Anda di halaman 1dari 53

Proses Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia

Masuknya Islam ke Indonesia Agama Islam berasal dari tanah Arab dan dari tanah Arab berkembanglah agama Islam kemana-mana, diantaranya ke Gujarat (India) dan Persia. Demikian pula berangsur-angsur meluas kearah timur hingga Semenanjung Malaka. Mengenai masuknya Islam ke Indonesia tidak diketahui secara pasti. Berikut beberapa sumber sejarah yang menjadi bukti masuknya Islam ke Indonesia.

Perkampungan Islam yang terdapat disekitar Selat Malaka pada abad ke-7 dan ke-8 Batu bersurat pada sebuah makam seorang wanita muslim di Leran Gersik Jawa TImur, atas nama Fatimah binti Ma'imun, berangka tahun 475 H (1082 M)

Catatan kisah perjalanan Marcopollo (Musafir Venesia) yang singgah di Perlak Aceh Utara tahun 1292 M Batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh, raja Samodra Pasai yang berangka tahun 1345 M Pembawa Islam ke Indonesia Pembawa Islam ke Indonesia terutama para pedagang dari Gujarat (India), Arab dan Persia. Sedangkan pusat perdagangan yang berperan penting dalam penyebaran Islam ke Indonesia ialah bandar (pelabuhan) Malaka. Sejak abad ke-15 kota Malaka tumbuh sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Sementara itu proses perkembangan agama Islam di Indonesia semakin cepat meluas setelah Malaka direbut Portugis pada tahun 1511 seperti yang ditulis Tome Pires dalam karyanya Suma Oriental. Semakin lama semakin banyak pedagang asing yang melewati perairan Nusantara. Pelayaran di Indonesia semakin ramai sehingga tumbuh badarbandar dibeberapa pulau di Indonesia, misalnya di Aceh, Palembang, Cirebon, Jepara, Tuban, Banjarmasin, Ternate dan Tidore. Semakin banyak bandar di Indonesia, perkembangan Islam ditanah air semakin lancar.

Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia Beberapa hal menyebabkan agama Islam terus berkembang pesat di Indonesia diantaranya sebagai berikut: 1. Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia. 2. Adanya sistem pendidikan pondok pesantren 3. Gigihnya para da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam 4. Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya: a. b. c. d. Wayang kulit seni bangunan, dan seni karawitan/seni gamelan Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat

Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.

Saluran Penyebaran Agama Islam di Indonesia Melalui Perdagangan Melalui Perkawinan Melalui Pendidikan (Pondok Pesantren) Melalui Dakwah Melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan

Penerima Agama Islam di Indonesia Para Bangsawan dan raja-raja didaerah pantai Para Pedagang Masyarakat Luas http://campusnancy.blogspot.com/2012/07/proses-masuk-dan-perkembanganislam-di.html

Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam Di Indonesia

KARAKTERISTIK MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki latar berlakang yang sama dengan agama Hindu-Budha, yaitu melalui jalur perdagangan dengan pedagang Arab, India dan Cina yang terlebih dahulu telah memeluk agama Islam. Agama Islam diperkenalkan dan disebarluaskan dengan cara yang damai, tidak melalui peperangan atau pemaksaan. Peranan wali dari penduduk asli Indonesia turut serta dalam penyebaran agama Islam, yang menjadi menarik perhatian masyarakat adlah mereka tidak membuat dirinya menjadi berbeda dengan lainnya. Penggunaan pakaian dan pendekatan bahasa adalah cara yang efektif,

diperkenalkannya unsur-unsur kesenian menambah khasanah kebudayaan Indonesia PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM Rute perdagangan melalui laut yang sering dipakai dalam oleh bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lainnya adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia, Teluk Persia, Laut Merah, Laut Hitam, sampai Laut Tengah. Sejak abad ke 7, sistem perdagangan Islam sudah terasa lebih maju dari bangsabangsa lainnya. Hal ini ditandai dengan : 1. Munculnya sistem perdagangan bebas, yaitu jual beli barang tanpa batas syarat. 2. Menggunakan perdagangan saham, bagi bangsawan bisa memberikan modal kepada suatu perusahaan dagang dengan membeli saham. 3. Banyaknya pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai oleh pedagang Islam. Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam Di Indonesia SUMBER BUKTI MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA : a. Catatan Pedagang Arab Berdasarkan catatan dari Ibnu Hordadzbeth (844-848), Sulayman (902), Ibnu Rosteh (903), Abu Zayid (916) dan Masudi (955) menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya melakukan perdagangan dengan kerajaan Oman dengan menjual kayu, timah, gading, rempah-rempah, merica, pala dan lain-lain. Ini terjadi pada tahun 7 saat Sriwijaya dipimpin oleh Raja Zabaq. b. Catatan Ibnu Batuta Ibnu Batuta mendapat tugas untuk melakukan pelayaran ke Cina atas perintah Moh. Ibn Tuglag dari India. Ia mengemukakan bahwa di Indonesia sudah menggunakan nama-nama yang bernuansa Arab, yakni Syekh dan Malik. c. Catatan Marcopolo Saat perjalanan pulang Marcopolo dari Cina dan singgah di Perlak sudah melihat adanya kerajaan Islam di Tumasik dan Samudera Pasai. Kedua kerajaan tersebut menguasai Selat Malaka dan melakukan hubungan dagang ke Gujarat dan Benggala

d. Catatan Ma Huan Pada tahun 1400 M, Ma Huan adalah seorang penulis muslim asal Cina ikut serta bersama Laksamana Cheng-Ho yang juga Muslim melakukan eskpedisi ke tanah Jawa. Catatannya yang ditulis dalam buku Yingyai Seng-lan, menuturkan bahwa orang Cina yang bermukim di Jawa berasal dari Kanto, Zhangzhou, dan Quanzhou, kebanyakan dari mereka telah masuk Islam dan mentaati agama. e. Catatan Tome Pires Dalam catatan orang Portugis yang bernama Tome Pires menyebutkan bahwa pada awal abad XVI kerajaan-kerajaan di Sumatera telah menganut ajaran Islam, di Tuban dan Gresik sudah terdapat keturunan ketiga para pengusaha-pengusaha beragama Islam. f. Batu Nisan Ditemukannya batu nisan yang memiliki corak bernuansa Islam, antara lain: 1. Makam Fatimah binti Maimun, diperkirakan meninggal pada tahun 1025. 2. Makam Sultan Malik al-Saleh, meninggal tahun 1297. 3. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, meninggal tahun 1419

WALI SONGO : 1. Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi, menyebarkan agama Islam di Gresik dengan menggunakan pendekatan pergaulan. 2. Sunan Ampel, menyebarkan agama Islam di Surabaya. 3. Sunan Bonang putra Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Tuban.Sunan Drajat putra ketiga Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Sedayu (Surabaya). 4. Sunan Giri (Raden Paku) murid Sunan Ampel, menyebarkan Islam di Gresik 5. Sunan Muria, menyebarkan Islam di daerah pedalaman Kudus. 6. Sunan Kudus (Udung), menyebarkan Islam di Kudus. 7. Sunan Kalijaga (Demak).Sunan (Joko Said), menyebarkan Islam di Kadilangu

8. Gunung Jati (Fatahillah), menyebarkan Islam di Cirebon

PENGARUH DAN PENINGGALAN BUDAYA WALI SONGO Raden Fatah sewaktu menjadi raja Demak tidak memakaipakaian adat Arab, tetapi memakai kuluk, jamang dan sumping. Cerita wayang lebih bervariasi, diambil cerita-cerita rakyat dan cerita dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Bentuk wayang yang semula boneka dimodifikasi menjadi pipih terbuat dari kulit. Menara Mesjid Kudus mirip dengan candi dengan bentuk atap menyerupai pura. Sunan Giri menciptakan lagu-lagu bernuansa Islam, seperti Ilir-ilir dan Jamuran

AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDDHA DENGAN SILAM UPACARA ADAT Pada tahun 1284 Saka atau 1362 M, raja Hayam Wuruk melakukan acara srada untuk memperingati wafatnya Rajapatni. Tradisi penghormatan terhadap roh nenek moyang terasa masih sangat kental, walaupun sudah masuk agama Hindu-Budha. Di saat masuknya agama Islam, upacara seperti ini tidak hilang malah dibumbui dengan unsur-unsur Islam. SENI BANGUNAN Arsitektur bangunan mesjid dibuat secara khusus untuk membedakan dengan bangunan lainnya. Biasanya atap mesjid dibuat bertingkat, denah persegi panjang, memiliki serambi depan atau samping, dikelilingi benteng dan gerbang berbentuk gapura. Contoh-contoh mesjid seperti ini dapat dijumpai pada Mesjid Marunda, Mesjid Agung Demak, Mesjid Agung Banten, dan Mesjid Agung Cirebon. SENI SASTRA Sastra karya Hamzah Fanshuri merupakan contoh hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan Budha, seperti terlihat dalam karyanya yang berjudul Syair

Perahu yang mengibaratkan hidup manusia di dunia bagaikan mengarungi lautan, dan Syait Si Burung Pingai yang menggambarkan jiwa manusia sama seperti burung yang sama seperti dzat Tuhan Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam Di Indonesia 1. SAMUDRA PASAI Orang Gujarat, Persia dan Arab yang berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak dan muara Sungai Pasai mendirikan sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh tahun 1268 dan digantikan oleh dinasti Mamaluk yang beraliran Syafii, mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir, begitupula di pantai Timur Sumatera. Utusan dinastri Mamaluk yang bernama Syekh Ismail mengangkat Marah Silu menjadi sultan di Pasai, dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah menjadi aliran Syafii. Sultan Malikul Shaleh digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Malikul Thahir, putra keduanya yang bernama Sultan Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah. Saat Majapahit melakukan imperium ke seluruh Nusantara, kesultanan di Pasai tunduk dan berada di bawah kekuasaan Majapahit. Nama-nama sultan pengganti Sultan Malikul Saleh yang pernah berkuasa di Samudera Pasai adalah 1) Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malikul Tahir (1297-1363). 2) Sultan Ahmad yang bergelar Sultan Malik Az-Zahir (1326-1348). 3) Sultan Zainal Abidin (1348-1383) Sumber-sumber yang menyatakan keberadaan kesultanan di Pasai didapat dari catatan Ibnu Batuta saat ekspedisi dari India ke Cina tahun 1345 dan catatan Marcopolo dari Venesia tahun 1292.

2. KERAJAAN MALAKA

Didirikan oleh Paramisora, pangeran Majapahit yang melarikan diri ke Tumasik setelah terjadi Perang Paregreg (1401-1406). Pelariannya ke Tumasik (Singapura) dilanjutkan ke Semenanjung Malaka. Paramisora membuat pelabuhan sebagai tempat singgah para pedagang dari luar negeri maupun dalam negeri. Paramisora mengganti agama lamanya dengan agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah. Kesultanan berikutnya adalah Muhammad Iskandar Syah (1414-1424) yang menikah dengan putri dari Pasai. Sultan Mudzafat Syah menggantikan Muhammad Iskandar Syah melalui kudeta, selanjutnya kesultanan dilanjutkan Sultan Mansur Syah (1458-1477), Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Tahun 1511 saat Kerajaan Malaka dipimpin Sultan Mahmud Syah, terjadi penyerbuan oleh bangsa Portugis yang dipimpin oleh Alfonso dAlburquerque. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Johor dan mendirikan kerajaan Johor Masalah perpajakan diurus seorang tumenggung yang menguasai wilayah tertentu, urusan perdagangan laut diurus oleh syahbandar dan urusan perkapalan diurus oleh laksamana.

3. KERAJAAN ACEH Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 Tahun 1564 Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al -Kahar (1537-1568). Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah datang pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman untuk meminta ijin berdagang di Aceh. Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda, ia berkuasa dari tahun 1604-1607. Portugis melakukan penyerangan tapi usaha ini tidak berhasil.

Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 16071636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang dan Kedah (1615-1619). Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1637-1642). Pada masa ini pertikaian antara golongan bangsawan (Teuku) dengan golongan (Teungku), sedangkan golongan agama sendiri tidak pernah bersatu terdapat dua aliran yang berbeda, Syiah dan Sunni. Muda terjadi agama karena

4. KERAJAAN DEMAK Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah. Yaitu keturunan Raja Brawijaya V yang menikah dengan putri Cina. Ketika Majapahit masih berkuasa walaupun dalam keadaan lemah, Raden Fatah diangkat menjadi bupati di Bintoro (Demak) dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Tahun 1500 Demak menyerang Majapahit dan memindahkan pusat pemerintahan di Demak. Setelah Raden Fatah wafat, Demak diserahkan kepada Cu -cu atau Sumangsang, Selanjutnya Demak diperintah oleh Dipati Unus dari tahun 1507. Tahun 1513 Demak memimpin pasukan yang dipimpin oleh Dipati Unus melakukan usaha merebut Selat Malaka dari Portugis. Karena kejadian itu, Dipati Unus dikenal dengan panggilan Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran yang menyeberang ke Utara. Sultan Trenggana menggantikan saudaranya Dipati Unus dari tahun 1521 1546. Sultan Trenggana memperluas wilayah kekuasaan Demak ke Madiun (1529), Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba (1535), Kediri (1539), dan Blambangan (1546). Usaha Demak memperluas wilayah dilanjutkan ke Banten, Cirebon dan Jayakarta pada tahun 1525 dibawah pimpinan Fatahillah. Wafatnya Sultan Trenggana saat penaklukan Blambangan konflik keluarga yang ingin menguasai tahta kerajaan Demak. bernama Pangeran Seda ing Lepen menjadi raja Demak, berlangsung lama dan digantikan oleh Pangeran Prawata menimbulkan Adiknya yang namun tidak putra Sultan

Trenggana. Namun Arya Penangsang putra Pangeran Seda ing Lepen samasama menginginkan tahta kerajaan Demak. Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam Di Indonesia 5. KERAJAAN BANTEN Untuk mengurangi pengaruh Portugis di Nusantara, Fatahillah membuat kerajaan Banten sebagai kerajaan bawahan Demak. Fatahillah melanjutkan penaklukannya ke Cirebon, dan kekuasaan Banten diserahkan kepada puteranya yang bernama Hasannudin. Pada tahun 1522 Banten memutuskan untuk melepaskan diri. Dengan demikian, Hasanuddin adalah pendiri dan peletak cikal-bakal kerajaan Banten. Hasanuddin dinikahkan dengan putri Sultran Trenggono Hasanuddin memiliki dua putera yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Pangeran Jepara menikah dengan putri penguasa Jepara, Ratu Kali Nyamat dan menjadi pengganti penguasa Jepara. Pada tahun 1570 Banten diperintah Maulana Yusuf. Ia melakukan penaklukan ke kerajaan Pajajaran yang masih beragama Hindu. Setelah Maulana Yusuf wafat tahun 1580, kekuasaan diberikan kepada Maulana Muhammad. Proses peralihan kekuasaan ini mendapat tentangan dari Pangeran Jepara. Usaha Pangeran Jepara untuk menguasai Banten dilakukan dengan penyerangan, namun gagal karena Maulana Yusuf dibantu oleh para ulama. Tahun 1651-1682, Banten mengalami kejayaan saat diperitah oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Ia sangat keras terhadap Belanda. Anehnya, Sultan Haji (putra Sultan Ageng Tirtayasa) tidak menyetujui dan malah bersekutu dengan Belanda.

