Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM DI SULAWESI DAN


NUSA TENGGARA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK III

1. NADIYA VEGA
2. KHAERUNNISA
3. SUWAEDAH
4. ANDIKA PRATAMA
5. M. H. D. DANIS HAIKAL

SMA NEGERI 23 BONE


TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas makalah Agama Islam
(Penyebaran Islam di Sulawesi dan Nusa Tenggara )
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat
dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah
yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan
maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan
perkembangan islam di daerah Sulawesi, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dsaya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Islam di Sulawesi menarik untuk dibahas, karena akan menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan membahas proses masuk dan
berkembangnya Islam di Sulawesi kita dapat mengetahui kerajaan-kerajaan dan raja
yang berpengaruh terhadap perkembangan Islam, tradisi dan bukti perkembangan
Islam di Sulawesi, beserta cara agama Islam masuk ke Sulawesi. Perkembangan
agama Islam di Sulawesi tidak sepesat perkembangan agama Islam di Jawa dan
Sumatera. Sebab pertentangan Islam terhadap kerajaan yang belum menganut
agama Islam dilakukan demi kepentingan politik. Bersamaan dengan perkembangan
agama Islam maka berdirilah kerajaan Islam di Indonesia yaitu Demak, Pajang,
Mataram, Banten, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.
Pada dasarnya secara geografis dan kondisi alam wilayah Sulawesi lebih
bersahabat dibandingkan wilayah Klaimantan, karena wilayah Sulawesi hampir
sama seperti kondisi Jawa. Meskipun hubungan antar suku di wilayah Sulawesi
kurang harmonis, namun dakwah tetap berkembang baik di wilayah Sulawesi
Selatan. Kubu yang terkadang bertentangan adalah Bosowa atau Bone Soppeng,
Wajo dengan suku Makasar. Perkembangan Islam di wilayah Sulawesi selain
Sulawesi Selatan seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara
masih perlu ditingkatkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan masyarakat Sulawesi sebelum dan sesudah datangnya
Islam?
2. Bagaimana proses masuknya Islam di Sulawesi?
3. Apa saja bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi?
4. Siapakah penyebar Islam di Nusa Tenggara?
5. Apa nama salah satu kerajaan Islam di Nusa Tenggara?
6. Bagaimanakah cara penyebaran Islam di Nusa Tenggara?
BAB II
PROSES MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

1. PROSES MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

A. Melalui Pedagang
Kalau kita melihat dari sumber sejarah, bahwa penyebaran Islam di Indonesia
khususnya di Sulsel dilakukan oleh parah saudagar Muslim yang mengadakan
kontak dagang antarpulau baik dengan pedagang dalam negeri maupun dengan
dagang antarnegara. Dapatlah dipahami bahwa yang mula-mula membawa
agama Islam ke Sulsel adalah pelaut-pelaut dari Arab, kemudian saudagar-
saudagar India, dan Iran. Selanjutnya Islam disiarkan oleh pedagang-pedagang dari
Melayu dan dari Jawa. Berdasarkan kajian sejarah Islam sudah berpengaruh di
Jawa sekitar tahun 1500-1550 M yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan
Demak. Pengaruh Islam semakin kuat setelah Malaka direbut oleh Portugis
pada tahun 1511 M. Setelah jatuhnya Malaka ketangan Portugis, semakin
banyak kerajaan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya. Kerajaan di pesisir pantai
di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulsel dan Maluku mulai berinteraksi dengan pedagang-
pedagang Melayu yang beragama Islam. Berdirinya kerajaan-kerajaan di pesisir
Pulau Jawa sekitar tahun 1500-1550 M berlangsung secara bertahap dan didahului
oleh proses islamisasi yang berkesinambungan di kalangan masyarakat. 

