Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan dengan judul “DEKLARASI DJUANDA dan ORGANISASI KERJASAMA ISLAM”.

Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas sejarah yang telah diberikan. Dalam penulisan
makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu makalah ini terselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kelemahan dalam penyajian materi,
redaksi, dan sistematikanya.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini memberi menfaat bagi para
pembaca.

Cilegon, 21 Januari 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... 2

DAFTAR ISI......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 4

1.2 Tujuan................................................................................................. 4

1.3 Perumusan Masalah............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 History Sebelum Deklarasi Djuanda .................................................... 5

2.2 Pencetusan Deklarasi Djuanda ............................................................. 5

2.3 Isi Deklarasi Djuanda .......................................................................... 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai luas wilayah ± 7.8 juta Km2, dimana luas laut 5,8 juta km2 dengan
jumlah pulau 17.504. Dengan kondisi kewilayahan tersebut, Indonesia disebut sebagai negara
kepulauan. Namun pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan melewati jalan yang cukup
panjang. Kesadaran akan pentingnya pengukuhan Indonesia sebagai negara kepulauan dimulai
dengan Deklarasi Djuanda.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana deklarasi tersebut bisa menjadi
tonggak bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dimana laut dan segala isinya merupakan satu
kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang tak terpisahkan.

1.3 Perumusan Masalah

Masalah yang dibahas pada makalah ini adalah setelah kesadaran akan pentingnya
pengukuhan Indonesia sebagai negara kepulauan dimulai dengan Deklarasi Djuanda. Namun dunia
internasional tidak serta merta mengakui deklarasi tersebut. Pada perjalanannya, Deklarasi tersebut
sempat ditentang oleh negara negara kuat seperti Amerika Serikat, Australia dan negara lain yang
berlandaskan kontinen (daratan).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 History Sebelum Deklarasi Djuanda

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada


Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie
1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah
Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di
sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari
laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Karenanya di antara ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas yang


membahayakan kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan.

2.2 Pencetusan Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda merupakan pengukuhan diri Bangsa Indonesia mengenai jati


dirinya sebagai negara yang terdiri dari beribu pulau. Pulau-pulau Indonesia yang dipisahkan
oleh laut mengacu kepada pasal 1 ayat (1) angka 1 s/d 4 Ordonansi Laut Teritorial dan
Lingkungan Maritim 1939 stb No. 442 (TZMKO Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939) dimana setiap pulau Indonesia hanya memiliki perairan 3 mil dari garis
pantai. Dengan demikian, kapal-kapal asing dengan mudahnya berlalu lalang di laut
pedalaman Indonesia. Hal ini dipandang sangat riskan bagi keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Untuk itulah Ir. H. Djuanda Kartawijaya yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana
Menteri berusaha menyatukan seluruh pulau-pulau yang puncaknya dideklarasikan pada
tanggal 13 Desember 1957, laut tidak lagi pemisah, namun pemersatu.

2.3 Isi Deklarasi Djuanda

Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
1 Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak
tersendiri
2 Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3 Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah
Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :

1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan NKRI.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia, Konvensi ini mempunyai arti yang
penting karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima
tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia, telah berhasil memperoleh
pengakuan resmi masyarakat internasional. Pengakuan resmi asas Negara Kepulauan ini
merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai
dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara yang menjadi dasar
perwujudan bagi kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya
dan pertahanan keamanan. Kemudian, setelah Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang
Hukum Laut III (UNCLOS III) tahun 1982 melalui UU Nomor 17 tahun 1985, PBB resmi
mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. Deklarasi Djuanda. Link: http://id.wikipedia.org/wiki/Deklarasi_Djuanda

Sp, Asep. Deklarasi Djuanda. Link: http://blog-c23.blogspot.com/2013/11/deklarasi


djuanda.html

Agura. Deklarasi Djuanda sebagai Tonggak Penting Pengakuan Indonesia sebagai Negara
Kepulauan. Link: http://aguraforestry.wordpress.com/2013/11/26/deklarasi-djuanda-
sebagai-tonggak-penting-pengakuan-indonesia-sebagai-negara-kepulauan
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Masalah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Organisasi Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang
didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 12 Rajab 1389 H/ 25 September 1969. Dipicu oleh peristiwa
pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus
1969oleh pengikut fanatik kristen dan yahudi di Jerusalem, telah menimbulkan reaksi keras dunia,
terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk
mengorganisir dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka
mengusahakan pembebasan Al Quds.
Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia
Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko,
terselenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September
1969 di Rabat, Maroko. Konferensi ini merupakan titik awal bagi pembentukan Organisasi
Konferensi Islam (OKI).
Secara umum latar belakang terbentuknya OKI adalah sebagai berikut :
Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu ide
untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang
mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang menonjol dan untuk
menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari zionisme khususnya.
Tahun 1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam
di negara-negara Timur Tengah meningkat.
Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa negara
Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk suatu Organisasi Islam Internasional.
Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Aqsha. Peristiwa tersebut
menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel.
Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk membicarakan
pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI berdiri.
Akhir-akhir ini OKI mengubah namanya yang dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam
menjadi Organisasi Kerja Sama Islam pada tanggal 28 Juni 2011.
1.2 TUJUAN DAN PRINSIP
1.2.1 TUJUAN ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM
Secara umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan
bersama sumber daya dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan
mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama
guna memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan pula
untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI, bulan FebruarI 1972, telah diadopsi piagam
organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
a. Memperkuat/memperkokoh :
1). solidaritas diantara negara anggota;

2). kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.

3). perjuangan umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.

b. Aksi bersama untuk :


1). melindungi tempat-tempat suci umat Islam;

2). memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.

c. Bekerjasama untuk :
1). menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan;

2). menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan
negara-negara lain.

1.2.2 PRINSIP ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM


Untuk mencapai tujuan diatas, negara-negara anggota OKI menetapkan 5 prinsip, yaitu :
a. Persamaan mutlak antara negara-negara anggota
b. Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri negara
lain.
c. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara.
d. Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti perundingan,
mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
e. Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional
atau kemerdekaan politik sesuatu negara.

