Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya, sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Guru
pengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Dalam makalah ini kami membahas materi
Suatu kebahagiaan bagi kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat
menambah pengetahuan kami untuk mendalami sejarah bangsa Indonesia yang tercinta ini. Di
sisi lain kami juga berusaha keras untuk menyelesaikan makalah ini dengan senang hati dan
punuh dengan kesabaran sesuai dengan kemampuan kami bersama. Kami berharap dengan
membuat makalah ini bisa bermanfaat untuk teman-teman membantu dalam proses belajarnya
abad ini merupakan puncak perkembangan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam tersebut antara lain
di Pulau Sumatera ada Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan Samudera Pasai, di Pulau Jawa
ada Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten, dan Kesultanan Cirebon, di Pulau
Sulawesi ada Kesultanan Makasar yang merupakan gabungan dari Kesultanan Gowa dan
Tallo, di Pulau Maluku ada Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore, serta di Pulau
Masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
keadaan yang terjadi di India pada masa itu. Daerah pesisir India mulai bermunculan bandar-
bandar perdagangan yang ramai. Bandar perdagangan di India yang mempunyai peran besar
sampai tersebarnya agama Islam ke Indonesia adalah Gujarat. Agama Islam yang dibawa para
pedagang dari Arab dan Persia berkembang di kota dagang itu. Hubungan itu kemudian
berkembang di Indonesia dari berbagai bidang, seperti agama, politik, sosial, ekonomi dan
budaya. Agama Islam berkembang di Indonesia disebarkan oleh kalangan pedagang dan ulama.
kesenian dan ajaran tasawuf. Agama Islam telah mempengaruhi pola pemerintahan di
Indonesia. Hal itu ditunjukan dengan adanya kerajaan- kerajaan yang bercorak Islam. Agama
Islam juga meninggalkan jejak yang bersifat fisik berupa bangunan mesjid, keraton dan makam
kuno. Sedangkan peninggalan nonfisik berupa karya sastra, sistem tarikh Islam, dan upacara
keagamaan.
timur nusantara. Oleh karena itu tidak mengherankan bila sejak abad ke-15 hingga abad ke-19
kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah
ini dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula, Islam lebih
Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam,
yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di
Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.
Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber
berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan, dan
hikayat-hikayat setempat lainnya. Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini.
Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate
pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang
juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah
teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua
dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk
Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri
pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
Berdasarkan dari materi yang kami gunakan dalam membuat makalah ini, maka dapat
ditetapkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan sejarah dan perkembangan
Islam di Maluku mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya dalam proses
Islamisasi di Maluku dan sekitarnya, menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan
Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan perdebatan, terdapat perbedaan persepsi
tentang arti masuknya Islam itu sendiri. Ada yang berpendapat bahwa Islam dapat
dianggap telah masuk ke suatu daerah apabila telah terdapat seorang atau beberapa orang
asing yang beragama Islam di daerah tersebut. Pendapat lain menyatakan, bahwa agama
Islam baru dapat dikatakan telah sampai ke suatu daerah, apabila telah ada seseorang
atau beberapa orang lokal yang menganut agama tersebut. Pendapat lain lagi menyatakan
apabila agama Islam telah melembaga dalam suatu masyarakat di suatu daerah tertentu,
barulah dapat dikatakan Islam telah masuk ke daerah tersebut. Perbedaan pendapat itu
sudah tentu berimplikasi pada perbedaan kesimpulan tentang waktu kedatangan Islam di
Maluku.