B. Pengaruh Tionghoa
Sebagaimana dicatat dalam sumber sejarah bahwa, Islam di Jawa juga disiarkan
oleh seorang pelancong Tionghoa Muslim bernama Ma Huan. Ma Huan
yang membawa seorang pembesar Tiongkok, kala itu, mengunjungi Tuban, Gresik,
dan Surabaya, daerah di pesisir utara Pulau Jawa. Sebangian besar orang Tionghoa
di wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada tahun 855 M telah memeluk Islam
dan orang-orang pribumi yang penyembah berhala ikut memeluk Islam seperti
orang Tionggoa itu. Kesadaran orang-orang Melayu memeluk Islam tumbuh dan
berkembang di Sulsel tidak lepas dari aktivitas perdagangan yangberlangsung
sampai ke kepulauan nusantara terutama di Maluku.Seorang Muslim dari Persi yang
pernah mengunjungi belahan timur Indonesia memberikan informasi tentang
masuknya Islam di Sulsel. Ia mengatakan bahwa di Sula (Sulawesi) terdapat orang-
orang Islam pada waktu itu kira-kira pada akhir abad ke-2 Hijriah. Dia juga yang
mengabarkan tentang kehadiran Islam di kalangan masyarakat Sulsel. Menurut dia,
Islam di Sulsel juga dibawa sayyid Jamaluddin Akbar Al-Husaini yang datang dari
Aceh lewat Jawa (Pajajaran). Sayyid Jamaluddin datang atas undangan raja yang
masih beragama Budha, Prabu Wijaya yang memerintah Pajajaran pada tahun
1293-1309. Sayyid Jamaluddin Akbar Al Husaini melanjutkan perjalanan ke Sulsel
bersama rombongannya 15 orang. Mereka masuk ke daerah Bugis dan menetap di
Ibu Kota Tosorawajo dan meninggal di sana sekitar tahun 1320 M. Inilah suatu bukti
bahwa jauh sebelum Islam diterima secara resmi sebagai agama kerajaan di Sulsel
pemahaman Islam sudah ada di masyarakat lewat interaksi sosial dan hubungan
dagang antar individu maupun berkelompok.

C. Hak Istimewa
Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10, di Sulsel pernah menetap seorang dari
Jawa bernama Anakoda Bonang yang membawa saudagar melayu Muslim
yang memimpin perdagangan dari Pahang, Patani, Johor, Campa, dan
Minangkabau. Rombongan Anakoda Bonang ini diberi hak istimewa oleh raja. Pada
masa itu Sulsel sudah menjalin hubungan dengan berbagai daerah di Sumatera,
Jawa, Malaka, dan Hindia. Di Makassar, pada masa itu, sudah ada koloni dagang 
orang-orang asing dari daerah itu. Sehubungan dengan strategi orang-orang Melayu
yang mendirikankerajaan-kerajaan yang berpaham Islam di sekitar Pulau Jawa,
dalam lontara di jelaskan, Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Tunijallo
(1565-1590) bersahabat baik dengan raja-raja di Pulau Jawa bagian barat. Raja
Gowa memberikan fasilitas kepada para saudagar Muslim untuk menetap di
sekitar Istana Kerajaan Gowa.Islam di Sulsel mencapai puncak keemasannya
sekitar awal abad ke-18 yang ditandai dengan berlakunya syariat Islam dalam
berinteraksi sosial.

2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI


Kerajaan-Kerajaan Islam yang ada di sulawesi selatan antara lain Luwu, Gowa-
Tallo, Bone, Soppeng, dan Wajo. Akan tetapi yang akan kita bahas kali ini adalah
kerajaan Gowa-Tallo saja. Kerajaan Gowa-Tallo mempunyai peran dalam sejarah
daerah, nasional, maupun internasional mengingat ibu kotanya Sombaopu sebagai
negara-kota yang berperan dalam perdagangan regional dan internasional, juga
mempunyai peran penting dalam segi politik menentang kolonialisme Belanda pada
masa pemerintahan sultan Hasanuddin (1631-1670) 

1. Kerajaan Gowa-Tallo
Baik sumber-sumber asing maupun sumber-sumber naskah-naskah kuno bahwa
kehadiran agama Islam sudah ada sejak abad sebelum kedatangan Tome Pries
(1512-1515), karena ia menceritakan bahwa Makassar sudah melakukan hubungan
perdagangan dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam, akan tetapi Tome Pries
mengatakan bahwa penguasa-penguasa lebih dari 50 negeri di pulau itu mesih
menganut berhala, maksudnya belum Islam. Pemberitahuan Tome Pries tersebut
mungkin lebih menitikberatkan kepada sebuah kerajaan di Sulawesi belum resmi
memaluk agama Islam, karena secara resmi kedua raja Gowa dan Tallo memeluk
masuk agam Islam pada tanggal 22 Septembar 1605 M. Negara tersebut kaya akan
beras putih dan bahan-bahan makanan lainnya, banyak dagingdan juga banyak
kapur barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara lain jenis
pakaian dari Cambai, Bengal, dan Kelling. Mengingat jaringan perdaganga dari Cina
sudah lama, barang-barang berupa keramik juga diimpor dan hal itu juga dibuktikan
dengan banyaknya temuan keramik dari masa dinasti Sung dan Ming dari daerah
Sulawesi selatan.

a. Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang


dengan kerajaa nlainnya di sulawesi selatan, seperti Luwu, Bone, Soppeng
dan Wajo. Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan wajo ditaklukkan oleh
kerajaan Gowa-Tallo. Kemudian kerajaan menjadi daerah takluk.
b. Gowa menurut hikayat Wajo hanya kerajaan Bone yang masih tetap bertahan
karena bantuan Wajo secara rahasia. Dalam penyerangan terhadap Gowa-
Tallo, Karaeng Gowa meninggal dan seorang lagi terbunuh pada sekitar
tahun 1565. Kemudian kerajaan Bone, Wajo, dan yang disebut
perjanjian Telumpocco, barangkali terjadi pada tahun 1582.
c. Akhirnya diadakan lagi perjanjian lagi di Meru antara Bone dan Gowa. Sejak
kerajaan Gowa secara resmi merupakan kerajaan bercorak Islam pada tahun
1605, Gowa meluaskan politiknya agar kerajaan-kerajaan lainnya juga masuk
Islam dan tunduk kepada kerajaan Gowa-Tallo antara lain Wajo tanggal 10
Mei 1610 dan Bone pada tanggal 23 November 1611. J. Norduyn
berpendapat bahwa penaklukan terhadap kerajaan itu oleh Gowa-Tallo itu
dirasakan sebagai harkat dan derajat agama baru yaitu Islam mendoorong
keruntuhan kerajaan yang memusuhi Gowa-Tollo mambawa kerajaan Gowa-
Tallo kepada kekuasaan dengan cepat dan pasti daripada sebelumnya.
d. Menarik perhatian meskipun kerajaan Gowa-Tallo sudah Islam, pada masa
pemerintahan raja-raja Gowa selanjutnya melukiskan hubungan baik dengan
orang-orang Portugis yang membawa agama Kristen-Katolik. Contohnnua
pada masa sultan Muhammad Said (14 Juni 1639-16 November 1653),
bahkan pada masa puteranya Sultan Hasanuddin 16 November 1639 – 29
Agustus 1669). Keduanya memberikan bantuan kepada orang-orang Portugis
umumnya dan kepada Francisci Viera pada khususnya yang telah menjadi
utusan raja Gowa ke Banten dan Batavia bahkan Sultan Muhammad Said
dan Karaeng Patingaling memberikan saham dalam perdagangan yang yang
dilakukan Francisco Viera. Hubungan erat antara orang portugis dengan
Gowa disebabkan ancaman VOC Belanda yeng hendaknya memonopoli
rempah-rempah di Maluku.
e. Didaerah Sulawesi selatan Islamisai makin mantap dengan adanya para
mubalig yang disebut Dalto Tallu (tiger dato); Dato’ri Bandung (Abdul Makmur
atau Khatib Tunggal), Dato’ri Pattimang (Dato’ Sulaimana atau Khattib
Sulung), Dato’ Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu), ketiganya bersaudara
dan berasal dari Koto Tengah, Minangkabau. Para mubalig itulah yang
mengIslamkan raja Luwu, yaitu Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan
gelar Sultan Muhammad tanggal 15- 16 Ramadhan 1030 H (4-5 Februari
1605). Kemudian disusul oleh raja Gowa dan Tallo yaitu Karaeng Motowaya
dari Tallo yang bernama I Malingkang Daeng Manyonri (Karaeng Tallo)
mengucapkan syahadat hari Jumat sore tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H (22
September 1605) dengan gelar sultan abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I
Manga’ rangi Daeng Manrabia mengucapkan sahadat pada hari jumat 19
Rajab 1016 H (9 November 1607 M). Perkembangan Islam di daerah
Sulawesi selatan mendapat tempat sebaik-baiknya bahkan ajaran sufisme
Khalwatiyah dari Syekh Yusuf al-Makasari juga tersebar di kerajaan Gowa
dan kerajaan lainnya pada medio abad ke-17 m. Akan tetapi, karena
banyaknya tantangan dari kaum bangsawan Gowa, ia meninggalkan
Sulawesi Selatan pergi ke Banten yang diterima oleh Sultan Agung Tirtayasa
bahkan dijadikan mantu dan diangkat sebagai mufti di kesultanan Banten.
f. Dalam sejarah kerajaan gowa perlu dicatat sejarah perjuangan Sultan
Hasanuddin dalam memertahankan kedaulatannya terhadap upaya
penjajahan politik den ekonomi kompeni (VOC) Belanda. Semula VOC tidak
menaruh perhatian terhadap kerajaan Gowa-Tallo yang telah mengalami
kemajuan dalam bidang perdaganyan, tapi setelah kapal portugis yang
dirampas oleh VOC pada masa ubernur jendral Semula VOC tidak menaruh
perhatian terhadap kerajaan Gowa-Tallo yang telah mengalami kemajuan
dalam bidang perdaganyan, tapi setelah kapal portugis yang dirampas oleh
VOC pada masa ubernur jendral Y. P. Coen di dekat perairan Malaka,
ternyata ada orang Makassar dan dari orang inilah ia mendapat berita tentang
pentingnya pelabuhan Sumbaopu sebagai pelabuhan transito terutama
mendatangkan rempah-rempah dari maluku. Pada waktu kapal VOC berada
di perairan Banda dicobanya mengirimkan surat kepada raja Gowa untuk
bersahabat hanya dalam perdagangan. Raja Gowa mengundang orang VOC
ke Sumbaopu, ternyata VOC mulai menunjukkan tanda-tanda perilaku
memaksakan kehendaknya terutama mengenaii perdagangan rempah-
