Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

Dosen Pengampu

SAPRUDIN EFENDI, M.Pd

Disusun Oleh
HENDRA WIJAYA (202111520018)

ADELIA JUNIARTI (202111520023)

SRI RAHMAWATI (202111520029)

ANGGUN ERA SANTIKA (202111520059)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)

STIT PALAPA NUSANTARA LOMBOK – NTB

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Islam Pada Masa Nabi
Muhammad SAW tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam, guna untuk menambah pengetahuan sekaligus
pemahaman mengenai Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW. Dalam makalah
ini hendak diuraikan perihal tentang bagaimana kelahiran Rasulullah SAW,
gambaran umum misi dakwahnya, serta peradaban Islam pada masa Rasulullah
SAW. Penulis berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memudahkan
kita semua untuk lebih mengetahui dan memahami Islam pada masa Rasulullah
SAW.

Terlepas dari semua itu, peulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi susunan maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik
yang bersifat membangun dari para pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini sebagaimana mestinya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang Islam Pada Masa
Nabi Muhammad SAW ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi khususnya
untuk penulis pribadi dan umumnya untuk para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Rumbuk, 16 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………….……………………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………………….......... iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………... 1

A. Latar Belakang ……………………………………........................ 1


B. Rumusan Masalah …………………………………………… 2
C. Tujuan …………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………… 3

A. Kelahiran Dan Empat Puluh Tahun Sebelum Kenabian …………… 3


1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW …………………………… 3
2. Di perkampungan Kabilah Bani Sa’ad …………………… 4
3. Peristiwa Membelah Dada …………………………………… 7
4. Kembali ke Pangkuan Ibunda Tercinta Nan Amat Mengasihi 8
5. Di Pangkuan Sang Kakek Nan Amat Menyayangi …………… 8
6. Di bawah Asuhan Paman Nan Penuh Belas Kasih …………… 9
B. Gambaran Umum Misi Nabi Muhammad SAW …………………… 10
1. Mengajarkan Tauhid …………………………………………… 11
2. Memperbaiki Akhlaq Manusia …………………………… 11
3. Memberi kabar gembira dan peringatan …………………………… 12
4. Membangun Manusia yang Mulia dan Bermanfaat ……………. 13
C. Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW ……………. 14
1. Pembangunan Masjid Nabawi ……………………………. 14
2. Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar ……………. 15
3. Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin
dan Non-Muslimin …………………………………………… 15
4. Peletakan Asas-Asas Politik, Ekonomi, dan Sosial ……………. 15

iii
BAB IV PENUTUP …………………………………………………… 17

A. Kesimpulan …………………………………………………… 17
B. Saran …………………………………………………………………... 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara esensial kehadiran Nabi Muhammad SAW pada masyarakat
Arab adalah terjadinya kristalisasi pengalaman baru pada dimensi ketuhanan
yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termaksud hukum-
hukum yang digunakan pada masa itu. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW
dalam memenangkan kepercayaan bangsa Arab relatif singkat.
Kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab yang
sebelumnya jahiliah ke jalan orang-orang yang bermoral Islam.
Dalam berdakwah Nabi Muhammad SAW tidak hanya menggunakan
aspek kenabiannya dengan menggunakan tablig namun juga menggunakan
strategi politik dengan memunculkan aspek-aspek keteladanannya dalam
menyelesaikan persoalan. Seperti, dakwah di Mekkah yang terbagi menjadi
dua yaitu dakwah secara diam-diam dan dakwah secara terbuka. Disini dapat
kita lihat adanya strategi Nabi Muhammad SAW dalam menyeru umat
manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Walaupun dalam menjalankan
perintah Allah SWT, Rasulullah SAW mendapat banyak tantangan yang
besar dari berbagai pihak namun atas izin Allah SWT segala hal yang
dilakukan Rasulullah SAW dapat berjalan lancar.
Semakin bertambah jumlah pengikut Rasulullah SAW semakin besar
pula tantangan yang harus di hadapi Rasulullah SAW, mulai dari cara
diplomatik disertai bujuk rayu hingga tindakan kekerasan dilancarkan orang-
orang Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW. Namun
Rasulullah SAW tetap pada pendirian untuk menyiarkan agama Islam.
Sistem pemerintahan dan strategi politik Rasulullah SAW dapat kita
lihat jelas setelah terbentuknya negara Madinah. Di sini Islam semakin kuat
dan berkembang karena bersatunya visi-misi masyarakat Islam.
Peradabannya salah satunya yaitu Piagam Madinah. Melalui Piagam
Madinah. Nabi Muhammad memperkenalkan konsep negara ideal yang

