Anda di halaman 1dari 15

Perkembangan Islam Di Era Kesultanan

 Kesultanan samudera pasai


Kerajaan Islam Samudera Pasai baru berdiri pada abad ke-13. Pendiri
kerajaan Islam ini adalah Sultan Malik Al-Saleh yang meninggal pada tahun
1297.
Samudera Pasai berada di kawasan Selat Malaka, pada jalur perhubungan
yang ramai antara Arab, India, dan Cina. Kerajaan itu telah terkenal pada
abad ke-13 sebagai pusat perdagangan di kawasan tersebut.
Kerajaan Smaudwera Pasai hanya sedikit mempunyai daerah pertanian,
yang berada di sepanjang bantaran Sungai Pasai dan Peusangan. Di situ
terdapat kampung-kampung (meusanah-meusanah) yang merupakan unit-
unit pemerintahan terkecil.
Karena kebesarannya, Kerajaan Samudera Pasai bergerak pula dalam
penyebaran Islam di wilayah-wilayah lainnya di Nusantara, di antaranya ke
Minangkabau, Palembang, Jambi, Malaka, dan Jawa.
Setelah Sultan Malik-Al-Saleh wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Sultan Muhammad. Sultan Muhammad lebih dikenal dengan gelar
Malik-Al-Tahir. Ia memewrintah Samudera Pasai sampai tahun 1326 dan
kemudian digantikan oleh Sultan Ahmad. Ia pun menggunakan gelar yang
sama, yaitu Malik-Al-Tahir.
Pada abad ke-14 Samudera Pasai berhasil mengangkat diri sebagai salah
satu pusat studi agama Islam. Di kerajaan ini berkumpul ulama-ulama dari
berbagai negeri Islam di dunia untuk mendiskusikan masalah keduniawian
dan keagamaan.
Akan tetapi, menjelang abad ke 14, Samudera Pasai iliputi suasana
kekacauan dan perebutan kekuasaan semenjak Kesultanan Aceh
Darussalam berdiri tahun 1524. Pada abad kebesaran dan peranan
Kesultanan Samudera Pasai pun tenggelam. Bersamaan dengan itu,
muncullah Kesultanan Malaka di sebelah timur kerajaan ini.
 kesultanan Demak
Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan ini
berdiri pada awal abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit.
Kesultanan Demak pun mulai memperlihatkan eksistensinya dan tentunya
meninggalkan peninggalan sejarah.
Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat
penyebaran agama Islam dengan peran sentral Wali Songo. Periode ini
adalah fase awal semakin berkembangnya ajaran Islam di Jawa.
Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Demak dilanjutkan oleh
putranya, Adipati Unus (1488-1521). Sebelumnya menjadi sultan, Pati Unus
terkenal dengan keberaniannya sebagai panglima perang hingga diberi
julukan Pangeran Sabrang Lor.
Sultan Trenggana membawa Kesultanan Demak mencapai periode
kejayaannya. Wilayah kekuasaan Demak meluas hingga ke Jawa bagian
timur dan barat.
Pada 1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin
Fatahillah atas perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa.
Saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan
Blambangan (Banyuwangi), pada 1546, terjadi insiden yang membuat
Sultan Trenggana terbunuh.
Meninggalnya Sultan Trenggana inilah yang menjadi awal keruntuhan
Kesultanan Demak karena terjadi perselisihan mengenai siapa yang berhak
menduduki takhta selanjutnya. Hingga akhirnya, pemerintahan Kesultanan
Demak benar-benar usai pada 1554.
 Kesultanan Ternate dan tidore
Sejarah kerajaan Islam di Maluku dimulai sejak abad 8. Kerajaan Tidore dan
Ternate tumbuh, tapi hancur akibat konflik internal dan intervensi kolonial.
Tanda-tanda kemunculan Islam di daerah Maluku dapat diketahui melalui
naskah kuno seperti hikayat. Hikayat tersebut antara lain Hikayat Hitu,
Hikayat Bacan, dan hikayat-hikayat lainnya.
Menurut M.S. Putuhena sebagaimana dikutip dalam buku Sejarah
Masuknya Islam di Maluku (2012), masuknya Islam di Maluku Utara
diperantarai oleh empat syekh dari Irak (Persia) pada abad ke-8 M.
Keempat syekh tersebut yaitu Syekh Mansur yang mengajarkan Islam di
Ternate dan Halmahera Muka. Syekh Yakub mengajarkan islam di Tidore
dan Makian.Ssyekh Amin dan Syekh Umar mengajarkan Islam di Halmahera
Belakang, Maba, Patani dan sekitarnya.
Proses pengislaman dilakukan melalui jalur atas dan bawah. Jalur atas yang