(termasuk Maluku Utara) adalah melalui jalur perdagangan laut dan dilakukan dengan
cara-cara damai. Maluku menjadi begitu penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia)
karena menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua komuditi dagang yang
sangat dibutuhkan ketika itu. Sedangkan proses pengislaman dilakukan melalui dua jalur,
yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang dimaksudkan adalah proses
pengislaman melalui usaha dari para penguasa ketika itu. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan jalur bawah adalah proses pengislaman melalui usaha perorangan atau melalui
Sebelum kedatangan bangsa Portugis pada tahun 1512 dan Belanda pada tahun 1602,
para pedagang dari Cina, India dan Arab telah berdagang di Maluku. Orang-orang Maluku
terutama di pusat-pusat perdagangan seperti Banda, Hitu dan Ternate telah menggunakan
huruf Arab (Arab-Melayu) dalam beberapa naskah tua, seperti Hikayat Tanah Hitu,
Kronik Bacan, Hikayat Ternate dan Hikayat Tanah Lonthor (Banda) yang telah hilang. Ini
semua mengindikasikan bahwa orang Maluku sebelum mengenal huruf latin yang dibawa
oleh Portugis dan Belanda, mereka telah mengenal dan menggunakan huruf Arab dalam
berbagai surat menyurat. Bahkan mereka telah menggunakan angka-angka Arab dalam
Masuknya agama Islam di Maluku Utara berdasarkan tradisi lisan setempat bahwa
pada akhir abad ke-2 Hijriah (abad ke-8M) telah tiba di Maluku Utara empat orang Syeh
dari Irak (Persia). Mereka itu adalah Syeh Mansur yang mengajarkan agama Islam di
Ternate dan Halmahera Muka. Selanjutnya disebutkan bahwa setelah meninggal belau
Islam di Tidore dan Makian, dan setelah meninggal dimakamkan di puncak Kie Besi
(gunung besi) di pulau Tidore. Sedangkan Syeh Amin dan Syeh Umar mengajarkan
agama Islam di Halmahera Belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Kedua tokoh ini
Maluku dan Maluku Utara, ada dua hal yang dapat disimpulkan tentang hal itu, yakni :
1. Pengaruh Islam telah hadir di kepulauan Maluku sejak kurun pertama tahun
Hijriah. Namun kemungkinan besar bahwa pada masa awal itu, Islam hanyalah
merupakan agama yang dianut oleh para musafir muslim yang singgah di
perairan dan bandar- bandar penting seperti Ternate, Banda dan Hitu. Pedagang-
sebagai pusat perdagangan pala. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa kedua
komoditi inilah yang menarik para pedagang asing menjelajah nusantara. Ini
berarti masuknya Islam ke Maluku tidak hanya melalui Aceh dan Jawa, tetapi
2. Masuknya Islam di Maluku dan Maluku Utara berlangsung dalam waktu yang
pemerintahan konfederasi di Hitu dan Banda yang bercorak Islam dapat terwujud
pelembagaan itu sudah tentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan
masyarakat dan pemerintahannya, bukan sekedar agama yang dianut oleh para
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Maluku dan Maluku Utara dalam
kurun waktu yang cukup lama berlangsung dengan proses Islamisasi melalui dua jalur,
yaitu jalur atas dan jalur bawah, yang masing-masing jalur memberi pengaruh tertentu
dalam strata sosial baik terhadap kebudayaannya maupun praktek keagamaan Islam itu
sendiri. Jalur atas adalah proses yang berlangsung berkat bantuan dan usaha pihak
penguasa. Menurut jalur ini, Islam bercorak formalistis, artinya walaupun orang telah
mengaku beragama Islam, namun dalam praktek keagamaan masih mengikuti nilai-nilai
dan aturan lama. Sedangkan melalui jalur bawah, proses Islamisasi berlangsung melalui
usaha perorangan (masyarakat), agama Islam bercorak sinkritis, yaitu nilai dan aturan
agama Islam bercampur aduk dengan nilai dan aturan lama, baik dalam pemahaman
Jalur penyebaran corak keberagaman Islam dan aliran-aliran dalam Islam tersebut
di atas dialami pula oleh para mubaligh dalam proses Islamisasi di Maluku. Hal ini
berbagai variasi. Ada penganut Islam yang sangat mementingkan pengamalan syariah
Islam secara murni, tetapi ada pula yang mempraktekkan ajaran agama Islam yang
Dalam proses sejarahnya di Maluku dan Maluku Utara, agama Islam telah
mengalami salah satu fase yang disebut masa stagnasi, yaitu menarik diri dari percaturan
politik, sosial maupun budaya sejak zaman VOC sampai berakhirnya pemerintaan Hindia
Belanda di Indonesia. Pada masa ini agama Islam seakan-akan menarik diri dari percaturan
politik dan pemerintahan karena kekuatan pemerintah jajahan yang tidak bisa dilawan. Hal
ini tidak berarti agama Islam mengalami kemunduran, karena dalam masa penjajahan
penganut agama Islam di Maluku tidak mau bekerja sama dengan penjajah. Terdapat tiga
(1) Secara politis agama Islam bertentangan dengan agama Kristen yang dibawa
oleh Belanda.