1
diwarnai dengan wawasan, transparansi, partisipasi, adanya konsep
kebebasan dan tanggung jawab sosial politik secara bersama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kelahiran Nabi Muhammad SAW ?
2. Jelaskan gambaran umum misi Nabi Muhammad SAW !
3. Jelaskan peradaban Islam pada masa Nabi Muhammad SAW !
C. Tujuan
1. Menjelaskan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Menjelaskan gambaran umum misi Nabi Muhammad SAW.
3. Menjelaskan peradaban Islam pada masa Nabi Muhammad SAW.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelahiran Dan Empat Puluh Tahun Sebelum Kenabian


1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Sayyidul Mursalin, Rasulullah SAW dilahirkan di tengah kabilah
besar, Bani Hasyim di kota Mekkah pada pagi hari Senin, tanggal 9
Rabi’ul Awal pada tahun tragedi pasukan bergajah atau empat puluh tahun
dari berlalunya kekuasaan Kisra Anusyirwan. Juga bertepatan dengan
tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M sesuai dengan analisis seorang
ulama besar, Muhammad Sulaiman Al-Manshurfuri dan seorang astrologi
(ahli ilmu falak), Mahfud Pasha. 1
Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah SAW pernah
menceritakan, “Ketika aku melahirkannya, dari farajku (kemaluanku)
keluarlah cahaya yang karenanya istana-istana di negeri Syam tersinari.”
Imam Ahmad, Ad-Damiri, dan periwayat selain selain keduanya juga
meriwayatkan versi yang hampir mirip dengan riwayat tersebut.
Sumber lainnya menyebutkan, telah terjadi irhashat (tanda-tanda)
awal yang menunjukkan akan diutusnya nabi) ketika kelahiran beliau
SAW di antaranya: jatuhnya empat belas beranda istana kekaisaran Persia,
padamnya api yang biasa disembah oleh kaum Majusi dan robohnya
gereja-gereja di sekitar danau Sawah setelah airnya menyusut. Riwayat
tersebut dilansir oleh Ath-Thabari, Al-Baihaqi, dan lainnya namun tidak
memiliki sanad yang valid.
Setelah beliau SAW dilahirkan, ibundanya mengirim utusan ke
kakeknya, Abdul Muththalib untuk memberitahukan kepadanya berita
gembira kelahiran cucunya tersebut. Kakeknya langsung datang dengan
suka cita dan memboyong cucunya tersebut masuk ke Ka’bah, berdoa
kepada Allah SWT dan bersyukur kepadaNya. Kemudian memberinya
nama Muhammad, padahal nama seperti ini tidak populer ketika itu di

1
Al-Falaki, Nata‘ij al-Afham (Beirut: Rahmah Li Al-Alamin, t.th.), hal. 28-35.

3
kalangan bangsa Arab, dan pada hari ketujuh kelahirannya Abdul
Muththalib mengkhitan beliau sebagaimana tradisi yang berlaku di
kalangan bangsa Arab. 2
Wanita pertama yang menyusui beliau SAW setelah ibundanya
adalah Tsuwaibah. Wanita ini merupakan budak wanita Abu Lahab yang
saat itu juga tengah menyusui bayinya yang bernama Masruh.
Sebelumnya, dia juga telah menyusui Hamzah bin Abdul Muththalib,
kemudian menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad Al- Makhzumi setelah
menyusui beliau SAW.
2. Di perkampungan Kabilah Bani Sa’ad
Tradisi yang berjalan di kalangan bangsa Arab yang relatif sudah
maju, mereka mencari para wanita yang bisa menyusui anak-anaknya.
Sebagai langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit yang bisa
menjalar di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot-
ototnya kekar dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab
dengan fasih. Maka Abdul Muththalib mencari wanita dari Bani Sa’ad bin
Bakr agar menyusui beliau, yaitu Halimah binti Abu Dzu’aib, dengan
didampingi suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza, yang berjuluk Abu
Kabsyah, dari kabilah yang sama.
Saudara-saudara Rasulullah SAW dari satu susuan di sana adalah
Abdullah bin Al-Harits, Anisa binti Al-Harits, Hudzafah atau Judzamah
binti Al-Harits, yang julukannya justru lebih popular daripada namanya
sendiri, yaitu Asy-Syaima`. Wanita inilah yang menyusui beliau dan Abu
Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib, saudara sepupu Rasulullah
SAW.
Paman beliau SAW, Hamzah bin Abdul Muththalib juga disusui di
Bani Sa’ad bin Bakr. Suatu hari ibu susuan Rasulullah SAW ini juga
pernah menyusui Hamzah selagi beliau masih dalam susuannya. Jadi

