Anda di halaman 1dari 25

KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

Tugas Sejarah Kebudayaan Islam

SEPTEMBER 25, 2023


KELOMPOK VI :
YUMNA AZKIA RAHMATILLAH
SOFIA HAYATI
MUHAMMAD ILHAM FADILLAH
MUHAMMAD FACHRIADI
(KELAS IX D MTsN 3 BANJARMASIN)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya, sehingga makalah ini dapat

tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Guru

pengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Dalam makalah ini kami membahas materi

tentang proses masuknya Islam ke Maluku.

Suatu kebahagiaan bagi kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat

menambah pengetahuan kami untuk mendalami sejarah bangsa Indonesia yang tercinta ini. Di

sisi lain kami juga berusaha keras untuk menyelesaikan makalah ini dengan senang hati dan

punuh dengan kesabaran sesuai dengan kemampuan kami bersama. Kami berharap dengan

membuat makalah ini bisa bermanfaat untuk teman-teman membantu dalam proses belajarnya

dan agar dapat mengetahui proses masuknya Islam di Maluku.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerajaan-kerajaan Islam berdiri di beberapa wilayah di nusantara pada abad XVIII,

abad ini merupakan puncak perkembangan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam tersebut antara lain

di Pulau Sumatera ada Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan Samudera Pasai, di Pulau Jawa

ada Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten, dan Kesultanan Cirebon, di Pulau

Sulawesi ada Kesultanan Makasar yang merupakan gabungan dari Kesultanan Gowa dan

Tallo, di Pulau Maluku ada Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore, serta di Pulau

Kalimantan ada Kerajaan Banjar.

Masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan

keadaan yang terjadi di India pada masa itu. Daerah pesisir India mulai bermunculan bandar-

bandar perdagangan yang ramai. Bandar perdagangan di India yang mempunyai peran besar

sampai tersebarnya agama Islam ke Indonesia adalah Gujarat. Agama Islam yang dibawa para

pedagang dari Arab dan Persia berkembang di kota dagang itu. Hubungan itu kemudian

berkembang di Indonesia dari berbagai bidang, seperti agama, politik, sosial, ekonomi dan

budaya. Agama Islam berkembang di Indonesia disebarkan oleh kalangan pedagang dan ulama.

Proses Islamisasi dilakukan dengan melalui kegiatan perdagangan, perkawinan, pendidikan,

kesenian dan ajaran tasawuf. Agama Islam telah mempengaruhi pola pemerintahan di

Indonesia. Hal itu ditunjukan dengan adanya kerajaan- kerajaan yang bercorak Islam. Agama

Islam juga meninggalkan jejak yang bersifat fisik berupa bangunan mesjid, keraton dan makam

kuno. Sedangkan peninggalan nonfisik berupa karya sastra, sistem tarikh Islam, dan upacara

keagamaan.

Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan

timur nusantara. Oleh karena itu tidak mengherankan bila sejak abad ke-15 hingga abad ke-19
kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.

Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah

ini dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula, Islam lebih

dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.

Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam,

yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di

Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.

Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber

berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan, dan

hikayat-hikayat setempat lainnya. Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini.

Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate

pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang

juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah

teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua

dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk

Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri

pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari materi yang kami gunakan dalam membuat makalah ini, maka dapat

ditetapkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana proses masuknya dan penyebaran Islam di Maluku?

2. Bagaimana sejarah kerajaan Islam di Maluku?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan sejarah dan perkembangan

Islam di Maluku mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya dalam proses
Islamisasi di Maluku dan sekitarnya, menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan

khususnya kerajaan Islam di Maluku dan sekitarnya serta peninggalan-peninggalan yang

sangat melekat di kalangan masyarakat Maluku.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Proses Masuknya dan Penyebaran Islam di Maluku

Awal kedatangan Islam di Kepulauan Maluku termasuk Maluku Utara (Ternate,

Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan perdebatan, terdapat perbedaan persepsi

tentang arti masuknya Islam itu sendiri. Ada yang berpendapat bahwa Islam dapat

dianggap telah masuk ke suatu daerah apabila telah terdapat seorang atau beberapa orang

asing yang beragama Islam di daerah tersebut. Pendapat lain menyatakan, bahwa agama

Islam baru dapat dikatakan telah sampai ke suatu daerah, apabila telah ada seseorang

atau beberapa orang lokal yang menganut agama tersebut. Pendapat lain lagi menyatakan

apabila agama Islam telah melembaga dalam suatu masyarakat di suatu daerah tertentu,

barulah dapat dikatakan Islam telah masuk ke daerah tersebut. Perbedaan pendapat itu

sudah tentu berimplikasi pada perbedaan kesimpulan tentang waktu kedatangan Islam di

Maluku.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, bahwa kedatangan Islam di Maluku

(termasuk Maluku Utara) adalah melalui jalur perdagangan laut dan dilakukan dengan

cara-cara damai. Maluku menjadi begitu penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia)

karena menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua komuditi dagang yang

sangat dibutuhkan ketika itu. Sedangkan proses pengislaman dilakukan melalui dua jalur,

yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang dimaksudkan adalah proses

pengislaman melalui usaha dari para penguasa ketika itu. Sedangkan yang dimaksudkan

dengan jalur bawah adalah proses pengislaman melalui usaha perorangan atau melalui

masyarakat pada umumnya.

