itu , setelah selesai perundingan di atas,
Raja Bone bersama penasehatnya, Kajao Laliddong, langsung ke Gowa mengikuti
proses upacara pelantikan Raja Gowa XII, Tonijallo, yang dilaksanakan didalam
Benteng Kale Gowa di bukit Tamalate. Langkah pertama yang diambil setelah
diangkat sebagai Raja Gowa adalah lebih memperkokoh persahabatan dengan
Bone yang menjurus kepada pembentukan semacam alinasi.

Tonjallo memandang aliansi tellunpoccoe sebagai ancaman langsung


terhadap supremasi gowa yang telah terbina sejak lama. Hal ini lebih diperburuk
lagi karena wajo dan soppeng, yang masih berada dalam pengaruh gowa, ikut
sebagai tulang punggung aliansi itu. Gowa menganggap kedua kerajaan tersebut
sebagai kerajaan bawahan yang melakukan pembrontakan terhadap kekuasaannya.
Dalam keadaan demikian, perang tidak terhindar lagi, dendam kesumat yang
berhasil diredam dengan perjanjian perdamaian yang baru saja disepakati,
berkobar kembali.
B. MASA KERUNTUHAN KESULTANAN MAKASSAR

Kesultanan Makassar mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan


Sultan Hasanuddin, Makassar sukses menguasai nyaris seluruh wilayah Sulawesi
Selatan dan meluas ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan beberapa ke Flores).

Setelah Bersatu menjadi Kesultanan Makassar, mereka berupaya mengislamkan


berbagai Kerajaan di Sulawesi Selatan. Upaya yang diterapkan ini memperoleh
perlawanan dari Kerajaan Bone pada tahun 1528 dan Bone membentuk persekutuan
dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya seperti kerajaan Wajo dan Kerajaan
Soppeng. Akhir persekutuan itu dinamakan dengan Persekutuan Tellum Pocco (Tiga
Kekuasaan). Namun satu persatu kerajaan tersebut sukses ditaklukkan oleh
Kesultanan Makassar. Selain menaklukkan kerajaan tetangga, mereka meluas
sampai ke timur Kepulauan Nusa Tenggara. Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo).

Sempat menjalin kerjasama dengan kerajaan Islam lainnya, khususnya


Kesultanan Mataram di Jawa. Sampai sekarang Islam menjadi agama mayoritas di
wilayah Sulawesi Selatan.

Penguasa terbesar dari Kesultanan Makassar yaitu Daeng Mattawang yang


dikenal dengan Sultan Hasanuddin (1653-1669). Di bawah kepemimpinan
Hasanuddin ini Makassar berkembang menjadi satu kekuatan besar di Kawasan
timur Nusantara. Sultan Hasanuddin sukses menambah luas pengaruh Kesultanan
Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan,
Selayar, Sumbawa, dan Lombok. Sultan Hasanuddin juga sukses mengembangkan
Pelabuhan menjadi bandar transit di Indonesia timur pada saat itu. Hasanuddin
mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur, karena keberaniannya dan semangat
perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan agung dan berpengaruh terhadap
kerajaan di sekitarnya.
C. MASA KERUNTUHAN KESULTANAN MAKASAAR

Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian Timur


sehiggga haris menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya akan lada.
Pada tahun 1667 dengan bantuan raja Bone, Belanda menekan Makassar untuk
menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3 kesepakan, yakni VOC
mendapat hak monopoli perdagangan di Makassar, Belanda dapat mendirikan
benteng Rotterdam di Makassar, dan Makassar harus melepas kerajaan daerah yang
dikuasainya seperti Bone dan Soppeng.
Sepeninggalan Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama
Mapasomba. Sultan ini menetang kehadiran belanda dan dengan gigih mengusur
Belanda dari Makassar. Sikapnya keras dan tidak mau bekerja sama menjadikan
alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba
dihancurkan dan Mapasomba tidak diketahui nasibnya.
Masuknya Belanda, VOC (Vereening-de Oost-Indische Compaigne) di Makassar
merupakan masa baru untuk Makassar. Pelabuhan Makassar yang terus buka sebagai
pelabuhan untuk seluruh perdagang asing dan pedagang lokal. Di samping itu, posisi
sebagai Pelabuhan singgah membuat Makassar mendukung kebijakan pelayaran dan
perdagangan lepas di Kawasan timur Nusantara.
Kondisi perdagangan lepas ini memicu konflik dengan orang Belanda yang
berhasrat perbatasan pelayaran dan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pertikaian dengan Belanda ini menyebabkan keruntuhan Kesultanan Makassar.

D. RAJA-RAJA KESULTANAN MAKASSAR

Perkembangan Kesultanan Makassar tak terlepas dari peranan raja-raja yang


memerintah. Adapun raja-raja yang pernah memerintah Kesultanan Makassar, antara
lain sebagai berikut:

1. Sultan Alauddin (1591-1629 M). Sultan Alauddin sebelumnya bernama asli


Karaeng Matowaya Tumamenaga Ri Agamanna dan merupakan raja Makassar
pertama yang memeluk agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin,
Kesultanan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan.
2. Sultan Muhammad Said (1639-1653 M). Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Said, perkembangan Makassar maju pesar kerena Bandar transit,
Bahkan sultan Muhammad Said juga pernah mengirimkan pasukkan ke Aibku
sebagai penolongrakyat Aibku bertempur melawan Belanda.
3. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M). Pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin, Makassar sampai pada pada masa kejayaan. Makassar sukses
menguasai nyaris seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan menambah luas wilayah
kukuasaan ke Nusa Tenggara. Hasanuddin mendapat julukkan Ayam Jantan dari
Timur, karena keberaniannya dan semangat perjuangannya.
4. Sultan Amir Hamzah (1669-1674 M)
5. Sultan Mohammad Ali (1674-1677 M)
6. Sultan Abdul Jalil (1677-1709 M)
7. Sultan Ismail (1709-1711 M)
8. Sultan Najamuddin (1711-….)
9. Sultan Sirajuddin (….-1735 M)
10. Sultan Abdul Chair (1735-1742 M)
11. Sultan Abdul Kudus (1742-1753 M)
12. Sultan Maduddin (1747-1795 M)
13. Sultan Zainuddin (1767-1769 M)
14. Sultan Abdul Hadi (1769-1778 M)
15. Sultan Abdul Rauf (1778-1810 M)
16. Sultan Muhammad Zainal Abidin (1825-1826 M)
17. Sultan Abdul Kadir Aididin (1826-1893 M)
18. Sultan Muhammad Idris (1893-1895 M)
19. Sultan Muhammad Husain (18951906 M)
20. Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (1906-1946 M)
21. Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin (1956-1978 M)
22. Sultan Alauddin II (2011-2020 M)
23. Andi Kumala Andi Idjo (2020-sekarang)
E. PENINGGALAN KESULTANAN MAKASSAR
• Fort Rotterdam

• Majid Katangka

• Makan Raja-raja Makassar

• Majid Tua AL-Hilal

F. SEJARAH KESULTANAN MELAYU DI MALUKU


Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan di Nusantara.
Mengingat keberadaan daerah Maluku ini, maka tidak mengherankan jika sejak abad
ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa
Spanyol, Portugis dan Belanda. Kepulauan Maluku sangat penting peranannya
karena Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar pada waktu itu sehingga
bayak negara yang berdatangan ke Maluku. Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini
terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua
kerajaan ini terletak disebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua
kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.

Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-
sumber berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu,
Hikayat Baca dan hikayat-hikayat setempat lainnya. Sudah tentu sumber berita asing
seperti Cina, Portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah daerah Maluku itu.

Maluku terkenal dengan semerbak bunga cengkehnya, banyak orang asing tertarik
datang kesana untuk berdagang. Bahkan orang-orang Eropa berdatangan ingin
menguasai wilayah tersebut. Selain itu, Maluku juga dikenai dengan julukan Negeri
Seribu Pulau dan Jazirah al-Mulk (wilayah raja-raja).

Akses ke Maluku sangat mudah djangkau, karena Maluku merupakan salah satu
pusat lalu lintas pelayaran Internasional di Nusantara, selain Malaka dan Jawa. Pada
awalnya yang disebut dengan Maluku meliputi Ternate, Tidore, Makian, dan Moti
Secara keseluruhan, keempat wilayah itu disebut dengan “Moloku Kie Raha”, yang
artinya “Persatuan Empat Kolano (Kerajaan)".
Pada abad ke-13 M, di Maluku sudah muncul beberapa kolano (kerajaan) yang
memainkan penting dalam bidang perdagangan, yaitu Ternate, Tidore, Makian dan
Moti Pada perjalanan selanjutnya, sesudah terjadi perjanjian Moti pada abad ke-14
M, Kolano Makian pidah ke Bacan,danKolano Moti pindah ke Jailolo.

Sejak itulah, empat kolano di Maluku berubah nama menjadi Ternate, Tidore,
Bacan, dan Jailolo dan dari keempat itu, Kolono Ternate dan Tidorelah yang
mendapat perhatian dalam liputan sejarah Islam di Maluku. Berbagai sumber
menyebutkan, raja pertama dari kerajaan itu adalah bersaudara, yaitu Sahajati di
kerajaan Tidore, Masyhur Malamo di kerejaan Ternate, Kaicil Bukadi kerajaan
Bacan, dan Darajati di kerajaan Jailolo. Keempat kerajaan itu merupakan putra dari
Ja'far Shadiq, yang ditengarai putra Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin
AbiThalib. Hal itulah yang menjadi awal sejarah kesultanan Islam di Maluku.

1. Kerajaan Ternate dan Tidore

Maluku terdapat dua kerajaan yang berpengaruh, yakni ternate dan tidore.
Kerajaan Ternate terdiri dari persekutuan lima daerah, yakni Ternate, Obi, Bacan,
Seram, Ambon, (disebut Uli lima) sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun
tidore terdiri dari Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera-Irian.