6. KERAJAAN MATARAM Jaka Tingkir menantu Pangeran Trenggono memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang, dan kemudian mendirikan kerajaan Pajang dan menjadi raja pertama di Pajang dengan gelar Hadiwijaya. Jaka Tingkir melakukan penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Timur. Ia memberikan hadiah kepada dua orang yang telah berjasa selama

penaklukan, mereka adalah Ki Ageng Pamanahan yang ditempatkan di Mataram dan Ki Ageng Panjawi yang ditempatkan di Panjawi. Pada tahun 1578 didirikan keraton oleh Pamanahan di Plered sebagai ibukota wilayah Mataram. Setelah Pamanahan, kekuasaan wilayah dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Senapati. Kelak, Senapati yang menjadi peletak cikalbakal kerajaan Mataram. Pada tahun 1613-1645, Sultan Agung membawa Kerajaan Mataram ke dalam masa kejayaan. Amangkurat I putera dari Sultan Agung melakukan kerjasama dengan Belanda untuk dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan di daerah. Belanda berkeinginan untuk menguasai tanah Jawa yang subur dengan memecah Mataram menjadi beberapa kerajaan kecil dan memaksa untuk dilakukan Perjanjian Giyanti (1755). Isi dari Perjanjian Giyanti adalah membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta dengan Mangkubumi sebagai raja dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I, dan Kasunanan Surakarta dengan raja Susuhunan Pakubuwono III. Tahun 1813, oleh Belanda wilayah Mataram dibagi menjadi 4 bagian yaitu Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.

7. KERAJAAN GOA TALLO Goa dan Tallo merupakan kerajaan kembar, pada tahun 1603 Goa menjadi kerajaan Islam Daeng Manrabia masuk Islam dan bergelar Alauddin, Tallo menjadi kerajaan Islam saat Kraeng Matoaya masuk Islam dan bergelar Sultan Abdullah. Wilayahnya meliputi sebagian besar Sulawesi dan bagian timur Nusa Tenggara. Setelah Alaudin meninggal, tahta diserahkan kepada Hasanuddin (1654 -1660). Usaha ayahnya menentang Belanda dilanjutkan, bahkan kegigihannya sangat merepotkan. Oleh karena itu Hasanuddin dikenal dengan ayam jantan dari timur. Penguasa Makassar selanjutnya adalah Mapasomba, putra Hasanuddin. Bone merupakan wilayah kekuasaan Makassar yang dipimpin oleh Aru Palaka menawarkan kerjasama untuk membantu Belanda. Tahun 1667, Belanda dapat

menghancurkan Makassar dan memaksa dilakukan Perjanjian Bongaya, yang isinya antara lain 1) Pengakuan hak monopoli Belanda. 2) Belanda dapat mendirikan benteng-benteng pertahanan di Makassar. 3) Makassar melepaskan daerah-daerah kekuasaan. 4) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone

8. KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE Di pulau Maluku terdapat empat kerajaan besar, yaitu Jailolo, Bacan, Ternate dan Tidore. Ternate dan Tidore merupakan kerajaan besar yang menguasai persaingan perdagangan dibandingkan dengan lainnya. Dalam persaingannya Ternate membentuk Uli lima (persekutuan lima) yang terdiri dari Bacan, Obi, Seram dan Ambon, sedangkan Tidore membentuk Uli siwa (persekutuan sembilan) yang terdiri dari Jailolo, Makian, dan pulau-pulau kecil di Maluku sampai Irian. Portugis bersekutu dengan Ternate dan Spanyol bersekutu dengan Tidore. Dengan perjanjian Saragosa Spanyol menguasai Filipina dan Portugis menguasai Maluku. Sultan Tabariji dari Ternate ditangkap tanpa alasan jelas dan dibuang ke Goa. Melihat kejadian tersebut Sultan Hairun sebagai penguasa kerajaan Ternate secara terang-terangan menentang hak monopoli Portugis di Maluku, dengan tipu muslihat Sultan Hairun dibunuh oleh bangsanya sendiri. Tahun 1570 Sultan Baabulah berhasil mengusir Portugis dari tanah Ternate. Akhirnya Portugis keluar dari Maluku dan tinggal di daerah Timor Timur.

Sejarah Perkembangan Islam Di Indonesia A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia

Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.

Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong. 2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya. 3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki. 4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.

Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.

Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.

Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082 M. Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.

Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kirakira tahun 1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan.

Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan 1. Ilmu-ilmu Keagamaan Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut : a. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas. b. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :

a. Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid. b. Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Miratul Mumin (Cermin Orang Beriman). c. Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Marifat Al Adyan (tasawuf). d. Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh). e. Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil f. Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati g. Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah. h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih). i. Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris j. Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)

2. Arsitektur Bangunan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur bangunanbangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.

C. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa Perkembangan 1. Masa penjajahan Jauh sebelum Belanda masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara telah memeluk agama Islam yang ajarannya penuh kedamaian, saling menghormati, dan tidak bersikap buruk sangka terhadap bangsa asing. Semula bangsa asing seperti Portugis dan Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi dalam perkembangan selanjutnya niat itu berubah menjadi keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai koloni di bawah kekuasaan dan jajahannya. Portugis berhasil meluaskan wilayah dagangnya dengan menguasai Bandar Malaka di tahun 1511 sehingga akhirnya mereka dapat masuk ke Maluku, Ternate dan Tidore.

Portugis juga mematikan aktivitas perdagangan kaum muslim Indonesia di daerah lainnya seperti Demak. Pada tahun 1527 M, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Banten. Banten dan Aceh kemudian menjadi pelabuhan yang ramai menggantikan Bandar Malaka.

Dilandasi semangat tauhid dan hasil pendidikan yang diperoleh dari pesantren menyebabkan semakin bertambahnya kader pemimpin dan ulama yang menjadi pengayom masyarakat. Kaum bangsawan dan kaum adat yang semula tidak memahami niat para ulama untuk mempertahankan Indonesia dari cengkeraman penjajah secara perlahan bersatu padu untuk mempertahankan Nusantara dari ekspansi Belanda.

Contoh perlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut antara lain:

1. Tuanku Imam Bonjol melalui Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera Barat. 2. Pangeran Diponegoro (1815-1838) melalui Perang Diponegoro di Jawa Tengah. 3. Perang Aceh (1873-1904) di bawah pimpinan Panglima Pilom, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Cut Nyak Din.

2. Masa Kemerdekaan Umat Islam kemudian mengganti perjuangannya melawan penjajahan dengan strategi atau jalan mendirikan organisasi-organisasi Islam yang diantaranya sebagai berikut : a. Syarikat Dagang Islam Syarikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam berdiri pada tahun 1905 dipimpin oleh H. samanhudi, A.M. Sangaji, H.O.S. Cokroaminoto dan H. Agus Salim. perkumpulan ini berdiri dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup bangsa ndonesia, terutama dalam dunia perniagaan.

b. Jamiatul Khair Berdiri pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau Jawa. Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab.

c. Al Irsyad Al Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan tahun 1914 M oleh para pedagang dan ulama keturunan Arab, seperti Syekh Ahmad Sorkali.

d. Perserikatan Ulama Gerakan modernis Islam yang berdiri pada tahun 1911 M oleh Abdul Halim dan berpusat di Majalengka Jawa Barat. Organisasi ini diakui keberadaannya oleh

Belanda tahun 1917 dan bergerak dibidang ekonomi dan sosial, seperti mendirikan panti asuhan yatim piatu pada tahun 1930 M.

e. Muhammadiyah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan bertepatan tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi gerakan Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.

f. Nahdatul Ulama Didirikan pada bulan Januari 1926 oleh KH. Hasyim Asyari yang bertujuan membangkitkan semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan karena saat itu Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam seperti Pesantren.

