Anda di halaman 1dari 40

Sejarah Kesultanan Melayu Ternate dan Tidore di Maluku

Makalah disusun dan dipersentasikan dalam diskusi kelas Mata Kuliah Sejarah
dan Peradaban Melayu

Oleh :

Muhammad Arief Rizky

1930202291

Dosen Pengampu :

Dr. Maryono, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para sejarawan hingga kini masih belum menemukan kata sepakat tentang
kapan sebenarnya Islam masuk ke wilayah Nusantara. Jika dihitung sejak
datangnya orang beragama Islam, misalnya orang Arab maka Islam telah masuk
ke Nusantara sejak abad ke-7 M, tetapi jika dihitung sejak Islam dianut oleh warga
asli Nusantara sebagai agama mayoritas maka hal itu terjadi pasca abad ke-10 M.
Selain perdebatan tentang masuk dan berkembangnya Islam ke wilayah Nusantara
yang begitu luas, masuk dan berkembangnya Islam ke wilayah- wilayah di
Nusantara juga masih diperdebatkan, khususnya sejak kapan dan siapa yang
membawanya. Salah satunya adalah Islam di Maluku.
Sebagian menyebutkan masuk dan berkembang sejak abad ke-9 M dibawa
oleh orang-orang Timur Tengah, sebagian lagi mengatakan bahwa orang Melayu
dan Jawa pada abad ke-13 M. Terlepas dari perdebatan itu, terdapat sebuah
keserupaan terntang proses perkembangan Islam di berbagai wilayah Nusantara,
sehingga diterima oleh mayoritas masyarakat. Keserupaan itu ialah: penganut
Islam pertama selalu dimulai oleh kalangan elit atau Kesultanan, selanjutnya, para
pendakwah Islam di Nusantara selalu menggunakan pendekatan budaya dalam
syiar Islam, sehingga Islam mudah diterima.

Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan Pada


abad ke-1, para pedagang dan ulama dari Malaka dan jawa menyebarkan Islam ke
sana. Dari sini munculempat Kesultanan Islam di Maluku yang disebut Maluku
Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan
Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan
Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati dan Kesultanan
Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda,

1
Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera Kesultanan Ternate dan Tidore yang
terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua Kesultanan yang
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang
mencoba menguasai Maluku Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kesultanan
ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku Kesultanan
Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempahrempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah inimenjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam dan pembawa Islam di Ternate dan
Tidore?
2. Siapa saja pemimpin kesultanan Ternate dan Tidore?
3. Siapa saja sultan yang terkenal di kesultanan Ternate dan Tidore?
4. Bagaimana kehidupan kesultanan Ternate dan Tidore?
5. Bagaimana masa kejayaan kesultanan Ternate dan Tidore?
6. Bagaimana masa keruntuhan kesultanan Ternate dan Tidore?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam dan pembawa Islam di
Ternate dan Tidore
2. Untuk mengetahui silsilah pemimpin kesultanan Ternate dan Tidore
3. Untuk mengetahui sultan yang terkenal di kesultanan Ternate dan
Tidore
4. Untuk mengetahui kehidupan kesultanan Ternate dan Tidore
5. Untuk mengetahui masa kejayaan kesultanan Ternate dan Tidore
6. Untuk mengetahui masa keruntuhan kesultanan Ternate dan Tidore

2
BAB II
LANDASAN TEORI
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan Pada
abad ke-1, para pedagang dan ulama dari Malaka dan jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini munculempat Kesultanan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin
Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan
Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati dan Kesultanan
Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, dan Halmahera Kesultanan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah
Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua Kesultanan yang memiliki peran
yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba
menguasai Maluku Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kesultanan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku Kesultanan
Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempahrempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah inimenjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh
Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan
Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate Kesultanan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kesultanan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku Persaingan di antara Kesultanan Ternate
dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua
persekutuan dagang masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan
tersebut yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Suktan Baabulah,
3
Kesultanan Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah
kekuasaannya meluas ke Filipina
b. Uli Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore
meliputi Halmahera Jailalo sampai ke Papua. Kesultanan Tidore
mencapai zaman keemasan di bawah pemerintahan sultan Nuku.
Kesultanan-kesultanan Islam lainnya yang berkembang adalah
Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kesultanan
Bima di daerah bagian Timur Sumbawa dll.

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam dan Pembawa Islam di Ternate dan Tidore 1.


Sejarah Masuknya Islam dan Pembawa Islam di Ternate
Penyebaran Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran saudagar muslim,
ulama dan mubaligh melalui proses perdagangan, hubungan sosial dan
pendidikan. Para ulama Jawa terkenal dengan sebutan “Wali 9”. Beberapa
sejarawan menyebutkan, bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada
abad ke-7, ada pula pendapat lain yang menyatakan pada abad 13. Agama
Islam dibawa dan dikembangkan oleh para saudagar muslim dari Gujarat,
Arab, dan Persia. Agama Islam disebarkan dimulai dari daerah pesisir
hingga ke daerah yang terletak di daerah terpencil (pedalaman).
Sebelum masuknya agama di kepulauan Maluku, masyarakat
Maluku sudah mengenal semacam kepercayaan yang disebut “Agama
asli”, agama asli atau kepercayaan asli ini pada umumnya adalah
kepercayaan kepada animisme dan dinamisme. Selain itu masyarakat juga
sudah megenal kepercayaan pada satu roh atau zat tertinggi yang
menciptakan segala sesuatu. Pola kepercayaan lama ini masih tetap hidup
pada penduduk di daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh
agama Islam dan agama Kristen.
Dari perspektif perkembagan Islam di wilayah Kesultanan Ternate,
Kesultanan Ternate pada mulanya bukan kesultanan yang dianut agama
Islam. Ia adalah Kesultanan yang raja dan rakyatnya belum diketahui
dengan jelas agama dan kepercayaannya. Mereka diasumsikan beragama
animisme atau percaya kepada kekuatan-kekuatan ghaib terutama gunung
berapi Gamalama yang berada di pulau Ternate. Terjadinya penetralisasi

