Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

BAB I
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesultanan Ternate .................................................................................................
B. Kesultanan Tidore ...................................................................................................
C. Kesultanan Bacan ....................................................................................................
D. Kesultanan Tanah Hitu............................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
Ibu Dra.Erna Sri Pinaryanti selaku guru sejarah kami. Dalam makalah ini kami membahas
materi tentang “ Proses masuknya islam ke maluku”.

Suatu kebahagiaan untuk kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat
menambah pengetahuan kami untuk mendalami sejarah bangsa indonesia yang tercinta ini.

Di sisi lain kami juga berfikir keras untuk menyelesaikan makalah ini dengan senang hati
dan punuh dengan kesabaran kami kerjakan makalan ini dengan sebaik mungkin sesuai dengan
kemampuan kami bersama. Kami berharap dengan membuat makalah ini bisa bermanfaat untuk
teman-teman kami untuk membantu dalam proses belajarnya dan agar dapat mengetahui proses
masuknya islam di Maluku

Bab 1

Pendahuluan
A. Latar belakang
Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan timur
Nusantara. Terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak
zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula
Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan
lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak
tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate
adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi
Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi
sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.
Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan
Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses masuknya Islam di Maluku?
2. Bagaimana cara pendekatan terhadap masyarakat Maluku dalam penyebaran Islam
pada waktu itu?
3. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Maluku Utara?

C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis sejarah dan perkembangan islam di
Maluku mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya dalam proses Islamisasi
di Maluku dan sekitarnya, menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-kerajaan khusunya
kerajaan Islam di Maluku dan sekitarnya serta peninggalan-peninggalan yang sangat melekat
dikalangan masyarakat Maluku. Tujuan khususnya adalah untuk memenuhi tugas.

Bab 2
Pembahasan
A. Proses masuknya islam di Maluku
Maluku sebagai daerah kepulauan merupakan daerah yang subur terkenal sebagai
penghasil rempah terbesar. Untuk itu sebagai dampaknya banyak pedagang-pedagang yang
datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah tersebut. Di antara pedagang-pedagang
tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah memeluk Islam sehingga secara tidak langsung
Islam masuk ke Maluku melalui perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan oleh para
mubaligh salah satunya dari Jawa.

Bentuk dan motivasi masuknya Islam ke Maluku tidak bisa dibicarakan lepas dari
bentangan perjalanannya dari Malaka dan Jawa. Mengambil titik berangkat dari situ, berarti kita
diajak untuk melihat metode-metode dasar yang dipakai, yakni melalui tindakan ekonomi
(perdagangan). Tetapi kemudian bagaimana mereka berhasil mengadaptasi diri di dalam
masyarakat, dan membangun komunikasi dengan para pemimpin lokal di suatu wilayah (aspek
politik), serta juga menggunakan mekanisme-mekanisme kebudayaan sebagai cara mengadaptasi
diri secara efektif (aspek kebudayaan).

Islam sangat intens berdialog dengan kebudayaan masyarakat setempat. Contoh paling sederhana
adalah ketika ada peninggalan mesjid-mesjid yang khas Jawa, Banten, atau juga mesjid-mesjid
yang khas Maluku (seperti Mesjid Wapauwe di Hila). Titik berangkat itu yang membuat
pertemuan Islam dengan Kerajaan Ternate berlangsung tanpa masalah yang berarti. Kerangka
kebudayaan orang-orang Ternate malah dijadikan sebagai batu loncatan dalam melebarkan
ajaran-ajaran Islam sampai ke pelosok-pelosok. Para ulama lokal, malah nekat bertandang ke
Gresik dan Tuban untuk memperdalam ilmu Islam, dan kembali menyebar Islam di negerinya
itu.
Pendekatan yang sama pun digunakan ketika Islam mulai masuk ke Ambon, melalui
Hitu. Dialog yang intens dengan kebudayaan kembali terjadi di situ. Dan itu merupakan bukti
bahwa perdagangan atau aspek ekonomi hanya menjadi instrumen yang mendorong Islam
bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi kebudayaan menjadi instrumen yang
membangun rasa keislaman yang tinggi di dalam hidup masyarakat.

B. Islam di Maluku Utara


Masjid – masjid bersejarah di Indonesia Timur tidak lepas dari sejarah panjang kerajaan –
kerajaan Islam di Maluku Utara yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan
penyebaran agama Islam pada abad 12 hingga abad 19. Kerajaan – kerajaan Islam ini dikenal
pula sebagai Moloku Kie Raha, yang artinya empat raja – raja gunung diatas pulau. Yang terdiri
dari Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan.