beragama Kristen.
(3) Orang Islam Maluku tidak mau memasuki lapangan kemiliteran, karena yang
Kristen, karena yang paling banyak memasuki lapangan pemerintahan, pendidikan dan
yang beragama Islam umumnya menarik diri dari ketiga lapangan tersebut, sehingga tidak
Di Maluku Utara telah terjadi perubahan dalam bidang politik dan pemerintahan.
buah Kolano, yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, dalam perkembangan selanjutnya
sejak abad ke-15, keempat Kolano tersebut mengambil bentuk kesultanan. Sejak itu pula
memasukkan Papua sebagai wilayah kekuasaannya dan Ternate berhasil meluaskan daerah
kekuasaannya meliputi daerah yang terbentang antara Sulawesi dengan Papua termasuk
bentuk perubahan struktural dari Kolano menjadi Kesultanan dalam bentuk Kolano ikatan
genealogis dan teritorial sebagai faktor integrasi, sedangkan dalam bentuk kesultanan Islam
menjadi salah satu faktor integrasi. Oleh karena itu sebagian dari daerah yang memeluk
agama Islam seperti Hoamual (Seram Barat), Saparua, dan Haruku menempatkan dirinya
sebagai bagian dari kesultanan Ternate. Hal ini sangat menguntungkan Ternate Ketika
Perubahan lebih lanjut pada fungsi raja/sultan yang mempunyai fungsi ganda
Masa pemerintah Zainal Abidin (1486-1500) merupakan awal peralihan dari bentuk
Kolano ke bentuk Kesultanan dan ia merupakan Sultan yang pertama. Sebelum dinobatkan
sebagai sultan, Zainal Abidin berangkat ke Jawa untuk belajar agama Islam di Giri. Setelah
lembaga-lembaga sosial tradisional yang ada. Urusan keagamaan ditangani oleh badan
yang disebut Jou Lebe (Badan Syara’). Badan ini dikepalai oleh Kadhi (Kalem). Anggota-
anggotanya terdiri dari para Imam dan Khatib. Tiap marga (soa) mempunyai imam dan
khatib tertentu. Sultan selain sebagai pemimpin dunia, juga berkewajiban memimpin soal-
soal keagamaan, sehingga secara teoritis Sultan adalah penerus tugas pengganti Rasul
(Tubaddirul Rasul). Hal ini tercantum dalam suba puja-puji yang ditulis dalam bahasa
dan tulisan Arab, yaitu laporan yang selalu dibacakan pada saat penobatan Sultan yaitu
berupa peringatan bahwa Sultan adalah Khalifatur Rasjid dan Tubaddilur Rasul.
Diingatkan pula bahwa Sultan memangku jabatan itu karena rahmat dan takdir Allah yang
tu’til mulka man tasya’ (pemberi kekuasaan) kerajaan bagi siapa yang dikehendakiNya.