2
Abu Al-Faraj Abdurrahman bin Al-Jauzi, Talqih Fuhum Ahli Al-Atsar (Delhi, India: Jayyid Barqi Baris,
t.th.), hal. 4.

4
Hamzah adalah saudara Rasulullah SAW dari dua pihak, yaitu Tsuwaibah
dan dari Halimah As-Sa’diyah. 3
Halimah bisa merasakan adanya keberkahan dari kehadiran
Rasulullah SAW, sehingga bisa mengundang decak kekaguman. Inilah
penuturannya, sebagaimana dikatakan Ibnu Ishaq, bahwa Halimah pernah
berkisah, suatu kali dia pergi dari negerinya bersama suaminya dan
anaknya yang masih kecil dan disusuinya, bersama beberapa wanita dari
Bani Sa’ad. Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui. Dia
berkata, “Itu terjadi pada masa peceklik, tak banyak kekayaan kami yang
tersisa. Aku pergi sambil naik keledai betina berwarna putih milik kami
dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa diambil susunya lagi walau
setetes. Sepanjang malam kami tidak pernah tidur karena bayi kami yang
terus-menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tidak bisa
diharapkan. Akan tetapi kami selalu berharap adanya pertolongan dan
jalan keluar. Aku pun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami
dan hampir tak pernah turun dari punggungnya, sehingga keledai itu pun
semakin lemah kondisinya. Akhirnya kami serombongan tiba di Makkah
dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita dari
rombongan kami yang ditawari Rasulullah SAW pasti menolaknya, setelah
tahu bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak mengherankan, sebab
memang kami mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak
bayi yang hendak kami susui. Kami semua berkata. ‘Dia adalah anak
yatim.’ Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek beliau, karena kami tidak
menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah
mendapatkan bayi yang disusuinya, kecuali aku sendiri. Tatkala kami
sudah bersiap-siap untuk kembali, aku berkata kepada suamiku, ’Demi
Allah, aku tidak ingin kembali bersama teman-temanku tanpa membawa
seorang bayi yang disusui. Demi Allah, aku benar-benar akan mendatangi
anak yatim itu dan membawanya.’ Lalu suamiku berkata, ‘Tidak mengapa

3
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Bakr bin Ayyub, Zad Al-Ma’ad (t.tp.: Al-Mathba’ah Al-
Mishriyyah, 1347 H/1927 M), hal.?

5
bila kamu melakukan hal itu, semoga Allah SWT menjadikan
kehadirannya di tengah kita sebagai suatu keberkahan.’ Akhirnya aku
pergi kepada beliau SAW dan aku siap membawanya. Sebenarnya,
motivasiku membawa beliau SAW hanyalah karena aku tidak
mendapatkan bayi susuan selain beliau SAW.”
Halimah melanjutkan, “Tatkala menggendongnya seakan-akan aku
tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain. Aku segera kembali
menghampiri hewan tungganganku. Ketika dia kubaringkan di
pangkuanku, kedua susuku seakan menyongsongnya, beliau bisa menyedot
air susuku sesukanya dan meminumnya hingga kenyang, dilanjutkan
kemudian oleh saudara susuannya (bayiku) hingga kenyang pula, setelah
itu keduanya tertidur pulas. Padahal sebelum itu kami tak pernah tidur
sepicing pun karena mengurus bayi kami. Suamiku menghampiri untanya
yang sudah tua. Ternyata air susunya menjadi penuh. Maka kami
memerahnya. Suamiku bisa minum air susu unta kami, begitu pula aku,
hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa
paling indah bagi kami. Pada pagi harinya, suamiku berkata, ‘Demi Allah,
tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang
penuh barakah.’ Aku menimpali, ‘Demi Allah, aku pun berharap yang
demikian itu.”
Halimah melanjutkan penuturannya, “Kemudian kami pun siap-siap
pergi menunggangi keledaiku. Semua bawaan kami juga kunaikkan
bersama di atas punggungnya. Demi Allah, setelah kami menempuh
perjalanan sekian jauh, tentulah keledai-keledai mereka tidak akan mampu
membawa beban seperti yang aku bebankan di atas punggung keledaiku.
Sehingga rekan-rekanku berkata kepadaku, ‘Wahai putri Abu Dzu’aib,
celaka engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang pernah
engkau bawa bersama kita dulu?’ aku menjawab, ‘Demi Allah, begitulah.
Ini adalah keledaiku yang dulu.’ Mereka berkata, ‘Demi Allah, keledaimu
itu kini bertambah perkasa.’ Kami pun tiba ditempat tinggal kami di
daerah Bani Sa’ad. Aku tidak pernah melihat sepetak tanah pun yang lebih

6
subur saat itu. Domba-domba kami datang menyongsong kedatangan kami
dalam keadaan kenyang dan air susunya juga penuh berisi, sehingga kami
bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang
memerah air susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu
walau setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes. Sehingga mereka
berkata garang kepada para penggembalanya, ‘Celakalah kalian!
Lepaskanlah hewan gembalaan kalian seperti yang dilakukan gembalanya
putri Abu Dzu aib.’ Namun domba-domba mereka pulang ke rumah tetap
dalam keadaan lapar dan setetes pun tidak mengeluarkan air susu.
Sementara domba-dombaku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar
susunya penuh berisi. Kami senantiasa mendapatkan tambahan barakah
dan kebaikan dari Allah SWT selama dua tahun menyusui anak susuan
kami. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh dengan baik, tidak seperti
bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh
pesat dengan fostur tubuh yang kuat.”
Halimah melanjutkan, “Kemudian kami membawa kepada ibunya,
meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada di tengah-tengah
kami, karena kami bisa merasakan barakahnya. Maka kami menyampaikan
niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepadanya, ‘Andaikan saja engkau
sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga menjadi besar.
Sebab aku khawatir dia terserang penyakit yang biasa menjalar di
Mekkah.’ Kami terus merayu ibunya agar dia berkenan mengembalikan
anak itu tinggal bersama kami hingga ibundanya bersedia
mengembalikannya untuk tinggal bersama kami lagi.”
3. Peristiwa Membelah Dada
Begitulah akhirnya Rasulullah SAW tetap tinggal di perkampungan
Bani Sa’ad, hingga terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau ketika
berusia empat atau lima tahun.4
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwasanya Rasulullah
SAW didatangi malaikat Jibril, yang saat itu beliau sedang bermain-main

4
Abu Nu’aim, Dala’il An-Nubuwwah (t.tp.: t.p., t.th.), hal. 164.

7
dengan teman-teman sebayanya. Malaikat Jibril memegang beliau SAW
dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati
beliau SAW dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau SAW,
seraya berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu
malaikat Jibril mencucinya di sebuah baskom dari emas dengan
menggunakan air zam-zam, kemudian menata dan memasukkannya
kembali ke tempat semula. Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu
susunya dan berkata, “Muhammad telah dibunuh!” Mereka pun datang
beramai-ramai menghampirinya dan menemukannya dengan rona wajah
beliau SAW yang semakin berseri. Anas (periwayat hadits) berkata,
‘Sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu di dada beliau SAW. 5
4. Kembali ke Pangkuan Ibunda Tercinta Nan Amat Mengasihi
Setelah peristiwa pembelahan dada tersebut Halimah merasa
khawatir terhadap keselamatan beliau, hingga dikembalikan lagi kepada
ibunda beliau. Beliau SAW tinggal bersama ibunda tercinta hingga
berumur enam tahun.6
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal
dunia. Dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi
dari Mekkah untuk menempuh perjalanan sejauh lima ratus kilometer,
bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW, disertai pembantu
wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah
menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap
untuk kembali ke Mekkah. Dalam perjalanan pulang, dia jatuh sakit dan
akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak antara Mekkah dan
Madinah.
5. Di Pangkuan Sang Kakek Nan Amat Menyayangi
Rasulullah SAW dibawa kembali ke Mekkah oleh kakeknya.
Perasaan kasih sayang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim
piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di