5
Islam dengan daerah kesultanan Ternate, pada awalnya dikarenakan
terdapat faktor hubungan ekonomi dan perdagangan.
Argumentasinya adalah kedatangan para saudagar Melayu, Arab,
dan Gujarat yang beragama Islam ke daerah itu. kedatangan mereka untuk
mengadakan transaksi perdagangan dan berinteraksi dengan penduduk
setempat. Hubungan diatas kemudian dilanjutkan dengan hubungan
religio-politik dan intelektual keagamaan, sebagaimana disinyalir oleh
Azyumardi Azra tentang faktor-faktor utama penetrasi Islam dengan
wilayah-wilayah di Nusantara.
Berkaitan dengan proses Islamisasi di Indonesia khususnya di Kesultanan
Ternate, Menurut A. Hasyim, seorang cendikiawan dan sejarawan bersuku
Aceh mengatakan bahwa masuknya Islam ke suatu daerah tidak akan
keluar dari tiga teori di bawah ini : pertama, maksud dari pada masuknya
Islam ke suatu daerah ialah apabila terdapat seseorang atau beberapa orang
asing yang menganut agama Islam yang bermukim di daerah yang
didatangi. Dengan demikian, Islam telah masuk ke daerah itu. Kedua,
mengartikan Islam masuk ke suatu daerah, apabila terdapat seseorang atau
beberapa orang dari penduduk pribumi telah menganut agama Islam.
Ketiga, menjelaskan bahwa Islam masuk ke suatu daerah, apabila sudah
terdapat komunitas muslim dan secara sosiologis, Islam telah melembaga
dalam kehidupan masyarakat.
Kesultanan Ternate di Kepulauan Maluku Utara memeluk Islam lebih
awal setelah Kesultanan Pasei dan Malaka, karena di wilayah tersebut
banyak tumbuh rempah seperti cengkeh dan pala. Kedua komoditi itu telah
memikat para pedagang asal Arab untuk berpompetisi dalam arus
perdagangan bersama dengan pedagang asal India dan China. Para
pedagang asal Arab pada abad ke 14 telah membawa Islam ke Ternate,
walaupun Kesultanan memeluk Islam baru pada pertengahan abad ke 15.
Para pedagang tentu saja memberikan kontribusi cukup signifikan dalam
pengembangan ajaran Islam di tengah masyarakat. Para pedagang muslim
seperti biasanya menjalankan ibadahnya di manapun mereka berada, yang
pada dasarnya menarik minat mitra dagangnya untuk berdialog dan
6
selanjutnya dapat meyakini serta memeluk Islam. Para pedagang tersebut
juga berperan mendatangkan para mubaliq dari Timur Tengah. Muballiq
paling sukses dalam pengislaman masyarakat, terutama kalangan
penguasa, menurut teori A. H. Johns, adalah para guru sufi. Guru-guru sufi
tersebut membawa ajaran tarekat dan umumnya mereka memiliki
kemampuan yang magis dan punya kemampuan pengobatan. Kemampuan
magis dan pengobatan itu pula yang kemudian menggeser dominasi peran
para dukun di tengah masyarakat. Kecuali itu, ajaran sufi yang membawa
guru Arab dengan cepat bisa diterima masyarakat karena ada hal-hal
kesamaan dengan ajaran nenek moyang yang mereka anut.
Intinya, Kesultanan Ternate masuk Islam lebih awal disebabkan derasnya
arus perdagangan yang sebagiaannya diperankan pedagang Arab muslim.
Sebetulnya, jauh sebelum Islam datang, samudera Nusantara telah
dipenuhi oleh lalulalang kapal layar. Meskipun cengkeh pada awalnya
hanya dikunyah sekedar pengharum mulut, terutama ketika berbicara,
lama kelamaan buah tersebut menjadi bahan amat penting dalam
pembuatan berbagai produk seperti minyak wangi dan minuman serta
obat-obatan. Tanaman tersebut semula tumbuh liar, tetapi kemudian
dibudidayakan masyarakat karena tingginya permintaan dari berbagai
kalangan.
Orang-orang dari Arab, terutama dari semenanjung Yaman, India da Cina
tersebut untuk mencari komoditi tersebut. Dan wilayah paling banyak
ditumbuhi cengkeh dan pala adalah kepulauan Maluku tersebut.
Komoditi itu pula yang mengundang orang Eropa pada abad ke 15 datang
ke Maluku yang pertama bangsa Portugis disusul kemudian oleh Belanda,
Spanyol dan Inggris. Arus perdagangan semakin ramai dan bangsa Eropa
semakin menguasai arus perdagangan karena armada mereka lebih
canggih setelah menggunakan kapal uap.
Imperium Nusantara Timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh
sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai
Kesultanan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga

7
berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang besar dalam kebudayaan
nusantara bagian Timur khususnya Sulawesi Utara, Timur dan Maluku.
Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.
Sebagai Kesultanan pertama yang memeluk Islam, Ternate memiliki
peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syaria-syariat
Islam di wilayah Timur nusantara dan bagian Selatan Filipina. Bentuk
organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan
pertama kali oleh Sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua
Kesultanan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan
rakyat Ternate dibawah Sultan Babullah dalam mengusir Portugis tahun
1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuasaan
barat. Karenanya, almarhum Buya Hamka memuji kemenangan rakyat
Ternate ini dan telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara
selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam dan sekiranya
rakyat Ternate gagal niscaya wilayah Timur Indonesia akan menjadi pusat
Kristen seperti halnya Filipina.
Awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate, diperkirakan sejak
awal berdirinya Ternate (1257) masyarakat Ternate telah mengenal Islam
mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate
kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa
Islam seperti Baab Masyhur, pendiri Kesultanan Ternate, namun kepastian
mereka maupun keluarga Kesultanan memeluk Islam masih
diperdebatkan.
Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga Kesultanan Ternate resmi
memeluk Islam pertengahan abad ke 15. Ternate juga dikenal sebagai
pusat penyebaran Islam di Indonesia. Setelah Samudera Pasei, Ternate
adalah daerah pertama yang mengenal Islam dan menjadikan agama itu
sebagai unsur penting dalam menata kenegaraan. Sejak diterimanya agama
Islam di Kesultanan Ternate pada abad ke 15 oleh Kolano Kaicil Marhum
(1456-1486), maka Islam dianut semua lapisan masyarakat, bahkan
diserap kedalam kelembagaan Kesultanan. Kesultanan Ternate dapat

8
dipandang sebagai Kesultanan Islam pertama dibagian Timur kepulauan
Indonesia.

Raja pertama Ternate adalah Masyhur Malamo yang memerintah pada


tahun 1257-1272. Pada masa pemerintahan raja ini Ternate sudah mulia
mempunyai landasan politik yang ekspansionis. Sepeninggal Masyhur
Malamo, Ternate dipimpin secara berturut-turut oleh Kaicil Yamin (1272-
1284), Kaicil Siale (1284-1298), Kamalu (1298-1304), dan Kaicil Ngara
Lamo (1304- 1317). Sepeninggal Masyhur Malamo mereka digantikan
oleh Sida Arif Malamo. Pada masa ini Ternate mulai berkembang sebagai
bandar niaga yang didatangi oleh berbagai pedagang dari Makassar, Jawa,
Melayu, Cina, Gujarat, dan Arab. Para pedagang ini mulai menetap dan
membuka pos-pos perdagangan dengan membawa Ternate sebagai kota
dagang.
Memperhatikan posisi Ternate sebagai pelabuhan dagang utama di
nusantara dan peranan orang Arab dalam perdagangan dan pelayaran di
Maluku Utara patut di- duga bahwa orang-orang Arab muslim yang
pertama berada di Ternate. Dari sum- ber oral tradition dituturkan tentang
keda- tangan empat orang ulama dari Irak masing-masing Syaikh Mansur
yang menyiar- kan Islam di Ternate dan Halmahera Utara (pesisir barat
Halmahera yang berhadapan dengan Ternate) Syaikh Ya‟kub berdakwah
di Tidore dan Makian, Syaikh Amin ber- sama Syaikh Umar menyiarkan
Islam di Halmahera (sekarang pesisier Timur Halmahera). Dalam memori
kolektif masya- rakat Ternate keempat syaikh itu merupa- kan orang arab
Islam yang pertama kali berada di Ternate. Sebagaimana sejarah lisan pada
umumnya tidak diketaui waktu kedatangan empat mubaligh Islam itu.
Ketika kesultanan Islam mulai terbentuk di Ternate pada tahun 1486,
Ternate semakin maju dan menerima Islam sebagai alat politik Kesultanan.
Ketika itu Ternate mulai mendapat nama gelar Sultan yakni Sultan Zainal
Abidin. Setelah diang- kat menjadi raja Ternate, nama gelar kolano diganti
menjadi Sultan. Sultan Zainal Abidin tidak hanya melakukan perubahan
dalam masalah gelar, tetapi juga melaku- kan beberapa perubahan yang

9
mendasar, yaitu: menjadikan Islam sebagai agama resmi dan melembaga
dalam Kesultanan dan membentuk lembaga baru yang disebut bobato.
Sultan Zainal Abidin adalah se- orang sultan yang memiliki perhatian yang
besar terhadap ajaran Islam. Untuk mem- perdalam ajaran Islam, pada
tahun 1495, Sultan Zainal Abidin meninggalkan istana- nya dan pergi
berguru pada Sunan Giri di Jawa dan Malaka, yang dipimpin oleh Sul- tan
Alauddin Riayat Syah.
Adapun “Ternate” berasal dari tiga suku kata, yaitu tara no ate, yang
berarti tu- run ke bawah dan pikatlah dia. Maksudnya turun dari tempat
yang tinggi (dari dataran tinggi ke dataran rendah) atau (dari Formadiayahi
ke Limau Jore-Jore) untuk memikat para pendatang supaya mau menetap
di pantai (negeri ini). Kata tara juga berarti ke bawah (arah selatan) ini
berarti bahwa letak/posisi kota Ternate pertama adalah bagian selatan
pulau Ternate.
Pulau Ternate dahulu dikenal dengan sebutan Pulau Gapi. Kota ini mulai
ramai pada awal abad ke-13. Penduduk Ternate awal adalah merupakan
warga eksodus dari Halmahera. Pada awalnya Ternate ter dapat empat desa
yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala mar- ga),
merekalah yang pertama-tama meng- adakan hubungan dengan para
pedagang yang datang dari segala penjuru men-cari rempahrempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya peda- gang
Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa.
Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak, maka atas prakarsa
momole pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal
sebagai raja. Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan di-
angkat sebagai Kolano (raja) pertama de- ngan gelar Baab Masyhur
Malamo (1257- 1272). Kesultanan Gapi berpusat di kampung Ternate,
yang dalam perkembangan selan- jutnya semakin besar dan ramai
sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung

10
besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gama- lama).
Semakin besar dan populernya kota Ternate, sehingga kemudian orang
lebih suka mengatakan Kesultanan Ternate dari- pada Kesultanan Gapi. Di
bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate
berkembang dari sebuah Kesultanan yang hanya di wilayah sebuah pulau
kecil menjadi Kesultanan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur
Indonesia khusus- nya Maluku Utara.
2. Sejarah masuknya Islam dan pembawa Islam di Tidore
Mengenai pusat Kesultanan tidore belum dapat dipastikan sejak awal
berdirinya hingga raja yang ke-4. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga,
informasi mengenai pusat Kesultanan Tidore sedikit terkuak, itupun masih
dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para
pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana
sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan
adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
Pada tahun 1495 M syariat islam mulai digunakan dalam system
pemerintahan Kesultanan. Gelar raja berubah menjadi Sultan. Sultan
Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai
gelar Sultan. Saat itu, pusat Kesultanan berada di Gam Tina. Ketika Sultan
Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat Kesultanan
dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara.
Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung
Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang,
lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang
ramai. Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena
sebab yang beraneka ragam.
Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala
ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan
meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat
dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain
menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk

11
berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis
agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau
Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian
berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
Secara geografis Kesultanan Tidore memiliki letak yang sangat penting
dalam dunia perdagangan pada masa itu. Kesultanan ini terletak di daerah
Kepulauan Maluku.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempahrempah
terbesar, sehingga dijuluki sebagai “the Spice Island”. Rempahrempah
menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu,
sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah
Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena
itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan
seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya,
baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Berbagai sumber
justru menyebutkan bahwa raja Ciriati atau Ciriliyati-lah yang pertama kali
masuk Islam, sedangkan pendahulunya secara turun-temurun menganut
kepercayaan yang dikenal dengan Symman yaitu memuja roh-roh leluhur
nenek moyang mereka.28
Raja Ciriliyati setelah masuk Islam diberi gelar Sultan Jamaluddin.
Keislaman raja ini mempercepat proses islamsasi di kalangan rakyat
Tidore, dan juga didukung oleh aktivas internal Kesultanan yang lebih
difokuskan untuk membangun madrasah-madrasah dan masjid-masjid
sebagai sarana pendidikan dan ibadah rakyat.
Setelah Sultan Jamaluddin wafat, jabatannya sebagai sultan Tidore
digantikan oleh putra sulungnya, yaitu sultan Mansyur (1512-1526). Pada
masa ini, Tidore kedatangan orang Spanyol, dan diterima oleh Sultan
Mansyur.
Rombongan Spanyol ini memberi hadiah kepada sultan berupa:jubah,
kursi Eropa, kain linen halus, sutra brokat, beberapa potong kain India
yang dibordir dengan emas dan perak, berbagai rantai kalung dan manik-

12
manik, tiga cermin besar, cangkir minum, sejumlah gunting, sisir, pisau
serta berbagai benda berharga lainnya. Sultan Mansyur pun menyambut
dengan senang hati, bahkan ia bilang kepada orang-orang Spanyol untuk
menganggap Tidore sebagai wilayahnya sendiri.
Dua hari setelah kedatangan, orang-orang Spanyol itu diundang oleh
sultan ke istana Mareku untuk menghadiri jamuan makan siang.
Kemudian, Sultan Mansyur memberikan izin kepada orang-orang Spanyol
untuk menggelar dagangan mereka di pasar, bahkan Sultan ikut membantu
mendirikan tempat-tempat berdagang dari bambu, sehigga terejadilah
perdagangan secara barter. Hubungan yang erat ini, membuat orang-orang
Portugis marah, yang akhirnya mereka yang berkedudukan di Ternate pada
tahun 1524 melakukan penyerangan terhadap kesultanan Tidore,
tujuannya untuk merebut Tidore dari pengaruh Spanyol.
Tahun 1526 Sultan Mansyur wafat, dan baru pada tahun 1529 putra
bungsunya, Amiruddin Iskandar Zulkarnain dilantik menjadi Sultan
Tidore, pada usia yang masih muda, sehingga diangkatlah Kaicil Rade,
seorang bangsawan terpelajar, negosiator ulung, sekaligus seotang
prakjurit handal dan pemberani sebagai Mangkubumi.
Pada masa ini terjadi beberapa kali peperangan dengan Portugis dan
Ternate yang berakhir dengan perjanjian damai berisi dua pasal pokok
yaitu: 1. Semua rempah-rempah hanya boleh dijual kepada Portugis
dengan harga yang sama yang dibayarkan Portugis kepada Ternate. 2.
Portugis akan menarik armadanya dari Tidore.
Pasca meninggalnya Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain pada tahun
1547 terjadi masa transisi dimana terdapat tiga orang Sultan, yaitu Kie
Mansur, Iskandar Sani, dan Gapi Baguna. Barulah pada tahun 1657
Sultan Saifuddin dilantik dan berkuasa sampai dengan tahun 1689, sultan
Saifudidin merupakan salah salah satu Sultan Tidore yang berhasil
membawa kemajuan di Tidore, dan membawa Tidore disegani.
Setelah itu, pergolakan demi pergolakan mulai terjadi, terutama di daerah-
daerah seberang laut,yang harus dihaapi oleh sultan-sultan pengganti

13
Sultan Saifuddin, antara lain Sultan Hamzah Fahruddin. Barulah satu abad
kemudian, kesultanan Tidore diperhitungkan kembali dalam sejarah
Nusantara, ketika Sultan Nuku (Jamaluddin) dari Tidore bangkit melawan
Belanda, perlawanan ini mengakibatkan Sultan ditangkap oleh Belanda
beserta keluarganya pada tahun 1780 M lalu dibuang ke Batavia dan
kemudian ke Sri Langka.
Sultan Nuku ini wafat dalam pembuangan di Sri Langka.
Sebagaimana yang terjadi pada kesultanan Ternate, campur tangan asing,
khusunya Belanda terhadap urusan internal kekuasaan, mebuat rakyat
Tidore tidak senang, sehingga pada tahun 1983, rakyat Tidore menyerbu
Istana Tidore.
Tidore bangkit kembali pada masa Sultan Kaicil Nuku yang mendapat
gelar kehormatan “Sri Maha Tuan Sultan Syaidul Jihad Amiruddin
Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati”,
pada masa ini wilayah kekuasaan Tidore sampai di Papuan bagian Barat,
kepualauan Kei, kepulauan Aru, bahkan sampai di kepulauan Pasifik.
Selama masa pemerintahannya Sultan ini berusaha mewujudkan empat
cita-cita politiknya yaitu: Pertama, mempersatukan seluruh kesultanan
Tidore sebagai suatu kebulatan yang utuh. Kedua, memulihkan kembali
empat pilar kekuasaan Kesultanan Maluku. Ketiga, mengupayakan sebuah
persekutuan antara keempat kesultanan Maluku. Keempat, mengenyahkan
kekuasaan dan penjajahan asing dari Maluku. Keempat cita-cita itu
walaupun tidak sepenuhnya berhasil diwujudkan oleh Sultan Kaicil Nuku
ini.
Tahun 14 November 1805 Sultan Kaicil Nuku wafat dalam usia 67 tahun,
sepeinggalnya sultan-sultan penerusnya sering terlibat konflik dalam
memperebutkan kekuasaan, hal itu diperparah dengan adanya intervensi
Belanda dalam setiap proses peralihan kepemimpinan di Kesultanan
Tidore.

