Agama Islam pertama kali lahir di Mekkah, Arab Saudi. Para pemeluknya menyebarkan
agama Islam lewat berbagai jalur. Salah satu teori menyebutkan bahwa agama Islam di
Indonesia masuk lewat jalur perdagangan. Ketika Islam menyebarkan agama dan
kebudayaannya ke Indonesia, prosesnya cenderung berjalan dengan damai. Karena
itu, raja hingga rakyat biasa menerimanya dengan hangat.
Selain perdagangan, ada saluran lain yang menyebabkan agama Islam dapat masuk
dan berkembang di Indonesia. Saluran tersebut di antaranya adalah saluran
perkawinan, pendidikan, dan seni budaya.
Ada teori-teori yang menyebutkan tentang asal penyebar Islam di Indonesia, yaitu
teori Gujarat, teori Arab, dan teori Persia.
Teori Gujarat ini diajukan oleh kalangan sejarawan Belanda, seperti Jan Pijnappel,
Snouck Hurgronje, dan Jean Piere. Menurut teori ini, penyebar Islam di Indonesia
berasal dari Gujarat (India) antara abad ke-7 hingga abad ke-13 M. Kalangan yang
berperan khususnya adalah para pedagang. Sejak abad ke-7, mereka telah memeluk
Islam dan di tengah kegiatannya berdagang, mereka turut mengenalkan agama Islam,
termasuk di Indonesia.
Sementara itu, teori Arab diajukan oleh Jacob Cornelis van Leur dan Buya Hamka.
Teori ini menyebutkan bahwa pengaruh Islam dibawa langsung oleh pedagang Arab
sekitar abad ke-7. Teori Arab didukung dengan adanya pemukiman Islam di Barus,
pesisir barat Sumatera, di abad ke-7. Ada pula nisan pada makam wanita di Gresik,
Jawa Timur, yang ditulis dengan huruf Arab bergaya Kufi.
Teori lainnya adalah teori Persia yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat. Teori ini
berpendapat bahwa pengaruh Islam di Indonesia dibawa masuk oleh orang-orang
Persia sekitar abad ke-13. Argumen yang diajukan oleh teori ini adalah terdapat
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan
Indonesia, seperti peringatan 10 Muharram, kesamaan ajaran sufi, kesamaan seni
kaligrafi pada nisan makan, dan terdapat perkampungan Leran yang sempat menjadi
perintis penyebaran Islam di Jawa.
Kerajaan Islam yang didirikan pertama kali adalah Kerajaan Perlak. Bukti sejarah yang
menunjukkan terdapat masyarakat dan kerajaan Islam dilaporkan oleh Marco Polo
dari Venesia yang singgah di Kerajaan Perlak dalam perjalanan pulang ke Italia tahun
1292. Di perlak, Marco Polo juga menjumpai adanya penduduk yang telah memeluk
Islam dan pedagang Islam dari India yang menyebarkan agama Islam.
Menyusul Kerajaan Perlak, berdiri pula Kerajaan Samudra Pasai. Bukti sejarah adanya
kerajaan ini ditulis oleh Ibnu Batutah, seorang utusan kerajaan Delhi ke Tiongkok.
Dalam perjalanan dari India ke Tiongkok, Ibnu Batutah singgah di Samudra Pasai dan
mengunjungi istana Sultan Malik Az-Zahir. Dari hasil kunjungannya ke kerajaan Islam
di Samudra Pasai, diketahui bahwa Samudra Pasai merupakan pelabuhan penting
tempat kapal-kapal India dan Tiongkok berlabuh.
Selain kedua kerajaan tersebut, kerajaan Islam lain yang pernah berdiri di Indonesia di
antaranya adalah Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan
Makassar, Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, dan Kerajaan Aceh Darussalam.
Squad tentu masih ingat kalau kerajaan Islam bertumpu pada perdagangan ‘kan?
