Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Kerajaan Ternate

Melansir buku Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia oleh Amarseto Binuko,


Kerajaan Ternate bermula dari keberadaan empat kampung yang masing-masing
dikepalai oleh seorang kepala marga atau disebut Momole.

Kemudian empat kampung tersebut sepakat membuat kerajaan tetapi kala itu
raja dan rakyatnya belum diketahui agamanya. Setelah dilakukan musyawarah,
para Momole sepakat menunjuk Momole Ciko sebagai raja. Momole Ciko resmi
menjadi raja pertama Kerajaan Ternate dengan gelar Baab Mashur Malamo sejak
1257 M.

Mengutip buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara oleh Deni Prasetyo, pada


abad ke-14 di daerah Maluku Utara berdiri Kesultanan Ternate dan Kesultanan
Tidore. Kedua kerajaan ini terkenal akan hasil rempahnya dan harganya yang
tinggi membuat rakyat di Maluku makmur.

Pada pertengahan abad ke-15, kegiatan perdagangan rempah-rempah di Maluku


makin ramai. Banyak pedagang Jawa, Melayu, Arab, dan China datang ke Maluku
untuk membeli rempah-rempah.

Hubungan pedagang-pedagang di Maluku dan pedagang-pedagang Jawa makin


akrab. Hal ini yang kemudian memudahkan proses penyebaran agama Islam ke
kesultanan Ternate dan Tidore.

Pada awalnya, kesultanan yang dulunya bernama Kerajaan Gapi ini belum
bercorak Islam. Agama Islam mulai menyebar pada abad ke-14, keluarga kerajaan
baru memeluk Islam pada masa pemerintahan Raja Kolano Marhum (1432-1486
M).

Saat Kolano Mahrum berkuasa, datang seorang dari Jawa bernama Maulana
Husein yang mengajarkan membaca Al Quran dan menulis huruf Arab. Hal ini
yang membuat raja, keluarga kerajaan, dan masyarakat Ternate tertarik untuk
memeluk Islam.

Kolano Marhum menjadi Raja Ternate pertama yang memeluk Islam. Putranya
yakni Zainal Abidin yang berkuasa pada 1486-1500 M mulai memberlakukan
hukum-hukum Islam. Setelah bertransformasi menjadi kesultanan Islam, gelar
kolano atau raja kemudian diganti menjadi sultan.

Kerajaan Ternate mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Baabullah wafat


pada 1583 M. Tak lama kemudian, Spanyol melakukan serangan dan berhasil
merebut Benteng Gamulamu pada 1606 M.

Sejak saat itu, VOC memegang hak atas monopoli perdagangan dan mulai
mendirikan benteng di Ternate. Menjelang akhir abad ke-17, Kerajaan Ternate
sepenuhnya berada di bawah kendali VOC.

Letak Kerajaan Ternate


Kerajaan Ternate terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara.
Ternate termasuk kota yang terhitung tua karena sudah berdiri sebelum abad
pertengahan dan menjadi pusat peradaban Islam terbesar di Nusantara Timur
pada zamannya.

Kota Ternate juga pernah mendapatkan julukan Al Mullukiah, sebab selain


menjadi pusat peradaban Islam juga menjadi pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan.

Peninggalan Kerajaan Ternate


Berikut sejumlah peninggalan dari Kerajaan Ternate.

Istana Kesultanan Ternate


Masjid Jami Kesultanan Ternate
Kompleks Pemakaman Sultan Ternate
Benda-benda peninggalan di Museum Kesultanan Ternate, seperti alat perang,
singgasana raja, hingga Al Quran tulisan raja.

Lukisan Sultan Saifuddin dari Tidore (bertahta 1657-1689).


Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku
Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-
18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau
Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal.
Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari
pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore
menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah
kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak
pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga
akhir abad ke-18.
Awal Perkembangan Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate
dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada
tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan
Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat
dakwah Syekh Mansur dari Arab.[2]
Aspek Kehidupan
Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari
Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan
dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu,
Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik
oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah
adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah
kembali Kepulauan Maluku.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-
harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku
dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa
Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa Portugis, Spanyol,
dan Belanda.
Kemunduran Kesultanan Tidore
Putra Sultan Tidore bersama seorang controleur dan seorang warga Belanda (sekitar
tahun 1900).[3]
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan
Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan
Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol,
mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol
dalam bentuk organisasi yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai