Anda di halaman 1dari 15

KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

1. Kesultanan Ternate
 Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate
awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga).
Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam
Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan
Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian
orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari
sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan
yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah
satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu
kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada
tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur
Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati
kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan
kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup
wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
 Proses Masuknya Islam di Kesultanan Ternate
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di
Maluku Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya
kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat
banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa
raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian
mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya
dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam
pertengahan abad ke-15.
 Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Ternate
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama
yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500).
Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah
memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di
sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
 Struktur Kerajaan

Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah
membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut
kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan
dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan
gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur
penting dalam kerajaan.

Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana


menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah
adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai
representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang
kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–
pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan
tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya
ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua
Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dll.

 Puncak Kejayaan
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam, Ternate memiliki peran yang
besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah
timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti.
Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir
Portugal pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara
atas kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka bahkan memuji kemenangan
rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama
100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat
Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti
halnya Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula
mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai
wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam
tulisannya, "Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non
Austronesia" mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar
terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak
46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari Bahasa Ternate. Bahasa
Melayu Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi
Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan
dialek yang berbeda–beda.

Sumber : https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/2016/05/kerajaan-islam-di-
maluku.html?m=1

2. Kesultanan Bacan
 Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Bacan
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian
dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan
rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya.
Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana
proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan
lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan
tumbuh menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir,
atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang
Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja
pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343,
bertahta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan
Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di
sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
 Proses Masuknya Islam di Kesultanan Bacan
Pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan
menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian
datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang
bernama Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam
adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.
Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Bacan
Masyarakat Bacan pada masa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan
sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Setelah Islam
masuk sekitar tahun 1322, organisasi sosialnya mengambil bentuk Kesultanan
dan Agama Islam sebagai faktor pengikat. Di Maluku Utara ada empat Kolano
dan Kesultanan, di samping Bacan adalah Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang
kesemuanya disebut Moloko Kie Raha.
 Daftar sultan bacan
1. Mahmud As-Salam
2. Sultan Musa Malikuddin
3. Sultan Kie Nasiruddin
4. Sultan Hamza Tarafan Nur
5. Sultan Muhammad Sahadin
6. Sultan Skander Alam
7. Sultan Muhammad Badaruddin
8. Sultan Kamarullah
9. Sultan Muhammad Hayatuddin Kornabei Syah Putera
10. Sultan Muhammad Sadik Syah
11. Regency council (three members)
12. Sultan Muhammad Usman Syah
13. Sultan Muhammad Muhsin Syah
14. Sultan Gahral Aydan Syah
15. Sultan Al-Abd-Al-Rahim Gary ibn
16. Gahral (Gary Ridwan Syah)
17. Sultan Bacan (Sultan Muhammad Usman Syah) bersama gubernur Maluku
Tn. van Sandick (tahun 1924)

3. Kerajaan Tanah Hitu


 Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Tanah Hitu

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan
raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini
didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak
adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-
rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping
melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara
mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Tagglukabessy, Kakiali dan lainnya yang
tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu.
Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

 Proses Masuknya Islam di Kerajaan Tanah Hitu

Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :

1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram


Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun
kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat yang bernama
Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan
Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu
atau Perdana Jaman Jadi.
2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan
Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
3. Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai
Mas adalah anak dari : Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati
Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang
nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu
mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan
Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu
pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689),
Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang
Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama
Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban. Adapun
kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya
yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada
Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah
(Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu
Lama bahwa dia ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari
tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan
kehendak Allah Ta’ala dia singgah di suatu tempat yang sekarang bernama
Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
4. Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan dia, tempatnya diatas batu
karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari
Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak ada yang mencatat, hanya
berdasarkan cerita turun – temurun.
5. Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan
Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut
Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
6. Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka
yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman
Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian
mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai
Wai Paliti.
7. Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai
artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama
negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan
marganya Pelu.
8. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada
Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba
Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit
waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri
tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana
Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat
mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana
Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
9. Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba
di Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah
anaknya yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk
mempelajari dan memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi
dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur
(Waktu Salat) tengah hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya
biru Tua sesuai corak warna langit pada waktu siang (waktu salat), Dia
Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya
yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana Pattituban.
 Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Tanah Hitu
Awal mula pengaruh Islam adalah dengan kedatangan Empat Perdana
tersebut, Kerajaan Hitu akhirnya terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan
menentukan salah satu raja dari salah satu perdanana yang ada. Dengan
keputusan berdasarkan kemufakatan masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri
dengan kerukunan dan kejayaan dalam hal pertanian dan perdaganga. Sehingga
Belanda begitu tertarik untuk menguasai daerah ini. Keempat Perdana tersebut
pula yang sampai darah terakhir mencoba untuk mempertahankan tanah mereka
dengan segala keasriannya. Meski akhirnya terdesak dan mengaku kalah.

4. Kerajaan Obi

Di pulau Obi terdapat sebuah kerajaan, tetapi oleh Kerajaan Bacan mula-
mula dijadikan kerajaan vazal-nya, kemudian dianeksasi dan menghilang dari
percaturan politik Maluku. Tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Obi berdiri
dan siapa yang mendirikannya.
Pada awal abad ke-14, Obi mengklaim memiliki pemerintahan sendiri, sekalipun
tidak memiliki peranan berarti dibandingkan kerajaan-kerajaan besar Maluku
lainnya. Tetapi, Bacan segera meredam klaim tersebut. Kapan Bacan
memasukkan Obi ke dalam wilayah kekuasaannya juga tidak diketahui secara
pasti. Pada masa Alauddin II bertakhta di Bacan, terjadi skandal yang
menghebohkan berkaitan dengan pulau ini, yakni Obi dijualnya kepada Kompeni
seharga 800 ringgit.22.

Bacan menjadikan kepulauan besar Obi sebagai sumber bahan makanan


dan ikan, sebab kawasan ini memiliki lautan yang kaya ikan dan menghasilkan
banyak sagu. Berdasarkan perjanjian Bongaya yang mengakhiri peperangan
antara Makassar dan Belanda, Obi dinyatakan sebagai bagian dari Kesultanan
Ternate. Sekalipun demikian, dalam kenyataannya Obi tetap merupakan bagian
dari Kesultanan Bacan.

Sumber: http://malukukieraha.blogspot.co.id/2014/01/kerajaan-kerajaan-kecil-
maluku.html

5. Kesultanan Tidore
 Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik
tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan
agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang
bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu
untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu
dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun
1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-
1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap
menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.

 Proses Masuknya Islam di Kesultanan Tidore


Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik
tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan
agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang
bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

 Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Tidore


Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan
sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat
Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore
untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
sebagian Halmahera, Raja Ampat, Kai, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan
Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.

 Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan


Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore
untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku
adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.

 Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan


sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat
Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an.

Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah


Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh
Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa
Portugis, Spanyol, dan Belanda.

 Kemunduran Kesultanan Tidore

Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan


Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis)
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu
Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan
tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam
bentuk organisasi yang kuat.

Sumber : https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/2016/05/kerajaan-islam-di-
maluku.html?m=1