Pada abad ke- 14 Masehi, di Maluku Utara telah berdiri 4 kerajaan yaitu
Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan. Masing-masing kerajaan dipimpin oleh
seorang kolano. Keempat kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu
Jafar Sadik, seorang bangsa Arab Keturunan Nabi Muhammad SAW.

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Mahrum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya. Zainal
Abidin giat menyebarkan agama islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan
sampai ke Filiphina selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M.
Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan
Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor.
Bersamaan dengan itu, agama islam juga tersebar sangat luas.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk islam, Ternate memiliki peran yang
besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat islam di wilayah
timur nusantara dan bagian selatan Filiphina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti.

Salah satu warisan Islam di kerajaan Ternate ini adalah masjid Sultan Ternate
berbeda dengan masjid pada umumnya, Masjid Sultan Tenate yang disebut juga
Sigi Lamo. Masjid ini terkenal unik karena aturan-aturan adat yang tegas (Media
Indonesia-Masjid Sultan Ternate Memiliki Aturan yang Tegas, diakses 10
Februari 2016).

Seperti kewajiban memakai penutup kepala (kopiah), Sejak dahulu, masjid


memang menjadi salah satu tempat yang dianggap suci dan harus dihormati oleh
masyarakat Ternate. Salah satu tradisi yang setiap tahun diadakan di Masjid
Sultan Ternate adalah Malam Qunut yang jatuh setiap malam ke-16 bulan
Ramadhan.

a. Kesultanan Ternate
1.) Sejarah Berdirinya Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah
salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan
salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Kerajaan Ternate juga
dikenal luas dengan nama Kesultanan Ternate. Sebutan ini disematkan
dalam nama Ternate sebagai penanda bahwa kerajaan ini bercorak Islam.
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan
Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad
ke-13 hingga abad ke-19. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan
di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan
militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup
wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filpina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik. Saat ini
tahta kesultanan dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar
Muhammad Djabir Sjah yang menjabat sejak tahun 2016 menggantikan
Sultan Mudaffar Syah II.
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk
Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di
Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang
momole (kepalamarga). Merekalah yang pertama-tama mengadakan
hubungan dengan para pedagang yang dating dari segala penjuru
mencari rempah-rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan
bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena
aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang
sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna
pemimpin Tobona di adakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal
sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko permimpin Sampalu terpilih dan diangkat
sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo
(1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat dikampung Ternate, yang dalam
perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh
penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampong besar
(belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin
besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Dibawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang
dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil
menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar dibagian timur
Indonesia khususnya Maluku.

2.) Raja-Raja Kerajaan Ternate


a.) Baab Mashur Malamo (1257-1277 M)

b.) Jamin Qadrat (1277 -1284M)

c.) Komala Abu Said (1284-1298 M)

d.) Bakuku (Kalabata) (1298-1304 M)

e.) Ngara Malamo (Komala) (1304-1317M)


f.) Patsaranga Malamo (1317-1322M)

g.) Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) (1322-1331M)

h.) Panji Malamo (1331 -1332M)

i.) Syah Alam (1332 -1343 M)

j.) Tulu Malamo (1343-1347M)

k.) Kie Mabiji (Abu Hayat I) (1347-1350M)

l.) Ngolo Macahaya (1350- 1357 M)

m.) Momole (1357-1359 M)

n.) Gapi Malamo I (1359-1372 M)

o.) Gapi Baguna I (1372-1377 M)

p.) Komala Pulu (1377-1432 M)


q.) Marhum (Gapi Baguna II) (1432 -1486M)

r.) Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M)

s.) Sultan Bayanullah (1500-1522 M)

t.) Sultan Hidayatullah (1522-1529M)

u.) Sultan Abu Hayat II (1529-1533M)

v.) Sultan Tabariji (1533-1534 M)

w.) Sultan Khairun Jamil (1535-1570 M)

x.) Sultan Babullah Datu Syah (1570-1583M) 242

y.) Sultan Said Barakat Syah (1583 -1606M) 2

z.) Sultan Mudaffar Syah I (1607 -1627 M)

aa.)Sultan Hamzah (1627 -1648 M)

bb.) Sultan Mandarsyah (1648-1650M)

cc.)Sultan Manila (1650 -1655M)

dd.) Sultan Mandarsyah (1655-1675M)

ee.)Sultan Sibori (1675 -1689)


ff.) Sultan Said Fatahullah (1689-1714 M)

gg.) Sultan Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 -1751M)

hh.) Sultan Ayan Syah (1751 -1754 M)

ii.) Sultan Syah Mardan (1755-1763 M)

jj.) Sultan Jalaluddin (1763 -1774M)

kk.) Sultan Harunsyah (1774-1781M)

ll.) Sultan Achral (1781 -1796M)