5
Sahih Muslim, Kitab Al-Isra’ (t.tp.: t.p., t.th.), I:92.
6 Abu Al-Faraj Abdurrahman bin Al-Jauzi, Talqih Fuhum Ahli Al-Atsar (Delhi, India: Jayyid Barqi Baris,
t.th.), hal. 7.

8
atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang
tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia
tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan
cucunya daripada anak-anaknya.
Ibnu Hasyim berkata, “Ada sebuah permadani yang diletakkan di
dekat Ka’bah untuk Abdul Muththalib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk di
sekeliling permadani itu hingga Abdul Muththalib keluar ke sana, dan tak
seorang pun di antara mereka yang berani duduk di permadani itu, sebagai
penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali ketika Rasulullah SAW berusia
sekitar dua tahun, datang dan langsung duduk di atas permadani itu.
Paman-paman beliau langsung memegang dan menahan agar tidak duduk
di permadani tersebut. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini, dia
berkata, “Jangan kau ganggu cucuku!. Demi Allah, sesungguhnya dia nanti
akan memiliki kedudukan yang agung.” Kemudian Abdul Muththalib
duduk bersama beliau di atas permadani tersebut, sambil mengelus
punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun yang
beliau lakukan.”7
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur
Rasulullah SAW, kakek beliau meninggal dunia di Mekkah. Sebelum
meninggal, Abdul Muththalib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang
cucu kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung bapak beliau.
6. Di bawah Asuhan Paman Nan Penuh Belas Kasih
Abu Thalib melaksanakan amanah yang diembankan kepadanya
untuk mengasuh anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggapnya
seperti anak sendiri. Bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan
beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan
penghormatan. Hingga berumur lebih dari empat puluh tahun, pamannya
masih tetap memuliakan beliau SAW, membentangkan perlindungan

7
Abu Al-Faraj Abdurrahman bin Al-Jauzi, Talqih Fuhum Ahli Al-Atsar (Delhi, India: Jayyid Barqi Baris,
t.th.), hal. 169.

9
terhadapnya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang
lain demi membela diri beliau SAW.
B. Gambaran Umum Misi Nabi Muhammad SAW
Secara historis, perjalanan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa
misi risalah langit, terbagi dalam tiga periode, yaitu periode prakerasulan,
periode kerasulan, dan periode pasca kerasulan. Tahap kedua sejarah
kenabian ini diawali dengan dua kondisi demografissosiologis Arab, yakni
kondisi pada masa Makiyyah dan masa Madaniyyah. Kehadiran Nabi
Muhammad SAW identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab,
khususnya orang-orang Mekkah. Para sejarahwan, baik Islam maupun non-
Islam tidak berbeda dalam melukiskan keberadaan mereka.
Kehidupan masyarakat Arab secara sosiopolitis mencerminkan
kehidupan derajat yang rendah. Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi
ekonomi dan perang antarsuku menjadi karakter prilaku mereka. Situasi
chaos semacam ini berlangsung sejak para pendahulu mereka mendiami
negeri tersebut.
Dari aspek kepercayaan atau agama, orang-orang Arab Mekkah adalah
para penyembah berhala. Tidak kurang dari tiga ratus berhala yang mereka
anggap sebagai Tuhan atau pelindung manusia. Berangkat dari kondisi inilah
dalam sejarah dicatat bahwa Muhammad SAW sering melakukan
kontemplasi (‘uzlah), untuk mendapatkan suatu jawaban apa dan bagaimana
seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab.
Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di Gua
Hira, akhirnya Nabi Muhammad SAW mendapat suatu petunjuk dari Allah
SWT melalui malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat Arab Mekkah. Dari
sisnilah awal sejarah penyebaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW
dalam menegakkan ajaran Islam dimulai.
Nabi Muhammad SAW selain mengajarkan nilai-nilai Islam yang
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat aksentis (keakhiratan) juga berusaha
beserta umatnya menata kekuatan untuk mengambil alih peran kepemimpinan