BAB II
TEORI DASAR
UU RI NO. 37 TAHUN 1999
Sesuai UU RI No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, organisasi internasional
diartikan sebagai organisasi antar pemerintah. Tugas dari organisasi internasional adalah sebagai
media untuk melakukan kerja sama antarnegara di dunia. Sedangkan pengertian organisasi
internasional sendiri adalah organisasi yang dibentuk oleh negara-negara di dunia untuk mencapai
tujuan tertentu.
Indonesia sebagai negara yang menjalankan politik bebas aktif, selalu aktif dalam menjadi
bagian dari organisasi internasional. Organisasi internasional ini menjadi pilar utama dalam
menjembatani kebutuhan-kebutuhan dari negara di dunia.
Dalam pembentukkan organisasi internasional terdapat empat aspek yang menjadi faktor
terpenting. Keempat aspek tersebut adalah
1. Aspek filosofi, merupakan aspek pembentukkan organisasi internasional yang berkenaan dengan
falsafah atau tema-tema pokok suatu organisasi internasional, misalnya: tema keagamaan, tema
perdamaian, tema penentuan nasib sendiri, tema kerjasama ekonomi.
2. Aspek hukum, adalah aspek yang berkenaan dengan permasalahan-permasalahan konstitusional
dan prosedural, misalnya: diperlukannya constituent instrument, dapat bertindak sebagai pembuat
hukum, mempunyai personalitas dan kemampuan hukum.
3. Aspek asministratif, adalah aspek yang berkenaan dengan administrasi internasional, misalnya:
adanya sekretariat tetap, adanya pejabat sipil internasional, mempunyai anggaran.
4. Aspek struktural, adalah aspek yang berkenaan dengan permasalahan kelembagaan yang dimiliki
oleh organisasi internasional.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANGGOTA OKI
1. Afganistan (1969)
2. Aljazair (1969)
3. Chad (1969)
4. MESIR (1969)
5. Guinea (1969)
6. Indonesia (1969)
7. Iran (1969)
8. Yordania (1969)
9. Kuwait (1969)
10. Lebanon (1969)
11.Libya (1969)
12.Malaysia (1969)
13.Mali (1969)
14.Mauritania (1969)
15.Maroko (1969)
16.Niger (1969)
17.Pakistan (1969)
18.Palestina (1969)
19.Arab Saudi (1969)
20.Yaman(1969)
21.Senegal (1970)
22.Sudan (1970)
23.Somalia(1970)
24.Tunisia(1970)
25.Turki(1970
26.Bahrain (1970)
27.Oman (1970)
28.Qatar (1970)
29.Suriah (1970)
30.Uni Emirat Arab(1970)
31.Sierra Leone(1972)
32.Bangladesh(1974)
33.Gabon(1974)
34.Gambia(1974)
35.Guinea-Bissau(1974)
36.Uganda(1974)
37.Burkina Faso(1975)
38.Kamerun(1975)
39.Komoro(1976)
40.Irak(1976)
41.Maladewa(1976)
42.Djibouti(1978)
43.Benin(1982)
44.Brunei(1984)
45.Nigeria(1986)
46.Albania(1991)
47.Azerbaijan(1992)
48.Kirgizstan(1992)
49.Tajikistan (1992)
50.Turkmenistan(1992)
51.Mozambik(1994)
52.Kazakhstan(1995)
53.Uzbekistan(1995)
54.Suriname(1996)
55.Togo(1997)
56.Guyana(1998)
57.Pantai Gading(2001)
3.2 BADAN-BADAN UTAMA
3.2.1 KONFERENSI PARA RAJA DAN KEPALA NEGARA/PEMERINTAHAN
Konferensi para Raja dan Kepala Negara/Pemerintahan merupakan badan otoritas tertinggi
dalam organisasi. Semula badan tersebut mengadakan sidangnya apabila kepentingan umat Islam
memandang perlu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan kebijaksanaan mengenai masalah-
masalah yang menyangkut kepentingan dunia Islam. Tetapi pada KTT III OKI di Mekkah, bulan Januari
1981, ditetapkan bahwa KTT diadakan sekali dalam tiga tahun untuk menetapkan kebijakan-
kebijakan yang akan diambil OKI.
Semenjak kelahirannya, OKI telah menyelenggarakan 10 (sepuluh) kali KTT, yaitu:
KTT I : Rabat, Maroko, 22-25 September 1969
KTT II : Lahore, Pakistan, 22-24 February 1974
KTT III : Mekkah, Saudi Arabia, 25-28 January 1981
KTT IV : Casablanca, Maroko, 16-19 January 1984
KTT V : Kuwait, 26-29 January 1987
KTT VI : Dakar, Senegal, 9-11 Desember 1991.
7. KTT VII : Casablanca, Maroko, 13-15 Desember 1994
8. KTT VIII : Teheran, Iran, 9-11 Desember 1997.
KTT IX : Doha, Qatar, 12-13 November 2000
TT X : Kuala Lumpur, Malaysia, 16-17 Oktober 2003
3.2.2 KONFERENSI PARA MENTERI LUAR NEGERI
Dalam Article V Piagam OKI disebutkan bahwa Konferensi Para Menteri Luar Negeri (KTM)
diadakan sekali dalam setahun bertempat disalah satu negara anggota. Pertemuan yang dihadiri
oleh para Menteri Luar Negeri tersebut akan memeriksa dan menguji "progress report" dari
implementasi atas keputusan-keputusan dari kebijakan yang diambil pada pertemuan puncak.
KTM Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan satu atau beberapa negara anggota atau
diminta oleh Sekretaris Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua per tiga negara anggota. KTM
berhak pula meminta disidangkannya Konferensi Tingkat Tinggi.
Sampai saat ini telah dilangsungkan 30 kali KTM dengan negara penyelenggara (tuan
rumah) sebagai berikut :
1. KTM I : Jeddah, Saudi Arabia, Maret 1970
2. KTM II : Karachi, Pakistan, Desember 1971
3. KTM III : Jeddah, Saudi Arabia, February – Maret 1972
4. KTM IV : Bengazi, Libya, 24-26 Maret 1973
5. KTM V : Kuala Lumpur, Malaysia, 21-25 Juni 1974
6. KTM VI : Jeddah, Saudi Arabia, 12-17 Juli 1975
7. KTM VII : Istanbul, Turki, 12-15 Mei 1976
8. KTM VIII : Tripoli, Libya, 16-22 Mei 1977
9. KTM IX : Dakar, Senegal, 24-28 April 1978
10. KTM X : Fez, Maroko, Mei 8-12 Mei 1979
11. KTM XI : Islamabad, Pakistan, 17-22 Mei 1980
12. KTM XII : Baghdad, Irak, 1-5 Juni 1981
13. KTM XIII : Niamey, Nigeria, 22-26 Agustus 1982
14. KTM XIV : Dhaka, Bangladesh, 6-11 Desember 1983
15. KTM XV : Sana'a, Yaman Utara, 18-22 Desember 1984
16. KTM XVI : Fez, Maroko, 6-10 Januari 1986
17. KTM XVII : Amman, Jordania, 21-25 Maret 1988
18. KTM XVIII : Riyadh, Saudi Arabia, 13-16 Maret 1989
19. KTM XIX : Kairo, Mesir, 31 Juli – 5 Agustus 1990
20. KTM XX : Istanbul, Turki, 4-8 Agustus 1991
21. KTM XXI : Karachi, Pakistan, 25-29 April 1993
22. KTM XXII : Casablanca, Maroko, 10-12 Desember 1994
23. KTM XXIII : Conakry, Guinea, 9-12 Desember 1995
24. KTM XXIV : Jakarta, Indonesia, 9-13 Desember 1996
25. KTM XXV : Doha, Qatar, 15-17 Maret 1998
26. KTM XXVI : Ouagadougou, Burkina Faso, 28 Juni – 1 Juli 1999
27. KTM XXVII : Kuala Lumpur, Malaysia, 27-30 Juni 2000
28. KTM XXVIII : Bamako, Mali, 25-29 Juni 2001
29. KTM XXIX : Khartoum, Sudan, 25-27 Juni 2002
30. KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30 Mei 2003
Sebagaimana telah menjadi kebiasaan, maka para Menteri Luar Negeri negara anggota OKI
juga mengadakan Sidang Konsultasi Tingkat Menteri di New York dalam rangka Persidangan Majelis
Umum PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang KTM Luar Biasa.

3.2.3 SEKRETARIAT JENDRAL


Sekretariat Jenderal merupakan organ eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal (Sekjen) dengan 4 (empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih oleh KTM untuk masa
jabatan 4 (empat) tahun dan tidak dapat dipilih kembali. Perubahan jabatan menjadi empat tahun
tersebut ditetapkan dalam KTT III di Mekkah tahun 1981 sedangkan sebelumnya masa jabatan
tersebut hanya untuk dua tahun saja tetapi dapat diperpanjang untuk masa tidak lebih dari dua
tahun. Sekretariat Jenderal dipercayakan mengimplementasikan keputusan-keputusan yang diambil
oleh KTT dan KTM.
Secara berturut-turut, Sekretaris Jenderal yang telah melaksanakan tugasnya sejak OKI
berdiri, adalah :
1. Tengku Abdul Rahman, Malaysia (1970 – 1973)
2. Hassan Tuhami, Mesir (1974 – 1975)
3. Amadou Karim Gaye, Senegal (1975 – 1979)
4. Habib Chatty, Tunisia (1979 – 1984)
5. S.S. Przada, Pakistan (1985 – 1988)
6. Hamid Al Gabid, Mesir (1989 – 1996)
7. Azeddine Laraki, Maroko (1997 – 2000).
8. Abdelouahed Belkeziz, Maroko (2001 – 2004)
9. Dr. Ekmeleddin Ýhsanoðlu, Turki (2005 – sekarang)
Sekretariat Jenderal yang juga merupakan Markas Besar OKI berkedudukan di Jeddah,
Saudi Arabia.
3.2.4. MAHKAMAH ISLAM INTERNASIONAL

Mahkamah dimaksudkan akan mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai badan
peradilan untuk menyelesaikan sengketa antar negara anggota secara damai. Ide pembentukan
Mahkamah ini berasal dari KTT III di Mekkah. KTT XIII di Niamey telah pula menetapkan Kuwait
sebagai tempat kedudukan Mahkamah Islam Internasional tersebut.

3.3 KOMITE KHUSUS


1. Komite Al Quds (Al Quds / Jerusalem Committee)

Komite ini dikenal juga sebagai Komite Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi KTM VI di
Jeddah tahun 1975. Tujuan didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi di Al Quds dan
menindaklanjuti serta mengimplementasikan resolusi-resolusi yang diambil OKI ataupun
organisasi/forum internasional lainnya menyangkut Al Quds.