B. Silsilah Pemimpin Kesultanan Ternate dan Tidore


1. Silsilah para pemimpin kesultanan Ternate sebagai berikut:

14
1) Baab Mashur Malamo (1257 - 1277 M)
2) Jamin Qadrat (1277 - 1284 M)
3) Komala Abu Said (1284 - 1298 M)
4) Bakuku (Kalabata) (1298 - 1304 M)
5) Ngara Malamo (Komala) (1304 - 1317 M)
6) Patsaranga Malamo (1317 - 1322 M)
7) Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) (1322 - 1331 M)
8) Panji Malamo (1331 - 1332 M)
9) Syah Alam (1332 - 1343 M)
10) Tulu Malamo (1343 - 1347 M)
11) Kie Mabiji (Abu Hayat I) (1347 - 1350 M)
12) Ngolo Macahaya (1350 - 1357 M)
13) Momole (1357 - 1359 M)
14) Gapi Malamo I (1359 - 1372 M)
15) Gapi Baguna I (1372 - 1377 M)
16) Komala Pulu (1377 - 1432 M)
17) Marhum (Gapi Baguna II) (1432 - 1486 M)
18) Sultan Zainal Abidin (1486 - 1500 M)
19) Sultan Bayanullah (1500 - 1522 M)
20) Sultan Hidayatullah (1522 - 1529 M)
21) Sultan Abu Hayat II (1529 - 1533 M)
22) Sultan Tabariji (1533 - 1534 M)
23) Sultan Khairun Jamil (1535 - 1570 M)
24) Sultan Babullah Datu Syah (1570 - 1583 M)
25) Sultan Said Barakat Syah (1583 - 1606 M)
26)Sultan Mudaffar Syah I (1607 - 1627 M)
27)Sultan Hamzah (1627 - 1648 M)
28)Sultan Mandarsyah (1648 - 1650 M)
29) Sultan Manila (1650 - 1655 M
30) Sultan Mandarsyah (1655 - 1675 M)
31) Sultan Sibori (1675 - 1689)
32) Sultan Said Fatahullah (1689 - 1714 M)
15
33) Sultan Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 - 1751 M)
34) Sultan Ayan Syah (1751 - 1754 M)
35) Sultan Syah Mardan (1755 - 1763 M)
36) Sultan Jalaluddin (1763 - 1774 M)
37) Sultan Harunsyah (1774 - 1781 M)
38) Sultan Achral (1781 - 1796 M)
39) Sultan Muhammad Yasin (1796 - 1801 M)
40) Sultan Muhammad Ali (1807 - 1821 M)
41) Sultan Muhammad Sarmoli (1821 - 1823 M)
42) Sultan Muhammad Zain (1823 - 1859 M)
43) Sultan Muhammad Arsyad (1859 - 1876 M)
44) Sultan Ayanhar (1879 - 1900 M)
45) Sultan Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) (1900 - 1902 M)
46) Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1902 - 1915 M)
47) Sultan Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1929 - 1975 M)
48) Sultan Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) (1975 – 2015 M)
49) Sultan Syarifuddin Bin Iskandar Muhammad Djabir Sjah
(2016sekarang)
2. Silsilah para pemimpin kesultanan Tidore sebagai berikut:
1) Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
2) Kolano Bosamawange
3) Kolano Syuhud alias Subu
4) Kolano Balibunga
5) Kolano Duko adoya
6) Kolano Kie Matiti
7) Kolano Seli
8) Kolano Matagena
9) Kolano Nuruddin (1334-1372 M)
10) Kolano Hasan Syah (1372-1405 M)
11) Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin (1495-1512 M)
12) Sultan Al Mansur (1512-1526 M)
13) Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain (1526-1535 M)
16
14) Sultan Kiyai Mansur (1535-1569 M)
15) Sultan Iskandar Sani (1569-1586 M)
16) Sultan Gapi Baguna (1586-1600 M)
17) Sultan Mole Majimo alias Zainuddin (1600-1626 M)
18) Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah (1626-1631 M)
19) Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642 M)
20) Sultan Saidi (1642-1653 M)
21) Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin (1653-1657 M)
22) Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674 M)
23) Sultan Hamzah Fahruddin (1674-1705 M)
24) Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708 M)
25) Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728 M)
26) Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728-1757 M)
27) Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin (1757-1779 M)
28) Sultan Patra Alam (1780-1783 M)
29) Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797 M)
30) Sultan Nuku (1797-1805 M)
31) Sultan Zainal Abidin (1805-1810 M)
32) Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810-1821 M)
33) Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856 M)
34) Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856-1892 M)
35) Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894 M)
36) Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan (1894-1906 M)
37)Sultan Zainal Abidin Syah (1947-1967 M)
38)Sultan Djafar Syah (1999-2012)
39)Sultan Husain Syah (2012-sekarang)
C. Sultan yang Terkenal di Kesultanan Ternate dan Tidore 1. Sultan yang
terkenal di Kesultanan Ternate
1) Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M)
Zainal Abidin adalah raja Ternate pertama yang menggunakan gelar
Sultan. Sultan yang mendapat julukan Sultan Bualawa atau Sultan
Cengkih ini pernah mendalami Islam secara langsung kepada Sunan

17
Giri di Jawa. Beberapa langkah besar yang dilakukan oleh Sultan
Zainal Abidin selama mempimpin Kesultanan Ternate adalah sebagai
berikut.
• Meninggalkan gelar Kolano yang digunakan pendahulunya
• Islam diakui sebagai agama resmi Kesultanan
• Memberlakukan Syariat Islam
• Membentuk lembaga Kesultanan sesuai hukum Islam dengan
melibatkan para ulama
• Mendirikan madrasah Islam pertama di Ternate
Sikap dan arahan Sultan Zainal Abidin ini kemudian diikuti secara total
oleh Kesultanan-Kesultanan lain di Maluku.
2) Sultan Bayanullah (1500 - 1522 M)
Sultan Bayanullah adalah putra pertama Sultan Zainal Abidin yang
turut membuat Kesultanan Ternate semakin berkembang. Pada masa
pemerintahannya, terjadi kemajuan teknik pembuatan perahu dan
senjata untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada periode ini pula
datang orang Eropa pertama di Maluku, Ludovico Varthema
(Lodewijk de Bartomo). Pada Tahun 1512 armada Portugis untuk
pertama kalinya menginjakkan kaki di Maluku di bawah pimpinan
Francisco Serrao. Karena menganggap kedatangan Portugis untuk
berdagang, Sultan Bayanullah menyambutnya dengan senang hati,
bahkan mengizinkan mereka untuk mendirikan pos dagang. Tetapi,
kedatangan Portugal adalah ingin menguasai perdagangan
rempahrempah pala dan cengkih di Maluku, sehingga langkah Sultan
Bayanullah ini pada akhirnya membawa kehancuran bagi negerinya.
3) Sultan Hidayatullah (1522 - 1529 M)

Sultan Hidayatullah adalah putra Sultan Bayanullah yang naik takhta


di usia sangat belia, sehingga pemerintahan dijalankannya bersama
sang ibu dan pamannya, Pangeran Taruwese. Namun, dua walinya
tersebut segera dimanfaatkan oleh Portugis untuk diadu domba
hingga akhirnya terjadilah perang antara pihak Sultan Hidayatullah

