Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM DI SULAWESI

DISUSUN OLEH :
ARTIKA SEPTIANA

SMK SOEDIRMAN PURBALINGGA


TAHUN AJARAN 2023 / 2024
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah perkembangan Islam di Pulau Sulawesi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sejarah Indonesia yang berjudul Makalah perkembangan
Islam di Pulau Sulawesi ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber
bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi
yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga
penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Kerajaan Islam di Pulau Sulawesi ini
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Perkembangan
Islam di Pulau Sulawesi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

A. Sejarah Masuknya Islam di Sulawesi............................................................3


B. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi.....................................................................4
C. Peninggalan Sejarah Islam di Sulawesi........................................................6
D. Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makasar.......................................8

BAB III PENUTUP...................................................................................................11

A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................11

DAFTAR ISI...........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan,


pendidikan, dll. Tokoh penyebar Islam adalah walisongo antara lain; Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga,
Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik
Ibrahim).
Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M,
penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah
berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-
besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah
memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya
beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam,
Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.
Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan
raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi
pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan
dan pengaruh Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Nusantara seperti
Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of
Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk
seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara
dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan
politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar
menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.

1
B. Rumusan Masalah
1. Awal masuknya Islam di Sulawesi
2. Kerajaan – kerajaan Islam di Sulawesi
3. Peninggalan sejarah Islam di Sulawesi
4. Kedatangan orang Melayu ditanah Bugis Makasar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Sulawesi


Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan
dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan
kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus
dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang
Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah
bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar,
namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa
yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaudin al Awwal dan
Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603.
Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaudin
yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam.
Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di
bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaudin begitu terkenal
karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib
Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui
dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para
ulama dan mubalig asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang
melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng,
Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

3
B. Kerajaan – kerajaan Islam di Sulawesi
1. Kerajaan Gowa-Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa-Tallo yang lebih dikenal sebagai
Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu,
antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya
dakwah dari Dato’ ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja
Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut
memeluk Islam. Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan
lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya
yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil
memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba,
Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.
Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan
menjadi bandar transit di Indonesia bagian timur pada waktu itu.
Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Karena
keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan
besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.
Raja – raja yang terkenal diantaranya :
• Sultan Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo.
Kerajaan ini adalah negara maritim yang terkenal dengan
perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi dan lImbo. Pada
masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami
perkembangan pesat yang daerah kekuasaannya hampir
mencakup seluruh daerah Sulawesi. Ia wafat pada tahun 1939
M,setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan
putranya yang bernama Muhammad Said.
• Muhammad Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14
tahun.

4
• Sultan hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti
dari Muhammad Saed. Pada masa Sultan hasanuddin berkuasa,
Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya.
2. Kerajaan Bone
Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri
Bone, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya
atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai
areal sekitar 2600 km2. Terbentuknya kerajaan Bone dimulai dengan
kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan
7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang menikah
dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie
sebagai Arumpone kedua. Saudara perempuannya menikah dengan La
Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai
Arumpone ketiga.Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat
keberaniannya.
Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang
masuk Islam. Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La
Tenripale Matinroe ri Tallo Arumpone keduabelas. Sebelumnya yaitu La
Tenrirua telah menerima Islam namun ditolak oleh hadat Bone yang
disebut Ade Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan meninggal disana.
Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone berubah.
Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta KaliE
(Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.
3. Kerajaan wajo
Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun
1399, di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi
Selatan. Penguasanya disebut “Raja Wajo”. Wajo adalah kelanjutan dari
kerajaan sebelumnya yaitu Cinnotabi. Ada tradisi lisan yakni pau-pau
rikadong dianggap sebagai kisah terbentuknya Wajo, yaitu putri dari
Luwu, We Tadampali yang mengidap sakit kulit kemudian diasingkan dan
terdampar di Tosora.
5
Selanjutnya dia bertemu dengan putra Arumpone Bone yang sedang
berburu. Akhirnya mereka menikah dan membentuk dinasti di Wajo. Ada
juga tradisi lisan lain yaitu kisah La Banra, seorang pangeran Soppeng
yang merantau ke Sajoanging dan membuka tanah di Cinnotabi.