Sebelum kedatangan bangsa Portugis pada tahun 1512 dan Belanda pada tahun 1602,

para pedagang dari Cina, India dan Arab telah berdagang di Maluku. Orang-orang Maluku
terutama di pusat-pusat perdagangan seperti Banda, Hitu dan Ternate telah menggunakan

huruf Arab (Arab-Melayu) dalam beberapa naskah tua, seperti Hikayat Tanah Hitu,

Kronik Bacan, Hikayat Ternate dan Hikayat Tanah Lonthor (Banda) yang telah hilang. Ini

semua mengindikasikan bahwa orang Maluku sebelum mengenal huruf latin yang dibawa

oleh Portugis dan Belanda, mereka telah mengenal dan menggunakan huruf Arab dalam

berbagai surat menyurat. Bahkan mereka telah menggunakan angka-angka Arab dalam

berbagai transaksi dagang.

Masuknya agama Islam di Maluku Utara berdasarkan tradisi lisan setempat bahwa

pada akhir abad ke-2 Hijriah (abad ke-8M) telah tiba di Maluku Utara empat orang Syeh

dari Irak (Persia). Mereka itu adalah Syeh Mansur yang mengajarkan agama Islam di

Ternate dan Halmahera Muka. Selanjutnya disebutkan bahwa setelah meninggal belau

dimakamkan di puncak Gamala Ternate. Kemudian Syeh Yakub mengajarkan agama

Islam di Tidore dan Makian, dan setelah meninggal dimakamkan di puncak Kie Besi

(gunung besi) di pulau Tidore. Sedangkan Syeh Amin dan Syeh Umar mengajarkan

agama Islam di Halmahera Belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Kedua tokoh ini

selanjutnya kembali ke Irak.

Meskipun terdapat berbagai versi mengenai cerita masuknya agama Islam di

Maluku dan Maluku Utara, ada dua hal yang dapat disimpulkan tentang hal itu, yakni :

1. Pengaruh Islam telah hadir di kepulauan Maluku sejak kurun pertama tahun

Hijriah. Namun kemungkinan besar bahwa pada masa awal itu, Islam hanyalah

merupakan agama yang dianut oleh para musafir muslim yang singgah di

perairan dan bandar- bandar penting seperti Ternate, Banda dan Hitu. Pedagang-

pedagang muslim tersebut selain berdagang juga sambil menyiarkan agama

sekaligus menikah dengan perempuan-perempuan lokal untuk kemudian

membentuk suatu kesatuan masyarakat muslim di tempat-tempat yang


dikunjungi terutama di Ternate sebagai pusat perdagangan cengkeh, dan Banda

sebagai pusat perdagangan pala. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa kedua

komoditi inilah yang menarik para pedagang asing menjelajah nusantara. Ini

berarti masuknya Islam ke Maluku tidak hanya melalui Aceh dan Jawa, tetapi

justru Maluku menjadi pintu masuk Islam melalui jalur utara.

2. Masuknya Islam di Maluku dan Maluku Utara berlangsung dalam waktu yang

hampir bersamaan. Namun proses pelembagaan Islam dalam kehidupan

pemerintahan, baru terwujud puluhan tahun atau mungkin ratusan tahun

berikutnya. Perubahan bentuk Kolano menjadi Kesultanan dan pembentukan

pemerintahan konfederasi di Hitu dan Banda yang bercorak Islam dapat terwujud

ketika Islam telah melembaga dalam kehidupan masyarakatnya. Proses

pelembagaan itu sudah tentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan

Portugis juga menyatakan bahwa masyarakat di daerah-daerah yang dikunjungi

sudah beragama Islam. Artinya Islam telah melembaga dalam kehidupan

masyarakat dan pemerintahannya, bukan sekedar agama yang dianut oleh para

musyafir dan pedagang asing.

Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Maluku dan Maluku Utara dalam

kurun waktu yang cukup lama berlangsung dengan proses Islamisasi melalui dua jalur,

yaitu jalur atas dan jalur bawah, yang masing-masing jalur memberi pengaruh tertentu

dalam strata sosial baik terhadap kebudayaannya maupun praktek keagamaan Islam itu

sendiri. Jalur atas adalah proses yang berlangsung berkat bantuan dan usaha pihak

penguasa. Menurut jalur ini, Islam bercorak formalistis, artinya walaupun orang telah

mengaku beragama Islam, namun dalam praktek keagamaan masih mengikuti nilai-nilai

dan aturan lama. Sedangkan melalui jalur bawah, proses Islamisasi berlangsung melalui

usaha perorangan (masyarakat), agama Islam bercorak sinkritis, yaitu nilai dan aturan
agama Islam bercampur aduk dengan nilai dan aturan lama, baik dalam pemahaman

maupun dalam pelaksanaannya.

