Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MANGGARAI

NAMA : MARIA ELENORA RATU RATU PALMA


NIM : 1803030027
KELAS : A
SEMESTER : III

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah
“SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT NTT” dengan judul:
“SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MANGGARAI”.
Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Eksistensi dan peran manusia
bersumber pada budaya. Bahkan sebelum dan sejak manusia lahir, bersamaan itu pula budaya
lahir. Memahami, mencintai budaya merupakan suatu alternatif pilihan kita, melainkan suatu
keharusan bagi manusia.
Salah satu filosofi budaya Manggarai “Neka oke kuni agu kalo” (jangan lupa tanah
kelahiran atau tanah leluhur kita atau jangan lupa tanah tumpah darah). Pada dasarnya kita
diajak untuk selalu melihat,berpikir, bertindak, bersama-sama dalam suatu bingkai oleh jati
diri budaya yang sama. Dalam kebersamaan dan dalam semangat bermusyawarah bersama
inilah suatu kekuatan besar untuk membangun daerah. Dengan kuatnya suatu daerah, secara
otomatis dapat menjadi bangsa yang besar.
Marilah kita menyatukan persepsi kita dengan pesan bijak budaya berikut ini:” Maiga
ite nai ca anggit, tuka ca leleng, kope olos todo kongkol, bantang cama reje lele, kudut pande
rewo beo rang kaeng tana Manggarai” (Marilah kita sehati dan sepikir bersatu padu yang
dilandas oleh semangat hidup bermusyawarah untuk tercapainya suatu mufakat sehingga
dapat terciptanya jati diri daerah yang mantap, kokoh dan bermartabat).
Akhirnya, segala kekurangan dalam makalah ini adalah tanggung jawab pemakalah.
Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritikan demi penyempurnaan refleksi
budaya Manggarai.
Kiranya makalah ini dapat disimak makna yang paling dalam, dalam kehidupan
kultural masyarakat Manggarai.