C. Peninggalan sejarah Islam di Sulawesi


1. Batu Petantikan raja
Batu petantikan raja (hatu pallantikang) terletak di sebelah tenggara
kompleks makamTamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo
di sumpah di atas batu ini (Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67). Batu
pallantikang sesungguhnya merupakan batu alami tanpa
pem¬bentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit 2 batu kapur.
Batu andesitmerupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan
masyarakat sampai sekarang. Pe-mujaan penduduk terhadap ditandai
dengan banyaknya sajian di atas batu ini. Mereka meyakini bahwa batu
tersebut adalah batu dewa dari kayangan yang bertuah.
2. Mesjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya
telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-
turut dilakukan oleh: [a] Sultan Mahmud(1818); [b] Kadi Ibrahim
(1921); [c] Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948); dan [d]Andi
Baso, Pabbicarabutta GoWa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian
paling awal(asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Yang masih menarik adalah ukuran tebal tembok kurang lebih 90
cm, hiasan sulur-suluran dan bentuk mimbar yang terbuat dari kayu
menyerupai singgasana dengan sandaran tangan. Hiasan makhluk di
samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang tengah terdapa
tempat tiang soko guru yang mendukung konstruksi bertingkat di
atasnya. Mimbar dipasang permanen dan diplaster.

6
Pada pintu masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam
bahasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan
Karaeng Katangka pada tahun 1300 Hijriah.
3. Makah syekh yusuf
Kompleks makam ini terletak pada dataran rendah Lakiung di
sebelah barat Mésjid Katangka. Di dalam kompleks ini terdapat 4 buah
cungkup dan sejumlah makam biasa.Makam Syekh Yusuf terdapat di
dalam cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu Masuk
terletak di sisi Selatan. Puncak cungkup berhias keramik. Makam ini
merupakan makam kedua. Ketika wafat di pengasingan, Kaap, tanggal
23 Mei 1699, beliau di makamkan untuk pertama kalinya di Faure,
Afrika Selatan. Raja Gowa meminta kepada pemerintah Belanda agar
jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa. Limatahun
sesudah wafat (1704) baru permintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya
dibawa pulang bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang
berlayar langsung dan Kaap ke Gowa. Pada tanggal 6 April 1705, tulang
kerangka Syekh Yusuf dimakamkan dengan upacara adat pemakaman
bangsawan di Lakiung. Di atas makamnya dibangun kubah yang
disebut kobbanga oleh orang Makassar.
Makam Syekh Yusuf mempunyai dua nisan tipe Makassar, terbuat
dari batu alam yang permukaannya sangat mengkilap. Hal ini dapat
terjadi karena para peziarah selalu menyiramnya dengan minyak
kelapa atau semacamnya. Sampai sekarang peziarah masih sangat
ramai mengunjungi tokoh ulama (panrita) dan intelektual
(tulnangngasseng) yang banyak berperan dalam perkembangan dan
kejayaan kerajaan Gowa-Tallo abad pertengahan.

7
Dalam lontarak “Riwayakna Tuanta Salamaka ri Gowa7, Syekh
Yusuf dianggap Nabi Kaidir (Abu Hamid, 1994: 85). La tokoh yang
memiliki keistimewaan, seperti berjalan tanpa berpijak di tanah.
Dalam usia belia ia sudah tamat mempelajari kitab fiqih dan tauhid.
Gurutarekat Naqsa bandiayah, Syattariyah, Ba’alaniiyah, dan
Qadriyah. Wawasan sufistiknya tidak pernah menyinggung
pertentangan antara Hamzah Fanzuri yang me-ngembangkan ajaran
Wujudiyah dan Syekh Nuruddin ar-Raniri.
4. Benteng Tallo
Benteng Tallo terletak di muara sungai Tallo. Benteng dibangun
dengan menggunakan bahan batu bata, batu padas/batu pasir, dan
batu kurang. Luas benteng diper¬kirakan 2kilometer Bardasarkan
temuan fondasi dan susunan benteng yang masih tersisa, tebal dinding
benteng diperkirakan mencapai 260 cm.
Akibat perjanjian Bongaya (1667) benteng dihancurkan. Sekarang,
sisa-sisa benteng dan bekas aktivitas berserakan. Beberapa bekas
fondasi, sudut benteng (bas¬tion) dan batu merah yang tersisa sering
dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan darurat, sehingga
tidak tampak lagi bentuk aslinya. Fondasi itu mengelilingi pemukiman
dan makam raja-raja Tallo.

D. Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makasar


Bardasarkan sumber-sumber yang telah ditemukan, dapat dikatakan
bahwa gelombang emigran orang-orang Bugis Makassar ke Semenangjung
Melayu melalui tiga priode. Pertama Berlangsung pada masa sebelum
kawasan Sulawesi Selatan memasuki proses Islamisasi. Mereka itu sudah
tersebar di berbagai tempat semenangjung Sumatra,Malaka dan Kalimantan

8
yang menghubungkan kawasan-kawasan itu dengan rute perdagangan
dengan Pusat Malaka, Kelompok Bugis pada masa itu belum membentuk
dirinya dalam suatu kekuatan militer, mereka umumnya masih hidup dalam
kelompok-kelompok kecil sebagai pedagang antar pulau dan sebagai nelayan.
Itulah sebabnya mereka pada umumnya tinggal di kawasan pantai mereka
dapat dikatakan kelompok the sea menatau orang laut.
Gelombang kedua Terjadi pada masa proses Islamisasi sedang
berlangsung di Sulawesi Selatan. Masa berlangsung Islamisasi itu berkaitan
erat dengan gerakan politik yang si lancarkan Kerajaan Gowa dan sekutu-
sekutunya untuk menundukkan kawasan-kawasan yang belum masuk Islam
dan sampai Islam diterima masyarakat setempat konflik politik juga masih
berlangsung.
Gelombang Ketiga Berlangsung setelah kerajaan Gowa dan Wajo jatuh
di tangan VOC . Masa inilah merupakan periode yang paling banyak terjadi
perpindahan orang-orang Bugis Makassar semenanjung Melayu. Perpindahan
yang terjadi dalam gelombang ini berbentuk kelompok yang besar . Mereka
tidak saja terdiri dari masyarakat lapisan bawah tetapi dapat dikatakan terdiri
dari semua lapisan sosial.
Dari ketiga gelombang yang disebutkan di atas, gelombang terakhir inilah
yang paling menarik, masalahnya adalah karena faktor pemindahan berkaitan
erat dengan akibat langsung peperangan yang terjadi di kawasan Sulawesi
Selatan. Orang-orang Bugis Makassar yang termasuk ke dalam gelombang
yang terakhir ini dipimpin langsung oleh kelompok bangsawan. Dengan sisa-
sisa kekuatan militer dan kekayaan yang mereka miliki kelompok bangsawan
ini mengikuti pengikut pengikutnya atau rakyat yang meninggalkan kampung
halamannya untuk merantau dengan tujuan utamanya untuk melanjutkan
perjuangan melawan kekuasaan Belanda. Perjuangan dalam melawan

9
kekuasaan Belanda itu dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
melakukan gangguan pada rute perdagangan atau pelayaran Belanda di Selat
Makassar, pantai Ambon dan di Selat Malaka pantai Kalimantan yang
starategis dan Kepulauan Riau. Tindakan mereka dikaitkan dengan “bajak
laut”.
Sejak kedatangan orang-orang Melayu di kerajaan Makassar (Kerajaan
Gowa) peranannya tidak hanya dalam perdagangan dan penyebaran agama,
tetapi juga dalam kegiatan sosial budaya. Peranan orang-orang Melayu di
Kerajaan Gowa misalnya, menyebabkan Raja Gowa ke XII, Mangarai Daeng
Pamatte Karaeng Tunijallo membangun sebuah Mesjid di Kampung
Mangallekana untuk kepentingan para saudagar Melayu agar mereka betah
tinggal di Makassar, sekalipun ia sendiri belum beragama Islam. Adanya
perkampungan para saudagara Melayu itu membuat struktur kekuasaan
Kerajaan Gowa dibantu juga oleh orang-orang Melayu dan memegang peranan
penting di Istana Kerajaan Gowa.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, di antaranya dari
suku bangsa Makassar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng
dan Wajo). 2 kerajaan yang memiliki hubungan baik yaitu kerajaan Gowa
dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa yang sekarang menjadi
Makassar. Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah Islam.
Masuk dan berkembangnya Islam di Makassar atas juga datuk Ribandang
(Ulama adat Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri
pada tahun 1605 M.

B. Saran
Kita perlu mempelajari sejarah kerajaan-kerajaan Islam. Dan kita perlu
mengembangkan wawasan kita tentang sejarah. Karena itu termasuk hal
penting.

11
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Suwardi. 2006. LKS Merpati. Karanganyar: Graha Multi Grafika.

Nico Thamiend R.M.P.B. Manus. 2000. Sejarah. Jakarta: Yudhistira.

Siti Waridah Q, Dra. 2001. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

12

Anda mungkin juga menyukai