mm.) Sultan Muhammad Yasin (1796 -1801M)

nn.) Sultan Muhammad Ali (1807 -1821M)

oo.) Sultan Muhammad Sarmoli (1821-1823M)

pp.) Sultan Muhammad Zain (1823 -1859 M)

qq.) Sultan Muhammad Arsyad (1859-1876M)

rr.) Sultan Ayanhar (1879 -1900 M)

ss.) Sultan Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) (1900 -1902 M)

tt.) Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1902-1915M)

uu.) Sultan Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1929-1975M)

vv.) Sultan Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) (1975–2015 M)

ww.) Sultan Syarifuddin Bin Iskandar Muhammad Djabir Sjah (2016-


sekarang).
3.) Sistem Kesultanan Ternate Dan Awal Mula Masuknya Agama Islam
Di Kerajaan Ternate

Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, jabatan jogugu (perdana


menteri) dan fala raha sebagai penasihat. Fala raha atau empat rumah
adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung
kesultanan sebagai representasi para Momole pada masa lalu, masing-
masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola,
Tomaito dan Tamadi. Pejabat-pejabat tinggi kesultanan umumnya
berasal dari klan-klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris
maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan-
jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha,
Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dll.

Masyhur Malamo adalah raja Ternate pertama yang memerintah


pada tahun 1257-1272 M. Sekalipun diberbagai literatur disebutkan
bahwa ia adalah putra Ja'far Shadiq, tidak ada keterangan jelas yang
menyebutkan bahwa ia beragama islam, begitupun dengan beberapa
raja-raja penerusnya di antaranya Kaicil Yamin (1272-1284 M), Kaicil
Siale (1284-1298 M), Kamalu (1298-1304 M), Kaicil Ngara Lamu
(1304-1317 M), Patsyaranya Malamo (1317- 1322 M), Sida Arif
Malamo (1322-1331 M). Pasca Sida Arif Molamo, kepemimpinan
Ternate dilanjutkan oleh Bayanullah (1350-1375) dan Marhum (1465-
1489 M). Marhum adalah Kolono Ternate yang pertama kali masuk
Islam, setelah mendapat seruah dakwah dari pedagang asal
Minangkabau yang juga murid Sunan Giri, yaitu Datu Maulana Husein
yang datang ke Ternater pada tahun 1465M.
Jika keterangan ini dijadikan patokan masuknya Islam di Ternate,
maka Islam di Ternate ini dibawa dan disebarkan oleh ulama Melayu-
Jawa. Tetapi,menurut M. Shaleh Putuhena, yang didasarkan pada tradisi
lisan masyarakat, pedagang Arablah yang pertana kali memperkenalkan
Islam di kawasan Maluku, mereka adalah Syeikh Mansur, Syekih
Yakub, Syeikh Amin dan Syeikh Umar. Setelah Kolano Marhum Wafat
pada tahun 1486, putranya Zainal Abidin menggantikannya (1486-1500
M). Zainal Abidin, adalah murid Sunan Ampel dan jebolan sekolah
agama Islam Gresik asuhan Sunan Ampel. Pada masa Zainal Abidin
itulah, geler kolano diganti menjadi Sultan, dengan begitu, Zainal
Abidin merupakan penguasa Ternate pertama yang memakai gelar
Sultan.

Selain perubahan gelar, terdapat perubahan lain masa ini, yaitu;


pertama, Menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan sejak itu
menjadi kesultanan. Kedua, membentuk lembaga kesultanan yang baru,
yaitu Jolebe atau Bobato Akhirat. Ketiga, menempatkan seorang sultan
sebagai pembina agama Islam atau “Amir ad Din” yang membawa
Jobele. Tugas Jolebe atau Bobato Akhirat adalah membantu sultan
dalam masalah keagamaan, lembaga ini terdiri dari seorang kalem
(qadhi), empat orang imam, delapan orang khatib, dan empat belas
orang moding, yang membantu sultan menjalankan fungsi-fungsi
keagamaan dan syariaat Islam. Pakaian dari orang-orang dilembaga ini
adalah jubah putih. Selain Bobato Akhirat, juga ada Bobato Dunia yang
menggunakan jubah hitam, tugas mereka adalah membantu sultan dalam
masalah pemerintahan.

Setelah berjuang mengembangkan Ternate sebagai sebuah


kesultanan yang sangat memperhatikan ajaran Islam, pada tahun 1500
M, Sultan Zainal Abidin wafat, kemudian Kesultanan Terate dipimpin
oleh putranya, Sultan Bayanullah (1500-1522 M)atau juga disebut
Sultan Bayan Sirrullah. Sultan Bayanullah dikenal sebagai sultan yang
pandai, terpelajar, ksatria dan pedagang ulung.
Pada masa ini, terdapat beberapa hal yang dilakukan dalam rangka
melanjutkan usaha ayahnya untuk menonjolkan bahwa Ternate
merupakan kerajaan Islam, kebijakannya dikenal dengan sivilsasi Islam
yang terdiri atas tiga bentuk, yaitu Pertama, pembatasan poligami.
Kedua, larangan kumpul kebo dan pergundilan. Ketiga, wanita
diwajibkan berpakaian secara pantas dan memakai cidaku (cawat), bagi
laki laki terlarang. Selan itu, Sultan Bayanullah juga menerapkan hukum
perkawinan Islam, meringankan biasa dalam perkawiran, dan
mensyaratkan bobato harus beragama Islam, baik di pusat maupun di
daerah-daerah.