2. Komite Tetap Keuangan (Permanent Finance Committee).


Komite ini bertugas mempersiapkan, melakukan dan melaksanakan pengawasan atas
penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya anggota Komite Tetap Keuangan adalah
semua negara anggota OKI.
3. Komite Tetap mengenai soal-soal Penerangan dan Kebudayaan (The Standing Committee on
Information and Cultural Affairs/COMIAC).
4. Komite Tetap untuk Ekonomi dan Kerjasama Perdagangan (The Standing Committee for Economic
and Commercial Cooperation/COMCEC).
5. Komite Tetap untuk Kerjasama Pengetahuan dan Teknologi (The Standing Committee for Scientific
and Technolgical Cooperation/COMSTECH)
6. Komite Perdamaian Islam (Islamic Peace Committee)
7. Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan Kebudayaan (The Standing Committee for Information
and Cultural Affairs/COMIAC).
8. Badan Pengawas Keuangan (Financial Control Organ)
9. Selain Komite yang disebut diatas terdapat pula Komite khusus seperti Komite mengenai
Afghanistan; Komite untuk Afrika Selatan dan Namibia; Komite Solidaritas Islam dengan Rakyat
Sahel; Komite mengenai Situasi Muslim di Philipina serta Komite mengenai Palestina.
3.4 BADAN-BADAN SUBSIDER
1. Ankara Centre (The Statistical Economic and Social, Researh and Training Center for Islamic
Countries – SESRTCIC) Merupakan pusat latihan dan riset statistik, ekonomi dan sosial. Badan ini
berpusat di Ankara, Turki.
2. Dhaka Centre (The Islamic Centre for Technical and Vocational Training and Research - ICTVTR)
Merupakan pusat riset dan latihan teknik serta kejuruan Islam dan berpusat di Dhaka, Bangladesh.
3. Casablanca Centre (The Islamic Centre for Trade and the Development – ICDT)Merupakan pusat
pengembangan perdagangan Islam dan berpusat di Casablanca, Maroko.
4. The Al Quds (Jerusalem) Fund and its Waqf, Jeddah
5. The Islamic Solidarity Fund and its Wagq, Jeddah.
6. The Researh Centre for Islamic History Art and Culture, Istanbul.
7. The Islamic Foundation of Science, Technology and Development, Jeddah.
8. The Islamic Fiqih Academy
9. The International Commission for the Preservation of Islamic Heritage, Istanbul.

3.5 ORGAN-ORGAN KHUSUS


1. Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank-IDB)
Bank ini berdiri pada tahun 1975 dan berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk dengan
tujuan utama memberikan sumbangan untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial negara-
negara anggota, meningkatkan kerjasama ekonomi, membantu mendirikan lembaga keuangan dan
perbankan Islam serta mendorong usaha-usaha kemajuan minoritas Islam di negara-negara bukan
anggota.
2. Kamar Dagang, Industri dan Komoditi Islam (Islamic Chamber of Commerce, Industry and
Commodity Exchange – ICCICE)
Kegiatan KADIN Islam antara lain mengkoordinasikan Islamic Fair secara teratur dan juga
meneliti proyek-proyek industri patungan antar negara-negara anggota bekerjasama dengan IDB
ataupun pusat-pusat lainnya.
3. Islamic International News Agency (IINA), Jeddah.
4. Islamic State Broadcasting Organization (ISBO), Jeddah
5. Islamic Ship owners Association, Jeddah.
6. Islamic Education, Scientific and Cultural Organization, Casablanca.