Jalur penyebaran corak keberagaman Islam dan aliran-aliran dalam Islam tersebut

di atas dialami pula oleh para mubaligh dalam proses Islamisasi di Maluku. Hal ini

mengakibatkan praktek-praktek agama Islam dalam perkembangannya mengalami

berbagai variasi. Ada penganut Islam yang sangat mementingkan pengamalan syariah

Islam secara murni, tetapi ada pula yang mempraktekkan ajaran agama Islam yang

mengikuti adat dan ada pula bentuk yang sinkritis.

Dalam proses sejarahnya di Maluku dan Maluku Utara, agama Islam telah

mengalami salah satu fase yang disebut masa stagnasi, yaitu menarik diri dari percaturan

politik, sosial maupun budaya sejak zaman VOC sampai berakhirnya pemerintaan Hindia

Belanda di Indonesia. Pada masa ini agama Islam seakan-akan menarik diri dari percaturan

politik dan pemerintahan karena kekuatan pemerintah jajahan yang tidak bisa dilawan. Hal

ini tidak berarti agama Islam mengalami kemunduran, karena dalam masa penjajahan

penganut agama Islam di Maluku tidak mau bekerja sama dengan penjajah. Terdapat tiga

faktor penyebabnya, yaitu :

(1) Secara politis agama Islam bertentangan dengan agama Kristen yang dibawa

oleh Belanda.

(2) Dalam lapangan pendidikan, penganut agama Islam tidak mendapatkan

pendidikan, karena adanya peraturan yang mengutamakan mereka yang

beragama Kristen.

(3) Orang Islam Maluku tidak mau memasuki lapangan kemiliteran, karena yang

masuk militer diutamakan yang beragama Kristen dan kemudian untuk

berperang di daerah-daerah yang banyak penganut Islamnya, seperti Perang

Makassar, Perang Banten, Perang Diponegoro dan Perang Aceh.


Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Maluku seakan-akan diidentikkan dengan agama

Kristen, karena yang paling banyak memasuki lapangan pemerintahan, pendidikan dan

kemiliteran adalah orang-orang Maluku yang beragama Kristen. Sedangkan orang-orang

yang beragama Islam umumnya menarik diri dari ketiga lapangan tersebut, sehingga tidak

dikenal di seluruh Indonesia.

Di Maluku Utara telah terjadi perubahan dalam bidang politik dan pemerintahan.

Kelompok-kelompok pemerintahan masyarakat tradisional yang semula berbentuk empat

buah Kolano, yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, dalam perkembangan selanjutnya

sejak abad ke-15, keempat Kolano tersebut mengambil bentuk kesultanan. Sejak itu pula

masing-masing kesultanan itu berusaha untuk meluaskan wilayah kekuasaannya. Tidore

memasukkan Papua sebagai wilayah kekuasaannya dan Ternate berhasil meluaskan daerah

kekuasaannya meliputi daerah yang terbentang antara Sulawesi dengan Papua termasuk

daerah kepulaun Ambon Lease, Seram, Buru, dan Banda.

Pengaruh Islam bagi pertumbuhan dan perkembangan kesultanan adalah dalam

bentuk perubahan struktural dari Kolano menjadi Kesultanan dalam bentuk Kolano ikatan

genealogis dan teritorial sebagai faktor integrasi, sedangkan dalam bentuk kesultanan Islam

menjadi salah satu faktor integrasi. Oleh karena itu sebagian dari daerah yang memeluk

agama Islam seperti Hoamual (Seram Barat), Saparua, dan Haruku menempatkan dirinya

sebagai bagian dari kesultanan Ternate. Hal ini sangat menguntungkan Ternate Ketika

terjadi konflik dengan orang-orang Eropa terutama Portugis dan Belanda.

Perubahan lebih lanjut pada fungsi raja/sultan yang mempunyai fungsi ganda

sebagai pemegang kekuasaan duniawi dan sebagai pemegang kekuasaan spiritual

(keagamaan). Dalam kedudukan yang demikian, Sultan tidak hanya berusaha

mempertahankan eksistensi kerajaannya, tetapi juga mempunyai tanggungjawab


menyebarkan Islam dan melindunginya. Oleh karena itu wilayah kekuasaan Sultan dapat

diperluas dengan menundukkan daerah- daerah lain.

Masa pemerintah Zainal Abidin (1486-1500) merupakan awal peralihan dari bentuk

Kolano ke bentuk Kesultanan dan ia merupakan Sultan yang pertama. Sebelum dinobatkan

sebagai sultan, Zainal Abidin berangkat ke Jawa untuk belajar agama Islam di Giri. Setelah

kembali, ia kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan agama Islam di Ternate

dan mendatangkan guru-guru agama dari Jawa. Ia juga memerintahkan pegawai-pegawai

syara’ di wilayah kerajaan untuk belajar agama di Ternate.