3. Masa Perkembangan Di masa perkembangan atau setelah memperoleh kemerdekaan, umat Islam juga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya memajukan bangsa dan negara. Peran-peran tersebut antara lain dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut.

a. Membentuk Departemen Agama Tujuan dan fungsi Departemen Agama dirumuskan sebagai berikut: 1) Mengurus serta menuntut pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama. 2) Mengikuti dan memperhatikan hal-hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan. 3) Memberi penerangan dan penyuluhan agama.

b. Di Bidang Pendidikan Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kyai dan saat ini sudah banyak muncul pesantren yang bersifat modern. Artinya, pendidikan Islam tersebut memiliki kurrikulum dan jenjang-jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar (ibtidaiyah), menengah (tsanawiyah), dan tingkat atas (aliyah), bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi, seperti Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang telah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

c. Majelis Ulama Indonesia Selain Departemen Agama, pemerintah Indonesia juga mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu suatu wadah kerja sama antara pemerintah dan ulama dalam urusan keorganisasian, khususnya agama Islam. Majelis Ulama Indonesia bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat berdiri pada bulan Oktober 1962 yang memiliki tujuan awal antara lain sebagai berikut : 1) Pembinaan mental dan agama bagi masyarakat. 2) Ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan revolusi dan pembangunan semesta berencana dalam rangka demokrasi terpimpin.

D. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut: 1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian. 2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras. 3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.

E. Manfaat dari Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut: 1. Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini. 2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan. 3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut. a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran. b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara 4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya. 5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya. 6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.

F. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.

2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya. 3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya. http://mklh6sejarahperkembanganislam.blogspot.com/

Perkembangan Islam di Indonesia A. Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsipprinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.

Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar masuknya Islam di Indonesia pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah. B. Cara Masuknya Islam di Indonesia

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : Artinya Tidak ada : 256)

paksaan

dalam

agama

(Q.S.

al-Baqarah

ayat

Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ; 1. Perdagangan Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam. 2. Kultural Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anakanak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain. 3. Pendidikan

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para dai dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia. 4. Kekuasaan politik Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang. C. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara

1. Di Sumatra Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.

Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada semi nar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh. Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar). Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 1636). Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para dai, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar

pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah. 2. Di Jawa Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para dai yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat. Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu : a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel : 1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan. 2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M. 3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan pertama.

c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku) Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa. d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersamasama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M. e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid) Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam. f. Sunan Drajat Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para dai yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon. g. Syarif Hidayatullah Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali. h. Sunan Kudus Nama aslinya adalah Jafar Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat

tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara. i. Sunan Muria Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus. Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri masa SiwaBudha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu syariat Islam Salokantara dan Jugul Muda itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syariat Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan. Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping waliwali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya. 3. Di Sulawesi

Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para dai di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi. Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang dai bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masu k ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669). 4. Di Kalimantan Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan. Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak

berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para dai tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Jalur ketiga para dai datang dari Sulawesi (Makasar) terutama dai yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan. a. Kalimantan Selatan Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Rajaraja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Mustain Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan. b. Kalimantan Timur Di Kalimantan Timur inilah dua orang dai terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya. 5. Di Maluku. Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini.

Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para dai yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore. Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti : a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486). b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina. c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin. d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin. Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi. D. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.

Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah bersabda : Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni AlAhmar dan Al-Abyadl, merah dan putih . Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.

Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ideidenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah seorang muslim. Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para dai Islam sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :Tidak ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampai (Islam) yang nyata. (Q.S. Yasin : 17) Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia dalam mengusir penjajah. 1. Penjajah Portugis

Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama Perjanjian Tordesillas yang berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis. Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab. Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negaranegara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil. Pada tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus memimpin sendiri armada lautnya menyerang Portugis yang saat itu sudah menguasai Malaka, tapi kali ini mengalami kegagalan karena persenjataan lawan begitu tangguh penyerangan kedua kalinya dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada

yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka yang telah terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir pasukan asing Portugis dari wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan dakwah yang memanjang dari Malaka-Demak dan Maluku. Namun perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia gugur mati syahid dalam pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar Pangeran sabrang lor artinya pangeran yang menyebrangi lautan di sebelah utara. Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun kekuatan militernya terutama angkatan lautnya yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400 prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan Portugis. Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis di Malaka mengalami kegagalan, namun terhadap penjajah Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku memperoleh hasil yang gemilang. Adalah panglima Fatahillah (menantu Sultan Syarif Hidayatullah) pada tahun 1526 M. memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Sunda Kelapa lewat jalur laut. Mereka berhasil mengepung dan merebutnya dari tangan penjajah Portugis, kemudian diganti namanya menjadi Fathan Mubina diambil dari Quran Surat al-Fath ayat satu. Fathan Mubina diterjemahkan menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M, yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Di Maluku, Portugis menghasut dan mengadu domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Namun kemudian rakyat Ternate sadar, sehingga mereka dibawah pimpinan Sultan Haerun berbalik melawan Portugis. Nampaknya yang menjadi persoalan bukan hanya faktor perdagangan atau ekonomi, tapi juga persoalan penyebaran agama oleh Portugis. Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun 1546 dilakukan oleh seorang utusan Gereja Katolik Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat ekstrimnya ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata seorang Sultan Ternate yang sangat saleh, tentu saja

membuat rakyat marah dan bangkit melawan Portugis. Lebih marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik oleh Portugis pada tahun 1570. Rakyat Ternate terus melanjutkan perjuangannya melawan Portugis dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun selama empat tahun mereka berperang melawan Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir penjajah Portugis dari Maluku 2. Penjajah Belanda

Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaankerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam sebanyakbanyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orangorang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai kemerdekaannya. Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain : Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid,

dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat misalnya Apan Ba Saamah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas) Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak melawan penjajah kafir Belanda yang terkenal dengan perang Banjar, dibawah pimpinan Pangeran Antasari yang didukung dan dilanjutkan oleh para mujahid lainnya seperti pangeran Hidayat, Sultan Muhammad Seman (Putra pangeran Antasari), Demang Leman dari Martapura, Temanggung Surapati dari Muara Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan, Temanggung Abdul jalil dari Amuntai, Temanggung Naro dari buruh Bahino, Panglima Batur dari Muara Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima Bukhari, Haji Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain. Dalam perang Banjar ini sekitar 3000 serdadu Belanda tewas. Di Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran Neuku dan Said dari kesultanan Ternate dan Tidore. Di Sulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam Indonesia seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka. Sederetan Mujahid-mujahid lain disetiap pelosok tanah air yang belum diangkat namanya atau dicatat dalam buku sejarah adalah lebih banyak dari pada yang telah dikenal atau sudah tercatat dalam buku-buku sejarah. Mereka sengaja tidak mau dikenal, khawatir akan mengurangi keikhlasannya di hadapan Allah. Sebab mereka telah betul-betul berjihad dengan tulus demi menegakkan dan membela Islam di tanah air. 3. Penjajahan Jepang Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10

januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha). Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin. Selain itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi yang bersifat politik atau yang membahayakan Jepang yang dibentuk semasa Belanda, kemudian sebagai gantinya dibentuklah organisasi-organisasi baru misalnya Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Cuo Sangi In (Badan pengendali politik), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa), Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, Peta dan lain-lain. Motif utama dibentuknya organisasi-organisasi tersebut hanyalah sebagai kedok saja yang ternyata untuk kepentingan penjajah Jepang juga. Namun bangsa kita sudah cerdas justru organisasi-organisasi tersebut sebaliknya dimanfaatkannya untuk melawan penjajah Jepang. Sebagai contoh adalah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada tanggal 3 Oktober 1943 di Bogor yang merupakan cikal bakal adanya TNI. Terbentuknya memang atas persetujuan penjajah Jepang yang didukung oleh para alim ulama. Tercatat sebagai pendirinya adalah KH.Mas Mansur, Tuan Guru H. Yacob, HM.Sodri,