3.6 KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM OKI


3.6.1 PERANAN I NDONESIA
Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa
organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di Rabat dan
KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang menandatangani Piagam.
Kriteria yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara Islam" adalah
negara yang konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat
bergabung dalam OKI.
Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama,
kedudukanIndonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam
negeri. Indonesiamenjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara
konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut
sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI.
Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak dan kewajiban Indonesia sama
seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk
meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam seperti yang
menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha
pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia.
Selain untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia,
keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan Indonesia di
forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik maupun bidang ekonomi
dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat
yang sejalan dengan prinsip Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka pengembangan
solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di
dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Peranan Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan
konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan antara
kelompok-kelompok "progresif revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat
dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap
sengketa regional Arab.
Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya
maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangka meningkatkan
kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi,
sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang
pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.
3.6.2 ALASAN MASUKNYA INDONESIA DALAM OKI
Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota
OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia
termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuan-pertemuan resmi,
Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.
Bagi Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam
rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI terutama dalam
kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, khususnya
dalam peningkatan ekspor non migas.
Beberapa alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :
a. Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan
nasionalIndonesia.
b. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara
konstitusional tidak merupakan negara Islam.
c. Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah penduduk
beragama Islam terbesar di dunia.
d. Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam
organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan
nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama
memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping
kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.
3.6.3 KEPENTINGAN INDONESIA DALAM OKI
a. Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berpijak pada
politik luar negeri yang bebas dan aktif.
b. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas
Islamiyah.
c. Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi
dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI.

3.6.4 PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA OKI


Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative kecil. Pada
tahun 2002 total nilai ekspor non migas sebesar US$ 45,046.07 juta hanya US$ 5,323.38 juta atau
11,82% yang merupakan ekspor ke Negara OKI. Sedangkan pada tahun yang sama impor Indonesia
dari Negara OKI sebesar US$1,355.12 juta yang berarti surplus sebesar US$ 3,968.26 juta.
Sampai dengan bulan Oktober 2003 total nilai ekspor non migas Indonesia sebesar US$
39,442.53 juta, dan untuk ekspor non migas ke Negara OKI hanya sebesar US$ 4,697.22 juta.
Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terjadi peningkatan sebesar 4,26%.

*) Tahun 2003 s.d bulan Agustus


Impor Indonesia dari Negara OKI selama periode Januari – Oktober 2003 sebesar US$
1,185.03 juta atau meningkat 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2002.
Dibandingkan dengan total ekspor non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan Oktober)
sebesar US$ 39,442.53 juta, maka ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil. Kecilnya volume
perdagangan diantara Negara OKI antara lain disebabkan Negara-negara tersebut kurang
memperoleh informasi mengenai potensi sesama Negara anggota OKI. Selain itu, tidak semua
anggota OKI mempunyai kemampuan daya beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam transaksi
perdagangan, mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan tidak punya kesempatan
memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak, pihak ketiga akan dengan mudah
memperoleh modal dan membeli secara tunai dari Negara OKI sebagai produsen kemudian menjual
kembali kepada Negara OKI lain dengan harga yang tinggi. Oleh karenanya, perlu peningkatan
hubungan bilateral antara Indonesia dengan Negara-negara OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan
Joint Economic Commission serta peningkatan kerjasama multilateral dengan meningkatkan
keikutsertaan pemerintah pada lembaga-lembaga lainnya.
Dalam rangka mempromosikan potensi yang dimiliki, Indonesia melalui Badan
Pengembangan Ekspor Nasional, Depperindag telah menyelenggarakan berbagai pameran di luar
negeri antara lain di Sharjah pada bulan September 2003 dan di Libya pada bulan November 2003.
*) Tahun 2003 s/d bulan Agustus

BAB IV
PENUTUP
Kerjasama antara Negara-negara OKI yang selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat.
Hal ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian kalangan barat yang mengidentikkan citra
islam dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut harus dihilangkan. Oleh sebab itu berbagai
kalangan berharap agar diantara sesama Negara anggota OKI terdapat solidaritas yang tinggi dalam
menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dan menimpa Negara-negara OKI khususnya dunia
Islam.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan telah ditandatangani Agreement on Trade
Preferential System of the Organization of the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin termasuk
Negara yang pertama kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi sampai saat ini Indonesia
belum meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran Pertama Perundingan TPS-OIC yang
diselenggarakan pada bulan April 2004 di Turki, Indonesia hanya sebagai peninjau dan diharapkan
segera dapat meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu Indonesia perlu secara serius
mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih
relative kecil padahal OKI merupakan salah satu pasar potensial untuk produk-produk Indonesia.
Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk Indonesia di Negara-
negara OKI diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai tindak lanjut pameran di Sharjah dan
Libya. Disamping itu upaya-upaya peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan secara optimal
melalui fora multilateral.

Anda mungkin juga menyukai