daerah lain untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Dalam kaitan ini, Sultan Ternate
pernah mengadakan hubungan politik yang erat dengan Kesultanan Buton, Kesultanan
Mangindanao di Filipina, begitu pula hubungan politik dengan Sulu. Di wilayah Maluku
Tengah tejalin hubungan yang erat dengan kerajaan-kerajaan kecil seperti Hitu di Pulau
Ambon, Hatuhaha di Pulau Haruku, Iha di Pulau Saparua walaupun tidak merupakan bagian
dari Kesultanan Ternate, telah menjalin hubungan baik karena persamaan iman dan mengakui
kekuasaan Ternate. Sedangkan Hoamual yang merupakan pusat politik tradisional dan pusat
perdagangan cengkeh di Seram Barat, adalah bagian dari kesultanan Ternate. Disini
pulau Kelang, Manipa, Buano dan Buru merupakan daerah kekuasaan Ternate. Disana
ditempatkan juga beberapa orang Sangaji yaitu Wakil Sultan yang memerintah di daerah-
daerah.
konflik antara rakyat dengan mereka. Pergolakan yang berlangsung pada abad 16 dan 17
bukan hanya terjadi karena alasan ekonomi tetapi juga karena faktor agama. Penerimaan
kehidupan sosial rakyat Maluku dan Maluku Utara. Bagi rakyat Maluku dan Maluku Utara
yang beragama Islam, agama ini memiliki arti yang tak ternilai. Faktor inilah yang
menyebabkan rakyat Maluku dan Maluku Utara yang beragama Islam sangat
Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya
adalah putranya Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan
agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin
dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan
Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad
ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate
menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.
sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak Islam,
masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan Hukum Islam. Hal
itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis
melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil
kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan
Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar dari Kepulauan Maluku. Namun
kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate
dan Tidore, raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081
M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh
Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku
(1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama
melawan Belanda yang dibantu oleh Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan
Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan
Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran
rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya
Zainal Abidin yang giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-
harinya banyak menggunakan Hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari
Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah
di bawah kitab suci Al-Qur’an. Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti
di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh
bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,
Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan
Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun
kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.2.3. Kesultanan Jailolo
Jailolo (Gilolo) merupakan sebuah kota yang terletak di bagian barat dari pulau terbesar
di Propinsi Maluku Utara, yaitu pulau Halmahera. Kota ini terletak pada persinggungan Gunung
Jailolo, Gunung Sahu dan Pegunungan Sembilan yang membentang dari utara sampai selatan
dari Pulau Halmahera. Jailolo beriklim tropis yang dipengaruhi oleh perairan laut yang luas,
keadaan alam mendukung untuk tumbuhnya rempah- rempah seperti pohon cengkeh dan pala.
Dahulu Jailolo adalah sebuah kerajaan dan menjadi salah satu dari empat kerajaan di
Maluku yang sering disebut Moluku Kie Raha. Kerajaan lainnya adalah Ternate, Tidore dan
Bacan. Kerajaan Jailolo secara geografis berada di Pulau Halmahera bagian barat dan
menguasai pulau tersebut, sehingga Jailolo kadang disamaartikan dengan Halmahera. Hal ini
terlihat pada nama Selat Jailolo yang memisahkan pulau Halmahera dengan Pulau Gebe,
Selain itu juga, Jailolo (Halmahera) memiliki tanaman endemik atau tanaman yang hanya
tumbuh di daerah Halmahera. Tanaman tersebut adalah pohon cengkeh dan pohon pala yang
sering digunakan sebagai bahan obat dan rempah-rempah yang kemudian menjadi incaran
bangsa Cina dan negara-negara Eropa. Menurut cerita rakyat Jailolo, perdagangan cengkeh
pertama kali di dunia berlangsung di Teluk Jailolo. Perdagangan itu berlangsung dengan orang
Cina, Arab, dan Gujarat. Setelah rempah-rempah tersebut diketahui oleh bangsa Eropa, maka
mulai berdatangan bangsa Portugis dan Spanyol ke Halmahera (Maluku) untuk mencari rempah-
rempah.