KH.Adnan, Tuan guru H.Kholid, KH.Djoenaedi, Dr.H.Karim Amrullah, H.Abdul Madjid dan U. Muchtar. Mereka betul-betul memanfaatkan PETA ini untuk kepentingan perjuangan bangsa. PETA saat itu terdiri dari 68 batalion yang masing-masing dipimpin oleh para alim ulama. Para Bintaranya adalah para pemuda Islam, dan panji-panji tentara PETA adalah bulan bintang putih di atas dasar merah. Tanggal 5 Oktober 1945 terbentuklah BKR (Barisan Keamanan Rakyat) yang sebagian besar pimpinannya adalah berasal dari PETA. BKR kemudian menjadi TKR dan selanjutnya TNI. Jadi TNI tidak mungkin ada jika PETA yang terdiri dari 68 bataliyon yang dipimpin oleh para ulama tersebut tidak ada. Namun ada beberapa organisasi bentukan Jepang yang sangat kentara merugikan dan bahkan berbuat aniaya terhadap bangsa Indonesia. Misalnya melalui Jawa Hokokai rakyat secara paksa untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua serta menanam jarak yang hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah pendudukan Jepang, pelecehan, penghinaan terhadap agama Islam dan umat Islam sudah terang-terang. Maka umat Islam di berbagai daerah bangkit menentang penjajah Jepang, diantaranya: a. Pemberontakan Cot Pileng di Aceh Perlawanan ini dipimpin oleh seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Jalil, guru ngaji di Cot Pileng pada tanggal 10 November 1942. Sebabnya karena tentara Jepang melakukan penghinaan terhadap umat Islam Aceh dengan membakar masjid dan membunuh sebagian jamaah yang sedang salat subuh. b. Pemberontakan Rakyat Sukamanah Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zaenal Mustafa, pemimpin pondok pesantren di Sukamanah Singaparna Tasik Malaya pada tanggal 25 februari 1944. Penyebabnya karena para santrinya dipaksa untuk melakukan Seikirei, menghormat kepada kaisar Jepang dengan cara membungkukkan setengah badan ke arah matahari. Ini tentu saja pelanggaran aqidah Islam. c. Pemberontakan di Indramayu Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas. Sebabnya karena rakyat tidak tahan terhadap kekejaman yang dilakukan tentara Jepang. d. Pemberontakan Teuku Hamid di Aceh Perlawanan ini dipimpin oleh Teuku Hamid pada bulan November 1944. e. Pemberontakan PETA di Blitar Perlawanan ini dipimpin oleh seorang komandan Pleton PETA yang bernama Supriadi pada tahun 14 Februari 1945 di Blitar, karena mereka tidak tahan

melihat kesengsaraan rakyat di daerah dan banyak rakyat yang korban karena dikerjapaksakan (Romusha). 4. Sekutu dan NICA

Tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia baru saja diproklamirkan, tanggal 15 september 1945 datang lagi persoalan baru, yaitu datangnya tentara sekutu yang diboncengi NICA (Nederland Indies Civil Administration). Mereka datang dengan penuh kecongkakan seolah-olah paling berhak atas tanah Indonesia sebagai bekas jajahannya. Kedatangan mereka tentu saja mendapat reaksi dari seluruh bangsa Indonesia. Seluruh umat Islam bergerak kembali dengan kekuatan senjata seadanya melawan tentara sekutu dan NICA yang bersenjatakan lengkap dan modern. Perlawanan terhadap sekutu dan NICA antara lain: Dengan taktik perang gerilya, pertempuran arek-arek Surabaya, Bandung lautan Api, pertempuran di Ambarawa dan lain-lain. Arsitek perang gerilya adalah Jendral Sudirman nama yang tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Beliau sebagai panglima besar TNI berlatar belakang santri. Pernah jadi dai atau guru agama di daerah Cilacap Banyumas sekitar tahun 1936-1942. Berkarir mulai dari kepanduan Hizbul Wathan dan aktif dalam pengajian-pengajian yang diadakan oleh Muhammadiyah. Beliau pada sebagian hidupnya adalah untuk berjuang, dan bahkan dalam kondisi sakit sekalipun beliau terus memimpin perang gerilya ke hutan-hutan. Sedangkan pertempuran arek-arek Surabaya dipimpin oleh Bung Tomo. Dengan kumandang takbir, beliau mengobarkan semangat berjihad melawan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Karena dahsyatnya pertempuran tersebut, maka tanggal tersebut dikenang sebagai hari pahlawan. Beliau tercatat pula dalam sejarah sebagai arsitek bom syahid. Dalam kurun waktu perjuangan tahun 19451949 beliau membentuk pasukan berani mati, yakni pasukan bom syahid yang siap mengorbankan jiwanya untuk menghancurkan tentara sekutu dan Belanda. Bandung lautan api adalah pertempuran dahsyat di Bandung Utara, kemudian di Bandung Selatan dibawah pimpinan Muhammad Toha dan Ramadhan .

E. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar Indonesia Merdeka.

Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran kaum muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin, Mr.Ahmad Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen) Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya Piagam Jakarta) kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemelukpemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat Yang Maha Esa. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama. Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Yang Maha Esa

tersebut tidak lain adalah tauhid. Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Demikian penting peran ulama di mata Bung Karno. Setelah Indonesia diproklamasikan, Bung karno masih terus berkeliling terutama minta dukungan para ulama dan rakyat Aceh. Di bawah pimpinan ulama-ulama Aceh seperti Daud Beureuh, Teuku Nyak Arief, Mr. Muhammad Hasan, M.Nur El Ibrahimy, Ali Hasyimi dan lain-lain, rakyat Aceh segera menyambut dengan gegap gempita. Dukungan mereka bukan hanya lisan tapi juga berbentuk sumbangan materi, yaitu berupa uang 130.000 Straits Dollar dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat terbang. Saat itu Soekarno sempat berjanji di hadapan Daud Beureuh, bahkan sampai mengucapkan sumpah. Demi Allah, Wallahi, saya akan pergunakan pengaruh saya agar nanti rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanaan syariat Islam, demikian ucapan Soekarno untuk meyakinkan Daud Beureuh, bahwa jika Aceh bersedia membantu perjuangan kemerdekaan, syariat Islam akan diterapkan di tanah Rencong ini. Tapi janji itu hanya sekedar janji, tidak pernah diwujudkan. Inilah yang menyebabkan Daud Beureuh kemudian memberontak kepada pemerintah pusat dan bergabung dengan S.M.Kartosuwiryo yang juga dikecewakan oleh Soekarno, teman seperguruannya waktu nyantri di HOS Cokroaminoto. Sesungguhnya perjuangan para ulama begitu besar dalam mengantarkan Indonesia merdeka tidak lepas dari motivasi bagaimana Indonesia yang akan dibangun ini harus berdasarkan syariat Islam. Namun banyak dari golongan nasionalis meski mereka beragama Islam (misalnya Soekarno dkk) tidak setuju dengan cita-cita para ulama di atas. Kelompok Nasionalis inilah sangat berperan dalam penghapusan 7 kata dalam piagam Jakarta. Inilah yang kemudian menjadi ganjalan dan kekecewaan bagi para ulama. Sehingga beberapa tokoh Islam seperti Kartosuwiryo (Jawa Barat), Kahar Muzakir (Sulawesi Selatan),

Letnan I Ibnu Hajar (Kalimantan Selatan) dan Daud Beureuh (Aceh) terpaksa harus angkat senjata berjuang kembali untuk mewujudkan NII yang dicitacitakan, meskipun mereka kemudian dicap sebagai pemberontak. F. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik Islam Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan. 1. Sarekat Islam (SI) Sarekat Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang muslim yang didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula adalah Sarekat Dagang Islam (SDI). Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI). H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua, sedangkan H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Latar belakang didirikannya organisasi ini pada awalnya untuk menghimpun dan memajukan para pedagang Islam dalam rangka bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum muslimin dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela. Dengan nama Sarekat Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang karena mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya adalah asas keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela kepentingannya. Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama Islam. Berbeda dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku bangsa tertentu (Jawa). Sehingga banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal berdirinya SI ini lebih tepat disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908 dengan patokan berdirinya Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo hanyalah pulau Jawa, bahkan hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI mempunyai cabang-cabang di seluruh Indonesia. Jadi layak

disebut

Nasional.

