Puji syukur kami ucapkan Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-nya sehingga penyusunan makalah kebudayaan Islam di Bugis ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa Sholawat serta salam senantiasa kita curahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah sejarah kebudayaan Islam di Indonesia dengan dosen pengampu Bapak
M. Fairus Kadomi, M. Hum. Sehingga makalah ini nantinya dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Awal Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok?
C. Tujuan Penulisan
4. Untuk Mengetahui Awal Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
selaparang yang pertama kali menerima islam. Upaya mengislamkan raja-raja
islam di Lombok tidak mengalami kesulitan karena dengan menceritakan bahwa
raja-raja di Jawa sudah memeluk islam maka mereka dengan senang hati juga
memeluk agama islam hal ini disebabkan raja-raja di Lombok mempunyai
hubungan pertalian darah dengan dengan raja-raja di Jawa terutama kerajaan
Majapahit. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya nama beberapa desa dan kota
di Lombok yang sama dengan desa dan kota di bekas wilayah Kerajaan
Majapahit di Jawa.
Teori kedua menjelaskan bahwa Islam di Lombok dibawa dari Jawa oleh
Sunan Prapen (1548-1605) yang lebih dikenal dengan Sunan RATU Giri
keempat, beliau datng ersama cdengan Pangeran Sangapati pada abad ke-16 M,
melalui jalan utara, hal ni ditandai dengan adanya Lokal Jawa, Ampel Duri, dan
Ampel Gading di Bayan Lombok Utara melalui pelabuhan carik. Teori Ketiga
menyebutkan bahwa Islam masuk ke Lombok pada abad yang sama, yakni abad
ke-16, namun melalui jalur timur, yakni pulau Sumbawa yang kemudian
disebarkan para pedagang dan pelaut dari Makasar. Sebagaiman diketahui,
kerajaan Selaparang Islam Semua di Labuan Lombok, Kabupaten Lombok
Timur yang kemudian sekarang dipindahkan ke bekas ibukota Kerajaan
Selaparang Hindu, yaitu waktu perang Lombok. Dan teori yang ketiga ini adalah
sebagaimana Islam di Bima yang datang dari Makasar kemudian menuju
Lombok.2
Dari ketiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam masuk di Pulau
Lombok pada abad ke-16 dan berkembang pesat sampai abad ke-17, dua diantara
1
Lalu Muhammad Ariadi, Haji Sasak : Sebuah Potret Dialektika Haji dan Kebudayaan
Lokal. Ciputat: IMPRESSA Publishing,2013
2
Jamaluddin, Islam Sasak : Sejarah Sosial Keagamaan di Lombok ( Abad XVI-XIX), jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2004, hal 73
4
ketiga teori masuknya Islam di pulau Lombok menegaskan hal tersebut, yakni
dari dua jalur yang berbeda yaitu dari arah Barat yaitu Jawa dan dari arah Timur
yaitu Makasar melewati Bima dan Sumbawa baru kemudian ke Pulau Lombok,
walaupun tidak dapat menutup mata juga dari teori yang pertama.3
3
Syakur, Isllam dan Kebudayaan Muhammad Ariadi, Haji Sasak, Sebuah Potret Dialektika
Haji Kebudayaan Lokal, Ciputat: IMPRESSA Pubblishing.2013
5
B. Islam Wetu Telu Dan Islam Wetu Lima Di Lombok
Istilah Wetu Telu adalah suatu ajaran yanag muncul dari tiga prinsip dasar.
I Gde Parimartha, menyebutkan bahwa prinsip Wetu Telu adalah penyatuan dari
tiga ajaran, yaitu petangan Jawa (Siwa Budha), petangan Arab (ajaran Islam), dan
petangan Kudus (ajaran asli Sasak atau yang dikenal Boda). Dalam Wetu Telu,
mereka melakukan sembahyang hanya di tiga waktu, yaitu pada saat kematian,
hari raya, dan dari Jum’at. Menurut Guru Mustaji, menyebutkan bahwa orang
Islam Sasak melakukan sembahyang tiga kali, yaitu Subuh, Isa dan magrib.
Kewajiban melakukan sholat lima waktu dianggap sebagai ajaran agama, dan
orang Sasak yang memadukan antara budaya dengan ajaran agama disebut dengan
Islam Kultural. 4
Penganut Wetu Telu identik dengan praktek kehidupan sehari-hari yang
berpegang kuat dengan adat istiadat nenek moyang. Di dalam ajaran Wetu Telu
juga terdapat banyak nuansa keislaman, namun diartikan sebagai adat. Dalam
ajaran ini, agama bercampur dengan adat yang sejatinya adat tidak selalu sejalan
dengan agama. Adanya percampuran ini membuat Wetu Telu menjadi ajaran yang
sangat sinkretik. Di dalam ajaran Wetu Telu juga mengadakan ritual upacara
(sejak lahir hingga menikah) yang bernama gawe urip, diantaranya yaitu:
1. Buang Au (upacara kelahiran), pembuangan abu dari arang yang dibakar
oleh dukun beranak setelah persalinan. Dilaksanakan satu minggu setelah
melahirkan, dan sekaligus mengumumkan nama dari anak tersebut.