Dalam struktur kesultanan dijumpai lembaga-lembaga keagamaan disamping

lembaga-lembaga sosial tradisional yang ada. Urusan keagamaan ditangani oleh badan

yang disebut Jou Lebe (Badan Syara’). Badan ini dikepalai oleh Kadhi (Kalem). Anggota-

anggotanya terdiri dari para Imam dan Khatib. Tiap marga (soa) mempunyai imam dan

khatib tertentu. Sultan selain sebagai pemimpin dunia, juga berkewajiban memimpin soal-

soal keagamaan, sehingga secara teoritis Sultan adalah penerus tugas pengganti Rasul

(Tubaddirul Rasul). Hal ini tercantum dalam suba puja-puji yang ditulis dalam bahasa

dan tulisan Arab, yaitu laporan yang selalu dibacakan pada saat penobatan Sultan yaitu

berupa peringatan bahwa Sultan adalah Khalifatur Rasjid dan Tubaddilur Rasul.

Diingatkan pula bahwa Sultan memangku jabatan itu karena rahmat dan takdir Allah yang

tu’til mulka man tasya’ (pemberi kekuasaan) kerajaan bagi siapa yang dikehendakiNya.

Dengan demikian, Sultan harus memberikan bantuan kepada pemerintah/masyarakat

Islam yang memerlukan bantuannya. Sultan berkewajiban untuk mendatangi daerah-

daerah lain untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Dalam kaitan ini, Sultan Ternate

pernah mengadakan hubungan politik yang erat dengan Kesultanan Buton, Kesultanan

Mangindanao di Filipina, begitu pula hubungan politik dengan Sulu. Di wilayah Maluku

Tengah tejalin hubungan yang erat dengan kerajaan-kerajaan kecil seperti Hitu di Pulau
Ambon, Hatuhaha di Pulau Haruku, Iha di Pulau Saparua walaupun tidak merupakan bagian

dari Kesultanan Ternate, telah menjalin hubungan baik karena persamaan iman dan mengakui

kekuasaan Ternate. Sedangkan Hoamual yang merupakan pusat politik tradisional dan pusat

perdagangan cengkeh di Seram Barat, adalah bagian dari kesultanan Ternate. Disini

ditempatkan seorang Kimelaha sebagai Wakil Sultan yang berkedudukan di pusat

pemukiman orang-orang Ternate di Kampung Gamsune. Disamping Hoamual, pulau-

pulau Kelang, Manipa, Buano dan Buru merupakan daerah kekuasaan Ternate. Disana

ditempatkan juga beberapa orang Sangaji yaitu Wakil Sultan yang memerintah di daerah-

daerah.

Kedatangan orang-orang Eropa terutama Portugis dan Belanda telah menimbulkan

konflik antara rakyat dengan mereka. Pergolakan yang berlangsung pada abad 16 dan 17

bukan hanya terjadi karena alasan ekonomi tetapi juga karena faktor agama. Penerimaan

agama Islam membawa keuntungan ekonomi disamping meningkatkan peradaban dan

kehidupan sosial rakyat Maluku dan Maluku Utara. Bagi rakyat Maluku dan Maluku Utara

yang beragama Islam, agama ini memiliki arti yang tak ternilai. Faktor inilah yang

menyebabkan rakyat Maluku dan Maluku Utara yang beragama Islam sangat

mempertahankan agamanya pada saat datangnya orang Portugis dan Belanda.


2.2. Sejarah Kerajaan Islam di Maluku

2.2.1. Kesultanan Ternate

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya

adalah putranya Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan

agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin

memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut

dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan

Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah Kerajaan

Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan

dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad

ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate

menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.

Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate

sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak Islam,

masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan Hukum Islam. Hal

itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis

melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil
kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya

membuat kapal, seperti kapal kora-kora.

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan

Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol) yang bertujuan untuk

memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan

Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian

bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar dari Kepulauan Maluku. Namun

kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai

perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata

kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

2.2.2. Kesultanan Tidore

Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate

dan Tidore, raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081

M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh

Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk

Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku

(1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama
melawan Belanda yang dibantu oleh Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan

Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan

Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak

diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran

rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,

Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya

Zainal Abidin yang giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-

harinya banyak menggunakan Hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari

Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah

di bawah kitab suci Al-Qur’an. Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti

di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh

bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,

Inggris dan Belanda.

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan

Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk

memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan

Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian

bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun

kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai

perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata

kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.2.3. Kesultanan Jailolo

Jailolo (Gilolo) merupakan sebuah kota yang terletak di bagian barat dari pulau terbesar

di Propinsi Maluku Utara, yaitu pulau Halmahera. Kota ini terletak pada persinggungan Gunung

Jailolo, Gunung Sahu dan Pegunungan Sembilan yang membentang dari utara sampai selatan

dari Pulau Halmahera. Jailolo beriklim tropis yang dipengaruhi oleh perairan laut yang luas,

keadaan alam mendukung untuk tumbuhnya rempah- rempah seperti pohon cengkeh dan pala.