Sebelum memeluk Islam, keempatnya telah menjadi "kolano" (setingkat dengan


kerajaan) serta memiliki kedudukan dan peran tersendiri dalam perdagangan jarak jauh.
Kedatangan pengaruh Islam di Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku, berkaitan dengan
jalur pelayaran, khususnya pelayaran niaga, dengan rempah-rempah sebagai kata kuncinya.
Inilah titik di mana pada akhirnya beberapa aspek juga berpengaruh di kawasan ini: sosial,
budaya, agama, bahasa, ekonomi, bahkan politik dan militer. Terang saja karena para pedagang
pada waktu itu berasal dari berbagai bangsa.

Sejak berubah dari "kolano" menjadi kesultanan pada sekitar abad 17, keempatnya secara
politis berusaha mengembangkan pengaruhnya ke berbagai tempat, khususnya ke arah timur dan
selatan. Tidore, antara lain dapat memasukkan pantai barat Papua ke dalam wilayahnya. Ternate
berhasil meluaskan pengaruh dan wilayahnya hingga sebagian Sulawesi, sebagian Papua,
Ambon, Lease, Seram, Buru, dan Banda. Sementara itu, Bacan "gagal" meluaskan pengaruhnya,
namun tetap eksis sebagai kesultanan yang mandiri. Lain halnya dengan Jailolo yang bergabung
dengan Ternate dan Tidore.

Akibat dinamika politik dan militer dalam perluasan wilayah tersebut, berbuntut pada
retaknya "moloku kie raha." Berbagai perang antara mereka sering terjadi, termasuk perang
dagang. Hal ini diperparah oleh pengaruh Barat, khususnya Belanda, dengan segala sistem
ekonomi dan militernya. Silih berganti Belanda memihak, dan silih berganti mendapat berbagai
keuntungan dari pihak yang "dibelanya," baik secara politik maupun ekonomi.

Kesultanan Ternate merupakan kerajaan Islam yang menerapkan demokrasi terpimpin.


Kepala negara tetap seorang Sultan, namun dalam pemerintahan, dipimpin oleh Jogugu,
diistilahkan sebagai Perdana Menteri. Seorang Putra Mahkota tidak harus merupakan putra
sulung Sultan. Berdasarkan kecakapan, kapasitas, dan gaya kepemimpinan, maka diantara putra
– putra Sultan Ternate diseleksi oleh Jogugu dan Tuan Guru (penasehat spiritual Sultan yang
bertindak pula sebagai Imam Besar Masjid Raya Sultan Ternate) untuk menjadi Putra Mahkota.

Kesultanan Ternate mengurusi perkara agama yang ditangani oleh Jou Kalim dan para
stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Akhirat. Sedangkan perkara budaya ditangani oleh
Kimalaha dan para stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Dunia.

Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4
kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua
di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate
memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-19.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-
rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup
wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.

Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh


seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan
para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh
karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari
para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah
untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal
sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja)
pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung
Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh
penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut
Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga
kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar
di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk
kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad
ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islamdiberlakukan. Sultan
Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan.
Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala
raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang
menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–
masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi.
Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak
memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan
lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji,
dll.
Raja / Sultan yang pernah menjabat :
Baab Mashur Malamo 1257 – 1277
Jamin Qadrat 1277 – 1284
Komala Abu Said 1284 – 1298
Bakuku (Kalabata) 1298 – 1304
Ngara Malamo (Komala) 1304 – 1317
Patsaranga Malamo 1317 – 1322
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 – 1331
Panji Malamo 1331 – 1332
Syah Alam 1332 – 1343
Tulu Malamo 1343 – 1347
Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 – 1350
Ngolo Macahaya 1350 – 1357
Momole 1357 – 1359
Gapi Malamo I 1359 – 1372
Gapi Baguna I 1372 – 1377
Komala Pulu 1377 – 1432
Marhum (Gapi Baguna II) 1432 – 1486
Zainal Abidin 1486 – 1500
Sultan Bayanullah 1500 – 1522
Hidayatullah 1522 – 1529
Abu Hayat II 1529 – 1533
Tabariji 1533 – 1534
Khairun Jamil 1535 – 1570
Babullah Datu Syah 1570 – 1583
Said Barakat Syah 1583 – 1606
Mudaffar Syah I 1607 – 1627
Hamzah 1627 – 1648
Mandarsyah 1648 – 1650 (masa pertama)
Manila 1650 – 1655
Mandarsyah 1655 – 1675 (masa kedua)
Sibori 1675 – 1689
Said Fatahullah 1689 – 1714
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin 1714 – 1751
Ayan Syah 1751 – 1754
Syah Mardan 1755 – 1763
Jalaluddin 1763 – 1774
Harunsyah 1774 – 1781
Achral 1781 – 1796
Muhammad Yasin 1796 – 1801
Muhammad Ali 1807 – 1821
Muhammad Sarmoli 1821 – 1823
Muhammad Zain 1823 – 1859
Muhammad Arsyad 1859 – 1876
Ayanhar 1879 – 1900
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) 1900 – 1902
Haji Muhammad Usman Syah 1902 – 1915
Iskandar Muhammad Jabir Syah 1929 – 1975
Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) 1975 – 2015