Kupang, 19 september 2019

Penulis

Maria Elenora Ratu Palma


DAFTAR ISI
COVER...........................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1. Latar Belakang.................................................................................
1.2. Rumusan Masalah............................................................................
1. Apa pengertian Sistem ?
2. Apa pengertian Kebudayaan ?
3. Bagaimana Wujud Kebudayaan ?
4. Bagaimana unsur Kebudayaan ?
5. Apa Pengertian Masyarakat ?
6. Bagaimana Unsur-Unsur Kebudayaan Manggarai ?
1.3 Tujuan penulisan....................................................................................
1. Tujuan Khusus..........................................................................................
2. Tujuan Umum...........................................................................................
1.4 Sistematika Penulisan............................................................................
BAB II
LANDASAN TEORI..........................................................................................
1. Pengertian sistem
2. Pengertian kebudayaan
3. Wujud kebudayaan
4. Unsur kebudayaan
5. Pengertian Masyarakat
BAB III
PEMBAHASAN...................................................................................................
Unsur-Unsur kebudayaan masyarakat manggarai
BAB IV
PENUTUP...........................................................................................................
4.1. KESIMPULAN.....................................................................................
4.2. SARAN..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebudayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Manusia.
Masyarakat Manggarai, Flores NTT yang dilahir dan dibesarkan dalam kebudayaan
Manggarai nilai kebudayaan selalu hidup dan dihidupi bukan oleh orang lain tetapi oleh
generasi Manggarai.
Adapun sejarah asal usul Orang Manggarai Flores yaitu pra kemerdekaan NKRI
Manggarai dikuasai oleh Sultan Bima yang kemudian membagi dalu ( Camat ) yang bekuasa
pada zaman itu ( zaman sebelum kemerdekaan RI ). Ketiga Dalu tersebut adalah Dalu Bajo,
Sanga Dewa dan Todo. Sebelumnya nama Mnaggarai disebut Nuca Lale. Nama Manggarai
diberikan oleh orang Bima. Ketiga Dalu tersebut masing-masing berasal dari keturunan
Dewa, Goa dan Minangkabau. Dalu Todo adalah keturunan Minangkabau, Goa diduga dari
Minangkabau, sedangkan Sanga Dewa adalah keturunan asli Manggarai yang asal pertama
kalinya dari Golo Mori ( berasal dari Nirwana, Surga, Manusia Langit ).
Pada zaman Belanda, diangkatlah para raja di Manggarai dari keturunan mashur, yaitu
raja Baruk, Hambur dan Ngambut. Ketiga raja ini diangkat oleh Belanda. Mashur menurut
buku histiografi Manggarai, Damian Toda, datang dari mata wai, Manggarai Barat. Di Todo
mengambil seorang Perempuan. Istri Mashur yang melahirkan raja Hambur adal manusia roh
atau manusia langit. Semasa raja Hambur tiga Dalu tersebut kemudian ditambah.
Menurut warga Warloka, Hj. Muh. Raylah, bahwa keturunan dewa ada hubunganya
dengan Sultan Bima. Sedangkan di Manggarai, keturunan dewa termasuk orang Cibal yang
disebut dengan Pajulae yang ada hubungannya dengan Loke Nggerang ( Loke Nggerang
adalah keturunan Roh Langit yang memiliki ilmu hilang yang akhirnya dibunuh di Todo dan
kulitnya dijadikan gendang hingga sampai zaman ini ). Keturunan lainya adalah Compang
Cibal. Tidak hanya compang cibal dan Ndoso yang dikatakan sebagai keturunan Dewa, tetapi
suku Nawang diduga berasal dari Mandosawu-gunung Ranaka termasuk keturunan Manusia
Langit. Suku Nawang tersebut ada hubungan dengan orang laci di Manggarai Timur.
Berdasarkan pengalaman sejarah, daerah-daerah Manggarai yang mungkin erat
kaitannya dengan dewa golo mori yang mempunyai hubungan dengan manusia langit adalah
sejarah Ruteng Pu’u di Ruteng,Watu compang Tureng di Desa Ceka Luju di Satar Mese
Barat,Sejarah kampung kaca di Wae Ajang, Satar Mese Barat,sejarah poco kuwus dan watu
ompu dekat semang dan Tado,dan salah satu tempat di Macang Pacar.
Dari sisi keperkasaan dan Ilmu yang dimiliki oleh Motang Rua dan kakaknya Lalong
Bakok,erat kaitannya dengan Dewa di Golomori.Diduga ayah dari Motang Rua adalah Empo
Rae atau dikenal Laki Rae yang berasal dari keturunan Dewa di Golomori.Ibu dari Motang
Rua berasal dari Narang keturunan Todo.Sedangkan, Motang Rua adalah salah satu
keturunan dari Todo,keturunan berdasarkan silsilah Matrilineal.Secara Matrilineal,Motang
Rua adalah keturunan Dewa.Hal itu didukung oleh ilmu yang dimiliki oleh Laki Bakok dan
Motang Rua.Dari perkawinan Laki Rae dan istrinya menghasilkan Laki Bakok dan Motang
Rua.Laki Bakok berhasil berperang melawan Raja Aceh karena dihasut oleh
Belanda,sedangkan Motang Rua berhasil membunuh 10 tentara Belanda di Ngalor Sua
bersama Beo Menggong yang kemudian dibuang dan dipenjarakan di Nusa kembangan.
Dengan Melihat asal usul diatas,membawa generasi menyebar keseluruh
Nusantara.Namun peradaban modern kian di gandrungi generasi terkini seolah meninggalkan
kebudayaan Manggarai yang begitu unik dan Mengagumkan. Dengan demikian perlu
mengingatkan parah leluhur Manggarai yang terungkapkan “muku ca pu’u neka woleng
curup,teu ca ambong neka woleng lako,ipung ca tiwu neka woleng wintuk,neka koas neho
kotar,neka behas neho kena,”seolah hanya kata-kata kiasan semata bahkan bimbingan dan
model yang terdapat dalam istiliah Toing,Toming,Titong tidak lagi sanggup diikuti oleh
generasi terkini,seolah kita lupa akan diri kita sendiri. Padahal hal ini telah diingatkan oleh
sang proklamator Indonesia kepada Rakyat Indonesia untuk tidak melupakandaerah yang
dikenal dengan sebutan ‘Jas Merah’ jangan sampe melupakan daerah sebab kebudayaan
Nusantara adalah puncak dari kebudayaan suatu daerah.Ungkapan tersebut sesungguhnya
selaras dengan pesan nenek moyang kita ‘’NEKA OKES KUNI AGU KALO’’.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sistem?
2. Apa pengertian Kebudayaan?
3. Bagaimana Wujud Kebudayaan?
4. Bagaimana unsur Kebudayaan?
5. Apa Pengertian Masyarakat?
6. Bagaimana Unsur Kebudayaan Manggarai?

1.3 Tujuan Penulisan


A.Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan Masyarakat Manggarai.
B.Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem kebudayaan masyarakat Nusa
Tenggara Timur.
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi atas IV BAB yaitu:
Bab I. Pendahuluan,berisikan latar belakang,rumusan masalah,tujuan penulisan,dan
sistematika penulisan.
Bab II. Landasan teori,berisikan pengertian sistem,pengertian kebudayaan,wujud
kebudayaan,unsur kebudayaan,pengertian masyarakat,pengertian Manggarai.
Bab III . Pembahasan,berisikan Unsur Kebudayaan Masyarakat Manggarai.
Bab IV . Penutup,berisikan kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sistem


Menurut para Ahli
1. Andri Kristanto,Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur yang saling
berkaitan,berkumpul bersama untuk dapat melakukan aktivitas atau menyelesaikan suatu
target tertentu.
2. Colin Cherry,Sistem adalah suatu keseluruhan yang telah dibentuk dari suatu keseluruhan
yang telah dibentuk dari berbagai macam bagian atau suatu assambel dari berbagai
macam sifat dan bagian-bagian tersebut.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu
kesatuan baik obyek nyata maupun abstrak yang terdiri dari berbagai komponen atau unsur
yang saling berkaitan,saling tergantung,saling mendukung,dan secara keseluruhan bersatu
dalam satu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

2.2 Pengertian Kebudayaan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Buddhayah,yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi(budi atau akal)diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi,dan akal manusia
Dalam bahasa inggris ,Kebudayaan disebut culture,yang berasal dari kata latin
colore,yaitu mengolah atau mengerjakan.Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani.sebagai “kultur’’dalam bahasa indonesia.
Pengertian kebudayaan secara umum adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup
pengetahuan,keyakinan,seni,susila,hukum adat,serta setiap kecakapan dan kebiasaan.
Adapun pengertian kebudayaan menurut beberapa para ahli yaitu:
1. Menurut Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus
didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
2. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi
`Kebudayaan adalah semua hasil karya,cipta,dan rasa masyarakat.Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material
culture)yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
2.3 Wujud Kebudayaan

I. Gagasan (wujud ideal)


Wujud ideal kebudayaan adalah kebudasyaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan,nilai-nilai,norma-norma,peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstarak tidak dapat
di raba atau disentuh .Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau dialam
pemikiran masyarakat.