6. Kesultanan Jailolo
 Lahirnya Kesultanan Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang berpusat
di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang
sempat dicatat sampai abad ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua
di Maluku Utara hingga pada akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara
administratif karena dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.
Sejak saat itu, seluruh kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung
ke dalam wilayah kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera
menjadi bagian kekuasaan Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di
Halmahera kemudian disesuaikan dengan kepentingan VOC. Membangun kantor
perwakilan untuk penyediaan tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu
metode yang diterapkan adalah sistem upeti.
Setelah peristiwa aneksasi Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, muncul
kembali upaya menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo dari masyarakat
Halmahera Utara. Upaya itu dimulai pada dekade pertama abad ke-19.
Sayangnya hingga pertengahan abad ke-19, upaya itu tidak berkelanjutan.
 Proses Masuknya Islam di Kesultanan Jailolo
Islamisasi di Kesultanan Jailolo karena Jailolo saat itu merupakan Kerajaan yang
memperoleh pengaruh dari Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore bahkan
beberapa sumber menjelaskan bahwa Raja Jailolo merupakan keturunan dari
Kerajaan Ternate dan Tidore.
 Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Jailolo
Perang Jailolo saat itu Kerajaan Jailolo ditaklukkan oleh Kerajaan Ternate
sehingga Kerajaan Jailolo posisinya merupakan Kerajaan taklukan Kerajaan
Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan Sultan Khairun (1540-1570) di
Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu di pimpin oleh Sultan Katara Bumi yang
berkedudukan di jailolo utara. Tercatat dalam sejarah bahwa Sultan Katara Bumi
bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana Spanyol, Villalobos
(1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut menjadi perang
Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan Ternate pada
masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada Kesultanan
Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan Jailolo pada
masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah bertepatan dengan
masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu Fransiskus Xaverius. Pasca
penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, Portugis dan Spanyol
pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo di bawah Kekuasaan
Kesultanan Ternate.

Sumber : https://kerjaanislamdiindonesia.blogspot.co.id/2016/05/kerajaan-islam-di-
maluku.html?m=1

7. Kerajaan Loloda
Salah satu kerajaan tertua di Maluku adalah Loloda, di samping Moro dan
Obi. Lolodaterletak di ujung utara pulau Halmahera. Tidak diketahui secara pasti
kapan kerajaan Lolodadidirikan dan siapa penguasa pertamanya. Kemungkinan
besar, Kerajaan Loloda lebih dahulueksis dibandingkan Kerajaan Jailolo. Sejarawan
Paramita Abdurachman mengungkapkan
bahwamenurutsumber Nagarakertagama dari Majapahit, pada masa paling awal
ada seorang kolanoyang berkuasa di Loloda, Halmahera Utara. Tetapi, kolano ini
kehilangan kekuasaannya denganmunculnya Kolano Jailolo pertama, yang
berwibawa namun tiran.Kolano Jailolopertama ini seorang wanita, karena
diberitakan bahwa ia kemudianmenikah dengan Kolano Loloda.2 Perkawinan ini
barangkali bersifat politis dan ditujukan untukmemperluas wilayah Jailolo dengan
mencakupkan wilayah Loloda ke dalamnya. Setelah RatuJailolo yang tiran itu wafat,
Loloda mampu melepaskan diri dari kekuasaan Jailolo.Loloda adalah kerajaan
miskin yang di masa lampau dimitoskan sebagai satu-satunyaperempuan yang
ditetaskan telur naga. Menurut mitos ini, di zaman dulu belum ada raja danorang-
orang hidup di dalam kelompok masing-masing dengan dipimpin para tetuanya, dan
“seseorang tidak lebih baik dari yang lain.”Sering terjadi peperangan di antara
berbagai kelompok, dan persekutuan itupun akhirnyapecah, karena saling
membunuh antara satu dengan lainnya. Pada masa itu, satu kelompokberusaha
lebih kuat dari yang lain. Walaupun Pemerintahan mulai tumbuh, tetapi raja tetap
tidakada atau belum eksis.