Secara lahir SI tidak menyatakan diri sebagai organisasi partai politik. Tetapi dalam sepak terjangnya jelas kelihatan sebagai organisasi politik. Kegiatan politik dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertahap. Dalam kongres tahun 1914, Cokroaminoto mengatakan bahwa SI akan bekerjasama (kooperatif) dengan pemerintah dan tidak berniat melawan pemerintah. Dua tahun kemudian dalam kongresnya di Bandung, dia melancarkan kritik terhadap praktek kolonialisme yang telah menyengsarakan rakyat. Dalam kongres itu SI menuntut supaya Indonesia diberi pemerintahan sendiri dan rakyat diberi kesempatan untuk duduk dalam pemerintahan. Semakin lama sikap SI semakin keras. Abdul Muis salah satu tokoh SI mengatakan, jika tuntutan-tuntutan itu tidak diindahkan pemerintah (penjajah), anggota SI bersedia membalas kekerasan dengan kekerasan. Pada waktu pemerintah mendirikan Volksraad (Dewan Rakyat), SI mendudukkan wakilnya dalam dewan itu, antara lain Cokroaminoto dan H. Agus Salim. Setelah ternyata Volksrad tidak bisa dipakai sebagai lembaga untuk memperjuangkan kemerdekaan, SI pun menarik wakilnya. Demikian SI beralih ke strategi non-kooperatif. Pada kongres 1917, SI mulai dimasuki pengaruh lain, yaitu dengan masuknya orang-orang yang berfaham Marxis (komunis) seperti Semaun dan Darsono. Bahkan pada kongresnya yang ketiga tahun 1918 pengaruh Semaun semakin kuat. Tetapi SI masih membiarkannya demi persatuan dan kesatuan bangsa yang saat itu sangat diperlukan dalam menghadapi pemerintah penjajah. Pada tangal 10 Oktober 1921 dalam kongres SI yang ke-6 H. Agus Salim dan Abdul Muis merangkap menjadi anggota dan pengurus mencetuskan perlunya disiplin partai dalam tubuh SI, antara lain seorang anggota SI tidak boleh merangkap menjadi anggota atau pengurus di partai lain. Ini tujuan sebenarnya adalah untuk membersihkan barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan disetujuinya gagasan ini akhirnya Semaun dan Darsono keluar dari SI. Tapi kemudian SI terpecah menjadi dua, yaitu SI Merah dan SI Putih. SI Merah dipimpin oleh Semaun berpusat di Semarang dan berazaskan Komunis. Adapun SI Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berazaskan Islam. Pada Kongres SI ke-7. SI Putih berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam (PSI) ditambah dengan kata Indonesia, sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Hanya sangat disayangkan partai ini kemudian menjadi terpecah belah. Ada PSII yang

dipimpin oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII H. Agus Salim. 2. Muhammadiyah Muhammadiyah secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah sebuah organisasi non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama (bidah) dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan dengan UU no.8 tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal 7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar maruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah. Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak melarang anggotanya memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya sendiri, KH Ahmad Dahlan, dimana beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam. Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, masa mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi. Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai politik dan lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti KH. Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para pejuang yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR. Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafii Maarif dan Dr. Din Syamsudin adalah tokohtokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia. Bidang-bidang yang ditangani Muhammadiyah antara lain : a. Sosial Dalam bidang sosial Muhammadiyah mendirikan : 1) Panti asuhan untuk anak yatim piatu 2) Bank Syariah untuk membantu pengusaha lemah 3) Organisasi wanita yang bernama Aisiyah dan organisassi kepanduan Hizbul wathan, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan ikatan Pelajar Muhammadiyah b. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TK sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah. c. Kesehatan Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mendirikan Poliklinik, Rumah Sakit dan Rumah Bersalin. Data tahun 1990 telah memiliki 215 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin. 3. Al Irsyad Organisasi ini berdiri tanggal 6 September 1914 di Jakarta, dua tahun setelah Muhammadiyah berdiri, dan bisa dibilang sebagai sempalan dari Jamiatul Khair. Diantara tokoh al-Irsyad yang terkenal adalah syeikh Ahmad Surkati, berasal dari Sudan yang semula adalah pengajar di Jamiatul Khair. Al Irsyad ini mengkhususkan diri dalam perbaikan (pembaharuan) agama kaum muslimin khususnya keturunan Arab Sebagian tokoh Muhammadiyah pada awal berdirinya juga adalah kader-kader yang dibina dalam lembaga pendidikan AlIrsyad. Saat itu al-Irsyad sudah memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah (2tahun), dan Madrasah Muallimin yang dikhususkan untuk mencetak guru. Al-Irsyad bergerak bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi juga bidangbidang lain seperti rumah sakit, panti asuhan dan rumah yatim piatu. 4. Nahdlatul Ulama (NU) artinya kebangkitan para ulama. Adalah sebuah Organisasi sosial keagamaan yang dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah K.H.Hasyim Asyari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dan kini menjadi salah satu organisai dan gerakan Islam terbesar di tanah air. Bertujuan mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljamaah dan penganut salah satu dari empat mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafii, Imam Hambali dan Imam Maliki). Pada mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih memfokuskan diri pada pengembangan dan pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat yang saat itu sedang gencar-gencarnya penyebaran faham

Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham ahli Sunnah Waljamaah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan kongresnya di Surabaya pada bulan Oktober 1928. NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar. Pada perkembangan selanjutnya, NU mengubah haluannya. Selain sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI). Hal ini terus berlangsung sampai dibubarkannya pada masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang kemudian diganti Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang sangat penting sampai tahun 1952. Dalam Muktamarnya yang ke 19 tanggal 1 Mei 1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri. Kemudian NU bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam Pemilu tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga. Pada masa orde baru NU bersama partai politik lainnya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU menyatakan diri kembali ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan politik, meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah dalam berbagai partai politik. Pada masa reformasi (1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian termasuk 5 besar pemenang Pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros tengah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang nomor satu di RI, meskipun hanya berumur satu tahun. Peranan NU sebagai organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan para kyai dan santri memikul senjata (bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi sabilillah. Tercatat dalam sejarah tanggal 23 Oktober 1945 NU mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan tentara penjajah. 5. Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI) MIAI ini sebenarnya berdiri pada masa pemerintahan Belanda, yaitu tanggal 21