Perdagangan rempah-rempah yang sedang marak dengan bangsa Eropa, dan cengkeh
juga tumbuh di wilayah kerajaan Tidore, Ternate dan Bacan membuat persaingan setiap
kerajaan semakin tinggi, ditambah dengan persaingan Portugis dan Spanyol dengan kongsinya
pada kerajaan tertentu, sehingga konflik dan perang tidak bisa dihindari. Seperti Portugis dengan
Ternate yang memusuhi Tidore dengan Spanyol. Pada masa ini, Kerajaan Jailolo dipimpin oleh
Kolano Katarabumi (Catabruno) yang menjadi Kolano Jailolo dengan bantuan Gubernur
Portugis De’ Ataide di Ternate. Kepemimpinan Katarabumi pada tahun 1534 menjadikan
Jailolo kerajaan terkuat dan disegani di Maluku, masa inilah Jailolo mengalami masa
keemasannya. Di sisi lain, Portugis yang mendukung Katarabumi menjadi Raja Jailolo, sebaliknya
Portugis juga bersama Ternate yang menyerang kerajaan Jailolo, yang membuat Katarabumi
Bacan merupakan keturunan kerajaan tertua dari Moloku Kie Raha (Persatuan Empat
Kerajaan), yakni Makian, Jailolo, Ternate, dan Tidore. Kerajaan di Makian berpindah ke Pulau
Kasiruta karena letusan Gunung Kie Besi. Dari Pulau Kasiruta yang kini dikenal karena batu
bacan Doko itu, pusat pemerintahan berpindah ke Pulau Bacan yang sekarang, pulau yang kini
memiliki luas 2.053 Km persegi. Kesultanan Bacan sebagai salah satu pembentuk terminologi
Moloku Kieraha merupakan kesultanan yang secara kronologis memiliki reputasi politik dan
ekonomi yang cukup luas dalam dinamika sejarah Maluku Utara. Walaupun supremasinya
masih kalah jauh dari Tidore dan Ternate, tetapi Bacan mampu tumbuh dan berkembang dengan
Sebagai kesultanan, Bacan dahulu diperintah oleh seorang sultan yang dibantu oleh
sejumlah kepala rendahan, yang menurut aturan negeri dalam beberapa kasus harus diajak
berunding. Bersama-sama para kepala ini disebut bobato, yang terbagai menjadi tiga kelompok
yaitu Bobato dalem, Bobato luwar, dan Bobato achirat. Selain Bobato utama masih terdapat
pula strukur lainnya yakni Kapitan laut, Kepala bangsa, Pegawai kantor, dan Imam ngofa dan
Katib ngofa. Para bangsawan yang diakui dalam struktur pemerintahan kesultanan adalah
kapitan laut, jogugu, kadli, hukum, kimelaha sapanggala, sekretaris imam yang dahulu tidak
termasuk disana.
Kepulauan Bacan yang menjadi pusat kekuasaan kesultanan terletak di sebelah barat
semenanjung selatan Pulau Halmahera. Di bagian barat, kepulauan Bacan dibatasi dengan laut
Maluku, seperti di utara dan selatan, tetapi bila dibandingkan dengan cakrawala barat yang
tidak berbatasan terletak berbagai pulau, yakni di bagian utara pulau Kayoa dan Guraci dan di
selatan gugusan Obi. Di sebelah timur, gugusan ini dipisahkan dari Halmahera oleh Selat
Patientie.
Menurut sumber-sumber Eropa abad ke 15 dan 16, yang kemungkinan juga mengutip
sumber lokal, kerajaan Jailolo dan Bacan berasal dari dataran tinggi di Pulau Moti dan Makian
yang kemudian karena sebab-sebab tertentu yang lebih bersifat politik akhirnya memindahkan
mempertahankan kekuasaan, Bacan terpaksa mejalankan politik aliansi dengan Ternate. Hal ini
semata-mata dilakukan untuk mengindari adanya tekanan politik Kesultanan Tidore. Dalam
bidang ekonomi Bacan bertumpu pada perdagangan rempah terutama cengkih. Bacan menjadi
salah satu sentral produksi cengkih untuk Maluku Utara. Komoditas cengkih dalam jumlah
besar telah dipasok oleh Kesultanan Bacan bagi pedagang-pedagang Asia dan juga Eropa.
Pada pasca abad ke 15 dan 16, kekuasaan Bacan yang makin melemah, tetap
Tetapi situasi mulai berubah setelah VOC menerapkan monopoli perdagangan rempah. Wilayah
B acan yang terkenal akan kekayaan cengkih mulai mengalami masa keterpurukan ekonomi.
Kebijakan hongi dan ekstirpasi telah meruntuhkan ekonomi kesultanan karena pohon-pohon
cengkih yang menjadi tumpuan kekuataan ekonomi kesultanan pada akhirnya dibabat oleh
VOC. Memang penguasa VOC memberikan kompensasi dengan membayar sejumlah besar
dana bagi Kesultanan Bacan, tetapi ini hanya dinikmati oleh kalangan bangsawan, sedangkan
penduduk harus hidup menderita. Setelah periode VOC, Bacan berubah menjadi wilayah
distrik, eksploitasi wilayah Bacan dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan
mendirikan perusahaan perkebunan kelapa dan yang cukup terkenal adalah Batjan
Selain kopi, kini Bacan harus mengupayakan perkebunan kelapa sebagai sumber kekuatan
ekonomi penduduk yang berada di bawah birokrasi pemerintah kolonial. Kesultanan sebagai
pemegang hak primordial untuk jangka waktu tertentu mengalami kevakuman dan oleh
Kesultanan Bacan atau dehe ma-kolano (penguasa tanjung) merupakan kesultanan yang
Kesultanan Bacan merupakan etnis Makian yang ikut dalam proses evakuasi. Menurut
perkiraan, Kesultanan Bacan berdiri pada tahun 1322. Secara faktual prosesi awal pembentukan
Kerajaan Bacan tidak dapat diketahui secara pasti. Tetapi berdasarkan pemberitaan kroniek
dapat diinterpretasikan bahwa kerajaan ini muncul seiring dengan kerajaan-kerajaan Islam
lainnya di Maluku Utara. Penguasa pertama Kerajaan Bacan menurut Hikayat Bacan adalah Said
Muhammad Bakir atau Said Husin yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja
Yang Bertakhta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Dalam
Hikayat Ternate menyebut penguasa pertama Bacan bernama Buka, dan Bacan merupakan
kerajaan tertua. Raja pertama berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian.
Berdasarkan penjelasan Kronik Bacan, Kolano Sida Hasan menduduki tahta kekuasaan
menggantikan ayahnya Muhammad Hasan. Setelah Kolano Sida Hasan, yang menjadi Raja
Bacan adalah Zainal Abidin. Kronik Bacan tidak menjelaskan periodisasi waktu kekuasaan Sida
Hasan maupun Zainal Abidin. Zainal Abidin memiliki dua putera yaitu Kaicil Bolatu dan Kaicil
Kuliba. Kaicil Bolatu dikatakan memerintah Negeri Besi (Makian). Ketika Zainal Abidin wafat,
Bolatu kembali ke Kasiruta dan menjadi raja di sana dengan gelar Bayanu Sirullah, sementara
Sirullah kemudian digantikan oleh Sultan Alauddin I, dan setelah itu tampuk Kesultanan Bacan
dipegang Sultan Muhammad Ali, ayah angkat Sultan Babullah dari Ternate. Pemerintahan
Muhammad Ali kemudian dilanjutkan Sultan Alauddin II (1660- 1706). Sultan Awaluddin I
dan II dikenal sebagai "Sultan Dubo-dubo", karena memiliki postur tubuh jangkung. Pasca
meninggalnya Sultan Alauddin II, para bobato Kesultanan Bacan mengangkat Kaicil Musa
Setelah wafatnya Sultan Alauddin II, ia digantikan oleh Mansur. Sultan Mansur
dinobatkan pada 19 Juli 1683. Sultan Mansur kemudian digantikan oleh adiknya bernama
Musom, yang sebelumnya menjabat sebagai Jogugu. Ketika bertakhta, Musom berusia 50tahun.