II. Aktivitas (Tindakan)


Aktivitas adalh wuju kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu.wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.sistem-sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi ,mengadakan konta,serta
bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan.sifatnya konkret ,terjadi dalam kehidupan sehari-hari,dan dapat diamati dan
didokumentasikan.

III. Artefak (Karya)


Adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba,dilihat dan didokumentasikan.sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,antara wujud kebudayaan yang satu
dengan wujud kebudayaan yang lain tidak bisa dipisahkan.

2.4 Unsur Kebudayaan


1. Sistem Religius
Merupakan produk manusia sebagai homo religius. Manusia yang memiliki
kecerdasan pikiran dan perasaan luhur tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat
kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan
lahirlah keprcayaan yang sekarang menjadi agama.
2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan ( homo socius ).
Merupakan produk manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya
lemah namun memiliki akal maka disusunlah organisasi kemasyarakatan dimana manusia
bekerja sama untuk meningkatkan kesejateraan hidupnya.
3. Sistem Pengetahuan ( homo safiens )
Merupakan produk manusia sebagai homo safiens. Pengetahuan dapat diperoleh
dari pemikiran sendiri maupun dari orang lain.
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan System Ekonomi ( homo economicus )
Merupakan Produk manusia Sebagai homo economicus, yaitu menjadikan tingkat
kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
5. Sistem peralatan hidup dan teknologi ( homo faber )
Merupakan produk manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya
yang cerdas dan dibantu dengan tangannya manusia dapat membuat dan mempergunakan
alat, dengan alat-alat ciptaanya itulah manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya.
6. Sistem Bahasa ( homo longuens )
Merupakan produk manusia sebagai homo longuens.
7. Kesenian
Merupakan hasil dari manusia dalam keberadaannya sebagai homo esteticus.

2.5 Pengertian Masyarakat


Secara ethimologis kata masyarakat berasal dari bahasa arab, yaitu musyarak yang
artinya hubungan ( interaksi ).
Pengertian Masyarakat menurut Para Ahli :
1. Menurut Soerjono Soekanto
Masyarakat adalah peruses terjadinya interaksi sosial, suatu interaksi social
tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu interaksi social
dan komunikasi.
2. Menurut Selo Sumardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan mengahasilkan suatu
kiebudayaan.
3. Menurut John J. Macionis
Masyarakat adalah orang-orang yang berinteraksi dalam suatu wilayah tertentu
dan memiliki budaya bersama.
Jadi pengertian Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup secara
bersama-sama di suatu wilayah dan membentuk sebuah system, baik semi terbuaka maupun
semi tertutup, dimana interaksi yang terjadi di dalamnya adalah antara individu-individu yang
ada dikelompok tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN MASYARAKAT MANGGARAI

Pada umumnya gambaran masyarakat manggarai bisa dilihat dari corak maupun
ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang
berlaku.Beragam Sub Sistem yang hidup dalam masyarakat manggarai yang dapat
memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di manggarai.Adapun Sub
sistem itu antara lain:sistem Religi,sistem organisasi,sistem pengetahuan,sistem
bahasa,kesenian,sistem mata penceharian atau ekonomi dan sistem teknologi.

2.1 SISTEM RELIGI ATAU KEAGAMAAN

Pada dasarnya masyarakat manggarai menganut sistem religi


yakni“Monoteis”adanya kepercayaan terhadap wujud tertinggi yang disebut “mori kraeng-
mori jari dedek”.Tetapi dari segi adat,orang Manggarai menyembah hal-hal yang gaib
sehingga munculnya kepercayaan Animisme dan kepercayaan Dinamisme.

Yang termasuk dalam Animisme adalah:

Compang atau Mesbah.

Compang merupakan tempat sesajian yang terletak di halaman kampung atau


sekitarnya.Compang berbentuk bundar menyerupai meja persembahan,terbuat dari tumpukan
tanah dan batu-batu.Di tengah-tengah compang tumbuh pohon besar (langke)yang sengaja
ditanam.Bentuk compang menyerupai pohon beringin.Dan mengapa pohon ini yang ditanam
di compang (tempat sesajian)?alasan yang lazim adalah karena pohon tersebut jarang atau
bahkan tidak mati.Daunnya gugur dan tumbuh silih berganti di setiap tahun,pohonnya
besar,daunnya yang rindang menjadi tempat berteduh di waktu siang bolong,terlindung dari
terik matahari,sehingga suasana hati dan pikiran masyarakat terasa sejuk,aman dan damai.