Dahulu Jailolo adalah sebuah kerajaan dan menjadi salah satu dari empat kerajaan di

Maluku yang sering disebut Moluku Kie Raha. Kerajaan lainnya adalah Ternate, Tidore dan

Bacan. Kerajaan Jailolo secara geografis berada di Pulau Halmahera bagian barat dan

menguasai pulau tersebut, sehingga Jailolo kadang disamaartikan dengan Halmahera. Hal ini

terlihat pada nama Selat Jailolo yang memisahkan pulau Halmahera dengan Pulau Gebe,

padahal selat tersebut berada di bagian timur dari Pulau Halmahera.

Selain itu juga, Jailolo (Halmahera) memiliki tanaman endemik atau tanaman yang hanya

tumbuh di daerah Halmahera. Tanaman tersebut adalah pohon cengkeh dan pohon pala yang

sering digunakan sebagai bahan obat dan rempah-rempah yang kemudian menjadi incaran

bangsa Cina dan negara-negara Eropa. Menurut cerita rakyat Jailolo, perdagangan cengkeh

pertama kali di dunia berlangsung di Teluk Jailolo. Perdagangan itu berlangsung dengan orang

Cina, Arab, dan Gujarat. Setelah rempah-rempah tersebut diketahui oleh bangsa Eropa, maka
mulai berdatangan bangsa Portugis dan Spanyol ke Halmahera (Maluku) untuk mencari rempah-

rempah.

Perdagangan rempah-rempah yang sedang marak dengan bangsa Eropa, dan cengkeh

juga tumbuh di wilayah kerajaan Tidore, Ternate dan Bacan membuat persaingan setiap

kerajaan semakin tinggi, ditambah dengan persaingan Portugis dan Spanyol dengan kongsinya

pada kerajaan tertentu, sehingga konflik dan perang tidak bisa dihindari. Seperti Portugis dengan

Ternate yang memusuhi Tidore dengan Spanyol. Pada masa ini, Kerajaan Jailolo dipimpin oleh

Kolano Katarabumi (Catabruno) yang menjadi Kolano Jailolo dengan bantuan Gubernur

Portugis De’ Ataide di Ternate. Kepemimpinan Katarabumi pada tahun 1534 menjadikan

Jailolo kerajaan terkuat dan disegani di Maluku, masa inilah Jailolo mengalami masa

keemasannya. Di sisi lain, Portugis yang mendukung Katarabumi menjadi Raja Jailolo, sebaliknya

Portugis juga bersama Ternate yang menyerang kerajaan Jailolo, yang membuat Katarabumi

kalah dan pada akhirnya bunuh diri pada tahun 1551.

2.2.4. Kesultanan Bacan

Bacan merupakan keturunan kerajaan tertua dari Moloku Kie Raha (Persatuan Empat

Kerajaan), yakni Makian, Jailolo, Ternate, dan Tidore. Kerajaan di Makian berpindah ke Pulau

Kasiruta karena letusan Gunung Kie Besi. Dari Pulau Kasiruta yang kini dikenal karena batu

bacan Doko itu, pusat pemerintahan berpindah ke Pulau Bacan yang sekarang, pulau yang kini
memiliki luas 2.053 Km persegi. Kesultanan Bacan sebagai salah satu pembentuk terminologi

Moloku Kieraha merupakan kesultanan yang secara kronologis memiliki reputasi politik dan

ekonomi yang cukup luas dalam dinamika sejarah Maluku Utara. Walaupun supremasinya

masih kalah jauh dari Tidore dan Ternate, tetapi Bacan mampu tumbuh dan berkembang dengan

wilayah pengaruh yang cukup kuat.

Sebagai kesultanan, Bacan dahulu diperintah oleh seorang sultan yang dibantu oleh

sejumlah kepala rendahan, yang menurut aturan negeri dalam beberapa kasus harus diajak

berunding. Bersama-sama para kepala ini disebut bobato, yang terbagai menjadi tiga kelompok

yaitu Bobato dalem, Bobato luwar, dan Bobato achirat. Selain Bobato utama masih terdapat

pula strukur lainnya yakni Kapitan laut, Kepala bangsa, Pegawai kantor, dan Imam ngofa dan

Katib ngofa. Para bangsawan yang diakui dalam struktur pemerintahan kesultanan adalah

kapitan laut, jogugu, kadli, hukum, kimelaha sapanggala, sekretaris imam yang dahulu tidak

termasuk disana.

Kepulauan Bacan yang menjadi pusat kekuasaan kesultanan terletak di sebelah barat

semenanjung selatan Pulau Halmahera. Di bagian barat, kepulauan Bacan dibatasi dengan laut

Maluku, seperti di utara dan selatan, tetapi bila dibandingkan dengan cakrawala barat yang

tidak berbatasan terletak berbagai pulau, yakni di bagian utara pulau Kayoa dan Guraci dan di

selatan gugusan Obi. Di sebelah timur, gugusan ini dipisahkan dari Halmahera oleh Selat

Patientie.