2. Ngurisang (potong rambut), upacara pemotongan rambut anak yang berusia
1 sampai 7 tahun.
3. Ngitanang (khitanan), dilakukan saat anak berusia 3 sampai 10 tahun. Hal
ini disimbolkan sebagai peng-Islam-an dari anak tersebut.
4. Merosok (meratakan gigi), menandai adanya peralihan dari masa anak-anak
ke masa dewasa.
5. Merari/Mulang (mencuri gadis) dan Metikah (perkawinan).
Selain gawe urip, Wetu Telu juga menjalankan ritual-ritual kematian,
yaitu gawe pati. Dimulai dari hari penguburan (nusur tanah), hari ketiga
(nelung), hari ketujuh (mituk), hari kesembilan (nyiwak), hari ke empat puluh
4
Seramasara, I Gusti Ngurah. “Wetu Telu Sebagai Identitas Etnis Sasak Dalam Tekanan
Universalisme di Lombok”. Documentation. ISI Denpasar. 2017.
6
(matang puluh), keseratus (nyatus), dan hari keseribu (nyiu). Ritual ini
bertujuan untuk menyatukan jiwa orang yang telah meninggal dengan dunia
leluhur. Hal ini erat kaitannya dengan persepsi di kalangan penganut Wetu Telu
bahwa kematian merupakan suatu tahapan yang menjamin suatu tahapan yang
lebih tinggi yaitu keluhuran (lingkaran leluhur) dan ritual-ritual yang menjamin
tercapainya tahapan tersebut.
5
Zuhdi, Muhammad Harfin. “Islam Wetu Telu di Bayan Lombok: Dialektika Islam dan Budaya
Lokal”. Akademik: Jurnal Pemikiran Islam. Vol 17. No 2. 2012.
7
orang-orang Wetu Telu dengan orang-orang Wetu Lima. Wetu Lima cenderung
menggunakan ajaran dengan standar ideal Islam, dan Wetu Telu yang
menggabungkan antara ajaran agama dengan adat istiadat kuno yang telah ada di
Sasak sejak lama.6
2. Karena tidak adanya persetujuan dari orang tua kedua belah pihak baik laki-
laki maupun perempuan.
9
Lalu Darmawan, Sistem Perkawinan Masyarakat Sasak (Interpretasi atas Dialetika Agama
dengan Tradisi Merarik Masyarakat Lombok Nusa Tenggara Barat), Skripsi UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakrta, 2006, h. 125.
10
Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 2, No. 3, 2021, hlm. 481
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Islam masuk di Pulau Lombok pada abad ke-16
dan berkembang pesat sampai abad ke-17,dua di antara ketiga teori masuknya Islam
di Pulau Lombok menegaskan hal tersebut, yakni dari dua jalur (arah) yang berbeda
yaitu dari arah Barat yaitu Jawa dan dari arah Timur yaitu dari Makasar melewati
Bima dan Sumbawa baru kemudian ke Pulau Lombok.
Secara umum sering dinyatakan bahwa corak Islam yang berkembang
dalam masyarakat Sasak di Pulau Lombok ada dua varian, yaitu Islam Wetu Telu
dan Islam Wetu Lima. Berdasarkan kebiasaan keagamaan mereka, Sasak Waktu
Lima mempercayai rukun Islam yang lima dan menerapkannya secara keseluruhan
sebagai kewajiban bagi setiap individu muslim yang akil dan balig. Adapun Islam
Wetu Telu cenderung hanya menerapkan tiga rukun Islam, yaitu syahadat, shalat,
puasa.
Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok. Salah
satunya tradisi yang unik dan masih kental di masyarakat Lombok yaitu tradisi
merariq. Fenomena dari budaya merariq pada kehidupan masyarakat Sasak yaitu
tidak lain untuk suatu perwujudan dalam hal kearifan lokal, di mana di dalamnya
juga ada keyakinan masyarakat untuk menunjukkan suatu keberanian seorang laki-
laki untuk calon istri yang akan dipinangnya.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat untuk semua.
Kami yakin bahwa di dalam makalah ini tentunya masih ada banyak kekurangan.
Maka dari itu, kami berharap mendapatkan saran dan kritik yang bersifat
kontruktif dari pembaca untuk kesempurnaan selanjutnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Lalu Muhammad Ariadi, Haji Sasak : Sebuah Potret Dialektika Haji dan
Kebudayaan Lokal. Ciputat: IMPRESSA Publishing,2013
Syakur, Isllam dan Kebudayaan Muhammad Ariadi, Haji Sasak, Sebuah Potret
Dialektika Haji Kebudayaan Lokal, Ciputat: IMPRESSA
Pubblishing.2013
Seramasara, I Gusti Ngurah. “Wetu Telu Sebagai Identitas Etnis Sasak Dalam
Tekanan Universalisme di Lombok”. Documentation. ISI Denpasar. 2017.
M. Harfin Zuhdi, Praktik Merariq Wajah Social Masyarakat Sasak, hlm. 49.
11