dimaksud adalah proses pengislaman melalui penguasa saat itu. Sedangkan
jalur bawah adalah proses pengislaman melalui usaha perorangan di tengah
masyarakat.
Pada abad ke-15, raja Ternate (1465-1486) Kolano Kaicil Marhum telah
memeluk Islam. Agama Islam kemudian terus menyebar dan dianut oleh
berbagai lapisan masyarakat hingga kelembagaan kerajaan.
Agenda islamisasi terus tumbuh dan semakin mapan dengan berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam di Maluku Utara. Kerajaan bercorak Islam yang ada
di Maluku Utara yakni kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.
 Kesultanan ternate
Kesultanan Ternate menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar di
Nusantara (1570-1610 M). Dikutip melalui jurnal berjudul Kesultanan
Ternate dan Tidore (2017), Masyur Mulamo adalah raja pertama
Ternate yang memerintah pada tahun 1257-1272 M.
Kolono Marhum menjadi raja Ternate pertama yang memeluk Islam
setelah mendapat seruan dakwah dari murid Sunan Giri bernama Datu
Maulana Husein.
Setelah Kolano Marhum wafat, ia digantikan oleh putranya, Zaenal
Abidin, yang merupakan lulusan sekolah agama Islam Gresik asuhan
Sunan Ampel. Pada masa inilah gelar kolano (raja) diganti menjadi
Sultan.
Kesultanan Ternate mencapai masa keemasaannya pada pemerintahan
Sultan Babullah. Tak hanya berhasil mengusir Portugis, Kerajaan Ternate
juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke pulau Sulu,
Filipina.
Ditandatanganinya perjanjian dengan VOC pada tahun 1683 oleh Sultan
Sibori menandai tamatnya kedaulatan Kesultanan Ternate. Sejak saat
itu, Kesultanan Ternate sepenuhnya dikendalikan oleh VOC.
 Kesultanan tidore
Raja Ciriliyati menjadi raja Tidore pertama yang memeluk Islam. Setelah
masuk Islam, ia bergelar Sultan Jamaludin. Proses Islamisasi di
Kesultanan Tidore difokuskan pada pembangunan madrasah dan masjid
sebagai sarana pendidikan dan tempat ibadah rakyat.
Setelah Sultan Jamaludin wafat, kepemimpinan digantikan oleh
putranya yaitu Sultan Mansyur. Pada masa ini, Tidore kedatangan
bangsa Spanyol. Kehadiran Spanyol membuat Portugis tidak senang, dan
berujung pada pergolakan.
Pergolakan tersebut terus dihadapi hingga beberapa pergantian masa
jabatan Sultan. Tidak hanya pergolakan dengan Portugis, tetapi juga
dengan Belanda.
Tidore kembali bangkit pada masa Sultan Kaicil Nuku yang memiliki gelar
kehormatan “Sri Maha Tuan Sultan Syaidul Jihad Amiruddin Syaifuddin
Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati. Dalam masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Tidore mencakup hingga di
Papuan bagian Barat, kepulauan Kei, kepulauan Aru, bahkan sampai di
kepulauan Pasifik.
Pada tahun 1805 Sultan Kaicil Nuku wafat. Sultan-sultan penerusnya
sering terlibat konflik dalam perebutan kekuasaan. Selain itu intervensi
Belanda dakan setiap proses peralihan kepemimpinan di Kesultanan
Tidore juga membuatnya semakin mengalami kemunduran.
 Kesultanan Gowa tallo
Kerajaan Gowa pada masa sebelum masuknya Islam dimulai sejak era
kepemimpinan penguasa pertama, Tumanurung, sampai dengan
Tonipasulu (berkuasa hingga tahun 1593).
Sedangkan pemerintahan Gowa-Tallo setelah masuknya Islam dimulai sejak
era I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639) yang melanjutkan takhta
Tonipasulu.
Mangarangi memeluk agama Islam dan menjadi pemimpin dengan gelar
Sultan Alauddin I. Sejak saat itu, label kerajaan pun berubah menjadi
Kesultanan Gowa-Tallo.
Masuknya pengaruh Islam ke Gowa sempat memantik polemik di kalangan
etnis Makassar dan Bugis. Kesultanan Gowa saat mengajak kerajaan-
kerajaan tetangga seperti Bone, Sopeng, dan Wajo untuk menerima Islam,
namun ditolak.
Penolakan tersebut menyebabkan Gowa menyerang Bone dan
menaklukkannya. Dikutip dari Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan
Sulawesi Selatan (1998) karya Mattulada, setelah proses pengislaman ini,
terciptalah ketentraman di kalangan kerajaan-kerajaan di tanah Bugis.
 Kesultanan mataram

Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau
Jawa yang berkuasa antara abad ke-16 hingga abad ke-18.

Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Danang Sutawijaya atau Panembahan


Senopati. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Sultan
Agung (1613-1645 M).Di bawah kekuasaannya, Mataram mampu menyatukan
tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura.

Selain itu, kerajaan yang terletak di Kotagede, Yogyakarta, ini pernah memerangi
VOC di Batavia untuk mencegah didirikannya loji-loji dagang di pantai utara. Masa
kekuasaan Kerajaan Mataram Islam berakhir pada 1755 M, setelah ditandatangi
Perjanjian Giyanti yang disepakati bersama VOC.

Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan,


yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.

Perkembangan Islam di Era Penjajahan


Sikap beragama umat islam merupakan warisan yang berakar jauh pada masa
terjadinya proses islamisasi beberapa abad yang lalu. proses islamisasi di
indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab
fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan
yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah
hampir diseluruh nusantara ini. Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah
kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun yang diserahkan kepada misi dan
zending Kristen dengan bantuan financial dari pemerintah belanda. Pendidikan
demikian pada awal abad ke 20 telah menyebar dibeberapa kota, sejak dari
pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru dan
sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan kolonial terdapatlah dua macam
pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional dan pendidikan
kolonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan yang
ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.

Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah


kolonial, dan dalam artian ini orang menilai pendidikan kolonial sebagai
pendidikan yang bersifat sekuler, disamping sebagai penyebar kebudayaan barat.
Dengan corak pendidikan yang demikian pemerintah kolonial tidak hanya
menginginkan lahirnya golongan pribumi yang terdidik, tetapi juga
berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah satu sisi politik etis yang disebut
politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari usaha westernisasi yang
bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam orbit kebudayaan barat. Dari
lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja barat
dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta kurang menghargai islam, agama
yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan
ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang sekuler tanpa mengimbanginya dengan
pendidikan agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah
yang dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi islam diawal abad ke 20.

Pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, pendidikan Islam


diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah
dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidikan Islam dengan ciri
khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan
dari pemerintah Republik Indonesia. Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat
lepas dari apa yang diilustrasikan pada kebijakan-kebjakan pemerintah kolonial
Belanda dan pemerintah Jepang yang telah menjajah bangsa Indonesia
selama berabad-abad. Oleh karena itu periodisasi sejarah pedidikan Islam
dibagi dalam dua garis besar, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode
sesudah kemerdekaan.
Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan dapat
digolongkan ke dalam tiga periode, yaitu:Pendidikan yang berlandaskan ajaran
keagamaan, Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajahan, dan
Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Pendidikan berlandaskan
ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke
Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui
kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran Islam mula-
mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu
masih kuat.[1] Didapati pendidikan agama Islam di masa prakolonial dalam
bentuk pengajian Al Qur’an dan pengajian kitab yang di selenggarakan di
rumah-rumah, surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Kitab-kitab ini adalah
menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama seseorang.[2] Pada awal
perkembangan Islam di Indonesia Hampir di setiap desa yang ditempati kaum
muslimin, mereka mendirikan masjid sebagai tempat beribadah dan
mengerjakan shalat Jumat dan pada tiap-tiap kampung, mereka mendirikan
Surau (di Sumatera Barat) atau Langgar untuk mengaji dan membaca Alquran,
dan sebagai tempat untuk mendirikan shalat lima waktu.

Pendidikan Islam yang berlangsung di langgar bersifat elementer, di mulai dengan


mempelajari huruf abjad Arab (hijaiyyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti
guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci Alquran Pendidikan
semacam ini dikelola oleh seorang petugas yang disebut Amil, Moden atau Lebai
yang memiliki tugas ganda yaitu di samping memberikan doa pada waktu upacara
keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai guru. Pengajian Alquran pada
pendidikan Langgar ini dapat dibedakan atas dua tingkatan yaitu :

Tingkatan rendah, yaitu merupakan tingkatan pemula, yaitu di mulai dengan


sampai bisa membacanya yang diadakan pada tiap-tiap kampong.

Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut di atas, juga ditambah dengan


pelajaran lagu, kasida dan berzanzi, tajwid dan mengaji kitab perukunan.

Perkembangan Islam di Era Pra Kemerdekaan


Mengenai kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada mulanya didasarkan pada
sistem kedaerahan dan tidak terkordinir atau terpusat, karena tiap daerah
berusaha menjalankan pendidikan didaerahnya sesuai dengan keadaan daerah
masing-masing. Keberhasilan Islam menyebar dan menyusup ketengah-tengah
masyarakat juga belum didukung oleh metode dakwah atau pun organisasi yang
solid seperti sekarang ini, malahan Islam disiarkan secara sembunyi-sembunyi dan
dari rumah ke rumah agar tidak dicurigai atau dianggap menentang norma-norma
yang sudah kuat dipegang oleh penguasa dan masyarakat.

Proses Islamisasi di daerah pantai berjalan dengan damai sesuai dengan prinsip
dakwah dalam Islam yaitu tidak ada paksaan untuk memeluk agama. Sehingga
dengan pelan tapi pasti Islam dipeluk dan diamalkan oleh penduduk pantai, mulai
dari rakyat kecil sampai penguasa. Berbeda dengan daerah pantai di pedalaman
Islamisasi berjalan agak lamban dan memakan waktu agak lama karena orang
pedalaman masih kuat berpegang pada agama leluhurnya yaitu agama Hindu dan
Budha. Meskipun demikian antara kedua penduduk pantai dan pedalaman tidak
ada pertentangan bahkan mereka hidup damai.

Demikianlah keadaan proses Islamisasi yang berjalan dengan damai tanpa kendala
yang berarti sampai datangnya penjajah ke Nusantara di mana misi
kedatangannya disamping berdagang juga membawa misi lain yaitu . Kristenisasi.
Inilah pangkal masalah di Nusantara yaitu adanya pertentangan-pertentangan
baik antara penduduk pribumi akibat adu domba dari penjajah maupun antara
penduduk dengan penjajah karena apa yang dilakukan oleh penjajah sangat
merugikan penduduk baik dari segi kehidupan beragama maupun dari segi
kegidupan sosial budaya masyarakat yang sudah mapan.