Dan alasan dasar tradisi budaya manggarai sehingga membuat compang beserta
langke (pohon besar) karena dulu moyang manggarai menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme(percaya pada roh-roh halus atau dewa).Diyakini bahwa roh-roh halus itu
(poti,jing,setan,roh-roh leluhur) tinggal pada pohon-pohon besar (langke),di sumber air(one
ulu wae),di rawa-rawa (one temek),dan di hutan lebat(puar mese/poco).Tempat-Tempat
seperti itu dianggap mempunyai sumber kekuatan atau keramat yang disebut pong.Kemudian
leluhur orang Manggarai berupayah menanam kembali bibit pohon besar itu di tengah
kampung dengan disertai compang.Bibit pohon besar itu biasanya yang cocok mewakili
semua pohon ialah haju langke(pohon beringin).Kebanyakan masyarakat memahami bahwa
kekuatan atau keramat (pong)banyak terjadi pada pohon besar.Atas dasar itu,moyang
Manggarai menghadirkan kembali pong itu dengan membuat compang,yang disertai haju
langke ,sehingga masyarakat terlindung dari ancaman,hambatan,gangguan,dan rintangan
ketika menyebrangi samudera kehidupannya.Bahkan lewat compang juga sebagai tempat
sumber mendapat kekuatan gaib (tiba mbeko atau toing mbeko).Menurut orang Manggarai
pong memiliki dua versi yaitu yang baik dan yang jahat.Bahwa bila seorang Manggarai jatuh
dari pohon,biasanya dituduhkan kepada poti/darat,setan atau jin.

Yang termasuk dalam Dinamisme adalah:

Rangga kaba(Tanduk kerbau)


Arti simbolik dari tanduk kerbau mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang
bermakna cita-cita agar keturunan kuat seperti kerbau dan bekerja keras.konsep ideologis
tanduk kerbau sering digunakan dalam go’et-go’et (peribahasa)Uwa haeng wulang langkas
haeng ntala(tinggi sampai bulan dan jangkauan sampe langit.

2.2 SISTEM ORGANISASI SOSIAL ATAU KEMASYARAKATAN

1. Lembaga adat atau tua-tua adat

Di Manggarai konon pada masa lampau dikenal adanya sistem


feodal(bangsawan),yang dalam bahasa manggarai disebut kraeng.Ada beberapa jabatan tua-
tua adat manggarai disebut keraeng.Ada beberapa jabatan tua-tua adat pada masa itu seperti
keraeng dalu,keraeng gelarang,keraeng tua golo,keraeng tua kilo,kraeng tongka,keraeng tua
teno.Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945,maka jabatan tua adat perlahan-lahan
hilang dan jabatan yang berinisial keraeng hilang atau kurang digunakan.Bahkan
kemungkinan besar sistem feodal itu perlahan-lahan kurang digunakan.Dan muncul jabatan
baru yang disebut dengan kepala desa.Kemudian jabatan-jabatan tua-tua adat di Manggarai
yang masih berlaku sampai sekarang ini adalah tua kilo/tua panga,tua golo,tongka,tua teno.

a. Tua kilo atau Tua Panga

Tua kilo atau tua panga (tua=ketua,kepala;kilo=keluarga,pasangan


hidup,takaran;panga=cabang kayu,ranting).Istilah tua kilo menunjuk pada jabatan pemimpin
adat dalam masyarakat yang dipilih berdasarkan musyawarah bersama.kalaupun arti tua kilo
juga sebagai kepala keluarga (ayah /suami) tetapi jarang digunakan,karena orang tua /ayah
adalah jabatan mutlak/otomatis.Sedangkan tua kilo yang dimaksudkan disini adalah kepala
keluarga tingkat ranting(kepala subklan) dalam suatu kampung.Disuatu komunitas terkecil
(beo atau golo lonto)terdiri dari beberapa pecahan keluarga ranting dari satu leluhur.pecahan-
pecahan itu membentuk keluarga panga.

Yang tinggal di ususng mbaru tembong(kamar rumah adat) ialah tua


panga(kepala keluarga ranting).Ada pertimbangan kalau tua panga yang tinggal di kamar
rumah adat,sehingga kalau ada musyawarah adat atau urusan-urusan keluarga tingkat ranting
dapat cepat terkoordinasikan atau terakomodasikan.Namun,itu pun tak mutlak tua panga.Ini
tergantung perundingan bersama (bantang cama reje lele )dalam keluarga ranting.Bisa saja
ata lami atau kaeng one usung mbaru tembong(orang yang tinggal atau jaga kamr di rumah
adat)ialah anggota biasa keluarga ranting.