Tetapi, kualitas pribadi Musom berbeda dari Mansur. Ia tidak secerdas Sultan Mansur dan
terkenal temperamental dan sanngat pendendam. Penguasa Bacan salanjutnya adalah Sultan
Barat). Dimasa kekuasaanya pula, Sangaji Gane membawa puterinya bernama Talimal ke
Bacan untuk menjadi Ngofamanyira. Talimal menjadi wanita pertama dalam sejarah kesultanan
Muhammad Sahaddin (1741-1780), dan selanjutnya berturut-turut Sultan Skander Alam (1780-
Muhammad Hayatuddin (1826-1861), Kornabei Syah Putera, Sultan Muhammad Sadik Syah
(1862- 1889), kekuasaan di bawah Dewan Adat (1889-1899), Sultan Muhammad Usman Syah
(1899-1935), Sultan Muhammad Muhsin Syah (1935-1983), Sultan Gahral Aydan Syah (1983-
memiliki kemiripan antara satu kesultanan dengan kesultanan lainnya. Identitas lembaga
kesultanan tertata melalui strutktur yang selaras dimana setiap kesultanan menggunakan bobato
sebagai nama lembaga dan ini berlaku umum. Khusus Kesultanan Bacan, nama-nama lembaga
kesultanan yakni; Bobato Dalam, Bobato Luar, dan Bobato Akhirat. Disamping ketiga
kelompok bobato di atas, terdapat juga jabatan-jabatan kesultanan lainnya yang penting, yaitu:
Kapita Laut, Kapala Bangsa, Imam Juru Tulis, Khatib Juru Tulis dan Moding Juru Tulis, Imam
Sebelum munculnya dominasi Ternate dan Tidore, Bacan merupakan kerajaan terkuat
di Maluku Utara. Diperkirakan berdiri pada tahun 1322, Bacan mampu tampil sebagai kerajaan
yang berpengaruh luas dengan wilayah vasal yang membentang dari Pantai Utara Seram hingga
Papua Barat. Supremasi Bacan dalam politik dan kekuasaan di Maluku Utara, diperkirakan
mulai terjadi pada fase pembentukan kolano. Hikayat Bikusigara yang banyak dikutip oleh
penulis-penulis Eropa merupakan uraian yang menampilkan Bacan pada konteks kekuasaan
tertua di Maluku Utara. Sebagai penguasa tertua, tentulah Bacan secara politis lebih
berpengaruh pada fase awal kekuasaan.
luar kawasan Maluku Utara. Pulau Seram dan Papua menjadi sasaran utama. Dan ini merupakan
ekpansi terbesar yang dilakukan oleh Kerajaan Bacan untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Ekspansi Bacan terhadap Pantai Utara Seram telah terjadi sebelum Sultan Muhammad Ali.
Kemungkinan ekspansi pertama dilakukan oleh Kolano Bolatu atau Bayanu Sirullah. Ekspansi
atau lebih tepatnya aksi perompakan yang dilakukan menggunakan armada kora-kora. Sultan
Muhammad Ali juga memperkuat eksitensi Bacan atas Pantai Utara Seram. Ekspansi lainnya
juga ditujukan terhadap wilayah Papua. Sebelum Tidore menguasai secara penuh wilayah
Papua, Kesultanan Bacan telah menaklukan wilayah Raja Ampat. Pada saat ekspansi wilayah
dilakukan oleh Bacan, Kesultanan Ternate juga berupaya merebut supremasi politik di Maluku
Utara. Konflik tidak terhindarkan baik dengan Bacan maupun Tidore. Ternate yang berusaha
memperluas wilayah kekuasaan, akhirnya melakukan aneksasi terhadap Pulau Makian yang
secara teritorial merupakan wilayah Kesultanan Bacan. Akan tetapi penguasa Bacan yakni
Berdasarkan perspektif politik Kesultanan Bacan yang merupakan bagian dari dunia,
Maluku memiliki pengaruh politik dan kekuasaan yang sangat luas. Pada tahun 1343, Kolano
Sida Hasan telah mengantarkan Bacan memasuki fase perkembangan politik. Hal ini mulai
terlihat secara jelas ketika dilakukan pemindahan pusat kekuasaan dari Makian ke Bacan. Jika
dibandingkan dengan Kolano sebelumnya, Bacan di bawah Sida Hasan sangatlah ekspansif. Ia
merupakan Kolano yang telah meletakkan dasar bagi upaya pengembangan wilayah kekuasaan
Bacan. Sejauh yang diketahui bahwa ekspansi politik dan kekuasaan Bacan pada periode awal
masih terbatas pada pulau-pulau yang berada di wilayah titik Halmahera Selatan. Untuk ekspansi
wilayah yang lebih luas baru dapat diketahui pada masa berlakunya pemerintahan kesultanan.