18
dan Pangeran Taruwese. Pangeran Taruwese yang didukung oleh
Portugis pun menang.
4) Sultan Khairun Jamil (1535 - 1570 M)
Sebelum Sultan Khairun Jamil berkuasa, Portugis telah menunjukkan
sikap sewenang-wenang terhadap Sultan Abu Hayat II (1529 - 1533
M) dan Sultan Tabariji (1533 - 1534 M). Hal ini membuat Sultan
Khairun Jamil membuat Aliansi Tiga bersama Aceh dan Demak
untuk membendung Portugis di nusantara. Langkah ini berhasil
menyulitkan Portugis hingga akhirnya memohon damai kepada
Sultan Khairun Jamil. Namun saat Sultan Khairun datang ke meja
perundingan, ia justru dibunuh dengan kejam.
5) Sultan Baabullah Datu Syah (1570 - 1583 M)
Pembunuhan terhadap Sultan Khairun Jamil membuat rakyat terbakar
amarahnya dan mendukung Sultan Baabullah untuk menggempur
pos-pos Portugis di Maluku juga wilayah timur Indonesia lainnya.
Setelah peperangan selama lima tahun, Portugis akhirnya
meninggalkan Maluku pada 1575 M. Kemenangan Ternate atas
Portugis ini tercatat sebagai kemenangan pertama putra nusantara
melawan kekuatan barat. Di bawah kekuasaan Sultan Baabullah,
wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate membentang dari Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, bagian selatan
Kepulauan Filipina, dan Kepulauan Marshall di Pasifik. Hal ini
membuat Sultan Baabullah dijuluki sebagai Penguasa 72 Pulau yang
semuanya berpenghuni.
2. Sultan yang terkenal di Kesultanan Tidore
1) Sultan Al Mansur (1512-1526 M)
Sepeninggal Sultan Jamaluddin, Kesultanan Tidore dipimpin oleh
Sultan Al Mansur (1512-1526 M), di mana pengaruh asing mulai
masuk ke Maluku Utara. Pada 1521, Sultan Mansur menerima
Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan
Ternate, pesaingnya yang bersekutu dengan Portugis. Pada periode

19
ini, Kesultanan Tidore berhasil mengembangkan kekuasaan terutama
ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian barat.
Persaingan antara Ternate-Portugis melawan Tidore-Spanyol
kemudian berakhir setelah dilakukan Perjanjian Saragosa pada 1529
M.
2) Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674 M)
Pada 1663, Spanyol mundur karena protes dari pihak Portugal sebagai
pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas. Dengan absennya
Spanyol, Tidore akhirnya diincar oleh VOC. Untuk menghindari
kerusakan dan kerugian, Sultan Saifuddin melakukan perjanjian
dengan VOC pada 1667 yang isinya sebagai berikut. VOC mengakui
hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja
Ampat dan Papua daratan Kesultanan Tidore memberikan hak
monopoli perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada
VOC.
3) Sultan Nuku (1797-1805 M)
Kejayaan Kesultanan Tidore terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Nuku (1797-1805 M). Sultan Nuku bahkan dapat menyatukan Ternate
dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu
Inggris. Gebrakan Sultan Nuku berhasil menolak penguasaan VOC
terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir
abad ke-18. Di bawah kekuasaannya, Kesultanan Tidore menjadi
sangat besar dan disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh
kolonial Eropa. Kesultanan Tidore berhasil menguasai sebagian besar
Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, dan pulau-pulau di pesisir
Papua bagian barat. Pada periode ini, struktur pemerintahannya pun
telah mapan dan berjalan dengan baik. Oleh rakyatnya, Sultan Nuku
dianggap sebagai sosok yang mampu mengubah masa lalu Maluku
yang kelam ke dalam era baru yang penuh kemauan dan kemampuan
untuk bangkit dari segala bentuk keterikatan dan penindasan

20
D. Kehidupan Kesultanan Ternate dan Tidore 1. Kehidupan kesultanan
Ternate

1) Kehidupan Politik Kesultanan Ternate


Kepulauan maluku memiliki Kesultanan kecil, diantaranya
Kesultanan ternate yang merupakan pemimpin Uli Lima yakni himpunan
lima bersaudara. Ketika bangsa portugis datang ke Maluku, mereka
langsung memihak dan membantu ternate karena beranggapan bahwa
ternate lebih kuat.
Di lain sisi, bangsa spanyol memihak tidore, sehingga terjadi
peperangan antara dua bangsa tersebut dan untuk menyelesaikan
pertikaian tersebut , Paus harus ikut campur dan membuat perjanjian
saragosa. Dalam perjanjian saragosa tersebut, bangsa spanyol diharuskan
pergi dari maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap di
Maluku.
• Sultan Hairun
Untuk memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan benteng
bernama Benteng Santo Paulo, tapi hal itu justru membuat rakya
makin benci terhadap mereka. Secara terang-terangan sultan hairun
menentang politik monopoli dari bangsa portugis.
• Sultan Baabullah
Sultan baabullah merupakan putra Sultan Hairun, ia juga melakukan
perlawanan pada portugis dan pada tahun 1575 M Portugis bisa
dikalahkan dan pergi dari benteng.
2) Kehidupan Ekonomi Kesultanan Ternate
Perekonomian masyarakat Ternate banyak ditunjang oleh
rempahrempah dan perikanan sebagai sektor ekonomi utamanya.
Memiliki tanah yang subur, wilayah Ternate banyak menghasilkan
rempah seperti pala dan cengkeh. Salah satu daerah penghasil rempah
terkenal di Ternate adalah Kepulauan Banda.
Minat pasar terhadap rempah mulai terlihat pada awal abad ke 12
dengan banyak meningkatnya permintaan cengkeh. Perdagangan rempah

21
di Ternate semakin meluas seiring dengan kecakapan dengan anjurannya
berdagang di luar Pulau Maluku.
Kemudian, perekonomian masyarakat juga ditunjang dengan
melimpahnya hasil laut di Kepulauan Maluku. Terutama ikan jenis
cakalang yang juga banyak diminati di pasaran.

3) Kehidupan Sosial Kesultanan Ternate


Selain untuk menjalin perdagangan dan memperoleh rempah, tujuan
kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku adalah untuk
menyebarkan agama katholik. Pada tahun 1534 M, agama Katholik telah
berkembang di Halmahera, Ternate, dan Ambon oleh Fransiskus
Xaverius.
Sebagian besar wilayah Maluku telah menganut agama Islam
terutama Ternate. Sehingga, perbedaan agama tersebut digunakan bangsa
Portugis untuk menyulut pertikaian antar pemeluk agama. Setelah
pertikaian terjadi maka bangsa Portugis akan memperuncing keadaan
dengan ikut campur tangan dalam pemerintahan, sehingga seolah-olah
merekalah yang berkuasa.
Kedatangan Belanda ke Maluku, membuat penganut agama Katholik
harus berganti menganut agama Protestan. Hal tersebut menyebabkan
bermunculan konflik sosial yang sangat besar dan kehidupan rakyat
semakin tertekan.
Situasi tersebut menyulut kemaerahan amarah rakyat Maluku pada
Belanda. Dengan dipimpin Sultan Ternate maka terjadilah perang umum
tapi perlawanan tersebut bisa diredakan pihak Belanda. Pada saat
pemerintahan Belanda, rakyat Maluku sangat menderita sehingga
muncul perlawanan terhadap Belanda.

4) Kehidupan Agama Kesultanan Ternate


Sesuai dengan namanya, Kesultanan Ternate merupakan Kesultanan
Islam dengan mayoritas masyarakat pemeluk agama Islam. Meskipun
demikian, setelah kedatangan Portugis dan Belanda ke Ternate,
masyarakat juga mulai mengenal agama Khatolik dan juga Protestan.