10
dan pemerintahan orang-orang Quraisy. Peran ini sangat dominan, terutama
pada saat nabi berada di Madinah.
Berikut ini beberapa gambaran umum misi dakwah Rasulullah SAW di
antaranya mengajarkan tauhid, memperbaiki akhlaq manusia, memberi kabar
gembira dan peringatan, membangun manusia yang mulia dan bermanfaat.
1. Mengajarkan Tauhid
Rasulullah SAW mengajarkan untuk mengesakan Allah SWT dan
memberantas kemusyrikan yang dilakukan oleh masyarakat Mekkah pada
saat itu. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran:
‫ل‬
‫اَم‬ َ ‫ن ََْٰللَََ َْلِل ْر ََٰ للإَ َْل لهنا ه‬
َ ‫إِ نْااإيَ َّلََكل َّْل َْولان اْ لن َمكل لَْ َ نِْلالَ لَْ ْسراأ‬ ‫لَ لََِ ل ْب ل‬
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau
(Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.”8
2. Memperbaiki Akhlaq Manusia
Akhlak Nabi Muhammad SAW merupakan acuan yang tidak ada
bandingannya. Bukan hanya dipuji oleh manusia, tetapi juga oleh Allah
SWT. Hal ini dapat dilihat dalam firman-Nya:
‫لَ َمان للَٰل لََّٰل لَ اََٰا هِ لََِّ َّلو‬
Artinya: “Dan sesunguhnya kamu ( Muhammad ) benar-benar berbudi
pekerti yang agung.“9
Ketika Aisyah binti Abu Bakar (istri Nabi Muhammad SAW)
ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW ia menjawab: “Akhlaknya
adalah Al-Qur’an “. (HR. Ahmad dan Muslim).
Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya: Diriwayatkan dari
Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa akhlak merupakan ajaran yang
diterima Rasulullah SAW dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi umat
yang pada saat itu dalam kejahiliyahan. Pada saat itu, manusia

8
QS. Al-Anbiya (21): 25.
9
QS. Al-Qalam (68): 4.

11
mengagungkan hawa nafsu dan sekaligus menjadi hamba hawa nafsu.
Ajaran akhlak yang dibawa Nabi Muhammad SAW tersebut terangkum
dalam sebuah hadits yang artinya: “Hai Muhammad, beritahu padaku
tentang iman, iman yaitu engkau percaya kepada Allah, malaikat, kitab,
rasul, dan hari kebangkitan. Kemudian, Jibril bertanya lagi, hai
Muhammad apa yang dimaksud dengan Islam? Islam, yaitu engkau
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-
Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan, dan
menunaikan haji ke Baitullah bila mampu.” Kemudian, Jibril bertanya lagi,
“Hai Rasulullah apa yang dimaksud dengan ihsan? Ihsan, yaitu engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Apabila engkau tidak
melihatnya, maka Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim).
Hadits di atas menjelaskan bahwa ajaran akhlak yang dibawa Nabi
Muhammad SAW berupa tiga hal, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Ketiganya
merupakan proses yang kontinu yang hendaknya dilakukan seorang
Muslim. Ini semua tidak hanya merupakan kewajiban bagi seorang
Muslim, tetapi juga merupakan pendidikan yang dilakukan seumur hidup
guna membentuk akhlak yang baik terhadap Allah SWT dan sesama
makhluk.
Berdasarkan hadits tersebut, kita dapat mengetahui bahwa tujuan
berakhlak itu supaya hubungan kita dengan Allah dan makhluk selalu
terpelihara dengan baik dan harmonis.
3. Memberi kabar gembira dan peringatan
Rasulullah SAW diutus untuk menjadi Rahmatan Lil Alamin, yaitu
sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah SWT berfirman, "Dan tiadalah
Kami mengutuskamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagisemesta
alam."10
Allah SWT juga berfirman, "Sesungguhnya kami mengutusmu
(wahai Muhammad) dengan haq sebagai pemberi kabar gembira