Menurut sumber-sumber Eropa abad ke 15 dan 16, yang kemungkinan juga mengutip

sumber lokal, kerajaan Jailolo dan Bacan berasal dari dataran tinggi di Pulau Moti dan Makian

yang kemudian karena sebab-sebab tertentu yang lebih bersifat politik akhirnya memindahkan

pusat kekuasaan masing-masing ke Bacan dan Jailolo di Halmahera Utara. Untuk

mempertahankan kekuasaan, Bacan terpaksa mejalankan politik aliansi dengan Ternate. Hal ini

semata-mata dilakukan untuk mengindari adanya tekanan politik Kesultanan Tidore. Dalam
bidang ekonomi Bacan bertumpu pada perdagangan rempah terutama cengkih. Bacan menjadi

salah satu sentral produksi cengkih untuk Maluku Utara. Komoditas cengkih dalam jumlah

besar telah dipasok oleh Kesultanan Bacan bagi pedagang-pedagang Asia dan juga Eropa.

Pada pasca abad ke 15 dan 16, kekuasaan Bacan yang makin melemah, tetap

mengandalkan cengkih sebagai komoditas utama untuk membangun ekonomi kesultanan.

Tetapi situasi mulai berubah setelah VOC menerapkan monopoli perdagangan rempah. Wilayah

B acan yang terkenal akan kekayaan cengkih mulai mengalami masa keterpurukan ekonomi.

Kebijakan hongi dan ekstirpasi telah meruntuhkan ekonomi kesultanan karena pohon-pohon

cengkih yang menjadi tumpuan kekuataan ekonomi kesultanan pada akhirnya dibabat oleh

VOC. Memang penguasa VOC memberikan kompensasi dengan membayar sejumlah besar

dana bagi Kesultanan Bacan, tetapi ini hanya dinikmati oleh kalangan bangsawan, sedangkan

penduduk harus hidup menderita. Setelah periode VOC, Bacan berubah menjadi wilayah

distrik, eksploitasi wilayah Bacan dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan

mendirikan perusahaan perkebunan kelapa dan yang cukup terkenal adalah Batjan

Maatschappij yang merupakan perusahaan perkebunan yang mengelola perkebunan kopi.

Selain kopi, kini Bacan harus mengupayakan perkebunan kelapa sebagai sumber kekuatan

ekonomi penduduk yang berada di bawah birokrasi pemerintah kolonial. Kesultanan sebagai

pemegang hak primordial untuk jangka waktu tertentu mengalami kevakuman dan oleh

pemerintah kolonial Bacan ditempatkan di bawah Ternate.

Kesultanan Bacan atau dehe ma-kolano (penguasa tanjung) merupakan kesultanan yang

semula berkedudukan di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta. Kebanyakan rakyat

Kesultanan Bacan merupakan etnis Makian yang ikut dalam proses evakuasi. Menurut

perkiraan, Kesultanan Bacan berdiri pada tahun 1322. Secara faktual prosesi awal pembentukan

Kerajaan Bacan tidak dapat diketahui secara pasti. Tetapi berdasarkan pemberitaan kroniek

dapat diinterpretasikan bahwa kerajaan ini muncul seiring dengan kerajaan-kerajaan Islam
lainnya di Maluku Utara. Penguasa pertama Kerajaan Bacan menurut Hikayat Bacan adalah Said

Muhammad Bakir atau Said Husin yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja

Yang Bertakhta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Dalam

Hikayat Ternate menyebut penguasa pertama Bacan bernama Buka, dan Bacan merupakan

kerajaan tertua. Raja pertama berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian.

Berdasarkan penjelasan Kronik Bacan, Kolano Sida Hasan menduduki tahta kekuasaan

menggantikan ayahnya Muhammad Hasan. Setelah Kolano Sida Hasan, yang menjadi Raja

Bacan adalah Zainal Abidin. Kronik Bacan tidak menjelaskan periodisasi waktu kekuasaan Sida

Hasan maupun Zainal Abidin. Zainal Abidin memiliki dua putera yaitu Kaicil Bolatu dan Kaicil

Kuliba. Kaicil Bolatu dikatakan memerintah Negeri Besi (Makian). Ketika Zainal Abidin wafat,

Bolatu kembali ke Kasiruta dan menjadi raja di sana dengan gelar Bayanu Sirullah, sementara

Kuliba kembali ke Negeri Besi dan menjalankan pemerintahan di sana. Tetapi,

pemerintahannya yang kurang bijaksana menyebabkan penduduk pindah ke Tidore. Bayanu

Sirullah kemudian digantikan oleh Sultan Alauddin I, dan setelah itu tampuk Kesultanan Bacan

dipegang Sultan Muhammad Ali, ayah angkat Sultan Babullah dari Ternate. Pemerintahan

Muhammad Ali kemudian dilanjutkan Sultan Alauddin II (1660- 1706). Sultan Awaluddin I

dan II dikenal sebagai "Sultan Dubo-dubo", karena memiliki postur tubuh jangkung. Pasca

meninggalnya Sultan Alauddin II, para bobato Kesultanan Bacan mengangkat Kaicil Musa

sebagai penggantinya. Sultan Bacan ini bergelar Sultan Malikiddin.