Untuk menjabat sebagai kepala keluarga ranting mestinya memahami


budaya,mampu berbicara,menerapkan adat istiadat yang tepat,arif dan bijaksana,sudah
menikah dan mampu memimpin.Tak mestinya usia lebih tua dari yang lain,biar usianya
masih muda.Masa jabatan kepala keluarga ranting tak ditentukan tergantung situasi dan
kondisi.Keluarga dalam tingkat keluarga ranting masing-masing bertanggung jawab dalam
urusan-urusan tertent,seperti:

1.Acara perkawinan(tae kawing)

2.Acara kematian(tae mata)

3.Acara kelahiran (tae loas)

Artinya tanggung jawab utama dalam acara-acara seperti itu adalah tanggung jawab
per keluarga ranting,sedangkan keluarga ranting yang lain hanya turut berpartisipasi
saja.Sedangakn dalam urusan umum dalam suatu kampung,semua keluarga ranting bersatu
dan mempunyai tanggung jawab yang sama.Kegiatan umum tersebut adalah :Syukuran
(penti) antara lain:penti ongko gejur(syukuran memetik hasil panen),penti neteng
ntaung(syukuran tahun), lodok uma weru atau tente teno(membuka kebun bundar atau tanah
ulayat baru),pande kintal beo(membuat pagar kompleks kampung).

b. TuaGolo

Tua Golo terdiri dari dua kata yaitu tua dan golo;(tua
=ketua,kepala,pemimpin;golo:bukit,gunung,keris).Kalau kata golo,makaartinya ialah
gunung,bukit,keris.kemudian jika kata golo diikuti dengan kata lainnya,artinya ialah kepala
kampung.Kemudian kalau kata golo diikuti dengan kata lainnya,misalnya pake golo atau
selek golo (memakai keris atau mengenakan keris.kemudian contoh lainnya eta golo(di atas
gunung atau di atas bukit).kata golo bermakna ganda kalau ia berdiri sendiri.kalau kata
tersebut diikuti dengan kata lainnya,maka artinya lebih spesifik atau tunggal.Lazimnya,kata
golo tersebut harus dirangkai dengan kata lainnya,misalnya golo lonto artinya kampung.

Ada satu kata lain yang mengandung arti kampung ialah kata beo.
Kata beo maknanya tunggal yaitu artinya kampung;meskipun kata tersebut di
gabung dengan kata lain.Misalnya,ata beo(orang kampung),beo ruteng(kampung
ruteng),kaeng one beo(tinggal di kampung).

Meski begitu,dalam artian sebagai kepala kampung,jarang atau tidak bisa


digunakan tua beo untuk bermaksud kata kepala kampung.Yang lazim digunakan adalah tua
golo(kepala kampung).

Kriteria untuk menjabat sebagai tua golo pada umumnya adalah memenuhi hal
berikut ini:sudah mencapai usia dewasa dan sudah nikah,orang yang asli warga
kampung,sehat jasmani dan rohani,memahami adat manggarai,mampu memimpin,dan tinggal
di rumah adat.

Proses pemilihan kepala kampung yaitu berdasar musyawarah dan mufakat


warga kampung,dan bisa juga dipilih secara aklamasi,bisa juga musyawarah antara tua-tua
keluarga ranting.semuanya dikondisikan,karena lebih mengutamakan rasa
kekeluargaan,persaudaraan.

Tugas dan wewenang tua golo antara lain untuk memimpin sidang warga
kampung menyangkut kepentingan warga kampung.Misalnya ,dalam hal membuat pagar
kompleks kampung(pande kena kintal beo),mengadakan rehabilitas rumah adat atau
membangun rumah adat (pande cuwir kole mbaru tembong atau pande mbaru tembong
weru),bersih kubur(weang boa),membersihkan air minum(barong wae teku).Masa jabatan tua
golo tak tentu,bisa sewaktu-waktu ganti sesuai situasi dan kondisi melalui rapat tua-tua
panga.

c. Tua Teno

Tua teno adalah kepala bagi tanah ulayat.Kata tua teno terdiri dari dua kata
yakni tua dan teno.(Tua=ketua,kepala;teno=kayu teno).

Kayu teno adalah kayu yang batang kayunya


lurus(heluk),lembut(hemel),fleksibel atau bisa dilekak-lekuk(nganceng wiuk).Artinya
menjadi tua teno bukan kehendak pribadi,melainkan atas dasar kepercayaan sekelompok
masyarakat yang turut mengambil bagian dalam memperoleh pembagian tanah pada tanah
ulayat,yang berasal dari turunan bangsawan,memahami hukum adat tentang tanah.Tua teno
harus dipilih secara musyawarah karena ia adalah mewakili tuan tanah,anggota kerabat yang
lain.Tuan tanah ialah pemilik tanah dalam arti bahwa dialah (merekalah) yang pertama
tinggal,menetap di lokasi tanah atau sekitar tanah tesebut,sehingga ia dapat sungguh-sungguh
memahami status keabsahan atau kepemilikan tanah,dan sejarah tanah tersebut.oleh karena
itu,sebagai keluarga pendatang kemudian menetap disuatu kampung tertentu,ia tidak di
izinkan menjadi tua teno.Hanya yang diperbolehkan kepadanya ialah mendapat pembagian
tanah ulayat itu,dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.

Tua teno beserta anggota tuan tanah yang lain sebagai penanggung jawab
ketika suatu saat kebun ulayat(lingko) diganggu gugat oleh pihak lain,penanggung jawab
utama di sini ialah tua teno.