rempah dari daerah Malukku. Pada tahun 1616 ketika sebuah kapal Belanda
turun di Sumbawa orang-orangnyadibunuh, dan inilah yang membuat Y. P.
Coen di Batavia marah. Pihak kerajaan Gowa menganggap VOC sebagai
perdagangan penyelundupan. Sejak itulah permusuhan antara kerajaan
Gowa dan VOC tidak ada hentinya. Pada tahun 1634 VOC memblokade
kerajaan Gowa tetapi tidak berhasil. Peristiwa perdagangan dari waktu
kewaktu berjalan terus dan baru berdamai antara tahun 1637-1638.
g. Namun, perjanjian damai itu tidak kekal karena pada tahun 1638 dengan
perampokan kapal orang Bugis yang bermuatan kayu cendana dan telah
dijual kepada orang Portugis. Orang Portugis minta ganti rugi kepada raja
Gowa tetapi raja Gowa Karaeng Petengaloan menolaknua dan akhirnya raja
Gowa mengusir orang-orang Belanda dan Sumbaopu.. kecuali itu, raja Gowa
memberikan hak-hak istimewa dalam perdagangan terhadap orang-orang
Portugis, Inggris, dan Denmark dan berada di sumbaopu. Demikian pula
gowa telah membantu Hitu dan Seram karena merasa seagama dan bantuan
itu dengan mengirimkan armadanya yang berkekuatan 5000 orang. Perang
antara kerajaan gowa Dan VOC tidak dapat dielakkan lagi menjelang akhir
tahun 1653dan memang terjadi perang besar-besaran tahun 1654-1655,
dimana-mana di pelabuhan sumbaopu, di daerah Maluku dengan rakyat
disana yang membantu gowa sebab tidak menyenangi monopoli
perdagangan rempah-rempah. Karene beratnya VOC menghadapi
peperangan itu, dari Batavia dikirimkan utusan untuk menyodorkan
perdamaian yang terjadi ppada tanggal 27 Februari 1656. Perjanjian tersebut
diterima gowa karena menguntungkan, yaitu dibolehkannya menagih
utangnya di Ambon. Boleh menagih utang atas perampokan kapal Bugis yang
memuat cendana seperti yang pernah terjadi, VOC tidak akan campur tangan
dalam urusan kerajaan gowa , dan tidak akan membayar kerugian atas
penangkapan orang-orang Makassar di Maluku dan sebagainya. Perjanjian
tersebut oleh pihak VOC sendiri dianggap merugikan dan karenanya
mempersiapkan armada dan persenjataan untuk menyerang gowa yang
sudah siap. Speelman dengan armadanya yang waktu itu sudah siap pula
dan mandapat bantuan dari Arung Palaka yang sudah memihak ke Belanda.
Sultan gowa dibawah pimpinan sultan Hasanuddin tidak gentar dengan
pengerahan terntara dan armadanya dana menghadapi kekuatan VOC.
Dimana-mana terjadi pertempuran hebat dan tidak lama mereka membayar
desa-desa yang setelah lama perang berkecamuk diantara dua belah pihak.
Barombong diserang besar-besaran oleh tentara VOC dibawah pimpinan
Speelman dan tentara Bugis dibawah Arung Palaka akhirnya melalui
perjanjian Bongaya yang ditandatangani di Batavia tanggal 18 November
1667.
3.      BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH ISLAM DI SULAWESI
Banyak terdapat bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Sulawesi, dan berikut di
antrara bukti-bukti tersebut:
a.  Dalam catatan Lontara Bilang tertulis bahwa raja pertama  yang memeluk agama
Islam tahun 1603 adalah Kanjeng Matoaya, Raja ke-4 dari Kerajaan Tallo. Penyiar
agama Islam di daerah ini berasal dari Demak, Tuban, dan Gresik. Oleh karena itu
Islam masuk melalui Raja dan masyarakat Gowa Tallo.
b.  Masjid Hila yaitu masjid pertama Datuk Tiro di Kabupaten Bulukumba yang didirikan
oleh Al-Maulana Khotib Bungsu atau Datuk Tiro. Setelah Luru Daeng Biasa masuk
Islam, maka Datuk Tiro membuat masjid Hila.
c.   Batu karang berbentuk bukit karang kecil di tengah pantai Semboang dengan tinggi
15 meter, adalah makam Karaeng Sapo Batu, karena Raja Tiro pertama bernama
Karaeng Raja Daeng Malaja.
d.  Obyek tinggalan arkeologi Islam yang berada di kota Manado berupa makam tua
yang terdapat di kmpleks pekuburan Islam Tuminting. Secara umum bangunan
makam memiliki tiga unsur yang menjadi kelengkapan satu dengan lainnya, yaitu:
·     Kijing  (jirat), dasar yang berbentuk persegi panjang  dengan berbagai bentuk
variasi.
·     Nisan, berupa tanda yang terbuat dari kayu, batu atau logam yang diletakkan di atas
kijing. Nisan ada yang dipasang  pada bagian kepala saja, atau kepala dan kaki.
·      Cungkup, berupa bangunan  pelindung beratap untuk melindungi makam dari
hujan.
e.   Benda bersejarah yang berkaitan dengan masuknya agama Islam di Lembah Palu,
Sulawesi Tengah, tidak hanya berupa Al-Qur’an kuno saja. Ada sejumlah naskah
yang hadir di tengah masyarakat lembah Palu bersamaan dengan masuknya Islam.
Naskah tersebut di antaranya berupa naskah Kutika dan Naskah Lontara.
f.    Masjid di Mangallekana Kabupaten Gowa dan pelaksanaan Islam sebelum abad 16.