Alkisah, pada suatu hari, seorang tua paling berpengaruh di pulau Bacan
bernamaBikusagara, pergi melaut dengan sebuah perahu kora-kora. Ia
menemukan serumpun rotan yangtumbuh dekat tebing laut yang sangat curam.
Bikusagara menyuruh beberapa awak perahunyamenyelam dan memotong
beberapa batang. Tetapi ketika batang rotan dipotong, darah
mengucurdarinyaMelihat fenomena aneh ini, Bikusagara sendiri serentak
melompat dan menemukan empatbutir telur naga yang terletak di antara batu
karang. Ketika mendekati telur-telur tersebut, iamendengar suara yang
memerintahkan padanya agar telur-telur naga itu dibawa pulang kerumahnya,
karena telur-telur itu akan menetaskan pribadi-pribadi yang tinggi
martabatnya.Dengan sangat hati-hati Bikusagara membawa pulang telur-telur itu
ke rumahnya,kemudian diletakkan pada sebuah kotak yang terbuat dari rotan –
disebut totombo. Beberapa lamakemudian, telur-telur itu menetaskan 3 anak laki-
laki dan seorang perempuan. Setelah dewasa,anak laki-laki yang tertua menjadi
Raja Bacan, yang kedua menjadi Raja Papua, dan yang ketigamenjadi Raja
Bungku dan Banggai. Sementara anak perempuan menjadi permaisuri
RajaLoloda. Keturunan dari empat raja inilah yang kelak menjadi raja-raja di
Maluku.Menurut mitos telur naga, Raja Loloda berasal dari keturunan salah satu
telur naga yangsuci. Karena itu, walaupun Loloda akhirnya dianeksasi Ternate,
penguasanya tetap menyandanggelar Raja. Sampai 1662, penduduk kerajaan
kecil ini hanya terdiri dari 200 orang, dansetengahnya adalah orang Galela.
Raja Loloda adalah seorang yang miskin, karena daerahnya tidak
ditumbuhi pohonrempah-rempah. Ia tidak memiliki budak, dan permaisurinya –
yang mempunyai hubungandengan Kaicil Alam dari Jailolo, karena salah seorang
Ratu Jailolo di masa awal penah menikahdengan Raja Loloda – melakukan
semua pekerjaan rumah seorang diri, seperti memasakmakanan untuk Raja dan
anak-anak, menyuci pakaian, dan mengambil kayu bakar di hutan.Apabila
persediaan pangan menipis, sang Raja sendiri yang pergi menebang pohon sagu
danmengolahnya untuk memperoleh tepung sagu. Ia juga melaut memancing
ikan, masuk hutanberburu, dan melakukan pekerjaan lain yang lazim dilakukan
rakyat biasa. Ibukota kerajaan Loloda dihuni pemukim Muslim, dan orang-orang
Alifuru mendiamidaerah pedalaman sekitar beberapa kilometer dari ibukota.
Kerajaan Loloda hanya mempunyai 16 tenaga tempur laki-laki dari golongan
Islam, dan sekitar 60 tenaga tempur Alifuru.Walaupun demikian, karena warisan
historis, Loloda selalu menempati tempat khususdalam upacara para raja Maluku
dan berhak menyandang gelar Kolano. Karena berasal dariketurunan telur naga,
Raja Loloda memperoleh kedududukan dan martabat yang setara dengan raja-
raja Maluku yang berasal dari kerajaan-kerajaan besar seperti Ternate, Tidore,