22
5) Kehidupan Kebudayaan Kesultanan Ternate
Kehidupan kebudayaan masyarakat Ternate sehari-harinya banyak
dipengaruhi oleh hukum-hukum Islam. Salah satu peristiwa yang
menjadi bukti adalah pada saat dijalankannya sumpah perdamaian antara
De Mesquita dengan Sultan Hirun. Perjanjian dilaksanakan dengan
mengambil sumpah lewat Al-Qur‟an.
Kentalnya pengaruh agama Islam juga dapat diamati dari bangunan
serta peninggalan yang di daerah Ternate. Peninggalan ini seperti Masjid
Sultan Ternate dan Ternate.
2. Kehidupan kesultanan Tidore
1) Kehidupan Politik Kesultanan Tidore
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan dengan
baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya,
Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana
KesultananKesultanan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan
dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari
Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari
Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama
ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi sultan.
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem
pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan
(kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut
Syara, adat se nakudi. Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana
tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana menteri). Anggota Dewan
wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak bobato; semcam
departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas
untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir. Empat
bobato tersebut adalah:
• Pehak labe, semacam departemen agama yang membidangi
masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi,
imam, khatib dan modem

23
• Pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang terdiri
dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade (menteri
urusan luar), Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato
Ngofa (menteri urusan kabinet).
• Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari
Kapita Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa.
• Pehak juru tulis yang dipimpin oleh seorang berpangkat Tullamo
(sekretaris Kesultanan). Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah
tangga), Sowohi Kie (protokoler Kesultanan bidang kerohanian),
Sowohi Cina (protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira
Ngare (public relation kesultanan) dan Syahbandar (urusan
administrasi pelayaran).
Selain itu masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas
pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli
yang membidangi urusan propaganda.
2) Kehidupan Ekonomi Kesultanan Tidore
Masyarakat Kesultanan Tidore dapat bertahan hidup dengan
memanfaatkan tanah mereka untuk membudidayakan berbagai tanaman.
Tanah di sana memang cukup subur untuk ditanami tumbuhtumbuhan.
Dengan adanya gunung api dan wilayah tersebut termasuk rangkaian
cincin api (ring of fire) tentunya membuat unsur hara di sana berlimpah.
Warga Kesultanan tersebut banyak yang menanam beberapa
rempahrempah yang kemudian dijual hingga ke negeri lain. Salah satu
hasil bumi yang marak dilestarikan oleh masyarakatnya yaitu cengkeh.
Selain itu, lada juga menjadi salah satu komoditas unggulan pada masa
itu.
Dengan mudahnya akses ke berbagai daerah karena langsung
berhadapan dengan lautan, membuat kesultanan tersebut bisa dengan
gampangnya melakukan hubungan dagang bersama berbagai Kesultanan
lainnya. Inilah yang menopang kehidupan masyarakat di sana kala itu.
3) Kehidupan Sosial Kesultanan Tidore

24
Kesultanan Tidore sangat memegang teguh kepercayaannya terhadap
ajaran Islam. Hal inilah yang mempengaruhi bagaimana aturan di sana
dibuat serta pola tingkah laku masyarakatnya. Tak heran jika kesultanan
tersebut menjadi pusat penyebaran agama tersebut di tanah bagian timur
Indonesia.
Alim ulama dan pendakwah agama menjadi sosok yang sangat
dihormati oleh orang-orang. Mereka memegang peran penting dalam
pemerintahan seperti misalnya penasehat raja dan juga salah satu tokoh
berpengaruh masyarakat.
Bahasa yang digunakan untuk percakapan keseharian adalah Bahasa
Tidore. Ini merupakan salah satu turunan dari golongan bahasa Non
Austronesia. Dengan alat komunikasi tersebut, para warganya
menciptakan berbagai produk budaya seperti syair dan
karangankarangan yang lain.
4) Kehidupan Agama Kesultanan Tidore
Sebagai kesultanan berlandaskan ajaran Islam, Tidore sangat kental
dengan corak agama tersebut. Hukum yang berlaku di sana dibuat
berdasarkan Al-Quran serta Hadist. Bahkan ketika mereka melakukan
perundingan dengan pihak penjajah, mereka menggunakan kitab suci
sebagai pedoman dan saksi atas kesepakatan tersebut.
5) Kehidupan Budaya Kesultanan Tidore
Berbeda dengan kebanyakan masyarakat dunia, Kesultanan Tidore
menggunakan pola matrilineal dalam mewarisi keturunannya. Ini berarti
garis keturunan didapatkan dari pihak perempuan. Sang ibulah yang
nantinya akan mewarisi identitas dari anaknya. Akan tetapi dengan
pengaruh Islam, pola tersebut semakin menurun eksistensinya dan
beralih sebaliknya.
Tradisi di sana mengenai pernikahan, yaitu menyatukan antar sepupu
atau sering disebut dengan kufu. Jadi, masih memiliki hubungan darah
yang cukup dekat namun diperbolehkan dalam kepercayaan yang
berkembang. Seusai pernikahan, Kedua mempelai bisa memilih sendiri

25
apakah ingin tinggal dekat dengan keluarga pihak laki-laki ataupun
perempuan.
E. Masa Kejayaan Kesultanan Ternate dan Tidore 1. Masa kejayaan
Kesultanan Ternate
Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami
kebesarannya. Selain Baabullah berhasil mengenyahkan kekuasaan orang
Portugis dan Maluku Utara, Baabullah berhasil pula meluaskan
kekuasaannya hingga Mindanao di sebelah Utara dan Hitu (Ambon) di
sebelah selatan. Kekuasaan Ternate meliputi 72 pulau besar dan kecil.
Sedangkan usaha Ternate untuk menguasai Tidore mengalami kegagalan.
Demikian pula usahanya untuk mengusir Portugis dari Ambon.
Sepeninggal Baabullah pada tahun 1583, takhta jatuh ketangan putranya:
Sahid Barkat. Lambat laun kebesaran Ternate mulai suram, karena
menghadapi tekanan yang berat dari Spanyol di sebelah utara dan VOC di
sebelah selatan. Kemudian setelah Spanyol memusatkan seluruh
perhatiannya ke Pilipina, VOC dengan leluasa menanamkan pengaruhnya
di Maluku. Sultan Ternate dan Tidore mengakui kekuasaan VOC hingga
bukan lagi sebagai suatu negara yang bebas dan merdeka (pertengahan
abad 17).
Perlawanan Kesultanan Ternate Terhadap Portugis-Spanyol
Berikut ini terdapat beberapa perlawanan Kesultanan ternate terhadap
portugis-Spanyol, yaitu sebagai berikut:
o Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara-saudaranya membuat Sultan
Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku.
Tindak-tanduk bangsa Barat yang satu ini juga menimbulkan
kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang Sultan Khairun.
Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari
tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-
16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun
1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak
terjang Portugal di Nusantara.
26
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan
perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah
sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di
seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu–sekutu suku pribumi
yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate.
Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam
kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan
mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada
Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de Mesquita
mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya
dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate
untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini
mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-
1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur
Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya
Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575.
Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak
kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di
bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari
Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di
bagian selatan.
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya
berpenghuni hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai
Kesultanan Islam terbesar di Indonesia timur, di samping Aceh dan
Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu.
Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah
sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal
mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.
o Kedatangan Belanda

27
Putra Sultan Ternate bersama seorangcontroleur dan seorang
warga Belanda(sekitar tahun 1900). Sepeninggal Sultan Baabullah,
Ternate mulai melemah, Kesultanan Spanyol yang telah bersatu
dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali
Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol
memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi
dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal, bahkan
Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke
Manila.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate
meminta bantuan Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya
berhasil menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal.
Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate.
Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani
kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda
melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun
benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka
di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara
Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan
bangsawan Ternate. Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-
1624), raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja
Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan
dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda
dengan menjual rempah-rempah kepada pedagang Jawa dan
Makassar.
2. Masa kejayaan Kesultanan Tidore
Masa kejayaan Kesultanan Tidore ketika pada masa pemerintahan Sultan
Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore
untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda
kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak

28
mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada.
Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan
Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah
Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Kesultanan Tidore banyak
didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke
Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda
Sultan kedua Tidore adalah Almansur yang naik takhta pada tahun 1512
dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai pusat pemerintahan. Ia
adalah Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore untuk
beraliansi secara strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun oleh
Ternate dan Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November
1521, turut serta dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta,
seorang etnolog dan sejarawan Italia.
Sultan Almansur memberikan tempat bagi Spanyol untuk melakukan
perdagangan di Tidore. Sepotong kain merah ditukar dengan cengkih satu
bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor cengkih, tiga buah
gong dengan dua bokor cengkih. Dengan cepat cengkih di seluruh Tidore
ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian dan Bacan.
Demikianlah kerjasama antara Tidore dan Spanyol semakin berkembang,
tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.
Pada tahun 1524, didasari persaingan ekonomi berupa penguasaan
wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan Ternate dan
Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil masuk
ke ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan
tersebut mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore

29
sepenuhnya dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian. Dua
tahun berikutnya (1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan
pengganti.
Kegagalan serangan tersebut berujung dilakukannya perjanjian Zaragosa
antara Raja Portugis, John III dan Raja Spanyol, Charles V pada tahun
1529. Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats, Charles V bersedia
melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut tidak
serta merta menyebabkan seluruh armada Spanyol keluar dari Maluku.
Pada tahun yang sama dengan Perjanjian Zaragosa, putera bungsu
Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik sebagai Sultan Tidore
dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi Kesultanan
Tidore sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika Gubernur
Portugis di Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali
meyerang Tidore. Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore
pada tanggal 21 Desember 1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual
seluruh rempah-rempahnya kepada Portugis dengan imbalan Portugis akan
meninggalkan Tidore.
Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen wafat dan
digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat estafet kesultanan
berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan Gapi Baguna
hingga tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang luar biasa
di Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun
Benteng “Dos Reis Mogos” di Tidore. Namun demikian benteng tersebut
tidak mencampuri urusan internal kesultanan.
Kejadian penting lainnya yang patut dicatat adalah terjadinya unifikasi
kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di bawah pimpinan Raja
Spanyol pada tahun 1580. Sehingga demikian semua benteng Portugis dan
Spanyol di seluruh kepulauan Maluku dapat digunakan oleh kedua belah
pihak.
Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu
penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah,

30
Sultan Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya
Gubernur Portugis terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda,
menunjukkan berakhirnya kekuasaan Portugis di Nusantara. Hal ini
mengakibatkan mau tidak mau armada perang Portugis membentuk
persekutuan dengan Spanyol di kepulauan Maluku.
Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Don
Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik VOC-Belanda memperluas
wilayah dagangnya hingga Maluku. Karena merasa terancam dengan
kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama
dengan Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng
Gamlamo tentu saja dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu
dipimpin oleh Sultan Mole Majimu.
Spanyol berhasil menguasai Benteng Gamlamo di Ternate, tetapi tidak
lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula membuat benteng yang
kemudian disebut sebagai “Fort Oranje” pada tahun 1607 di sebelah timur
laut Benteng Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer dengan
Spanyol. Paulus van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di
Kepulauan Maluku.
Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah yaitu Sultan Saifudin, pada tahun
1663 secara mengejutkan Spanyol menarik seluruh kekuatannya dari
Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina.
Gubernur Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara,
membutuhkan semua kekuatan untuk mempertahankan Manila dari
serangan bajak laut Cina, Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don
Francisco de Atienza Ibanez, nampak meninggalkan kepulauan Maluku
pada bulan Juni 1663. Maka berakhirlah kekuasaan Spanyol di Kepulauan
Maluku.
Dengan tiadanya dukungan militer dari Spanyol, otomatis kekuatan
Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan militer terbesar
satu-satunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu. Akhirnya
Sultan Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana

31
Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana
isinya adalah : (1) VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan
Tidore atas Kepulauan Raja Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan
Tidore memberikan hak monopoli perdagangan rempahrempah dalam
wilayahnya kepada VOC.
Batavia kemudian mengeluarkan Ordinansi untuk Tidore yang membatasi
produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan Banda dan Ambon. Di
luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk dibasmi.
Pohon-pohon rempah yang „berlebih‟ ditebang untuk mengurangi
produksi rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda
memegang kendali perdagangan atas Maluku.
Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda tersebut, yaitu memusnahkan
atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan
Maluku, disebut sebagai “Hongi Tochten”. Kesultanan Ternate sebenarnya
telah terlebih dahulu mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan
“Hongi Tochten” pada tahun 1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa
waktu berikutnya setelah Tidore mengakui kekuatan ekonomimiliter
Belanda di Maluku. Pihak kesultanan menerima imbalan tertentu
(recognitie penningen) dari pihak VOC akibat operasi ini. “Hongi
Tochten” dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang memasarkan
cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.
Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan Tidore semakin melemah.
Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan istana
kesultanan menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok
sebagian besar wilayah Tidore. Hal ini mencapai puncaknya hingga
pemerintahan Sultan Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan
mencatat bahwa sultan ini memiliki perangai yang kurang baik. Namun
demikian lambat laun situasi mulai berubah ketika Tidore memiliki Sultan
yang terbesar sepanjang sejarah mereka yaitu Sultan Nuku.
Perlawanan Sultan Nuku dari Tidore

32
Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore
dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai wilayah yang merdeka
lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkan
olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera
Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua
Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan
Garang, Watubela dan Tor.
Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan Nuku memperoleh kemenangan
yang gemilang. Ia berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari
kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya. Penghujung abad ke-
18 dan permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku.
Pada titik ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan
keagungan Sultan Babullah yang telah mengusir Portugis dari Ternate.
Kemenangan-kemenangan yang diraih Sultan Nuku juga tidak lepas
dari kondisi politik yang terjadi di negeri Belanda. Tahun 1794, Napoleon
Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan Raja Willem V
mengungsi ke Inggris. Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan
instruksi ke seluruh Gubernur Jenderal daerah jajahannya agar
menyerahkan daerahnya ke Inggris supaya tidak jatuh ke tangan Perancis.
Tahun 1796, Inggris menduduki. Ditambah dengan bubarnya VOC pada
Desember 1799, maka hal ini semakin memperlemah kedudukan Belanda
di Kepulauan Maluku.
Tetapi pada tanggal 14 November 1805, Tidore kehilangan seorang sultan
yang pada masa hidupnya dikenal sebagai “Jou Barakati” atau di kalangan
orang Inggris disapa dengan “Lord of Forrtune”. Wafatnya Sultan Nuku
dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Malaku,
tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Lolada
yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya.
Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku terkenal
akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi masa
lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan

33
kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri
dari segala bentuk keterikatan, ketidak bebasan dan penindasan.
F. Runtuhnya Kesultanan Ternate dan Tidore 1. Runtuhnya Kesultanan
Ternate
Lama kelamaan pengaruh dan kekuasaan Belanda semakin kuat terhadap
Ternate. Secara leluasa, Belanda membuat peraturan melalui sultan yang
membuat rakyat merugikan. Sikap Belanda yang seenaknya juga sultan yang
menurut pada perintah Belanda membuat semua kalangan geram. Selama
abad ke tuhuh belas, terjadi sejumlah pemberontakan yang dilakukan para
bangsawan juga rakyat disana, diantaranya:
Pada 1635, Belanda melakukan penebangan pohin cengkeh dan pala di
seluruh Maluku secara besar besaran atau disebut Hongi Tochten, tujuannya
agar lebih mudah mengawasi dan mengendalikan harga rempah yang turun.
Hal tersebut tentu saja menyulut amarah rakyat. Dengan dipimpin raja muda
ambon yang bernama Salahakan Luhu, tahun 1641 bersama puluhan ribu
prajurit dari Ternate, Hitu (Ambon) dan Makassar melakukan penyerbuan
markas Belanda yang ada di Maluku Tengah. Pada tanggal 16 Juni 1643,
Salahakan Luhu dan seluruh keluarganya berhasil tertangkap dan dihukum
mati. Setelah itu, perjuangan diteruskan Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi
yang merupakan saudara ipar Luhu sampai tahun 1646.
Pada 1650, terjadi pemberontakan di Ternate dan Ambon yang dilakukan
para bangsawan Ternate, pemicunya adalah kedekatan dan penurutnya
Sultan Mandarsyah pada Belanda. Sehingga pemberontakan ini dilakukan
untuk menjatuhkan sultan dari tahta. Diantara para pemberontak ada tiga
pangeran yaitu pangeran Saidi (panglima tertinggi ternate), pangeran Majira
(raja muda ambon) dan pangeran Kalamata(adik sultan Mandarsyah).
Pangeran Saidi dan Pangeran Majira mengomando perlawanan di wilayah
Maluku Tengah sedangkan Pangeran Kalamata bersama Sultan Hasanuddin.
Pemberontakan yang dilakukan para bangsawan tersebut pernah berhasil
melengserkan tahta Sultan Mandarsyah dan membuat Sultan Manilha naik
tahta tapi Sultan Mandarsyah berhasil merebut kembali tahtanya dengan
bantuan Belanda. Namun setelah lima tahun berjalan, pemberontakan
34
Pangeran Saidi dan lainnya bisa dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa dengan
kejam samppai tewas mati sedangkan Pangeran Majira dan Pangeran
Kalamata diampuni oleh sultan tapi mereka diasingkan.
Tindakan kejam Belanda kepada rakyat membuat geram Sultan
Muhammad Nurul Islam atau Sultan Sibori. Kemudian Sultan Sibori
bersekutu dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, tapi usaha
mereka menghimpun kekuatan kurang maksimal sebab daerah strategis
untuk melakukan perlawanan telah jatuh ke tangan Belanda karena
perjanjian yang dilakukan pendahulu dengan pihak Belanda. Pasukan Sultan
Sibori gagal lalu mundur ke Jailolo. Pada 7 Juli 1683, Sultan Sibori dengan
keterpaksaan mau melakukan perjanjian yang intinya membuat Kesultanan
Ternate menjadi Kesultanan dibawah kekuasaan Belanda dan menjadi akhir
masa kedaulatan Ternate.
Meski kekuasaan mereka telah hilang, sejumlah penerus sultan Ternate
terus melakukan perjuangan untuk melepaskan Ternate dari belenggu
Belanda. Karena terus diawasi oleh Belanda, para sultan hanya bisa memberi
dukungan pada rakyat secara diam-diam karena ruang gerak mereka yang
sempit.
Pada 1914, Sultan Haji Muhammad Usman Syah mulai menggerakan
rakyat yang ada di wilayah kekuasannya untuk melakukan perlawanan
kepada Belanda, diawali dengan wilayah Banggai dengan dipimpin oleh
Hairuddin Tomagola namun tidak berhasil.
Dengan dipimpin Kapita Banua, rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao
melakukan perlawanan di Jailolo, mereka berhasil membuat Belanda
mengalami kerugian, para prajuritnya banyak tewas termasuk Controleur
Belanda Agerbeek serta markas mereka dihancurkan. namun perlawanan
tersebut denga mudah dipadamkan Belanda karena kekuatan militer dan
persenjataan Belanda yang lebih unggul. Kapita Banau berhasil tertangkap
dan dihukum gantung.
Pada 23 September 1915, berdasarkan keputusan pemerintah Hindia

35
Belanda, p 1915 no. 47, setelah terbukti mendalangi pemberontakan, Sultan
Haji Muhammad Usman Syah akhirnya diturunkan dari tahta lalu semua
hartanya disita kemudian diasingkan ke Bandung lalu tahun 1927 disana ia
wafat.
Sempat terjadi kekosongan posisi sultan Ternate selama 14 tahun setelah
pelengseran Sultan Haji Muhammad Usman Syah, sedangkan pemerintahan
adat dipimpin oleh Jogugu dan juga dewan kesultanan. Belanda sempat
memiliki niat untuk menghapuskan Kesultanan Ternate namun diurungkan
karena mereka cemas dengan reaksi kerasrakyat yang akan menyebabkan
pemberontakan kembali dan pula letak ternate yang jauh dari Batavia yang
merupakan pusat pemerintahan Belanda.
Lebih singkatnya, penyebab kemunduran Kesultanan Ternate adalah
adanya tindakan adu domba yang dilakukan bangsa asing (Portugis dan
Spanyol) untuk memecah belah Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore
y dengan tujuan untuk memonopoli semua rempah yang ada di wilayah
tersebut. Setelah sadar telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol,
akhirnya Sultan Ternate dan Sultan Tidore bersatu dan sukses membuat
Portugis dan Spanyol pergi dari Maluku.
Suka cita setelah mengalami keberhasilan mengusir penjajah tersebut
tidak berlangsung lama, hal tersebut disebabkan kongsi dagang belanda
yaitu VOC berhasil memonopoli perdagangan rempah di Maluku serta
dengan strategi dan kerja yang tersusun dengan rapi berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terawasi, mereka
berhasil menguasai ternate.
2. Runtuhnya Kesultanan Ternate
Mundurnya Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan
Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan
Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-
rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa
mereka telah Diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian

36
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan
Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa
menyebarkan Islam ke sana.Dari sini muncul empat Kesultanan Islam di
Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku EmpatRaja) yaitu
Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500),
Kesultanan Tidoreyang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo
yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, danKesultanan Bacan yang dipimpin
oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa,masyarakat
muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, danHalmahera. Kesultanan Ternate dan Tidore yang terletak di
sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara)adalah dua Kesultanan yang
37
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan
asingyang mencoba menguasai Maluku.
Kesultanan Ternate dan Tidore memiliki letak yang sangat penting
dalam dunia perdagangan padamasa itu. Kedua Kesultanan ini terletak di
daerah Kepulauan Maluku. Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan
penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice
Island".
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bisa membantu para pembacanya,
dari keberadaan Kesultanan Ternate dan Tidore di wilayah Nusantara pada
masa yang lalu. Maka kita wajib mensyukuri. Rasa syukur tersebut dapat di
wujudkan dalam sikap dan perilaku dengan hati yang tulus serta di dorong
rasa tanggung jawab yang tinggi untuk melestarikan dan memelihara
budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut berpartisipasi dalam menjamin
kelestariannya berarti kita ikut mengangkat derajat dan jati diri bangsa.
Namun disini pemakalah hanya lah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan, dengan begitu para pembaca hendanya tidak terpaku pada satu
sumber referensi saja tetapi memiliki banyak referensi Daftar Pustaka

Alwi, Des, 2005. Sejarah Maluku Banda naira, Ternate, Tidore dan Ambon.
Jakarta: Dian Rakyat.
Alwi, Des. 2005. Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon.
Jakarta: Dian Rakyat

Amal, Adnan Amal dan Syamsir Andili. 2003. Ternate dalam Perspektif Sejarah.
Ternate: Pemerintah Kota Ternate
Amal, M. Adnan. 2007. Kepulauaan Rempah-Rempah Perjalanan Sejarah
Maluku Utara 1250- 1950, Nara Cipta Litera dengan Bursa Kawasan Timur
Indonesia (BakTI)
Amal, M. Adnan. 2010. Kepulauan Rempah-rempah. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
Asba, A. Rasyid. 2011. “Pendidikan Di Maluku Utara Pada Masa

38
Kesultanan Ternate dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya” Makalah Ini
disampaikan pada Seminar Internasinal dan Workshop dengan Tema
Pendidikan di Maluku Utara dalam Perspektif Sejarah dan Budaya yang
diselenggarakan oleh STAIN Ternate bekerjasama Dengan Turki Foundation
di Kota Ternate pada tanggal 21 Okto-ber- 23 Oktober.
Atjo, Rusli Andi. 2008. Peninggalan Sejarah di Pulau Ternate, Jakarta:
Cikoro Printing.

Darmajaya, 2010. Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta, Pustaka AlKautsar.


Fraassen. 1987. Ternate, Maluku di Indonesia. Disertasi: Leiden
Harun, M. Yahya. 1995. Kesultanan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII.
Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejatera

A. Hasymy. 1993. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia.


Bandung: Alma‟arif.
Hidayat, Komaruddin dkk. 2006. Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di
Indonesia. Bandung: Mizan

Irza Arnyta. 2006. Jejak Portugis di Maluku Utara. Yogyakarta: Ombak

Latif Doa, Busranto. 2007. Serba-serbi Tradisi dan Budaya Ternat . Jakarta: Hak
Cipta

Mundzirin, dkk. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka


Piinus
Suwondo, Bambang. 1977. Sejarah daerah Maluku. Jakarta: Proyek
Pengambangan Media Kebudayaan

Tim Peneliti IAIN Ternate, Sejarah Sosial Kesultanan Ternate. Jakarta: Puslitbang
Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2010.

39

Anda mungkin juga menyukai