Tua teno dipercayai oleh sekelompok masyarakat,karena memiliki integritas


pribadi dan berjiwa memimpin,bersikap adil,,arif,bijaksana,sabar,menguasai adat masalah
pertanahan.Tua teno diharapkan bersikap adil ,jujur,ibaratnya seperti kayu teno yang batang
kayunya lurus(heluk).Disamping itu,kalaupun tua teno memiliki sikap berani,tegas tetapi juga
diimbangi dengam hati nurani yang lembut,sabar menghadapi persoalan.sikap inilah
ibaratnya seperti kayu teno yang lembut dan lurus itu.Bagaimanapun terkadang pada saat
bagi tanah itu,ada yang kontra selisih pendapat,emosional,maka sangat dibutuhkan tua
teno.Tua teno haruslah memiliki sikap demokrasi,fleksibel,seperti ciri-ciri kayu teno yang
ealstis.segala keputusan harus diambil secara musyawarah.

Kayu teno tumbuh ditempat-tempat tertentu,dan jarang tumbuh.Ini


menandakan bahwa menjadi tua teno juga langak dalam masyarakat.Kayu teno juga tumbuh
ditempat subur ,menandakan bahwa tanah yang digarap semoga mendapatkan hasil bagi
petani.

Tua teno memiliki tugas untuk mencatat nama-nama peserta yang berhak
mendapat pembagian tanah ulayat.Pada saat awal pembagian tanah,tua teno yang berhak
menanam kayu teno dan satu butir telur ayam kampung yang untuk ditanam pada bagian
sentral tanah ulayat.Tempat sentral ini disebut lodok.Lodok bisa diartikan juga titik star bagi
tanah,karena setiap orang yang mendapat pembagian tanah pada tanah ulayat itu harus mulai
dari lodok tersebut.Hanya satu lodok atau pilar star untuk satu kebun ulayat.

Pada saat pembagian tanah ulayat,tua teno dipersilahkan pertama untuk


memilih pembagiannya,bahkan ia dipersilahkan oleh anggota ulayat agar tua teno memilih
tanah agak lebih luas jika dibandingkan dengan anggota yang lain.Kebiasaan ini berdasrkan
demokrasi, terbuka dan transparan bersama anggota, dan anggotapun tidak memprotesnya.
Tidak ada sistem Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
d. Tongka

Tongka terdiri dari dua kata yaitu tong dan paka. Dengan kata lain, tongka
adalah singkatan dari kata tong-paka. Meskipun terdiri dari dua kata, tong-paka, akan tetapi
kata tersebut tidak digunakan istilah yang diginakan adalah tongka.

Arti kata tongka ialah takaran, juru bicara perkawinan. Kata tongka bermakna
polisme yakni takaran dan juru bicara.

1. Tongka sebagai takaran

Dimanggarai dikenal istilah tongka koe (takaran kecil), atau tongka wokok
(takaran pendek), dan tongka mese(takaran besar), atau tongka lewe (tongka panjang).
Tongka yang berfungsi sebagai takaran adalah untuk takaran beras, jagung dll. Tongka koe
atau tongka wokok ukuran takarannya, yaitu berkisar antara 2,5;3,5 kg. Dan tongka mese atau
tongka lewe juga ukurannya sama, yaitu berkisar antara 5 kg -7 kg. Takaran seperti ini
berfungsi untuk menakar beras atau jagung dalam jumlah cukup banyak atau lebih banyak.
Ada beberapa tingkatan yang ukuran cukup banyak itu yakni recie ( takaran yang berukuran
10 kg ), warang ( takaran yang berukuran 20 – 25 kg ), wega ( takaran yang berukuran antara
40-50 kg), beka ( takaran yang berukuran 100 kg ).Takaran ukuran: recie, warang, wega,
beka dalam karung yang terbuat dari anyaman daun pandan ( saung rea ). Untuk
memudahkan takaran selanjutnya, melalui kelipatan takaran yang ada. Misalannya, ukran 1
warang berarti 2 kali ukuran recie.

2. Tongka sebagai juru bicara perkawinan

Tongka yang bermakna sebagai juru bicara ialah dalam hal urusan
perkawinan,antara kedua keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga
kerabat anak wina.

1.Tongka Anak Rona

Yang perlu dijelaskan terlebih dahulu adalah tong dan paka.Tong=menerima


uang,menerima kerbau,kuda dan lain-lain dari anak wina.Paka=memberi istri atau memberi
anak perempuan kepada keluarga anak wina,memberi isi hati,niat,harapan kepada anak wina.

Tongka anak rona adalah juru bicara keluarga perempuan (pemberi istri) yang
bertugas untuk menyampaikan segala niat,isi hati,niat yang baik,harta berupa
uang,kerbau,kuda dan lain-lain.Tongka anak rona juga disebut tongka tongka one mai (juru
bicara dari dalam).Disebut one mai (dari dalam),karena keluarga pemberi istri ibaratnya
keluarga yang menerima tamu atau sebagai tuan rumah.Yang datang dari luar adalah keluarga
laki-laki sebagai pelamar.Tongka sebagai juru bicara keluarga itu memiliki peran sebagai
duta keluarga ,fasilitator keluarga,penyambung lidah,harapan ,niat keluarga,anak perempuan
untuk disampaikan kepada keluarga pelamar(anak wina).