Di masa Sultan Bayanullah ini, bangsa Portugis untuk pertama


kalinya menginjakkan kaki dikawasan Maluku, tahun 1512 M, armada
Portugis sudah tiba di perairan Banda dengan kapten Antonio de Abreu.
Sultan lalu mengutus adiknya dan beberapa pejabat kesultanan untuk
melakukan pembicaraan dan akhirnya berhasil mengajak Fransisco
Serrao, salah seorang yang ikut ekspedisi Portugis.

Sultan Khairun ini adalah salat satu dari empat Sultan Ternate yang
berhasil membawa kebesaran Ternate, tetapi kemudian ia dikhianati
oleh orang Portugis yaitu Lopez de Mesquita, yang mana pada sebuah
kesempatan Sultan diundang untuk menghadiri penjamuan besar,
kesempatan ini dimanfaatkan Portugis untuk membunuh Sultan, ketika
Sultan hendak masuk gerbang, 1a ditikam oleh Antorio Pimental atas
pernitah Lopes, dan jenazahnya dicincang oleh orang Portugis dan
dilemparkan ke Laut. Setelah itu, Putranya Sultan Babullah
menggantikannya sebagai penerus Sultan Ternate, pada masa
pemerintahannya Sultan Babullah tak hanya berhasil mengusir Portugis
dan Ternate, tetapi juga berhasil membawa kesultanan Ternate pada
masa keemasaanya, wilayah kekuasaannya pada waktu itu sampai
Kepulauan Sulu, Fulipin.
Dalam sejarah Nusantara, penguasa dari Kesultanan Ternate pada
abad ke-16, seperti Sultan Khairun dan Sultan Babullah dapat
disejajarkan dengan para penguasa besar daerah lain di Nusantara
seperti Sultan Trenggono di Kesultanan Demak, Fatahillah di
Kesultanan Banten, Sultan Alauddin di Aceh, dan Sultan Abdul Jalil di
Johor Kesultanan Ternate (1570-1610 M)juga menjadi salah satu
kerajaan islam terbesar di Kepulauan Nusantara. Pada waktu itu guru
agama banyak yang didatangkan dari Makkah, dan telah menjalin erat
dengan kerajaan Islam lain terutama dengan Demak, Banten, dan
Melayu.

4.) Masa Kejayaan Kerajaan Ternate


Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan ketika kesultanan
dipimpin oleh Babullah Datu Syah (1570 – 1583) di paruh abad ke-16
berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa
jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi
bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filpina hingga
sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik. Bahkan tercatat sebanyak 72
pulau kecil berpenghuni juga berhasil dikuasai oleh Sultan Babullah. Tak
hanya itu, perang berkepanjangan dengan Portugis pun berhasil diatasi
oleh Sultan Babullah. Kegiatan dagang rempah-rempah pun memasuki
puncaknya hingga Ternate memperoleh predikat sebagai perdagangan
jalur sutra yang mengalahkan jalur sutra Eropa.
5.) Penyebab Keruntuhan Kerajaan Ternate
Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah berikut
penyebab keruntuhannya:
a. Keunggulan Ternate yang menimbulkan kecemburuan
kerajaan lain.
Pada awalnya terdapat empat kerajaan di Kepulauan Maluku.
Keempat kerajaan tersebut antaranya Ternate, Bacan, Obi, dan
Jailolo. Dari keempat kerajaan tersebut Kerajaan Ternate merupakan
satu-satunya kerajaan yang unggul baik dari segi ekonomi maupun
segi pemerintahan. Hal ini kemudian menyebabkan kecemburuan
sosial yang muncul diantara ketiga kerajaan lainnya. Sehingga
keempat kerajaan tidak bisa menyatu melainkan berbalik memusuhi
Ternate. Akhirnya, terjadilah perebutan kekuasaan akan komoditas
rempah yang tidak bisa dihindari.