Bacan, danJailolo.
Gubernur Maluku, Robertus Padtbrugge (1677-1682), dalam memori serah
terima jabatankepada penggantinya Jacob Lobs (1682-1686), mengingatkan
sebutan yang terkenal bagikerajaan-kerajaan di Maluku sebagai berikut:
Loloda, ngara ma-beno (dinding pintu)
Jailolo, jiko ma-kolano (penguasa teluk)
Tidore, kie ma-kolano (penguasa pegunungan)
Ternate, kolano Maluku (penguasa Maluku)
Makna sebutan di atas menunjukkan bahwa dalam deretan kerajaan-
kerajaan Maluku,Loloda termasuk salah satu di antaranya. Kerajaan Loloda
adalah bagian tak terpisahkan darikerajaan-kerajaan besar seperti Ternate,
Tidore, Bacan dan Jailolo. Tetapi, tentu saja,pengaruhnya tidak begitu signifikan
dalam percaturan politik Maluku. Sebagai ngara ma-beno,Kerajaan Loloda yang
terletak di bagian utara Halmahera, menjadi "pintu masuk" ke
kerajaankerajaanMaluku. Sedangkan Bacan, sebagai daerah paling ujung di
selatan, merupakan pintukeluarnya.Menurut Sejarah Maluku versi Tidore, raja-raja
Loloda berinduk pada puteri Jafar Sadekketiga, Sagarnawi. Kerajaan-kerajaan
Maluku, yakni Loloda, Jailolo, Tidore, Ternate dan Bacan,merupakan panca
tunggal.5 Bila kerajaan-kerajaan ini diasosiasikan dengan soa fala
raha,makamuncul skema berikut ini:
Ternate ----> Marsaoli,
Tidore ----> Limatahu,
Jailolo ----> Tomagola,
Bacan ----> Tomaito, dan
Loloda ----> Tamadi.
Ketika dilakukan pertemuan Moti pada 1322, yang diprakarsai Ternate,
Loloda jugadiundang. Raja Loloda telah meninggalkan kerajaannya untuk
menghadiri pertemuan tersebut.Tetapi, lantaran angin ribut, delegasi Loloda
terpaksa mendarat di Dufa-dufa Ternate dan gagalmencapai Moti. Karena itu,
kerajaan ini tidak ikut dalam persekutuan tersebut dan kemudianmenjadi bulan-
bulanan politik ekspansi Ternate.Ketika bangsa Eropa tiba di Maluku pada
permulaan abad ke-16, Kerajaan Loloda sudahtidak berperan dan tidak
berpengaruh lagi lantaran dianeksasi Ternate. Walaupun demikian,hingga 1662,
kerajaan yang berpenduduk sekitar 200 jiwa ini – sebagiannya adalah orang-
orangGalela – masih dibiarkan Ternate berfungsi di bawah kekuasaannya, dan
Raja Loloda masihdiperkenankan menggunakan gelar kolano. Demikian pula,
dalam perjuangan Nuku melawanBelanda, barisan penasehat yang diangkatnya
terdiri dari lima orang, masing-masing dua dariMaba, Kimalaha Galela, seorang
dari Mareku, dan Imam Loloda.
Ketika Ternate di bawah kendali Sultan Hamzah (1627-1648), kerajaan
Loloda praktistenggelam. Pada 1628, atas perintah Hamzah, sejumlah penduduk
Loloda dipindahkan ke Jailolo,setelah banyak penduduk Jailolo meninggalkan
negerinya sebagai protes atas dilikuidasinyakerajaan mereka oleh Ternate.
Sumber : http://malukukieraha.blogspot.co.id/2014/01/kerajaan-kerajaan-kecil-
maluku.html