2. Tongka Anak Wina

Tongka anak wina adalah juru bicara dari keluarga kerabat penerima istri
(pelamar),sebagai perantara ,fasilitator,duta keluarga untuk menyampaikan segala niat,isi
hati,menyerahkan uang,kerbau,kuda,dan menerima istri atau anak permpuan.Tongka anak
wina juga disebut sebagai tongka peang mai(juru bicara keluarga dari luar).Dikatakan peang
mai(dari luar),karena keluarga laki-laki sebagai pelamar yang datang dari luar dan Melamar
anak perempuan keluarga perempuan (keluarga yang dilamar).

Oleh karena itu,baik tongka anak rona maupun sebagai tongka anak wina
adalah juru bicara keluarga kerabat masing-masing,dia adalah duta kedua
keluarga.Jadi,tongka harus pintar bicara adat perkawinan ,memiliki sikap
memimpin,demokrasi,sabar,berwawasan luas,dan lain-lain.Sebab kegagalan dan keberhasilan
dalam pembicaraan adat perkawinan kedua keluarga kerabat justru salah satu penentunya
yang penting adalah tongka.

Salah satu strategi yang digunakan tongka ketika suasana tegang atau belum
ada titik temu dalam pembicaraan adat,maka perlu diadakan skorsingsidang dengan istilah
Manggarainya ialah locedi(berbaring dulu ditikar minta istirahat sebentar).Dalam hal ini
mirip dengan istilah dalam dunia olahraga yaitu time out(minta keluar sebentar atau minta
istirahat sebentar).Arti kata locedi yaitu minta istirahat sejenak untuk mencari suasana pikiran
yang baru,jernih.Istilah ini,bukan berarti peserta keluarga kerabat pergi baring betul di
tikar,tetapi suatu momen yang penuh kebebasan,santai sambil berbicara masing-masing
kedua keluarga (pelamar,yang dilamar),untuk menyampaikan ide yang tak sempat
disampaikan diforum resmi adat perkawinan (peminangan itu).Bahkan pada waktu acara
locedi ada yang bisa bicara lintas kedua keluarga kerabat melalui watang.Tugas watang
menyampaikan pikiran baru kepada juru bicara kedua keluarga supaya tidak ada salah paham
lagi waktu acara adat resmi.Mengapa perlu juga perantara yaitu untuk antisipasi jangan
sampai terjadi kegagalan dalam pembicaraan adat yang berujung pada
pembatalan.Susahnya,apalagi kalau kedua anak (laki-laki dan perempuan) saling jatuh
cinta.Jangan sampai gara-gara adat,cinta kedua anak itu bisa batal.

2. Kekerabatan atau keluarga perkawinana.

` Ada beberapa pengelompokan hubungan kekerabatan atau keluarga kerabat


menurut budaya manggarai,yaitu:Wa’u/Asekae(keluarga patrilineal,Pa’ang ngaung(keluarga
tetangga),anak rona-anak wina/woenelu(keluarga kerabat pemberi istri dan keluarga kerabat
penerima istri),dan hae reba(kenalan terdekat).

A. Wa’u/Ase kae

Adalah keluarga kerabat yang terbentuk berdasarkan keluarga patrilineal (garis


keturunan ayah),baik yang hidup dalam satu kampung atau komunitas maupun yang hidup
terpencar-pencar karena tugas,pendidikan,dan lain-lain.Dalam keluarga bahwa semua anak
laki-laki disebut ata one(orang dalam).Anak laki-laki disebut ata one,sebab ia tergolong
keluarga patrilineal (wa’u/asekae).Setelah anak laki-laki kawin,ia tetap tinggal pada kampung
kelahirannya,kampung orangtua kandungnya sendiri.Kalaupun ada anak laki-laki yang
setelah kawin tinggal pada kampung kelahiran istrinya,ia tetap disebut asekae/wa’u oleh
anggota patrilinealnya (saudara laki-laki lain dimarga orangtua kandungnya).

Pria yang setelah kawin menetap pada kampung kelahiran istrinya atau pada
marga orang tua kandung istri,maka laki-laki itu disebut asekae ata kaeng olo atau asekae ata
kaeng peang(keluarga kerabat patrilineal yang tinggal di luar).Istilah asekae terlalu ekslusif
untuk kaum laki-laki.Dalam pemahaman orang manggarai sebagaimana diulas
Verheijen,bahwa kesatuan genealogis lebih besar yang harus dianggap paling utama ialah
klan patrilineal/wa’u.Namun demikian,dalam hubungan kekerabatan tetap
harmonis,akrab,melalui perkawinan cross cousin unilateral (tungku).perkawinan tungku ialah
perkawinan karena ada hubungan darah antara anak saudari dengan anak saudara.

Mengenai istilah asekae ata kaeng peang tersebut ,konsekuensinya ia


berhadapan dengan dua tanggung jawab.Disatu pihak asekae menunjukan tanggung jawab
persatuan hubungan kekerabatan pada marga asal istri,dan dipihak lain ia harus menunjukan
komitmennya dalam keluarga patrilineal (asekae/wa’u),meskipun bentuk persatuannya
terhadap sesama keluarga patrilineal tidak sama persis jika dibandingkan dengan
pengorbanan asekae yang lain dalam marga patrilineal.Yang sedikit perbedaan pengorbanan
disini adalah dalam hal pengorbanan tenaga,waktu,dan lain-lain.Ada keuntungan ganda bagi
laki-laki seperti yang dimaksud yaitu selain ia mendapat pembagian harta warisan dari
keluarga patrilinealnya sendiri (wa’u),tetapi juga diperbolehkan mendapat pembagian harta
warisan tanah dari orangtua kandung istri.