Perkembangan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan secara garis besar dapat


dibagi dalam dua periode yaitu perkembangan Islam sebelum masa kolonialisme
Barat dan Jepang serta perkembangan Islam pada masa kolonialisme Barat dan
Jepang. Mengenai awal masuknya Islam ke Indonesia belum diketahui dengan
pasti. Yang jelas bahwa Islamisasi di Nusantara telah berlangsung sejak abad-abad
pertama hijriah lewat jalur perdagangan dan selanjutnya Islam berkembang
melalui beberapa jalur seperti jalur perkawinan, tasawuf politik dan lain-lain.
Dalam proses Islamisasi terjadi interaksi antara budaya lokal sehingga corak Islam
dibeberapa tempat berjalan sesuai dengan tradisi dan budaya setempat tanpa
mengurangi nilai Islam yang sesungguhnya.
Pada masa kolonialisame Barat khususnya Belanda, Islam menghadapi tantangan
yang luar biasa. Karena Belanda disamping datang untuk berdagang, mereka juga
menjalankan misi Kristenisasi. Namun dengan motivasi keimanan Islam, Belanda
menghadapi perlawanan dari umat Islam selama berabad-abad dan akhirnya
Belanda mengangkat kaki dari bumi Nusantara tanpa berhasil mengkristenkan
bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia yang cenderung
mengakomodasi umat Islam, melapangkan jalan bagi bangkitnya kembali
semangat pergerakan-pergerakan Islam dan nasionalis baik pergerakan politik
ataupun pergerakan kemasyarakatan. Lewat para tokohpergerakan inilah ide
tentang dasar negara terbentuk dan akhirnya Indonesia berhasil
memproklamirkan kemedekaannya dengan dasar Pancasila walaupun keinginan
untuk menjadikan Islam sebagai dasar Negara tidak tercapai.

Perkembangan Islam di Era Pasca Kemerdekaan


Sejarah kehidupan Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural,
tetapi Islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi Islam.
Sebagai kekuatan moral dan budaya, Islam diakui keberadaannya, tetapi tidak
pada kekuatan politik secara riil. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde
Lama, Islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi yang paradoks,
terutama dalam dunia politik. Sedangkan Orde Baru, tampaknya Islam diakui
sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan Negara.

Pendiskriminasian Islam tersebut memang sudah diawali pada saat wajah


(ideologi) Indonesia akan ditentukan sehingga muncullah berbagai gerakan-
gerakan dan pertentangan-pertentang Islam anti pemerintah akibat kekecewaan
terhadap pembentukan Negara Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.

Peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami keguncangan


di mana perseteruan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam dan
kelompok lainnya masing-masing berpegang teguh pada misi mereka untuk
menjadikan negara Indonesia menjadi Negara Islam Negara Pancasila. Dengan
timbulnya masalah ini, maka timbullah pergerakan-pergerakan, partai-partai dan
pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Islam. Hal tersebut dilakukan oleh
Islam karena mereka kecewa dengan hasil keputusan presiden yang menjadikan
dasar Negara Indonesia sebagai Negara Pancasila.

Perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Pasca


kemerdekaan cukup berkembang pesat karena pemerintah memberikan peluang
besar dengan melakukan penyetaraan dengan sekolah umum sehingga sekolah
Islam tidak mengalami ketertinggalan. Serta dengan diberlakukannya Undang-
undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara
konseptual undang-undang tersebut memberikan arah baru dalam
mengembangkan dan memberdayakan pendidikan Islam di Indonesia mencapai
kemajuan yang gemilang.

Hikmah dan Manfaat Mempelajari Sejarah Perkembangan


HIKMAH

Hikmah yang akan kita dapat dari mempelajari sejarah Perkembangan Islam di
Indonesia diantaranyasebagai berikut:

l. Islam itu tidak berkembang dengan sendirinya. Tetapi harus ada orang yang
menjadi pelaku sejarah dalam mengembangkan ajaran Islam (Q.S. Ali 'Imran/3:
104).