4. Kerajaan Iha (1400-1651) M


Kerajaan Iha adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Saparua,
Maluku. Di Pulau Saparua sampai pada masa penjajahan Belanda ada dua
kerajaan yang terkenal yaitu Iha dan Honimoa (Siri Sori Islam). Kedua kerajaan
Islam yang cukup berpengaruh ini sempat dikenal sebagai sapanolua artinya dua
sampan atau dua perahu. Nama Amahai sudah ada sejak negrasi besar-besaran
dari nunusaku, yaitu kira-kira pada tahun 1400 M.
Raja iha pertama bernama Latu Sapacua yang artinya raja yang sangat dijunjung
tinggi. Kerajaan Iha memiliki ibu kota kerajaan dalam bahasa Amaiha disebut
“Amalatu” yang terletak di bagian utara Nusa Iha (pulau saparua) yang dikenal
dengan sebutan jazirah Hatawano dengan taman sarinya bernama “Kupa Latu”.
Kota raja ini terletak di atas gunung Amaihal. Raja Kerajaan Iha disebut “Upu
Latu” dengan gelar Latu Sapacua Latu.

Kerajaan Iha terlibat dalam sebuah perlawanan melawan kolonial Belanda yang
disebut Perang Iha (1632-1651) yang mengakibatkan kerajaan ini kehilangan
sebagian daerah dan rakyatnya sehingga kemudian mengalami kemunduran.

5. Kerajaan Waai
Negeri Waai terletak di Pulau Ambon, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku
Tengah. Para datuk dan nenek moyang masyarakat Waai berasal dari Pulau
Seram dan Jawa ( Tuban ). Semula ada tujuh buah kampong atau Eri yang
kemudian bersepakat untuk mencari suatu negeri yang saat ini dikenal dengan
nama Waai.

Meskipun mereka berkuasa secara otonom di negeri masing-masing namun


mereka tunduk pula kepada kuasa seorang Sultan (pimpinan Agama Islam ) yang
pada waktu itu berekdudukan di Eri Eluhu yakni Nuhurela. Dengan demikian dapat
disebutkan bahwa ketujuh eri tesebut adalah beragama Islam. Dapat dibuktikan
dengan adanya bangunan Masjid di Eri Nani, yang nantinya baru pada abad ke –
17 datanglah orang-orang Kristen melalui usaha para Zendeling.

10. Kerajaan Sahulau


Negeri Sahulau terletak di pulau Seram Selatan dan menurut ceritera para
datuk kerajaan ini muncul ketika terjadi perang saudara di kerajaan Nunusaku.
Raja yang memerintah di Sahulau mempunyai gelar Hana Mese Nusa Nusa Rata
Sahulau Samasuru Amalatu Kabasaran. Tapi masyarakat Samasuru tidak setuju
jika sahulau mrupakan kelanjutan dari kerajaan Nunusaku karena sahulae di
perintah partama oleh raja dari muna yang bernama La ode Wuna La Ale.Menurut
ceritera Raja Sahulau bukanlah penduduk asli pulau Seram, tetapi ia adalah anak
pendatang dari pulau Sulawesi. Konon Raja Sahulau adalah anak Raja Muna yang
di buang dari kerajaannya.KERAJAAN Sahulau terletak di Seram Selatan dan
menurut ceritera para datuk kerajaan ini muncul ketika terjadi perang saudara di
kerajaan Nunusaku. Raja yang memerintah di Sahulau mempunyai gelar Hana
Mese Nusa Nusa Rata Sahulau Samasuru Amalatu Kabasaran.

Menurut ceritera Raja Sahulau bukanlah penduduk asli pulau Seram, tetapi ia
adalah anak pendatang dari pulau Sulawesi. Konon Raja Sahulau adalah anak
Raja Sultan Buton yang di buang dari kerajaannya. Adapun sampai ia dibuang oleh
keluarganya karena tubuhnya cacat tidak sempurna sebagai manusia biasa.a
memiliki ekor yang panjang bagaikan seekor ular. Hal ini membuat keluarganya
menjadi malu sehingga merekapun mengusirnya padahal justru dari ekor itulah
terpancar kekuatan dan kesaktiannya.Setelah diusir dari keluarganya, anak raja itu
lalu berenang kesana kemari tanpa tujuan dan akhirnya tiba di pulau Seram. Ketika
dilihat pulau itu baik bagi dirinya iapun mencari suatu tempat yang sunyi dan aman
untuk melakukan pertapaan guna memulihkan tubuhnya menjadi manusia
normal.Dengan penuh kesabaran akhirnya ia kembali berwujud sebagai manusia
biasa. Ekornya dapat disembunyikan hanya kalau dalam keadaan bahaya saja ia
dapat menggunakan ekornya sebagai senjatanya.