4.      KERAJAAN ISLAM DI NUSA TENGGARA

A. Kerajaan Masa Majapahit


Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok
yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui ekspedisi di bawah
Mpu Nala pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih
Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri
pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali.
Sedangkan di Lombok dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa
empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat,
Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan
Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-
kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti
Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan Kentawang. Seluruh kerajaan
dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka setelah kerajaan
Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal
adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota
Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air
tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi. Bahkan
terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para
penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah
penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam
bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi
dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk
melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.

B. Kerajaan Selaparang
Diperkirakan sejak abad ke-16 Islam masuk di daerah Nusa Tenggara (Lombok),
Islam di Lombok diperkenalkan oleh Sunan Perapen (putra Sunan Giri).
Kemungkinan masuknya Islam ke Sumbawa ini dengan melalui Sulawesi, yaitu
melalui dakwah para mubalig dari Makasar antara tahun 1540-1550. Kemudian
berkembang kerajaan Islam di Lombok, salah satunya adalah Kerajaan
Selaparang.Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat (2002) mencatat tiga
pendapat tentang asal mula salah satu kerajaan yang bernama kerajaan
Selaparang.

Kerajaan Selaparang menjadi sebuah bangunan kesejarahan yang utuh dan


menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang mendalam. Permasalahan
utamanya terletak pada ketersediaan sumber-sumber sejarah yang layak dan
memadai. Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti Babad dan lain-lain
memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable.
Apa yang tertuang dalam tulisan sederhana ini mungkin masih mengundang
perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan dalam
pengungkapannya akan dimuat sebagai gambaran yang masih harus ditelusuri
sebagai bahan pengkajian lebih lanjut.

C. Masuknya Islam di Kerajaan Selaparang


Ketika Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera
Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok
disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu
Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan
Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. Proses
pengislaman oleh Sunan Prapen berjalan dengan lancar, sehingga beberapa tahun
kemudian seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat
yang masih mempertahankan adat istiadat lama.

Sunan Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok.


Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di
kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan, Pangeran
Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok,
dimana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama Islam.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun
selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan,
masyarakat Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah kemenangannya di
Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan
Raden Salut, ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan.
Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu
masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden
Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak
ke Bali, dimana ia memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung.
warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda
C. Van den Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat
memengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum
intelektual dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998)
menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat
mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara
Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang
dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak
mengarang, menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke
dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel
Adam, Menak Berji, Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak
menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar
yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-
hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf,
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya.
Menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar
yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan
dan masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama 6
lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta,
Danti, Kusuma dan Warsa.
Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan
lagi.Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat
lagi.Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.Warsa
artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi
awan.Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam
perkataan.
dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil),
tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti,
setia) atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma
(dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin).

Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak
senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke
Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan.

Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik
memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya
membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang
subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim
Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-
Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat
memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama
Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang
terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan
kelemahan di sana-sini.

D. Penyebaran Islam di Lombok (Abad ke-16)


Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran Islam di Lombok,
salah satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara pulau ini. Selain di Bayan,
penyebaran agama Islam juga diyakini berawal dari Pujut dan Rembitan di Lombok
Tengah. Masjid kuno yang terdapat di tempat-tempat tersebut menjadi salah satu
bukti tentang penyebaran Islam dari wilayah itu.
Lombok, keberadaan bangunan yang telah menjadi situs purbakala yang dilindungi
tersebut tak mencolok, seperti juga rumah-rumah di desa itu.

Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di Desa Rembitan dan
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela. Meski
punya ciri yang sama, situs dan budaya di tempat-tempat itu memiliki perbedaan
yang menjadi tanda Islam masuk Lombok di beberapa tempat sekaligus. Islam
masuk Lombok melalui Jawa, Gowa, dan Bima. Mengenai Bayan, masuknya dari
Jawa.
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela ini telah
mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama dilakukan setelah Masjid
terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang menuntut kematian
Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid
Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah
dan yang menjadi ciri khas adalah empat soko guru.

Setelah kebakaran, Masjid dibangun kembali oleh TGH Mustafa dan TGH Moh.
Toha. Bentuk Masjid masih sederhana dengan empat soko guru. Dari peninggalan
yang ada yakni sebuah kaligrafi tertulis angka 1350 H. Saat itu bangunan Masjid
sudah lebih baik dari sebelumnya namun masih sederhana. Kemudian pada tahun
1890 M, atas prakarsa TGH M Rais, masjid direnovasi dengan memanfaatkan atap
dari genteng. Jamaah yang semakin banyak menginspirasikan penerus selanjutnya,
yakni TGH Muktamat Rais anak dari TGH Muhamaad Rais, untuk membangun
kembali Masjid pada tahun 1974 dengan kontruksi beton. Namun dikarenakan
jamaah yang semakin banyak dan kompleknya kegiatan, pada tahun 2001 Masjid
direnovasi kembali dengan desain Timur Tengah dan berlantai tiga.

E. Penyebaran Islam Melalui Dakwah


Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi penyebaran agama
Islam. Ia dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan kekuatan senjata
disebutkan, Sunan Prapen mampu menaklukkan beberapa kerajaan yang
merupakan warisan Majapahit, lalu mengislamkan masyarakatnya.

Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen melakukan pelayaran
dalam upaya penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara dari Gresik lewat pantai
utara Jawa. Dia tidak berlabuh ke Pulau Bali, tapi langsung ke Bayan. Dari letak
geografisnya, Bayan berada di tepi pantai utara Lombok sehingga sangat mungkin
Sunan Prapen melempar sauh di sini. Belakangan, Sunan Prapen diperkirakan
barulah ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah dari Sumbawa dan Bima.

“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran dilakukan oleh
pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari Jawa,” kata
budayawan setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal muasal
penyebaran Islam di Lombok melalui pantai utara. “Yang monumental adalah
peninggalan kebudayaan tulis dari Jawa. Ini menunjukkan adanya jejak wali dari
Jawa, yakni Sunan Prapen,” lanjutnya.

Selain bukti arkeologi, Anggun juga menemukan bukti lain, yakni dalam bidang seni
sastra, baik itu seni tabuh, seni suara, maupun seni tulisan. Dalam penelitian ini juga
me nun jukkan bahwa agama Islam da pat ber kembang di Lombok, selain karena
peranan para penyebar agama Islam seperti Sunan Prapen, juga adanya peranan
dari rajaraja yang ada di Lom bok sendiri. Pada perkembang an selanjutnya, agama
Islam berkembang di Lombok lebih diprakarsai oleh adanya Tuan Guru.

Penyebaran agama Islam di Lombok disebutkan juga datang dari Gowa (Sulawesi
Selatan) dan Bima. “Memang ada dua versi mengenai masuknya penyebaran
agama Islam di Pulau Lombok. Versi pertama mengatakan datang dari Jawa,
sementara versi satunya lagi yakni dari Sulawesi atau Makassar,” kata Dr Akhyar
Fadli, dosen dan peneliti sejarah Islam di Lombok dari Institut Agama Islam Qomarul
Huda, Praya, Lombok Tengah. “Juga banyak versi tentang masuknya abad ke
berapa,” tambahnya.