Masa Kejayaan :
Sultan Baabullah (10 Februari 1528 - permulaan 1583), juga ditulis Sultan
Babullah atau Sultan Baab (tulisan Eropa) adalah sultandan penguasa Kesultanan Ternate ke-
24 yang berkuasa antara tahun 1570 - 1583. Ia dikenal sebagai
sultan Ternate dan Malukuterbesar sepanjang sejarah, yang berhasil mengalahkan Portugis dan
mengantarkan Ternate ke puncak keemasan di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dijuluki
sebagai penguasa 72 pulau berpenghuni yang meliputi pulau–pulau di nusantara bagian
timur, Mindanaoselatan dan kepulauan Marshall.

Masa Keruntuhan :
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang
dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa
mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah
di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

Peninggalan :
1. Istana Sultan Ternate

2. Benteng kerajaan Ternate dibangun pada tahun 1540 oleh Francisco Serao, seorang panglima
Portugis yang pernah mendarat di Ternate.
3. Masjid di Ternate

4. Makam Sultan Baabullah


Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku
Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18),
kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan
banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternatesaingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah
mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal
sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan
paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin
(memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan
tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil
yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi
Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat
dakwah Syekh Mansur dari Arab

Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan


Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku
(1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama
melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate.
Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku
memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu,
baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggrissehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya,
Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan
Maluku.

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial


Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-
harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari
Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di
bawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa
Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kesultanan Tidore
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan
Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyoldan Portugis) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan
Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun
kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
Sultan Kesultanan Tidore
1. Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
2. Kolano Bosamawange
3. Kolano Syuhud alias Subu
4. Kolano Balibunga
5. Kolano Duko adoya
6. Kolano Kie Matiti
7. Kolano Seli
8. Kolano Matagena
9. 1334-1372: Kolano Nuruddin
10. 1372-1405: Kolano Hasan Syah
11. 1495-1512: Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin
12. 1512-1526: Sultan Al Mansur
13. 1526-1535: Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain
14. 1535-1569: Sultan Kiyai Mansur
15. 1569-1586: Sultan Iskandar Sani
16. 1586-1600: Sultan Gapi Baguna
17. 1600-1626: Sultan Mole Majimo alias Zainuddin
18. 1626-1631: Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah; memindahkan pemerintahan dan
mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara di Toloa
19. 1631-1642: Sultan Gorontalo alias Saiduddin
20. 1642-1653: Sultan Saidi
21. 1653-1657: Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin
22. 1657-1674: Sultan Saifuddin alias Jou Kota; memindahkan pemerintahan dan mendirikan
Kadato (Istana) Salero di Limau Timore (Soasiu)
23. 1674-1705: Sultan Hamzah Fahruddin
24. 1705-1708: Sultan Abdul Fadhlil Mansur
25. 1708-1728: Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia
26. 1728-1757: Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan
27. 1757-1779: Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin
28. 1780-1783: Sultan Patra Alam
29. 1784-1797: Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar
30. 1797-1805: Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us
Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku = Mengadu domba Inggris dan Belanda
31. 1805-1810: Sultan Zainal Abidin
32. 1810-1821: Sultan Motahuddin Muhammad Tahir
33. 1821-1856: Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah; pembangunan Kadato (Istana)
Kie
34. 1856-1892: Sultan Achmad Syaifuddin Alting
35. 1892-1894: Sultan Achmad Fatahuddin Alting
36. 1894-1906: Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan; setelah wafat, terjadi
konflik internal (Kadato Kie dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan
37. 1947-1967: Sultan Zainal Abidin Syah; diikuti vakumnya kekuasaan
38. 1999-2012: Sultan Djafar Syah; pembangunan kembali Kadato Kie
39. 2012-sekarang: Sultan Husain Syah

Peninggalan Sejarah:
1. Benteng Tore sisa peninggalan Portugis dan Belanda.