Setelah wafatnya Sultan Alauddin II, ia digantikan oleh Mansur. Sultan Mansur

dinobatkan pada 19 Juli 1683. Sultan Mansur kemudian digantikan oleh adiknya bernama

Musom, yang sebelumnya menjabat sebagai Jogugu. Ketika bertakhta, Musom berusia 50tahun.

Tetapi, kualitas pribadi Musom berbeda dari Mansur. Ia tidak secerdas Sultan Mansur dan

terkenal temperamental dan sanngat pendendam. Penguasa Bacan salanjutnya adalah Sultan

Hamza Tarafan Nur (1732-1741). Dalam masa pemerintahannya, Kesultanan Bacan


memperoleh lima daerah baru, masing- masing Gane, Saketa, Obi, Foya dan Mafa (Halmahera

Barat). Dimasa kekuasaanya pula, Sangaji Gane membawa puterinya bernama Talimal ke

Bacan untuk menjadi Ngofamanyira. Talimal menjadi wanita pertama dalam sejarah kesultanan

di Maluku Utara yang menjadi Ngofamanyira. Tarafannur kemudian digantikan oleh

Muhammad Sahaddin (1741-1780), dan selanjutnya berturut-turut Sultan Skander Alam (1780-

1788), Sultan Muhammad Badaruddin (1788-1797), Sultan Qamarullah (1797-1826), Sultan

Muhammad Hayatuddin (1826-1861), Kornabei Syah Putera, Sultan Muhammad Sadik Syah

(1862- 1889), kekuasaan di bawah Dewan Adat (1889-1899), Sultan Muhammad Usman Syah

(1899-1935), Sultan Muhammad Muhsin Syah (1935-1983), Sultan Gahral Aydan Syah (1983-

2009), dan Sultan Al-Abd-Al-Rahim Gary ibn (2010).

Sistem pemerintaan kesultanan di Maluku Utara dalam praktik kelembagaannya

memiliki kemiripan antara satu kesultanan dengan kesultanan lainnya. Identitas lembaga

kesultanan tertata melalui strutktur yang selaras dimana setiap kesultanan menggunakan bobato

sebagai nama lembaga dan ini berlaku umum. Khusus Kesultanan Bacan, nama-nama lembaga

kesultanan yakni; Bobato Dalam, Bobato Luar, dan Bobato Akhirat. Disamping ketiga

kelompok bobato di atas, terdapat juga jabatan-jabatan kesultanan lainnya yang penting, yaitu:

Kapita Laut, Kapala Bangsa, Imam Juru Tulis, Khatib Juru Tulis dan Moding Juru Tulis, Imam

Ngofa, Khatib Ngofa dan Dano.

Sebelum munculnya dominasi Ternate dan Tidore, Bacan merupakan kerajaan terkuat

di Maluku Utara. Diperkirakan berdiri pada tahun 1322, Bacan mampu tampil sebagai kerajaan

yang berpengaruh luas dengan wilayah vasal yang membentang dari Pantai Utara Seram hingga

Papua Barat. Supremasi Bacan dalam politik dan kekuasaan di Maluku Utara, diperkirakan

mulai terjadi pada fase pembentukan kolano. Hikayat Bikusigara yang banyak dikutip oleh

penulis-penulis Eropa merupakan uraian yang menampilkan Bacan pada konteks kekuasaan

tertua di Maluku Utara. Sebagai penguasa tertua, tentulah Bacan secara politis lebih
berpengaruh pada fase awal kekuasaan.

Untuk memperluas wilayah kekuasaan, Sultan Bacan melakukan ekspansi wilayah di

luar kawasan Maluku Utara. Pulau Seram dan Papua menjadi sasaran utama. Dan ini merupakan

ekpansi terbesar yang dilakukan oleh Kerajaan Bacan untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Ekspansi Bacan terhadap Pantai Utara Seram telah terjadi sebelum Sultan Muhammad Ali.

Kemungkinan ekspansi pertama dilakukan oleh Kolano Bolatu atau Bayanu Sirullah. Ekspansi

atau lebih tepatnya aksi perompakan yang dilakukan menggunakan armada kora-kora. Sultan

Muhammad Ali juga memperkuat eksitensi Bacan atas Pantai Utara Seram. Ekspansi lainnya

juga ditujukan terhadap wilayah Papua. Sebelum Tidore menguasai secara penuh wilayah

Papua, Kesultanan Bacan telah menaklukan wilayah Raja Ampat. Pada saat ekspansi wilayah

dilakukan oleh Bacan, Kesultanan Ternate juga berupaya merebut supremasi politik di Maluku

Utara. Konflik tidak terhindarkan baik dengan Bacan maupun Tidore. Ternate yang berusaha

memperluas wilayah kekuasaan, akhirnya melakukan aneksasi terhadap Pulau Makian yang

secara teritorial merupakan wilayah Kesultanan Bacan. Akan tetapi penguasa Bacan yakni

Sultan Alauddin II mendapat dukungan Tidore berhasil menguasaikembali Pulau Makian.