10
QS Al-Anbiya (21): 107.

12
(basyiran) dan peringatan (nadziran).11 Maka, Rahmatanlil 'alamin
bermakna bahwa Rasulullah memiliki misi sebagai pemberi kabar gembira
dan peringatan untuk seluruh umat manusia yang ada di muka bumi,
termasuk orang-orang yang belum berada di jalan Allah (non-Muslim).
Rasulullah SAW memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah SWT serta mengikuti beliau. Sebaliknya beliau
mengingatkan kepada mereka yang berbuat kejahatan, kemusyrikan, dan
kemaksiatan agar menghentikan perbuatan-perbuatan yang terlarang itu,
Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
‫ََّهإ‬
ِ ‫ََّله لإَالأ‬ ‫ََّه لَ َم ْا َإ َْلو ا نَ هم َم نْ َمانَِل ْب ل‬
ِ ‫ن ََْٰللَ لَ َر َْك لْ َِِرلا‬ ‫للنََّْل لَْالأ ل‬
“Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada
satupun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi
peringatan.”12
4. Membangun Manusia yang Mulia dan Bermanfaat.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan tentang persamaan derajat
manusia. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar penyelesaian
masalah tidak boleh dilakukan dengan cara kekerasan, namun harus
dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab.
Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad SAW ketika
mendamaikan masyarakat Mekkah saat akan meletakkan Hajar Aswad
pada tempatnya. Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar manusia
bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi
kaya, dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian
hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah.
Orang tua harus menyayangi anaknya, baik anak itu laki-laki maupun
perempuan. Sebaliknya, anak harus menghormati dan berbakti kepada
orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua.

11
QS Al-Baqarah (2): 119.
12
QS. Al-Fatir (35): 24.

13
Ketika antaranggota masyarakat dapat memahami hak dan
kewajibannya, saling menghormati, menghargai dan mengasihi, maka akan
menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti
saat ini keadaan masyarakat Mekkah dan Madinah menjadi masyarakat
yang sangat beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang
pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah SWT
dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad SAW.
C. Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW yang paling
dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa
kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al
llusairy, diuraikan bahwa peradaban pada masa Nabi Muhammad SAW
dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad
SAW di bawah bimbingan wahyu.13 Di antaranya sebagai berikut:
1. Pembangunan Masjid Nabawi
Dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah SAW berhenti di
suatu tempat maka Rasulullah memerintahkan agar di tempat itu dibangun
sebuah masjid. Rasulullah SAW ikut serta dalam pembangun masjid
tersebut. Beliau SAW mengangkat dan memindahkan batu-batu masjid itu
dengan tangannya sendiri. Saat itu, kiblat dihadapkan ke Baitul Maqdis.
Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan atapnya dibuat
dari pelepah daun kurma. Adapun kamar-kamar istri beliau dibuat di
samping masjid. Tatkala pembangunan selesai, Rasulullah SAW
memasuki pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat
itulah, Yatsrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah Al-
Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam
masjid ini, baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual

13
https://tragedisosialdansejarah.blogspot.com/2018/04/4-peradaban-islam-pada-masa-rasulullah.html?m=1#

14
beli maupun perayaan-perayaan. Tempat ini menjadi faktor yang
mempersatukan mereka.
2. Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar
Rasulullah SAW mempersaudarakan di antara kaum muslimin.
Mereka kemudian membagikan rumah yang mereka miliki, bahkan juga
istri-istri dan harta mereka. Persaudaraan ini menjadi lebih kuat daripada
persaudaraan yang berdasarkan keturunan. Dengan persaudaraan ini,
Rasulullah SAW telah menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan
agama sebagai pengganti dari persatuan yang berdasarkan kabilah.
3. Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin dan
Non-Muslimin
Di Madinah, ada beberapa golongan manusia, yaitu kaum muslimin,
orang-orang Arab, serta kaum non-muslim, dan orang-orang Yahudi (Bani
Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa'). Rasulullah SAW melakukan
satu kesepakatan dengan mereka untuk terjaminnya sebuah keamanan dan
kedamaian. Juga untuk melahirkan sebuah suasana saling membantu dan
toleransi di antara golongan tersebut.
4. Peletakan Asas-Asas Politik, Ekonomi, dan Sosial
Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika di dalam negara
diletakkan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Quran pada
periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan perkataan dan tindakannya.
Hiduplah kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh
dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan
kokoh, ada solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan
demikian, berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun
Rasulullah SAW dengan asas-asasnya yang abadi.
Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW pada masyarakat Islam di Yatsrib adalah: pertama, Nabi
Muhammad SAW mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Madinah Ar-
Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan nama