Menurut Akhyar, penyebaran yang datang dari Jawa dibawa oleh Sunan Pengging
(nama lain Sunan Prapen) sekitar abad ke-14. Pada saat itu, Sunan Prapen
bersama para pengikutnya berlabuh di Labuhan Carik, dekat Bayan, Lombok Utara.
“Menurut sejarah yang saya temukan, Sunan Pengging memang pertama kali
menginjakkan kakinya di Bayan untuk menyebarluaskan ajaran Islam,” jelasnya.

Jejak yang seakan membenarkan mula penyebaran Islam di Lombok melalui Bayan
adalah terbentuknya komunitas/masyarakat adat Islam wetu telu di sana. Ini adalah
komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di Lombok dengan pusatnya
di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan tidak meninggalkan ritual adat
leluhurnya.

Dari Bayanlah kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah barat, tengah, serta
timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas wetu telu di wilayah-wilayah tersebut.
Di Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong. Di Lombok Tengah,
komunitas ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan. Sedangkan, di Lombok Timur
tidak begitu banyak.

Tidak banyaknya komunitas wetu telu di Lombok Timur terjawab dengan versi
penyebaran Islam melalui Sulawesi. Penyebaran ini dibawa oleh para pedagang dan
nelayan Sulawesi Selatan melalui Labuhan Kayangan, Lombok Timur pada abad ke-
14. Jejaknya adalah banyaknya komunitas nenek moyangnya berasal dari Makassar
di sepanjang pantai di Lombok Timur. “Mereka lebih dikenal dengan sebutan Islam
Suni. Ada juga yang menyebutnya wetu lima,” kata Akhyar, yang menulis buku Islam
Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak pada 2008.

Diperkirakan pengaruh Sunan Prapen di Lombok Timur tidak besar karena sudah
ada penyebar agama Islam dari para pedagang dan nelayan Makassar tersebut.
Diduga, Sunan Pra penatau pengikutnya meninggal kan la dang dakwah yang sudah
dimasuki oleh para pedagang dan nelayan itu. Dalam sejumlah catatan, Sunan Pra
penmemang disebutkan tidak begitu lama menetap di Lombok, dia kemudian
menyerahkan tugas penyebar an Islam di pulau ini kepada dua orang
kepercayaannya, Raden Sumu liya dan Raden Salut. Setelah itu, Sunan Pra pen
menuju Pulau Sum bawa dan Bima.

Namun, Akhyar punya analisis tersendiri. Ada yang bilang dia ke Sumbawa, ada
juga yang bilang dia kembali ke Jawa. Setelah saya lacak yang di Pulau Sumbawa
ini banyak jejak kerajaan dari Makassar. Menurut saya, Sunan Prapen langsung
kembali ke Jawa, tidak berlayar ke Sumbawa, ujarnya.

Tenggara Barat mayoritas pendu duk nya adalah Islam. Dari sekitar 4,4 juta jiwa
penduduknya, sekarang ini 80 persen adalah pemeluk Islam. Sisanya adalah Hindu,
Budha, dan Kristen. Tentu saja Sunan Prapen, para muridnya, serta para pedagang
Arab dan Makassar perannya dalam penyebaran Islam di kedua pulau ini tak bisa
diabaikan.

Sebelum Islam masuk ke Lombok (juga Sumbawa), masyarakatnya adalah


penganut kepercayaan pada animisme, dinamisme, dan Hindu. Masuknya agama
Hindu di Lombok diyakini merupakan jejak dari kehadiran imperium Majapahit di
pulau ini pada pertengahan abad ke-14.

Mengenai masuknya Islam di Lombok, beberapa catatan yang mengutip Babad


Lombok menyebutkan, proses penyebaran agama Islam ini adalah usaha keras dari
Raden Paku atau Sunan Giri dari Gresik yang memerintahkan raja-raja di Jawa
Timur untuk menyebarkan Islam ke seluruh nusantara.

F. Masuknya Islam ke Bima


Mbojo (Bima) terletak di pulau Sumbawa bagian ujung timur , Indonesia. Daerah
Bima sekarang terdiri dari Kota Bima dan Kab.Bima setelah terjadi pemekaran
wilayah, kedua wilayah ini memiliki peninggalan budaya Mbojo, rumah adat
(Arsitektur lokal) berupa UMA LEME atau biasa disebut UMA LENGGE oleh
masyrakat setempat yang terletak didesa Padende- Donggo – kabupaten Bima,
sedangkan pada kota Bima terdapat Istana Kesultanan Bima (ASI MBOJO) sebagai
pusat pemerintahan kerajaan bima dulunya dan sekarang menjadi museum.