Berdasarkan perspektif politik Kesultanan Bacan yang merupakan bagian dari dunia,

Maluku memiliki pengaruh politik dan kekuasaan yang sangat luas. Pada tahun 1343, Kolano

Sida Hasan telah mengantarkan Bacan memasuki fase perkembangan politik. Hal ini mulai

terlihat secara jelas ketika dilakukan pemindahan pusat kekuasaan dari Makian ke Bacan. Jika

dibandingkan dengan Kolano sebelumnya, Bacan di bawah Sida Hasan sangatlah ekspansif. Ia

merupakan Kolano yang telah meletakkan dasar bagi upaya pengembangan wilayah kekuasaan

Bacan. Sejauh yang diketahui bahwa ekspansi politik dan kekuasaan Bacan pada periode awal

masih terbatas pada pulau-pulau yang berada di wilayah titik Halmahera Selatan. Untuk ekspansi

wilayah yang lebih luas baru dapat diketahui pada masa berlakunya pemerintahan kesultanan.

Secara argumentatif dapat dikemukakan bahwa komoditas cengkih telah


memproyeksikan kekuatan ekonomi kesultanan di Maluku Utara jauh sebelum abad ke 16.

Tingginya volume perdagangan telah memberi keuntungan yang besar bagi kesultanan di

Maluku Utara. Komoditas cengkih menjadi sumber pendapat ekonomi kesultanan. Pulau Bacan

dan Makian yang menjadi sentra produksi cengkih telah menyokong jumlah produksi

komuditas cengkih bagi Kesultanan Bacan. Kesultanan Bacan pada abad ke 16 memiliki jumlah

pohon cengkih produktif terbanyak di Maluku Utara. Tingginya harga cengkih telah mendorong

munculnya kebijakan monopoli yang dilakukan oleh kesultanan. Sultan berusaha mengontrol

jalannya transaksi perdagangan. Upaya kontrol tata niaga cengkih dengan pedagang terlihat

pada saat sultan dan kaum bangsawan yang berusaha untuk mendapatkan stok cengkih dalam

jumlah besar dan juga melakukan eksploitasi terhadap daerah taklukan, praktik kerja wajib,

perbudakan untuk penanaman dan panen cengkih, pembelian cengkih dari produsen, serta

memonopoli penjualan cengkih dengan pedagang, pungutan pajak atas penanaman dan

penjualan cengkih.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum dapat disebutkan bahwa para pembawa agama Islam pertama kali ke

wilayah nusantara Indonesia adalah para pedagang dan muballigh dari Arab, Persia dan India.

Mereka mengunjungi daerah-daerah pesisir nusantara yang berhubungan langsung dengan

bandar-bandar perdagangan internasional. Maluku Utara dengan kerajaan Ternate dan Tidore

telah menjadi penyangga penyebaran Islam yang utama ke wilayah Moloku Kie Raha. Sebab

pola sosialisasi Islam adalah melalu para pemimpin kerajaan dan atau melalui jalur

perdagangan dan masuk dalam aktivitas kehidupan kerajaan sampai mempengaruhi urusan di

dalamnya yang mana terjadi pemisahan antara Bobato Dunia dan Bobato Akhirat.

Penjelasan di atas tentang kesultanan Islam di Maluku memberikan gambaran umum

tentang bagaimana proses Islamisasi dan perkembangannya di Maluku yang tidak

menimbulkan konflik apapun, kalaupun ada konflik itu terjadi justru setelah kedatangan orang-

orang Eropa yang kemudian ikut campur terhadap urusan internal kesultanan.

Sebagaimana di wilayah nusantara yang lain, jalur budaya menjadi cara yang efektif

dalam proses Islamisasi, dari proses itu terlihat bahwa Islam dihadirikan dengan posisi

dipadukan dengan budaya setempat yang ada di Maluku. Oleh karena itu, sekalipun istilah-

istilah lokal masih melekat di sana meskipun sudah menjadi kesultanan Islam, misalnya kolano

dan bobato, begitupun dengan nama- nama Sultannya, mereka memiliki dua nama sekaligus

yaitu nama lokal dan nama yang bercorak Islam.

Semua kesultanan di Maluku Utara termasuk Ternate maupun Tidore secara silsilah

merupakan kesultanan yang bersaudara. Sebagai wilayah yang strategis, Maluku dengan

kekayaan sumber daya alamnya mengundang orang-orang dari berbagai penjuru untuk

mendatanginya, dalam catatan sejarah yang didapat, tidak ada laporan yang menyebutkan
bahwa saudagar-saudagar muslim yang datang ke sana yang sampai mencoba memonopoli

sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa selain

berniat berniaga saudagar-saudagar muslim itu juga punya misi lain yaitu melakukan syiar

Islam.

Anda mungkin juga menyukai