A. LETAK KERAJAAN
KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak
menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat,
sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan
perdagangan keluar Maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu
mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
D. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin
perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai
pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus
Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama
Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang
perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing
pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi
maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang
Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang
berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah
memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat
dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang
luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan
Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan
oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda
sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
E. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya
tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam
bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita
ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate
dan Tidore.
Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat
dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan
kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah
Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang
monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alquran kuno dan berbagai
naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan
kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak
berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih
luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak
keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang
menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang
menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan
dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula beberapa
bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan
peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid
kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan
Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah
bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan
Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam
yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap
sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya
sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat,
yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan
juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno,
mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat
fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996). Dari data arkeologi ini
dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan
corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara
arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur
baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang
berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak menunjukkan perbedaan yang
menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada
juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam para Raja
Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi
ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa
kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih
berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain
itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno
dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah
tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini berjalan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu
misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media
sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam
dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran
kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam yang mapan
keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili terutama
kerajaan Islam Ternate dan Tidore.
Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah dikenal dalam kancah
perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang
berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk
berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis,
Belanda, dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh
dan pala.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara
harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh
empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga
saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan
mulai dijalin.
Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang
berkedudukan di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju
wilayah Maluku. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate
pada tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan
Trinidad di Tidore.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan
Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil
mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai
memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah
perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan.
Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat
yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan
nasional.
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan
perdagangan.Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa
menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang
disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada
masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar
sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang
terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang
memiliki peran yang menonjol dalammenghadapi kekuatan-kekuatan asing yang
mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate
dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh,
sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam
perdagangan.
Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya
meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Kai, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi
Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.
Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)
Terletak di Maluku
Terletak di Maluku
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
KERAJAAN TIDORE
A. Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta
pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan
Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau
Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
B. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahanSultan
Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir
dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali
hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada.
Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol,
Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah
kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau
Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin.
Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
C.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan
sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat
Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian
dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsabangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,
dan Belanda.
D.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.