2.Dalam sejarah mengembangkan Islam dibutuhkan pengorbanan tenaga. waktu,


Dan harta yang dilandasi denganniat untuk menjaga agama Allah swt. tetap tegak
di muka bumi. Kewajiban ini menjadi tanggung jawab bagi setiap muslim yang
memperoleh petunjuk dan di beri kemampuan oleh Allah swt. (QS. Al-Ankabo/29:
Gy),
3.Mengetahui proses masuknya Islam di Indonesia, yaitu terjadi pada abad ke -7
melalui hubungan interaktif dalam kegiatan perdagangan dengan orang Arab,
Persia, dan India; Gujarat, dengan cara yang santun dan damai. SelanjutnyaIslam
berkembang melalui saluran pendidikan, birokrasi, perkawinan, seni dan budaya.

4. Perjuangan dalam sejarah Perkembangan Islam di Indonesia mengalami pasang


surut seiring dengan erasejarahnya. Baik dalam era kesultanan, penjajahan , pra
kemerdekaan, dan pasca kemerdekaan

5. tertanam jiwa juang dalam berdakwah dan jiwa nasionalisme dalam membela
tanah air dan menghadapi penjajahyang setiap saat akan datang untuk menguasai
Indonesia.

6. Terbuka wacana dan tergugah semangat juang dalam membangun dan


menyiapkan masa depan, sehingga mampumemberi kontribusi yang memadai
dalam menghadapi persaingan global, baik melalui kompetisi kompetensi pribadi
maupun terlibat dalam perjuangan organisasi profesi.

MANFAAT

Adapun manfaat yang akan kita dapat dari mempelajari seiarah perkembangan
Islam di Indonesia diantaranya sebagai berikut.

l. Terbuka wacana baru dan tumbuh semangat untuk terlibat dalam perjuangan
perkembangan Islam di Indonesia,untuk masa sekarang dan yang akan datang
secara proporsional.

2. Mampu menjelaskan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-7 di


Samudera Pasai melalui para saudagar Arab,Persia, dan India; Gujarat dengan
cara santun dan damai.

3. Mampu menyebutkan bahwa islamisasi di Indonesia melalui hubungan


interaksi dalam perdagangan, perkawinan,pendidikan, birokrasi, dan seni budaya.

4. Mampu menjelaskan perkembangan Islam Indonesia di era kesultanam, era


penjajahan, era pra kemerdekaan, dan era pasca kemerdekaan
5. Menyadari pentingnya membekali diri agar mampu memberi kontribusi dalam
perjuangan perkembangan Islam dimasa-masa yang akan datang

6. Merasakan pentingnya beorganisasi dalam konteks perjuangan untuk


kepentingan agama, masyarakat, dan bangsa,

7. Terinspirasi dan termotivasi terhadap perjuangan para tokoh Islam dalam


kancah perjuangannya membela agama danbangsa Indonesia, sehingga menjadi
penerus perjuangan para tokoh tersebut. datang.
MAKALAH AGAMA
Sejarah Perkembangan Islam

Disusun Oleh Kelompok 1:


 Wulan Maharani
 Eva yunita
 Wenny Sakinah Jufri
 Alya Prianingsih Sanjaya
 A. Mutia Ananda
 Muhammad Yusuf
 Muh. Ikram Nur
 Dian Kurniawan
 Wahyu
 Hisbullah
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmatnya sehingga penulis dapat menyusun makalah
tentang "Sejarah Perkembangan Islam ” dengan
sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan kesadaran anak bangsa dalam
mempelajari Agama dan meningkatkan rasa
nasionalisme sehingga mereka mampu melanjutkan
cita-cita para pahlawan pendiri bangsa.
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu, memfasilitasi, memberi masukan,
dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai
tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT
dengan ganjaran yang berlimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan
maksimal, tidak menutup kemungkinan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat
menambah referensi keilmuan masyarakat.
Maros, 25 Februari 2022
Penulis

Anda mungkin juga menyukai