2. Keraton Tidore Keraton ini dibangun oleh Sultan Muhammad Taher pada Tahun 1812 masa
pemerintahan Sultan Syahjuan T.
Kesultanan Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau Bacan, Kepulauan
Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islamadalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup
luas hingga ke wilayah Papua Barat. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool yang
terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi
pemerintahan kerajaan Bacan.

Kedudukan awal Kesultanan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke


Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang
Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya. Menurut perkiraan, Kesultanan Bacan
didirikan pada 1322. Kendati demikian, memang belum terlalu jelas bagaimana proses
pembentukannya. Lahirnya Kesultanan Bacan diperkirakan sama seperti kerajaan-kerajaan
lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh
menjadi kerajaan.

Raja pertama Bacan, menurut hikayat Bacan, adalah Said Muhammad Bakir, atau Said
Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertakhta
Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa
selama 10 tahun dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertakhta di Kesultanan Bacan, Kolano
Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau
Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.

Ketika Portugis tiba di Maluku sekitar tahun 1512, Bacan merupakan satu dari empat
kerajaan besar yang ada di Maluku. Dalam jajaran kesultanan Maluku, Bacan merupakan satu-
satunya kesultanan yang berpenduduk heterogen. Sejak evakuasi kesultanan ini dari Makian,
penduduk Bacan terdiri atas berbagai suku, terutama suku Makian, Galela, dan Tobelo.

Sebagai salah satu kerajaan besar di Maluku, tak heran bahwa Kesultanan Bacan memilki
teritorial kekuasaan yang cukup luas. Bahkan Papua, terutama daerah Papua Barat, menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari kekuasaan Kesultanan Bacan. Oleh sebab itu, masuknya Islam
ke tanah Papua, sedikit banyak melibatkan peran Kesultanan Bacan di dalamnya.

Memang terdapat beberapa versi cerita tentang hadirnya Islam di Papua. Salah satunya
menyebut bahwa Islam di Papua lahir karena peran Samudera Pasai. Pada 1224 disebutkan
bahwa Kesultanan Samudera Pasai mengirim Tuan Syekh Iskandar Syah untuk berdakwah di
Nuu War (Papua).

Kala itu Syekh Iskandar membawa beberapa kitab, yakni mushaf Alquran, kitab hadis,
kitab tauhid, dan kitab kumpulan doa. Namun, anggapan ini masih menjadi perdebatan. Karena,
abad ke-13 merupakan masa-masa awal Kesultanan Samudera Pasai. Dan, pada masa itu
diperkirakan jangkauan dakwah Samudera Pasai masih mencakup daerah Sumatra saja.
Daftar Sultan:
1660 - 1706 Mahmud As-Salam
1706 - 2 Jan 1715 Sultan Musa Malikuddin
1715 - 17 Feb 1732 Sultan Kie Nasiruddin
1732 - 1741 Sultan Hamza Tarafan Nur
1741 - 1780 Sultan Muhammad Sahadin
1780 - 1788 Sultan Skander Alam
1788 - 1797 Sultan Muhammad Badaruddin
1797 - 1826 Sultan Qamarullah
1826 - 19 Jul 1861 Sultan Muhammad Hayatuddin (b. 1795 - d. 1861)
Kornabei Syah Putera
14 May 1862 - 27 Feb 1889 Sultan Muhammad Sadik Syah (d. 1889)
1889 - 1899 Regency council (three members)
28 Aug 1899 - 24 Apr 1935 Sultan Muhammad Usman Syah
1935 - 1983 Sultan Muhammad Muhsin Syah (d. 1983)
1983 - 21 Sep 2009 Sultan Gahral Aydan Syah (b. 1943 - d. 2009)
19 Nov 2010 - Sultan Al-Abd-Al-Rahim Gary ibn (b. 1969)
Gahral (Gary Ridwan Syah)

Masa Kejayaan:
Sebagai pusat produksi pala dan cengkeh di Maluku
Masa Keuntuhan:
Tahun 1558, bangsa Eropa mulai memasuki wilayah Pulau Bacan yang dikuasai oleh
kesultanan Bacan. Bangsa Portugis lantas membangun sebuah benteng di pulau tersebut,
bernama Benteng Bernevald Fort. Pada 1609, VOC datang dan mengambil alih kekuasaan dari
tangan bangsa Portugis. Mereka berhasil menguasai ekonomi dan politik di wilayah kesultanan
Bacan. Pada 1889, sistem monarki kesultanan Bacan diganti dengan sistem kepemerintahan di
bawah pemerintah Hindia Belanda.
Peninggalan Sejarah
Mesjid Sultan Bacan
Kerajaan Tanah Hitu

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon,
Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang
bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang
ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku,
disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka
misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam
Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum
kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Awal Mula Kedatangan

Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai
penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di
Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di
tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam
Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.