15
yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang
menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad SAW., yaitu membentuk sebuah
masyarakat yang tertib dan maju, dan berperadaban.
Kedua, membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat
kegiatan ritual shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk
mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi. Di samping itu, masjid juga menjadi pusat
kegiatan pemerintahan.
Ketiga, Nabi Muhammad SAW membentuk kegiatan mu’akhat
(persaudaraan), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang yang
hijrah dari Mekkah ke Yatsrib) dengan Anshar (orang-orang yang menerima
dan membantu kepindahan Muhajirin di Yatsrib). Persaudaraan diharapkan
dapat mengikat kaum muslimin dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Rasulullah SAW dilahirkan di tengah kabilah besar, Bani Hasyim di
kota Mekkah pada pagi hari Senin, tanggal 9 Rabi’ul Awal pada tahun tragedi
pasukan bergajah atau empat puluh tahun dari berlalunya kekuasaan Kisra
Anusyirwan. Juga bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M
sesuai dengan analisis seorang ulama besar, Muhammad Sulaiman Al-
Manshurfuri dan seorang astrologi (ahli ilmu falak), Mahfud Pasha.
Saudara-saudara Rasulullah SAW dari satu susuan di sana adalah
Abdullah bin Al-Harits, Anisa binti Al-Harits, Hudzafah atau Judzamah binti
Al-Harits. Paman beliau SAW, Hamzah bin Abdul Muththalib juga disusui di
Bani Sa’ad bin Bakr. Suatu hari ibu susuan Rasulullah SAW ini juga pernah
menyusui Hamzah selagi beliau masih dalam susuannya. Jadi Hamzah adalah
saudara Rasulullah SAW dari dua pihak, yaitu Tsuwaibah dan dari Halimah
As-Sa’diyah.
Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di Gua
Hira, akhirnya Nabi Muhammad SAW mendapat suatu petunjuk dari Allah
SWT melalui malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat Arab Mekkah. Dari
sisnilah awal sejarah penyebaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW
dalam menegakkan ajaran Islam dimulai.
Berikut ini beberapa gambaran umum misi dakwah Rasulullah SAW di
antaranya mengajarkan tauhid, memperbaiki akhlaq manusia, memberi kabar
gembira dan peringatan, membangun manusia yang mulia dan bermanfaat.
Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW yang paling
dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa
kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al
llusairy, diuraikan bahwa peradaban pada masa Nabi Muhammad SAW
dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad
SAW di bawah bimbingan wahyu. Di antaranya sebagai berikut:

17
pembangunan masjid nabawi, persaudaraan antara kaum Muhajirin dan
Anshar, kesepakatan untuk saling membantu antara kaum muslimin dan non-
muslimin, serta peletakan asas-asas politik, ekonomi, dan sosial.
B. Saran
Setelah mengetahui sejarah perjalanan panjang perjuangan Rasulullah
SAW dalam memperjuangkan agama Islam, hendaknya kita menyadari
seberapa besar kecintaan beliau terhadap umatnya. Sudah menjadi kewajiban
kita untuk terus melestarikan dan memelihara segala bentuk kebaikan yang
Rasulullah SAW amanahkan kepada kita. Mematuhi dan mengikuti ajaran
yang Allah SWT wahyukan kepada beliau, serta menjauhi segala larangan-
Nya sebagai bentuk kecintaan kita kepada Ilahi Robby dan sang baginda Nabi
Muhammad SAW.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Ar-Rahiq Al Makhrum. Jakarta:


Darul Haq, 1442 H
https://www.bacaanmadani.com/2017/05/4-misi-kerasulan-nabi-muhammad-
saw.html
https://tragedisosialdansejarah.blogspot.com/2018/04/4-peradaban-islam-pada-
masa-rasulullah.html?m=1#
https://kumparan.com/berita-hari-ini/misi-dakwah-nabi-muhammad-
mengajarkan-tauhid-hingga-memperbaiki-akhlak-manusia-1wBlL5NaF72/full

19

Anda mungkin juga menyukai