September 1937 di Surabaya sebagai organisasi federasi yang diprakarsai oleh K.H. Mas Mansur, K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondoamiseno (PSII). Tujuan didirikan MIAI ini adalah agar semua umat Islam mempunyai wadah tempat membicarakan dan memutuskan semua soal yang dianggap penting bagi kemaslahatan umat dan agama Islam. Keputusan yang diambil MIAI harus dilaksanakan oleh semua organisasi yang menjadi anggotanya. Pembentukan MIAI mendapat sambutan dari berbagai organisasi Islam di Indonesia seperti PSII, Muhammadiyah, NU, Persis, dan organisasi-organisasi yang lebih kecil lainnya. Pada waktu dibentuk anggotanya hanya 7 organisasi, tapi empat tahun kemudian jumlahnya sudah mencapai duapuluh. Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda MIAI memberikan dukungan terhadap aksi Indonesia berparlemen yang dicanangkan oleh GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Pada waktu GAPI menyusun rencana konstitusi untuk Indonesia, MIAI menghendaki agar yang menjadi kepala negara adalah orang Indonesia yang beragama Islam dan dua pertiga dari menteri-menteri harus orang Islam. Ketika Jepang datang ke Indonesia seluruh organisasi yang ada di Indonesia dibekukan, termasuk MIAI. Tapi khusus MIAI tanggal 4 September 1942 diperbolehkan aktif kembali. Jepang melihat bahwa MIAI bersifat kooperatif dan tidak membahayakan. Selain itu Jepang berharap dapat memanfaatkan MIAI ini untuk memobilisasi gerakan umat Islam guna menopang kepentingan penjajahannya. Selain itu, Jepang juga membantu perkembangan kehidupan agama. Kantor urusan agama yang pada masa Belanda diketuai oleh seorang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang dipimpin oleh orang Indonesia, yaitu K.H. Hasyim Asyari. Umat Islam pada saat itu juga diizinkan membentuk Hizbullah yang memberikan pelatihan kemiliteran bagi para pemuda Islam, yang dipimpin oleh K.H.Zaenal Arifin. Demikian pula diizinkan mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Moh. Hatta. MIAI berkembang menjadi organisasi yang cukup penting pada masa pendudukan Jepang. Para tokoh Islam dan para Ulama memanfaatkannya sebagai tempat bermusyawarah membahas masalah-masalah yang penting yang dihadapi umat Islam. Semboyannya terkenal Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah bercerai berai.

Diantara tugas MIAI ialah: a. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia b. Mengharmoniskan Islam dengan kebutuhan perkembangan zaman MIAI juga menerbitkan majalah tengah bulanan yang bernama Suara MIAI. Meskipun pada awalnya MIAI tidak menyentuh kegiatan politik, tetapi dalam perkembangan selanjutnya kegiatan-kegiatannya tidak bisa lagi dipisahkan dengan politik yang bisa membahayakan pemerintah Jepang. Akhirnya pada tanggal 24 Oktober 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai gantinya berdirilah Masyumi. 6. Masyumi Masyumi kepanjangan dari Majlis Syura Muslimin Indonesia berdiri tahun 1943. Dalam Muktamar Islam Indonesia tanggal 7 Nopember 1945 disepakati bahwa Masyumi adalah sebagai satu-satunya partai Islam untuk rakyat Indonesia. Saat itu juga Masyumi mengeluarkan maklumat yang berbunyi : 60 Milyoen kaum muslimin Indonesia siap berjihad fi sabilillah , Pernyataan ini direkam dengan baik oleh harian Kedaulatan Rakyat pada tanggal 8 Nopember 1945. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Mas Mansur dan didampingi K.H.Hasyim Asyari. Tergabung dalam organisasi ini adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Sarekat Islam. Tokoh-tokoh lain yang penting misalnya Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Wahab dan tokoh-tokoh muda lainnya misalnya Moh. Natsir, Harsono Cokrominoto, dan Prawoto Mangunsasmito. Visi Masyumi bahwa setiap umat Islam diwajibkan jihad Fi sabilillah dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang politik. Para pemuda Islam, khususnya para santri dipersiapkan untuk berjuang secara fisik maupun politis. Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960. Sementara organisasi-organisasi yang semula bergabung dalam Masyumi sudah mengundurkan diri sebelumnya, seolah-olah mereka tahu bahwa Masyumi akan dibubarkan. 7. Mathlaul Anwar Organisasi ini berdiri tahun 1905 di Marus, Menes Banten. Bergerak dalam bidang sosial keagamaan dan pendidikan. Pendirinya adalah KH. M. Yasin. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pendidikan Islam khususnya di kalangan masyarakat sekitar Menes Banten. Aspirasi politik organisasi ini pernah disalurkan melalui Sarekat Islam (SI), tapi perkembangan selanjutnya

organisasi ini menjadi netral, artinya tidak ikut dalam kegiatan politik, tapi hanya mengkhususkan diri pada kegiatan sosial dan pengembangan pendidikan Agama. Berkat memfokuskan diri pada pendidikan, organisasi ini sekarang sudah menjadi organisasi berskup nasional. Lembaga-lembaga pendidikannya berupa madrasah-madrasah dari mulai TK sampai Madrasah Aliyah (setingkat SMA) tersebar di seluruh Nusantara. 8. Persatuan Islam (Persis) Persis adalah organisasi sosial pendidikan dan keagamaan. Didirikan pada tanggal 17 September 1923 di Bandung atas prakarsa KH. Zamzam dan Muhammad Yunus, dua saudagar dari kota Palembang. Organisasi ini diketuai pertama kali oleh A. Hassan, seorang ulama yang terkenal sebagai teman dialog Bung Karno ketika ia dipenjara. Bung Karno banyak berdialog dengan A.Hassan lewat surat-suratnya. Pemikiran-pemikiran keagamaan Bung Karno selain dari HOS Cokroaminoto, juga banyak berasal dari A.Hassan ini. Diantara tujuan Persis ini adalah : a. Mengembalikan kaum Muslimin kepada Al-Quran dan Sunnah (hadis nabi) b. Menghidupkan ruh jihad dan ijtihad dalam kalangan umat Islam c. Membasmi bidah, khurafat dan takhayul, taklid dan syirik dalam kalangan umat Islam d. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islam kepada segenap lapisan masyarakat e. Mendirikan madrasah atau pesantren untuk mendidik putra-putri muslim dengan dasar Quran dan Sunnah. 9. Organisasi Pelajar, Mahasiswa dan Kepemudaan Islam Organisasi pelajar, mahasiswa dan kepemudaan Islam sangat besar sekali peranannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan memajukan bangsa Indonesia. Jong Islamiten Bond (JIB) misalnya lahir tahun 1925 yang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti M. Natsir, Moh.Roem, Yusuf Wibisono, Harsono Tjokroaminoto, Syamsul Ridjal dan lain sebagainya. Dari masa-masa tahun enam puluhan hingga kini peran kepemudaan Islam lebih didominasi oleh organisasi-organisasi seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) lahir 5 Pebruari 1947, PII (Pelajar Islam Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). Organisasi-organisasi pelajar dan kemahasiswaan tersebut telah melahirkan

banyak pemimpin nasional, antara lain misalnya Akbar Tanjung (mantan Ketua DPR) dan Nurcholis Majid Almarhum (Ketua Yayasan Paramadina) adalah Alumni HMI; Din Syamsudin (Sekjen MUI) adalah alumni IMM; Muhaimin Iskandar (Ketua PKB) adalah alumni PMII, dan banyak lagi contoh-contoh lain dari tokoh-tokoh nasional yang dikader oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan di atas. Baik secara pribadi ataupun secara organisasi para anggota dan alumni organisasi tersebut di atas banyak terlibat dalam berbagai gerakan nasional. Misalnya pada masa krisis Zaman Orde Lama, saat mereka berhadapan dengan Gerakan Komunis. Mereka sangat kuat mengkritisi rezim Soekarno. Rezim Soekarno tumbang diganti dengan Orde Baru yang tidak terlepas dari peran pemuda dan mahasiswa yang menamakan dirinya dengan Angkatan 66. Angkatan 66 ini sebagian besar adalah juga para anggota dari berbagai organisasi mahasiswa Islam. Sebut saja misalnya Fahmi Idris, Ekky Syahruddin, Abdul Gafur, Mari Muhammad, Akbar Tanjung dan lain sebagainya. Demikian pula di akhir zaman Orde Baru, mereka dapat mewarnai Gedung DPR/MPR sehingga ada istilah hijau royo-royo dan banyak juga yang direkrut untuk mengisi Kabinet Soeharto. Menjelang kejatuhan Orde Baru, para pemuda dan mahasiswa atau pelajar Islam, baik yang tergabung dalam HMI, PMII, PII, IPPNU, KAPI, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), GPI (Gerakan Pemuda Islam) dan Pemuda Anshar turut aktif mengambil bagian dalam menumbangkan Rezim Soeharto. 10. Departemen Agama Departemen Agama dulu namanya Kementerian Agama. Didirikan pada masa Kabinet Syahrir yang mengambil keputusan tanggal 3 Januari 1946, dengan Menteri Agama yang pertama adalah M. Rasyidi. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 sebagai berikut : a. Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama. b. Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan. c. Memberi penerangan dan penyuluhan agama. d. Mengurus dan mengatur Peradilan Agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.

