Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah
membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para
pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke
Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk
ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi
Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang
Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini
adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi
sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian
kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang
memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.
Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
B.TUJUAN
Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis
sejarah dan perkembangan islam di Maluku Utara mulai dari titik awal penyebaran
hingga perkembangannya dalam proses Islamisasi di Ternate dan sekitarnya,
menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan khusunya kerajaan
Islam di Maluku dan sekitarnya serta peninggalan-peninggalan yang sangat
melekat dikalangan masyarakat Maluku. Tujuan khususnya yaitu untuk memenuhi
tugas Pendidikan Agama Islam (PAI).
BAB II
PEMBAHASAN
A.Awal Berdirinya
Ternate dan Tidore termasuk salah satu Kerajaan Islam di Indonesia.
Kerajaan Ternate dan Tidore berdiri sejak abad ke-13 M. Kerajaan-kerajaan
tersebut terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Maluku
merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di seluruh dunia. Oleh karena
itu Maluku mendapat julukan The Spicy Island (pulau rempah-rempah).
Banyak pedagang-pedagang dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke
Maluku.
Pada mulanya di Maluku berdiri beberapa kerajaan-kerajaan kecil.
Kerajan-kerajaan tersebut, tergabung ke dalam dua kelompok, yaitu Ulilima
dan Ulisiwa. Ulilima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate
yaitu : Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Ulisiwa (persekutuan sembilan
bersaudara) dipimpin oleh Tidore yaitu : Makayan, Jahilolo atau Halmahera
dan pulau-pulau didekat Papua. Antara kedua persekutuan itu seringkali terjadi
perselisihan
Perselisihan antara Ulilima dan Ulisiwa memuncak ketika bangsa Barat
datang ke Maluku. Ketika Portugis datang ke Maluku, Ternate segera
bersekutu dengan bangsa Portugis pada tahun 1512. Demikian juga ketika
Spanyol, yang juga sedang bermusuhan dengan Portugis datang ke Maluku
pada tahun 1521, maka segera bersekutu dengan Tidore.
Kerajaan Ternate dengan ibukotanya di Sampalu, pada akhir abad ke-15
berubah menjadi kerajaan Islam. Tokoh yang berjasa dalam pengislaman
Ternate adalah Sunan Giri dari Gresik. Raja Ternate pertama yang beragama
Islam adalah Sultan Marhum (1465-1485). Raja-raja berikutnya adalah Zainal
Abidin, Sultan Sirullah, Sultan Hairun dan Sultan Baabullah. Sedangkan di
Tidore, menurut berita Portugis agama Islam masuk kurang lebih tahun 1471.
Penyebaran agama Islam di Tidore dilakukan oleh para pedagang Islam dari
Gresik, Jawa Timur.
Setelah sepuluh tahun berada di Maluku, Portugis mendapatkan izin untuk
membangun Benteng Santo Paulo dengan alasan untuk melindungi Ternate
dari serangan Tidore yang dibantu Spanyol. Namun, kemudian Portugis
melakukan monopoli perdagangan, ikut campur masalah dalam negeri Ternate.
Secara geografis Kerajaan Ternate dan Tidore memiliki letak yang sangat penting
dalam
dunia perdagangan pada masa itu. Kedua kerajaan ini terletak di daerah Kepulauan
Maluku. Pada
masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar,
sehingga dijuluki
sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia
pelayaran
perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang
ke daerah
Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/
muncullah hasrat
untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi
aspek-aspek
kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
A. Kehidupan Politik
Di Kepulauan Maluku banyak terdapat kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan
Ternate sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan lima bersaudara dengan
wilayahnya mencakup pulau-pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon.
Sementera
itu, Kerajaan Tidore memimpin Uli Siwa, yang berarti persekutuan sembilan
bersaudara
dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Makayan, Jahilolo atau Halmahera, dan
pulau-
pulau di antara daerah itu sampai dengan Irian Barat.
Ketika bangsa Portugis masuk ke Maluku, Portugis langsung memihak dan
membantu Ternate pada tahun 1521. Hal ini dikarenakan Portugis mengira Ternate
lebih
kuat. Begitu pula bangsa Spanyol yang ketika datang di Maluku langsung membantu
Tidore. Terjadilah perselisihan antara kedua bangsa kulit putih tersebut di daerah
Maluku.
Untuk menyelesaian perselisihan kedua bangsa itu, Paus turun tangan dan menen-
tukan
garis batas wilayah timur melalui Perjanjian Saragosa. Dalam Perjanjian Saragosa
dinyatakan bahwa bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan pindah ke
Filipina,
sedangkan Portugis tetap menguasai daerah-daerah di Maluku. Sultan Hairun Untuk
dapat
memperkuat kedudukannya di Maluku, Portugis mendirikan benteng yang diberi
nama
Benteng Santo Paulo. Namun semakin lama tindakan Portugis semakin dibenci oleh
rakyat
dan bahkan oleh para pejabat Kerajaan Temate. Sultan Hairun, penguasa Ternate,
semakin
bertambah bend (anti) melihat tindakan-tindakan dan gerak-gerik bangsa Portugis.
Oleh
karena itu. Sultan Hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari
bangsa
Portugis.
Sultan Baabullah Dengan kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku di bawah
pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun), bangkit menentang Portugis. Tahun
1575 M, Portugis dapat dikalahkan dan diberi kesempatan untuk meninggalkan
benteng.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi
tidak
lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana
sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam
wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak
pendapat
1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.
B.Kehidupan Ekonomi
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan
pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh
merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari
maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian
perikanan
turut mendukung perekonomian masyarakat.
C. Kehidupan Sosial
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin
perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai
pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus
Xaverius.Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama
Ternate
sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan
agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan
antara
para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan
akan
diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang
pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk
agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan
masalah-
masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya
kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada
kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar,
namun
perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat
Maluku
pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan
menentang Kompeni Belanda.
D.Kehidupan Budaya
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak
begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam
bentuk
kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui
sejak
dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana.
Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha
(Maluku Empat
Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500),
Kesultanan Tidore
yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan
Sarajati, dan
Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu
berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, dan
Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera
(Maluku Utara)
adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi
kekuatan-kekuatan asing
yang mencoba menguasai Maluku.
Kerajaan Ternate dan Tidore memiliki letak yang sangat penting dalam dunia
perdagangan pada
masa itu. Kedua kerajaan ini terletak di daerah Kepulauan Maluku. Pada masa itu,
Kepulauan Maluku
merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice
Island".
SARAN
Dari keberadaanya Kerajaan Ternate & Tidore di wilayah nusantara pada masa yang
lalu.
Maka kita wajib mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap
dan perilaku
dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
melestarikan dan
memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut berpartisipasi dalam menjamin
kelestariannya
berarti kita ikut mengangkat derajat dan jati diri bangsa. Oleh karena itu marilah kita
bersama-sama
menjaga dan memelihara peninggalan budaya bangsa yang menjadi kebanggaan kita
semua