Pada suatu hari anak raja ini mendengar ada kekacauan di daerah sekitar
tempat tinggalnya dan iapun menuju tempat itu; ternyata setelah diselidiki, disitu
ada perang tanding antar saudara. Ia berusaha untuk melerai perang tanding itu
dan berhasil.Sebagai jasa atas pertolongannya sehingga tidak terjadi perang besar
di antara dua orang bersaudara itu maka anak raja ini mendapat kehormatan untuk
membuka sebuah kampuong dan diizinkan menjadi pemimpin di kampung baru
itu.Anak raja Buton tersebut akhirnya memilih suatu tempat di daerah pegunungan
yaitu di daerah Sahulau dan dari situlah ia membangun sebuah kerajaan yang
akhirnya memiliki nama besar yaitu Kerajaan SahulauKetika ia telah menjadi raja
besar di Sahulau, sanak saudara dari negeri asalnya datang berkunjung dan
sekaligus menetap di sana. Oleh sebab itu kerjaaan ini memiliki penduduk yang
banyak berasal dari negeri Buton.Lama kelamaan negerinya menjadi termasyhur
bahkan membuat perjanjian-perjanjian perdagangan dengan bangsa-bangsa asing
yang datang di sana yaitu bangsa Belanda. Kerajaan ini bahkan mengangkat pela
(ikatan persahabatan) dengan bangsa Belanda. Menurut informasi yang tim terima,
semua keturunan Buton yang pernah tinggal dan berdagang di negeri Sahulau
(sekarang) selalu beruntung dan berhasil, konon itu akibat berkat yang diterima
dari nenek moyangnya yaitu Raja Sahulau dari negeri Buton itu.

Sumber :
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.beritamalukuonline.com/2013/03/ceri
ta-rakyat-8-maluku.html&lc=id-
11. Kerajaan Morotai
Selama abad ke-15 dan 16, Morotai berada di bawah pengaruh Kesultanan
Ternate yang berkuasa. Merupakan inti sebuah kawasan besar bernama Moro
yang termasuk pulau dan pesisir Halmahera yang dekat dengan Morotai ke
selatan.

Sebagaimana Loloda, tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Moro berdiri
dan siapa pendirinya. Menurut Prof.A.B.Lapian, dalam salah satu tulisannya paling
akhir tentang kerajaan Bacan, kerajaan Moro sama tuanya dengan kerajaan Loloda
dan kerajaan Jailolo. Kota-kota penting Kerajaan Moro, selain Mamuya, adalah
Sugala, Pune (Galela), Tolo, Cawa, Samafo (Tobelo), Sakita, Mira, Cio dan Rao
(Morotai).Pada masa kekuasaan Portugis, Moro berada dibawah perintah seorang
raja bernama Tioliza. Penduduk Kerajaan Moro sebagiannya memeluk agama
Islam, sebagian lagi beragama Katolik, dan lainnya memiliki kepercayaan
animisme.Orang-orang Ternate memperlakukan rakyat Moro seperti budak,
merampas hasil-hasil pertanian dan perkebunan mereka. Mereka sering harus lari
ke hutan karena rumah dan kampung halamannya diserang dan dibakar. Konversi
orang Moro ke agama Kristen pada paruh pertama abad ke-16 telah menciptakan
persekutuan yang efektif bagi keuntungan Portugis. Akan tetapi, pemukiman-
pemukiman Kristen selalu menjadi target serangan tentara kerajaan Muslim,
khususnya Jailolo di bawah Katarabumi dan Ternate di bawah Babullah.Pada
perempatan terakhir abad ke-16, Babullah menggabungkan Kerajaan Moro ke
dalam wilayah kekuasaan Ternate. Ia mengirim ekspedisi militer ke Galela,
kemudian ke Tolo (Tobelo), dan ke Morotai. Walaupun pasukan Babullah menemui
perlawanan sengit di Tolo, pusat Misi Jesuit di Kerajaan Moro, seluruh wilayah
Moro akhirnya berhasil ditundukbawahkan ke dalam Kesultanan Ternate.
Eksistensi Kerajaan Moro pun berakhir.

Sumber:
http://googleweblight.com/?lite_url=https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/m
aluku/moro-kerajaan-maluku-utara-halmahera/&ei=8vzJmqbY&lc=id-

12. Kerajaan Huamual

Anda mungkin juga menyukai