Namun sejak tahun 1950-an saat peralihan pemerintahan dari Kesultanan menjadi
Pemerintahan Swapraja, kegiatan ini terhenti dan tidak mampu sepenuhnya
dihidupkan kembali. Tapi melihat kemauan dan masih tersisanya keluarga kerjaan di
bima maka proses adat ini masih bisa terlaksana dari tahun 1980-an, 1990-an
sampai saat ini masih ada kayaknya (soalnya saya ikut hanya 2003 lalu). Acara Ua
Pua ini sendiri selain untuk memperingati hari kelahiran nabi muhammad saw, juga
masih merupakan bentuk penghormatan Sultan Abdul Kahir Ma Ntau Bata Wadu
(sultan Kerajaan Bima pertama) menganugerahkan sebidang tanah yang cukup luas
kepada keduanya (Sebagai penghormatan atas jasa Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro
dalam pengusiran ). Kelak, tanah pemberian Sultan Bima ini dijadikan sebagai
tempat tinggal kerabat dan keluarga mereka. Seiring dengan perkembangan
masyarakat, penghuni kampung tersebut kian bertambah ramai. Dan, akhirnya
perkampungan tersebut diberi nama Kampung Melayu yang hingga saat ini masih
ada di bima dan sekarang masuk kota bima (kalau kampung ini dekat dengan
kampung sarae.

Bima merupakan salah satu Kerajaan islam tersohor di Indonesia bagian Timur.
Kesohorannya hingga pernah berstatus swapraja selama kurun waktu 5-6 tahun dan
hingga kini masih didapati bukti dan peninggalannya. Beragam tradisi dan budaya
terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal
bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga
kini nyaris kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian tradisional
yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di
Bima. Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul
awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.

Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri di Kelurahan Melayu
Kecamatan Asakota, Kota Bima. Hanya saja, kondisi cagar budaya itu tak terurus
dan hanya berfungsi sebagai Tempat Pendidikan Qur’an (TPQ) oleh warga
setempat. Bahkan sejumlah benda bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan Suara NTB,
mesjid yang seluruh bangunannya terbuat dari kayu dan beratap seng itu masih
berdiri kokoh diantara rumah penduduk. Konon masjid itu dibangun dua utusan
Sultan Goa Sulawesi Selatan untuk mensyi’arkan Agama Islam di Bima.
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1. Sebelum hadirnya Islam, masyarakat di Sulawesi telah menganut agama


Katholik, Kristen, Hindu, dan Budha, serta animism. Kaya tradisi dan
kebudayaan kuno. Kemudian setelah hadirnya Islam di Sulawesi terjadilah
perubahan yang cukup signifikan dalal segi hubungan social antar penduduk
serta perdagangan, tetapi tidak menghapus tradisi yang ada.
2. Islam dating di Sulawesi dan menyebar secara damai dan santun. Pertama
hadir pada abad ke-15 Masehi di Kerajaan Gowa di Daerah
Mangalekana, yang dibawa oleh para pedagang muslim dari Arab, Persia,
India, Cina, dan Melayu ke Ibukota Kerajaan Gowa, Somba Opu.kemudian
disebarkan oleh tiga Datuk dari Sumatera yaitu: Datuk Ri Tiro, Datuk
Patimang, dan Datuk Ri Bandang. Aliran atau corak yang dibawa adalah
sufistik dan tasauf. Karena selain selain mereka ahli dalam bidang sufistik dan
tasauf, hal ini pun sesuai dengan masyarakat yang lebih mmenyukai hal-hal
yang bersifat kebatinan. Setelah Islam berkembang di Sulawesi  Selatan
lambat laun terus menyebar ke seluruh daerah di pulau Sulawesi.
3. Islam masuk ke daerah Nusa Tenggara (Lombok)sekitar abad ke-16. Islam di
lombok diperkenalkan oleh Sunan Perapen (putra Sunan Giri).
4. Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau
Lombok. Selaparang merupakan pusat Kerajaan Islam di Lombok. Selaparang di
bawah Pemerintahan Prabu Rangkesari. Kerajaan Bima merupakan kerajaan
Islam yang menonjol di Nusa Tenggara. Rajanya yang pertama masuk Islam
ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul
Khair(1611-1640). Kerajaan Islam di Nusa Tenggara semakin runtuh karena
kedatangan Belanda termasuk tekanan dari VOC.
5. Cara penyebaran Islam di Nusa Tenggara adalah melalui dakwah para
ulama/kyiai.

Anda mungkin juga menyukai