e. Mengatur, mengurus dan mengawasi penyelenggaraan Ibadah Haji. f. Mengurus dan memperkembangkan IAIN, Perguruan Tinggi Agama Swasta dan Pesantren serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi agama Islam. 11. Peran Lembaga Pendidikan Islam Lembaga Pendidikan Islam yang tertua di Indonesia adalah pesantren. Kehadiran pesantren ini hampir bersamaan dengan kehadiran Islam di Indonesia itu sendiri. Alasannya sangat sederhana, Islam sebagai agama dakwah disebarkan melalui proses transmisi ilmu dari ulama atau kyai kepada masyarakat (tarbiyah wat talim atau tadib). Proses ini berlangsung di Indonesia melalui pesantren. Dari awal keberadaannya pesantren telah menunjukkan perannya yang sangat besar dalam pembinaan bangsa. Islam sebagai pandangan hidup membawa konsep baru tentang Tuhan, kehidupan, waktu, dunia dan akhirat, bermasyarakat, keadilan, harta dan lain-lain. Dengan pandangan hidup tersebut, masyarakat lalu mengembangkan semangat pembebasan dan perlawanan terhadap penjajah. Pemberontakan petani di Banten tahun 1888 Perang masyarakat Aceh melawan Belanda tahun 1873 dan perang-perang lainnya di seluruh daerah di Indonesia hampir tidak terlepas dari peran pesantren dan santrinya. Dizaman pergerakan pra-kemerdekaan tokoh-tokoh nasional seperti HOS Cokroaminoto, KH. Mas Mansur, KH Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, KH Kahar Muzakar dan lain-lain adalah alumni-alumni pesantren. Sesudah kemerdekaan pesantren juga telah melahirkan tokoh-tokoh kaliber nasional seperti Moh. Rasyidi (Menteri Agama Pertama), Moh. Natsir (Mantan Perdana Menteri), KH. Wahid Hasyim, KH. Idham Kholid (Mantan Wakil Perdana Menteri dan Ketua MPRS). Demikian juga tokoh-tokoh nasional saat ini seperti Amien Rais (mantan Ketua MPR), Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI), Hidayat Nurwahid (Ketua MPR), Hasyim Muzadi (Ketua PB NU), Nurcholis Majid (Almarhum Rektor Paramadina) dan lain-lain adalah orang-orang yang tidak terlepas dari pesantren. Keistimewaan atau ciri khas pesantren hingga bisa eksis sampai saat ini antara lain adalah a. Penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab.

b. Penguasaan kitab-kitab kuning yang merupakan sumber penting ilmu-ilmu keislaman. c. Penanaman jiwa mandiri, sebab biasanya para santri tinggal di asrama. Mereka harus hidup mandiri tanpa dekat dengan orang tua. d. Penanaman hidup disiplin, menghargai teman, hormat sama guru (kyai) dan sabar serta istiqomah dalam melaksanakan proses pembelajaran (tarbiyah, tadib dan talim). Biasanya pendidikan pesantren tidak dibatasi oleh waktu, sehingga seorang santri bisa sepuas-puasnya menimba ilmu sama kyai sampai ia diizinkan untuk meninggalkan pesantrennya, kemudian pindah ke pesantren lain untuk mencari ilmu yang lebih tinggi. Sistim pengajaran selain sistim Klasikal, juga sistim Individual (sorogan), yaitu seorang santri bisa belajar ngaji atau membaca kitab dibimbing secara langsung oleh seorang guru atau kyai, sehingga bisa lebih komunikatif antara guru dengan santri. Pada perkembangan berikutnya sebagian besar pesantren baik di Jawa maupun di luar Jawa, dilengkapi dengan lembaga pendidikan yang dikenal istilah Madrasah. Dari mulai Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), Madrasah Aliyah (setingkat SMA) dan selanjutnya para lulusannya bisa melanjutkan ke IAIN atau perguruan tinggi agama lainnya. Perbedaan Pesantren dengan Madrasah antara lain : di Pesantren khusus mempelajari ilmu-ilmu agama, tapi di Madrasah biasanya juga dipelajari ilmu-ilmu umum. Pesantren biasanya tidak menggunakan kurikulum yang resmi (formal), tapi di Madrasah sudah menggunakan kurikulum resmi dan baku, terutama kurikulum dari Departemen Agama. 12. Majlis Ulama Indonesia (MUI) Majlis Ulama ini sebenarnya sudah berdiri sejak jaman pemerintahan Soekarno, tetapi baru di tingkat daerah. Di Jawa Barat misalnya majlis ini berdiri tanggal 12 Juli 1958. Pada tanggal 21 sampai 27 Juni 1975 diadakan Musyawarah Nasional I Majlis Ulama seluruh Indonesia di Jakarta yang dihadiri oleh wakilwakil Majlis Ulama propinsi. Ketika itulah Majlis Ulama tingkat Nasional berdiri dengan nama Majlis Ulama Indonesia (MUI). Fungsi MUI antara lain :

a. Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar maruf nahi munkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional. b. Mempererat ukhuwah Islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. c. Mewakili umat Islam dalam konsultasi antara umat beragama. d. Penghubung antara Ulama dan Umara (pemerintah) serta menjadi penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional. Sejak berdiri sampai saat ini sudah banyak fatwa-fatwa MUI dikeluarkan antara lain menyangkut : a. Hukum natal bersama bagi umat Islam b. Aliran-aliran Islam sesat di Indonesia c. Fatwa tentang bunga bank konvensional d. Fatwa tentang bayi tabung dan inseminasi buatan e. Fatwa tentang faham pluralisme dan sekularisme f. Fatwa tentang perkawinan beda agama g. Dan lain-lain Ulama a. b. c. d. e. yang pernah menduduki jabatan ketua MUI antara lain : Prof.Dr. Hamka (19751981) KH. Syukri Ghozali (19811984) KH. EZ. Muttaqien (19841985) KH. Hasan Basri (19851995) H. Amidhan

13. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ICMI berdiri pada 7 Desember 1990 sebagai sebuah organisasi yang menampung para cendekiawan muslim yang mempunyai komitmen pada nilainilai keislaman, tanpa melihat aliran, warna politik dan kelompok. ICMI sebagai wadah tempat berdialog para intelektual guna memecahkan persoalanpersoalan bangsa. Organisasi ini pertama kali dipimpin oleh Prof. Dr.BJ. Habibie, kemudian Ahmad Tirto Sudiro dan Adi Sasono. ICMI bergerak berlandaskan tiga hal :

a. Iman sebagai landasan moral untuk memicu prestasi taqwa b. Pancasila dan UUD 45 sebagai azas filosofis dan konstitusional kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. c. Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat dan sarana bagi peningkatan mutu kehidupan. Sasaran jangka panjang adalah peningkatan kualitas ilmu, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas berkarya dan kualitas berfikir bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Organisasi ini berkembang cukup cepat. Terbukti saat Silaknas I ( 5-7 Desember 1991) jumlah anggotanya sekitar 15000 orang. Pada Nopember 1993 ICMI sudah mempunyai 32 Orwil (Organisasi Wilayah), yakni 28 di dalam negeri dan 4 di luar negeri ( Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Pasifik). ICMI sudah memiliki 309 Orsat (Organisasi Satuan), yakni 277 di dalam negeri dan 32 di luar negeri. http://www.saefudin.info/2008/12/perkembangan-islam-diindonesia.html#.ULodY-T5561

Anda mungkin juga menyukai