b. Politik Adu Domba


Sebagai daerah penghasil rempah-rempah terbesar, Maluku juga
dipenuhi dengan bangsa negara asing yang datang untuk berdagang.
Namun, ternyata bangsa Portugis dan Spanyol yang berdagang
disana bertujuan untuk memonopoli hasil rempah-rempahan dari
Maluku. Melancarkan tujuan ini, Spanyol dan Portugis pun
mengadu domba Ternate dengan Tidore. Hingga akhirnya pecahlah
perseteruan diantara Ternate dan Tidore. Tentunya dari perselisihan
ini pihak Spanyol dan Portugis diuntungkan karena dapat
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
c. Perseteruan Ternate Tidore
Perseteruan yang terjadi antara Ternate dan Tidore berlangsung
cukup lama. Perseteruan terjadi lantaran masing-masing daerah
berambisi mengusai sektor lajur perdagangan rempah di Kepulauan
Maluku. Konflik diantara keduanya pun sempat berakhir sementara
dengan diadakannya perjanjian damai di Pulau Mortir. Namun,
perjanjian damai tersebut tak berlangsung lama. Lantaran kedua
kerajaan membentuk persekutuan dengan daerah-daerah tertentu
dalam perdagangan rempah. Kerajaan Tidore bersekutu dengan 9
daerah, meliputi pulau-pulau antara Hamahera hingga Papua Barat,
Soe-Siu, Jailolo, dan Makayan. Disatu sisi, Kerajaan Ternate juga
membentuk aliansinya sendiri dengan mengumpulkan 5 daerah.
Daerah dalam perkumpulan antaranya Ambon, Seram, Bacan, dan
Obi. Perkumpulan lima daerah ini kemudian dikenal dengan
sebuatan Uli Lima.

d. Prasasti dan Bukti Peninggalan Kerajaan Ternate


1.) Masjid Sultan Ternate
2.) Benteng Tolukko

3.) Keraton Kesultanan Ternate

4.) Makam Sultan Ternate

b. Kesultanan Tidore
1.) Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah
raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad
Naqil yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14,
agama Islam djadikan agama resmi Kerjaan Tidore oleh Raja Tidore ke-
11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah
Syekh Mansur dari Arab.
Informasi mengenai awal berdiri pusat kerajaan Tidore belum dapat
di pastikan hingga raja yang ke-4. Barulah pada era Jou Kolano
Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak,itu
pun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun
para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana
lokasi Balibunga. Ada yang mengatakannya di utara Tidore, dan ada
pula yang menyebutnya di daerah pedalaman Tidore selatan, Dengan
demikian sejarah Tidore hanya berasal dari legenda. Data sejarah yang
berupa tulisan para pendatang Eropa baru berlangsung sejak awal abad
ke-16.
Pada tahun1495, syariat Islam mulai diterapkan dalam sistem
pemerintahan kerajaan. Gelar raja berubah menjadi sultan. Caliati naik
tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakar gelar sultan
dengan nama Sultan Jamaluddin (1495-1512).Ia diislamkan oleh seorang
Arab, Syeikh Mansur, yang memberi nama Jamaluddin tersebut. Pada
waktu itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Almansyur,
pengganti Jamaluddin, naik tahta pada 1512, ia memindahkan pusat
kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum, Tidore Utara.
Pososi ibukota baru itu berdekatan dengan Ternate, diapit Tanjung
Mafugogo dan Pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan
tenang, lokasi ibu kota baru yang cepat berkembang dan menjadi
pelabuhan yang ramai. Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali
perpindahan ibu kota Tidore dengan berbagai alasan.

a.) Raja-Raja/Sultan Tidore

1. Kolano Syahjati altas Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq


2. Kolano Bosamawange
3. Kolano Syuhud alias Subu
4. Kolano Balibunga
5. Kolano Duko Adoya
6. Kolano Kie Matiti
7. Kolano Seli
8. Kolano Matagena
9. Kolano Nuruddin, (1334-1372)
10. Kolano Hasan Syah, (1372-1405)
11. Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin, (1495-1512)
12. Sultan Al Mansur, (1512-1526)
13. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain, (1526-1535)
14. Sultan Kiyai Mansur, (1535-1569)
15. Sultan Iskandar Sani, (1569-1586)
16. Sultan Gapi Baguna, (1586-1600)
17. Sultan Mole Majimo alias Zainuddin,(1600-1626)
18. Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah, (1626-163).
Memindahkan pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana)
Biji Negara di Toloa
19. Sultan Gorontalo alias Saiduddin, (1631-1642)
20. Sultan Saidi, (1642-1653)
21. Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin, (1653-1657)
22. Sultan Safiddin alas Jou Kota, (1657-1674). Memindahkan
pemerintahan dan medrikan Kadato (Istana) Salero di Limau
Timore (Soasiu)
23. Sultan Hamzah Fahruddin, (1674- 1705)
24. Sultan Abdul Fadhhil Mansur. (1705-1708)
25. Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia, (1708-1728)
26. Sultan Amirr Bifodhlil Aziz Muhiddin Malikul Manam, (1728-
1757)
27. Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin, (1757-1779)
28. Sultan Patra Alam, (1780-1783)
29. Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar, (1784-1797)
30. Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syifuddin Syah Muhammad El
Mab'us Kaicil Papurangan Jou Barakati Nuku, (1797-1805)
31. Sultan Zainal Abidin, (1805-1810)
32. Sultan Motahuddm Muhammad Tahir, (1810-1821)
33. Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah, (1821-1856).
Pembangunan Kadato (Istana) Kie
34. Sultan Achmad Syarifuddin Alting (1856-1892)
35. Sultan Achmad Fatahuddin Alting, (1892-1894)
36. Sultan Achmad Kawiyuddmlin Alting alias Shah Juan, (1894-
1906). Setelah wafat, terjadi konflik internal (Kadato Kie
dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan
37. Sultan Zainal Abidin Syah, (1947-1967) diikuti vakumnya
kekuasaan
38. Sultan Djafar Syah, pembangunan kembali Kadato Kie (1999-
2012)
39. Sultan Husain Syah (2012-sekarang)