ABAD KE-13

Penduduk lokal Kampung Wawane, Provinsi Maluku, merupakan penganut animisme.


Lalu seabad kemudian, hal tersebut mulai berubah seiring dengan kedatangan pedagang Jawa ke
provinsi ini. Pedagang-pedagang Jawa ini tidak hanya berdagang, namun juga menyebarkan
ajaran Islam. Mereka mencoba mengenalkan Islam kepada masyarakat lokal di Maluku, dan
kepercayaan animisme sedikit demi sedikit mulai memudar di Kampung ini.

Masjid Tertua di Indonesia Ada di Maluku

Perkembangan Islam di Maluku selanjutnya ditandai dengan dibangunnya Masjid


Wapaue pada 1414. Masjid ini terletak di kampung Wawane, dan menurut sejarah setempat
mesjid ini dibangun saudagar-saudagar kaya yang bernama Perdana Jamillu dan Alahulu.

Masjid ini dinamakan Masjid Wapaue karena terletak di bawah pohon mangga. Dalam
bahasa setempat, “wapa” berarti “bawah” dan “uwe” berarti mangga. Keseluruhan bangunan
masjid ini terbuat dari kayu sagu yang dilekatkan satu sama lain tanpa menggunakan paku.

Pada 1614, masjid ini disarankan untuk dipindahkan lokasinya ke Kampung Tehalla, 6
kilometer dari sebelah timur Kampung Wawane. Relokasi ini dipimpin Imam Rajali, seorang
kyai bersama para pengikutnya yang disebut Kelompok Dua Belas Tukang. namun, 50 tahun
kemudian atau pada 1664, mesjid ini secara ajaib telah berpindah ke Kaitetu, dan tidak ada
seorangpun yang memindahkannya. Para penduduk setempat percaya hal ini merupakan suatu
mukjizat atau keajaiban.
Hingga kini, Masjid Wapaue ini masih terawat dengan baik. tidak hanya digunakan
sebagai tempat ibadah umat muslim, tapi juga sebagai galeri museum yang berisi koleksi-koleksi
antik peninggalan kebudayaan muslim maluku kuno antara lain Bedug yang berumur seratus
tahun, Al-Quran antik yang ditulis tangan, sebuah kaligrafi tulisan arab yang ditaruh di sebuah
lempengan metal dan sebuah timbangan kayu yang digunakan untuk menimbang zakat.

Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng Amsterdam di desa Kaitetu,
Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Untuk mengunjungi mesjid ini dibutuhkan waktu sekitar satu
jam perjalanan menggunakan bis umum dari Ibukota Maluku, kota Ambon.
Simpulan
Pengaruh Islam telah hadir di kepulauan Maluku sejak kurun pertama tahun
Hijriah. Akan tetapi, kemungkinan besar saat itu Islam hanya dianut oleh musafir
Muslim yang singgah di Maluku. Hamka menyatakan bahwa sejak 650M atau 17
tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para pedagang Arab telah
membawa cengkih dan pala ke pelabuhan di Teluk Persia untuk kemudian
diperdagangkan ke Eropa. Pada masa itu ramai pedagang Arab dan Persia berlayar
ke Maluku untuk mencari rempah-rempah. Kemungkinan pedagang Arab itu telah
menikah dengan wanita pribumi, berdiam sekian lama atau meninggal di sana

Dalam Hikayat Ternate yang ditulis oleh Naidah disebutkan bahwa


pengislaman di sana terjadi pada 643 H (1250 M). Seorang tokoh bernama Jafar
Shadik atau Jafar Nuh tiba di Ternate dari Jawa pada Senin 6 Muharam 643 H atau
1250 M. Sementara itu, sumber-sumber Portugis yang tiba di Maluku pada 1512
mencatat bahwa Islam telah ada di Ternate sejak 1460. Hal yang sama dikatakan
oleh Tome Pires bahwa Banda, Hitu, Makian dan Bacan sudah terdapat masyarakat
Islam sejak kira-kira 50 tahun sebelum Portugis tiba. Diperkirakan pada 1460 atau
1465. Pernyataan dari sumber-sumber Portugis ini memberi kesan kuat bahwa
Islam telah melembaga dalam kehidupan masyarakat lokal di beberapa tempat
tersebut; bukan bermakna kehadiran Islam untuk pertama kalinya di sana.

Anda mungkin juga menyukai