Ternyata, perdagangan antarpulau dan antarnegara itu memiliki peran yang penting,
seperti menghubungkan penduduk antarpulau maupun terjadi penyebaran budaya
antardaerah.
Selain kedua hal di atas, pelabuhan yang dulu menjadi tempat berdagang masih ada yang
digunakan, lho. Lokasi tersebut masih digunakan karena merupakan lokasi strategis
untuk berdagang. Kamu bisa sebutkan salah satu contoh tempatnya?
Pulau Batam (Riau) serta Bangka dan Belitung menjadi beberapa tempat yang memiliki
lokasi strategis di Selat Malaka. (Sumber: eaglespeak.us)
Bahasa
Bahasa Melayu menjadi bahasa yang tumbuh berkembang sejalan dengan penyebaran
Islam, serta pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Bahasa Melayu sebagai bahasa
pergaulan antarsuku bangsa sehingga disebut lingua franca.
Ketika di masa jayanya, Samudra Pasai pernah menjadi pusat studi Islam di Nusantara,
dan menyiarkan Islam di wilayah Malaka. Sistem pendidikan Islam ini diadaptasi oleh
sekolah-sekolah saat ini seperti pesantren ataupun madrasah.
Ketika pertama kali masuk, Islam tidak bisa diterima begitu saja oleh masyarakat
Nusantara, karena mereka saat itu masih beragama Hindu-Buddha atau masih menganut
animisme, dinamisme, dll. Agar dapat diterima, Islam perlu berbaur dengan budaya asli
Nusantara. Akulturasi budaya itu dapat kamu lihat pada:
Pada beberapa masjid peninggalan kerajaan Islam, kamu dapat melihat perpaduan unsur
budaya Islam dengan praislam. Masjid Agung Demak, misalnya. Atapnya berbentuk
seperti meru (nama gunung) yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Kemudia, di
bagian puncak menara masjidnya ada mustaka. Perpaduan praislam juga ada pada
menara seperti Masjid Kudus. Menara Masjid Kudus mirip candi Jawa Timur.
2. Makam
Makam-makam biasanya terdapat dekat dengan masjid agung. Seperti makam sultan-
sultan Demak di samping Masjid Agung Demak, kompleks makam di Samudra Pasai,
makam sultan-sultan Aceh di Kandang XII, makam sultan-sultan Gowa di Tamalate.
3. Seni Ukir
Pada masa Islam, mulai berkembang seni-seni kaligrafi. Ini disebabkan karena seni ukir
patung kurang berkembang karena adanya ajaran yang tidak boleh menggambarkan
manusia atau hewan. Sampai saat ini, kamu masih bisa menemukan seni kaligrafi di
banyak tempat.
Huruf Arab-Melayu mulai dikenal pada masa kerajaan Islam Nusantara dan digunakan
dalam surat, kaligrafi, dan karya sastra. Pengaruh Persia (banyak pedagang datang dari
sana) cukup kuat pada bidang sastra seperti cerita tentang Amir Hamzah, Bayan Budiman,
dan Cerita 1001 Malam. Ada empat macam seni sastra masa Islam yaitu:
a. Hikayat adalah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa berisi cerita, peraturan, dan
silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, maupun biografis. Contohnya: Hikayat Raja-
raja Pasai dan Hikayat Iskandar Zulkarnain.
b. Babad adalah karya sastra kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura
yang berisi tentang sejarah dengan balutan mitos. Contohnya: Babad Tanah
Jawi dan Babad Cirebon.
d. Syair adalah sajak-sajak yang terdiri atas empat baris dalam setiap baitnya. Contohnya:
syair pada nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.
5. Kalender
Squad pernah dengar perayaan 1 Sura di Yogyakarta? Itu adalah salah satu pengaruh
Islam yang masih bisa kamu ikuti sekarang. Akulturasi budaya pada perayaan tersebut
berawal dari penyampuran Kalender Saka dengan Kalender Islam yang akhirnya
melahirkan Kalender Jawa.