Tingginya volume perdagangan telah memberi keuntungan yang besar bagi kesultanan di
Maluku Utara. Komoditas cengkih menjadi sumber pendapat ekonomi kesultanan. Pulau Bacan
dan Makian yang menjadi sentra produksi cengkih telah menyokong jumlah produksi
komuditas cengkih bagi Kesultanan Bacan. Kesultanan Bacan pada abad ke 16 memiliki jumlah
pohon cengkih produktif terbanyak di Maluku Utara. Tingginya harga cengkih telah mendorong
munculnya kebijakan monopoli yang dilakukan oleh kesultanan. Sultan berusaha mengontrol
jalannya transaksi perdagangan. Upaya kontrol tata niaga cengkih dengan pedagang terlihat
pada saat sultan dan kaum bangsawan yang berusaha untuk mendapatkan stok cengkih dalam
jumlah besar dan juga melakukan eksploitasi terhadap daerah taklukan, praktik kerja wajib,
perbudakan untuk penanaman dan panen cengkih, pembelian cengkih dari produsen, serta
memonopoli penjualan cengkih dengan pedagang, pungutan pajak atas penanaman dan
penjualan cengkih.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum dapat disebutkan bahwa para pembawa agama Islam pertama kali ke
wilayah nusantara Indonesia adalah para pedagang dan muballigh dari Arab, Persia dan India.
bandar-bandar perdagangan internasional. Maluku Utara dengan kerajaan Ternate dan Tidore
telah menjadi penyangga penyebaran Islam yang utama ke wilayah Moloku Kie Raha. Sebab
pola sosialisasi Islam adalah melalu para pemimpin kerajaan dan atau melalui jalur
perdagangan dan masuk dalam aktivitas kehidupan kerajaan sampai mempengaruhi urusan di
dalamnya yang mana terjadi pemisahan antara Bobato Dunia dan Bobato Akhirat.
menimbulkan konflik apapun, kalaupun ada konflik itu terjadi justru setelah kedatangan orang-
orang Eropa yang kemudian ikut campur terhadap urusan internal kesultanan.
Sebagaimana di wilayah nusantara yang lain, jalur budaya menjadi cara yang efektif
dalam proses Islamisasi, dari proses itu terlihat bahwa Islam dihadirikan dengan posisi
dipadukan dengan budaya setempat yang ada di Maluku. Oleh karena itu, sekalipun istilah-
istilah lokal masih melekat di sana meskipun sudah menjadi kesultanan Islam, misalnya kolano
dan bobato, begitupun dengan nama- nama Sultannya, mereka memiliki dua nama sekaligus
Semua kesultanan di Maluku Utara termasuk Ternate maupun Tidore secara silsilah
merupakan kesultanan yang bersaudara. Sebagai wilayah yang strategis, Maluku dengan
kekayaan sumber daya alamnya mengundang orang-orang dari berbagai penjuru untuk
mendatanginya, dalam catatan sejarah yang didapat, tidak ada laporan yang menyebutkan
bahwa saudagar-saudagar muslim yang datang ke sana yang sampai mencoba memonopoli
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa selain
berniat berniaga saudagar-saudagar muslim itu juga punya misi lain yaitu melakukan syiar
Islam.