Anda di halaman 1dari 2

Kerajaan Ternate dan Tidore, Pusat Penghasil Rempah-Rempah

KOMPAS.com - Kerajaan Ternate dan Tidora merupakan dua kerajaan besar yang terletak di
Kepulauan Halmahera Maluku Utara. Letak kedua kerajaan berada di Kepulauan Maluku merupakan
menjadi sumber atau penghasil rempah-rempah Nusantara dan dunia. Sumber rempah-rempah tersebut
mendorong bangsa-bangsa Eropa untuk menguasai. Kerajaan Ternate dan Tidore memiliki peran yang
menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Malaku. Dalam buku
Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara (2009) karya Deni Prasetyo, Kerajaan Ternate dan Tidore
sangat terkenal dengan hasil rempah-rempahnya, seperti pala, lada, cengkeh dan sejenisnya. Pada
masa itu, rempah-rempah umumnya diperlukan bangsa-bangsa Eropa. Sehingga harganya cukup
tinggi dan telah membuat makmur rakyat Maluku. Pada pertengahan abad ke-15, kegiatan
perdagangan rempah-rempah di Maluku semakin berkembang. Banyak sekali pedagang Jawa, Melayu,
Arab, dan China yang datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Kedatangan mereka
sebaliknya membawa beras, tenunan, perak, gading, dan barang-barang lainnya. Kerajaan-kerajaan di
Maluku sangat akrab menjalin hubungan ekonomi dengan pedagang Jawa. Baca juga: Rempah-
rempah Khas di Indonesia Bahkan pedagang Maluku sering berkunjung ke Jawa dan sebaliknya
pedagang Jawa sering datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Hubungan tersebut
berpengaruh terhadap proses penyebaran Islam di Kerajaan Ternate dan Tidore. Agama Islam pertama
kali masuk di kepulauan Maluku dibawa oleh pedagang-pedagang dari Malaka dan para mubaligh dari
pulau Jawa. Raja Ternate yang pertama kali menganut Islam adalah Zainal Abidin (1465-1486) yang
berganti nama menjadi Sultan Marhum. Sementara Raja Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah
Ciriliyah yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Jamaludin. Kerajaan Ternate dan Tidore
awalnya hidup berdampingan secara damai. Berselisih Ketika Kerajaan Ternate di bawah kekuasaan
Sultan Ben Acorala dan Tidore di bawah kekuasaan Sultan Almancor menjadi kerajaan yang makmur
dan kuat. Mereka memiliki puluhan perahu yang digunakan untuk berperang dan mengawasi lautan
yang menjadi wilayah dagangnya. Baca juga: Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Maritim Terbesar di
Nusantara Perkembangan dan kemajuan kerajaan tersebut membuat perebutan pengaruh dan
kekuasaan kedua wilayah. Sehingga keduanya membentuk dua buah persekutuan yang bernama Uli
Lima (persekutuan lima saudara) dan Uli Siwa (persekutuan sembilan saudara). Uli Lima dipimpin
oleh Kerajaan Ternate dengan membawahi Ambon, Bacan, Obi, dan Seram. Sementara Uli Siwa
dipimpin Kerajaan Tidora dengan membawahi Makean, Halmahera, Kai dan pulau-pulau lain hingga
ke Papua bagian Barat. Kedua persekutuan tersebut saling berselisih untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah. Kedatangan bangsa Eropa mendorong perselisihan Kerajaan Ternate dan Tidore
semakin panas . Dilansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Portugis
merupakan negara Eropa pertama yang masuk ke Maluku pada 1512. Portugis menjadikan Kerajaan
Ternate sebagai sekutu dan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol datang ke Maluku pada 1521 dan
menjadikan Kerajaan Tidore menjadinya sekutunya. Baca juga: Bukti Keberadaan Kerajaan Sriwijaya
Kedatangan mereka ke Maluku ingin menguasai dan memonopoli perdagangan rempah rempah di
Maluku. Adanya perselisihan atau konflik yang terjadi ada dua kerajaan mampu dimanfaatkan.
Mereka mampu mengadu domba Kerajaan Ternate dan Tidore yang sedang berselisih. Mereka bahkan
ikut campur dalam pemerintahan dalam negeri. Tidak hanya itu, kedua negara Eropa tersebut juga
menyebarkan agama Katolik. Persaingan antara Spanyol dan Portugis untuk mengusai Maluku
mendorong dua bangsa ini untuk menyelesaikan konflik. Untuk menyelesaikannya konflik yang
terjadi diadakan perjanjian Saragosa pada 1529. Hasil dari perjanjian teperjanjian tersebut adalah
Spanyol harus meninggalkan Maluku dan akhirnya menguasai Filipina. Sementara Portugis tetap
melakukan perdagangan di Maluku. Menentang Portugis yang ingin memonopoli perdagangan
rempah-rempah ditentang oleh Kerajaan Ternate yang dipimpin Sultan Hairun (1550-1570). Baca
juga: Perjanjian Saragosa, Ketika Portugis dan Spanyol Berebut Maluku Sultan Hairun yang diundang
oleh Portugis untuk berdamai malah ditangkap sesampainya di benteng yang kemudian dibunuh.
Kondisi itu membuat kemarahan Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun dan menimbulkan perlawanan.
Pada 1575, Sultan Baabullah mampu mengalahkan dan mengusir Portugis dari Ternate. Portugis
kemudian pindah ke Ambon tapi tidak lama. Karena diserang oleh Kerajaan Tidore. Akhirnya
Portugis pindah ke Timor Timur (Timor Leste). Berakhirnya kekuasaan Portugis di Maluku membuat
dua kerajaan mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Ternate mencapai puncaknya pada masa
pemerintahan Sultan Baabulah. Sementara Kerajaan Tidore pada masa Sultan Nuku. Namun kedua
kerajaan tersebut masih terlibat perselisihan. Kondisi itu mampu dimanfaatkan oleh Belanda yang
masuk pada 1605.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerajaan Ternate dan Tidore, Pusat Penghasil
Rempah-Rempah", Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/07/113000669/kerajaan-ternate-dan-tidore-pusat-
penghasil-rempah-rempah?page=all.
Penulis : Ari Welianto
Editor : Ari Welianto
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Anda mungkin juga menyukai