2.) Kemunduran Kesultanan Tidore


Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba
dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol
dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah rempah-rempah
tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka
telah diadu domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu
dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja
yang teratur, rapi dan terkontrol Dalam Bentuk Organisasi Yang Kuat.
c. Kesultanan Jailolo

1.) Sejarah Berdirinya Kesultanan Jailolo


Kesultanan Jailolo adalah salah satu kesaltanan yang pernah berkuasa
di Kepulauan Maluku. Pendirian kesultanan ini berawal dan Persekutuan
Moti yang diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo.
Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya kesultanan di Maluku Utara
yang pusat pemerintahannya berada di Pulau Halmahera.Selain itu, wilayah
Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil cengkeh di
Kepulauan Maluku. Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13
Masehi. Pada abad ke-17, kesultanan ini mengalami keruntuhan. Wilayah-
wilayahnya kemudian terbagi menjadi bagian dari Kesultanan Tidore dan
Kesultanan Ternate.
Kesultanan Jailolo menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada
Persekutuan Moti. Persekutuan iniditetapkan oleh para Sultan di Kepulauan
Maluku tahun 1322. Wilayah-wilayah di Halmahera, Maluku, Raja Ampat
hingga Kepulauan Sula dibagi antara Kesultanan Ternate, Kesultanan
Tidore, Kesultanan Bacan DanKesultanan Jailolo. Kesultanan Ternate
Menjadi penguasa tertinggi. Kesultanan Tidore menguasai wilayah daratan
dan pegunungan. Kesultanan Bacan menguasai wilayah tanjung, sedangkan
Kesultanan Jailolo menguasa, wilayah teluk.
Kesultanan Jailolo termasuk dalam salah satu dan Moloku Kie Raha
atau empat penguasa wilayah Kepulauan Maluku. Kesultanan ini menjadi
salah satu penguasa atau kolano, bersama dengan Kesultanan Ternate,
Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Bacan. Keempat penguasa kesultanan
ini berasal dan garis keturunan yang sama. Mereka merupakan keturunan
dari Jafar Shadiq yang datang ke Ternate pada tahun 1250. Ia menikahi Nur
Sifa yang merupakan seorang puteri dari penguasa Ternate. Pernikahan ini
melahirkan 4 orang putera dan 4 orang puteri. Keempat puteranya
kemudian menjadi penguasa di Maluku. Anak pertamanya yang bernama
Buka menjadi penguasa di Makian. Anak keduanya yang bernama Daraji
menjadi penguasa di Jailolo.Anak ketiganya bernama Sahajat menjadi
penguasa di Tidore. Sedangkan anak keempat yang bernama Mansyur
Malamo menjadi penguasa di Ternate.
Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada abad ke-
17, kesultanan ini mengalami keruntuhan. Wilayah-milayahnya kemudian
terbagi menjadi bagian dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.
Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan arkeologi.Bekas
Istana Kesultanan tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa
hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.
Pada tahun 1359, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo
atas perintah Gapi Malamo. Serangan kembali dilakukan oleh Komala Pulu
pada tahun 1380 dan Taruwese pada tahun 1524 dan 1527. Serangan-
serangan ini membuat wilayah kekuasaan dari Kesultanan Jailolo berkurang
. Pada tahun 1534, Kesultanan Jailolo merebut kembali wilayahnya dengan
dipimpin oleh Sultan Katarabumi dengan bantuan dari Portugis. Kesultanan
Jailolo kemudian menyerang Kerajaaan Moro untuk memperluas
wilayahnya. Penyerangan ini dibantu oleh Sultan Deyalo yang
diberhentikan sebagai sultan dari Kesultanan Ternate oleh Portugis.

2.) Pendirian Kembali Kesultanan


Kesultanan Jailolo mulai didirikan kembali secara adat setelah era
reformasi dimulai pada tahun 1998. Komunitas adat Moloku Kie Raha
mulai dibentuk kembali. Selama periode 2002-2017, telah terangkat empat
sultan yang berkuasa secara berturut-turut, yatiu Abdullah Sjah, Ilham Dano
Toka, Muhammad Siddik Kautjil Sjah, dan Ahmad Abdullah Sjah.
a.) Aspek Perdagangan
Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perdagangan
cengkih di Pulau Halmahera pada abad ke-15. Wilayahnya merupakan
penghasil rempah-rempah sehingga menjadi tempat persinggahan para
pedagang asing. Para pedagang asing ini berasal dari Arab, Eropa,
Gujarat, Cina, Melayu, Jawa, dan Makassar. Wilayah pesisir barat
Pulau Halmahera menjadi pusat bandar-bandar perdagangan
Kesultanan Jailolo.
b.) Keruntuhan Kesultanan Jailolo
Pada tahun 1359, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo
atas perintah Malamo. Serangan kembali dilakukan oleh Pulu pada
tahun 1380 dan Taruwese pada tahun 1524 dan 1527. Serangan-
serangan ini membuat wilayah kekuasaan dari Kesultanan Jailolo
berkurang. Pada tahun 1534, Kesultanan Jailolo merebut wilayahnya
dengan dipimpin oleh Sultan Katarabumi dengan bantuan dari Portugis.
Kesultanan Jailolo kemudian menyerang Kerajaan Moro untuk
memperluas wilayahnya. Penyerangan ini dibantu oleh Sultan Deyalo
yang diberhentikan sebagai sultan dari Kesultanan Ternate oleh Portugis
Pada tahun 1551, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo
dengan bantuan dark Portugis. Serangan ini membuat sebagian wilayah
kekuasaan Kesultanan Jailolo menjadi milik Kesultanan Ternate.
Wilayah yang dikuasai kemudian disi oleh Suku Ternate, sehingga
masyarakat Jailolo khususnya Suku Wayoli pindah ke wilayah
Kesultanan Jailolo yang lainnya.Pada tahun 1620, Kesultanan kembali
melakukan serangan dan dibantu oleh Belanda. Kedua serangan ini
akhirnya mengakhiri kekuasaan dari Kesultanan Jailolo. Pada tahun
yang sama, Kesultanan Ternate menggabungkan bekas wilayah
Kesultanan Jailolo menjadi bagian dan wilayah kekuasaannya. Kaicil
Alam menjadi sultan terakhir dari Kesultanan Jailolo. Ia dinikahkan
dengan saudari Sultan Sibon dan jabatannya diubah menjadi sangaji
atau perwakilan Kesultanan Ternate. Kesultanan Jailolo sepenuhnya
menjadi wilayah kekuasaan dari Kesultanan Ternate setelah Kaicil
Alam wafat.
c.) Peninggalan Kesultanan Jailolo
1. Benteng Gamlamo
2. Masjid Gammalamo
3. Nisan-Nisan Kuno
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sejarah Kerajaan Makassar sebenarnya terdiri atas 2 kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan
Tallo. Kemudian, kerajaan bersatu di bawah kepemimpinan raja Gowa yaitu Daeng
Manrabba. Setelah menganut agama Islam, Ia bergelar Sultan Alauddin. Raja Tallo, yaitu
Karaeng Mattoaya yang bergelar Sultan Abdullah, menjadi mangku bumi.

Bersatunya kedua kerajaan tersebut bersamaan dengan agama Islam ke Sulawesi Selatan.
Pusat pemerintahan dari Kerajaan Makassar terletak di Sombaopu. Letak kerajaan Makassar
sangat strategis karena berada di jalur lalu lintas pelayaran antara Malak dan Maluku.
Letaknya yang sangat strategis itu menarik minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan
Sombaopu. Dalam waktu singkat, Makassar berkembang menjadi salah satu Bandar penting
di wilayah timur Indonesia.

Kerajaan Gapi atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara.
Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Marhum pada 1257 ini juga merupakan salah satu
kerajaan Islam tertua di Indonesia. Kerajaan Ternate berkembang paling masif dibanding
kerajaan di Maluku lainnya lantaran sumber rempah-rempah yang begitu besar dan militer
yang kuat.

Saat itu, banyak saudagar yang datang untuk melakukan perdagangan di Kerajaan Ternate,
di samping menyiarkan agama Islam. Setelah Sultan Mahrum wafat, diteruskan oleh Sultan
Harun dan kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan
Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya. Usai Sultan Baabulah
meninggal pada 1583, tampuk kekuasaan dialihkan pada putranya, Sahid Barkat.

Sejarah peradaban Kerajaan Ternate yakni Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan
Ternate, Makam Sultan Baabullah, dan Benteng Tolukko.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/books/edition/Islamisasi_Kerajaan_Gowa/HOcUtQAtl00C?hl=
id&gbpv=1&dq=kesultanan+makassar&printsec=frontcover

Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara : Masa Seratus Tahun XVI dan XVII,
(Yogyakarta: Kurnia Semesta)

https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/stori/read/2021/05/08/200303079/raja-
raja-kerajaan-ternate

https://www.academia.edu/37514730/Buku_Islam_dan_Kebudayaan_Melayu_Nusantar
a

https://www.coinone.co.id/kerajaan-tidore/#more-19

Anda mungkin juga menyukai