Dalam sistem patrilineal,anak laki-laki mendapat harta warisan


orangtuanya.Harta warisan itu dibagikan oleh orangtua kandung kepada anak laki-laki yang
sudah dewasa (nikah).Ini tergantung situasi dan kondisi keluarga atau orangtua.Kedudukan
dan porsi,besar kecil,banyak sesikit harta warisan dibagi secara merata tanpa membedakan
tingkatan usia anak masing-masing.Jika sudah melakukan pembagian harta warisan tanah
,ada anak laki-laki yang belum dewasa atau belum nikah,masih sekolah,maka tanah warisan
pembagiannya digarap oleh orangtua atau anak laki-laki itu sendiri bersama
orangtuanya.Kemudian hasil garapan itu,sebagiannya untuk orangtuanya dan juga biaya
hidup dan biaya sekolah anak.Tetapi apabila waktu pembagian harta warisan tanah,benda
yang bergerak atau tidak bergerak,yang bernyawah atau tidak bernyawah ,dan harta warisan
lainnya ,bahwa semua anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah kawin ,sementara
orangtuanya masih hidup,maka orangtua tetap mendapat atau menggarap sebagian kecil
tanahnya (ukurannya lebih sedikit daripada harta pembagian anak laki-laki).Selanjutnya anak
bungsu laki-laki yang harus tinggal bersama orangtua untuk bertanggung jawab
merawat,menghidupi orangtua.Otomatis harta orang tua yang digarapnya sendiri,akan
menjadi milik anak laki-laki bungsu itu,apabila orangtua kandungnya meninggal dunia.

Ada beberapa bentuk ungkapan persatuan wa’u yang sifatnya wajib dan
tetap,seperti:urusan perkawinan (tae kawing),baik menyangkut perkawinan anak laki-laki
(tae laki),maupun urusan acara perkawinan anak perempuan (tae wai),dalam acara kematian
(tae mata),acara syukuran (penti), seperti:penti beo(syukuran kampung), penti ongko gejur
(syukuran memungut hasil panen), penti neteng ntaung(syukuran tahunan),penti
kilo(syukuran keluarga dalam satu turunan nenek moyang),tente teno/lodok uma weru
(membuka kebun ulayat baru),barong wae (membersihkan tempat atau lokasi air
minum),weang boa (membersihkan kuburan), kumpul kope wuat wai ngos sekola (kumpul
dana untuk persiapan anak masuk sekolah atau kuliah), menjaga kebersihan dan keamanan
atau ketertiban warga kampung dan lain-lain.

Jika dalam satu kampung (beo) didiami keluarga patrilineal yang sudah berlapis-
lapis turunan,maka keluarga tersebut dipecah-pecah membentuk keluarga panga (ranting atau
subklan). Kemungkinan setiap keluarga ranting sudah mandiri dalam banyak urusan,keluarga
seperti ini disebut woleng-woleng paki ela (masing-masing potong babi). Tetapi urusan yang
bersifat umum tetap merupakan tanggung jawab bersama dalam satu keluarga besar (satu
turunan atau satu kampung).Ada bermacam-macam tingkatan atau level darah dalam
keluargakerabatpatrilineal(Wa’u)Yaitu:empo/popo(nenek/kakek),empo(cucu),ende/ema
(mama/ayah), anak/mantar (anak), ase/kae (adik/kakak), weta/nara (saudari/saudara).

Contoh komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut:

1.Percakapan antara nenek dan cucu

 Empo:Popo,co’o tara toe manga ngis dite?(Cucu:Nenek atau kakek,mengapa gigimu


ompong?)
 Popo:Tara toe manga ngis de popo,ai do bail hang latung cero tua(Nenek/Kakek:Gigi
nenek/kakek ompong karena sering makan jagung goreng yang tua).

2.percakapan antara orangtua dengan anak :

a.Nasihat orangtua kepada anaknya :

 Neka daku kali ngong data(jangan katakan itu miliku padahal milik orang lain).
 Neka mese nai agu hae ata,agu neka hembur le tebur lau(jangan bersikap sombong
terhadap orang lain)
 Mose dite one lino ho’o mose dokong(kita hidup di dunia ini hanya sementara).

b.Surat seorang anak kepada orangtua/ayah dan ibu :

 Ende agu ema hiang ata hiang lami anak’de(mami dan papi yang ananda hormati)
 Tegi dami kamping mori kraeng,dasor cebo lewe mose dite one lino(kami hanya
berdoa dan memohon rahmat Allah Yang Maha Esa agar mami dan papi dalam
keadaan sehat dan panjang umur).

3.Percakapan antara saudara laki-laki dengan saudara perempuan.

a. Kakak perempuan berbicara kepada saudara laki-laki :

 Nana,nia deko lewe saki demeu kudut nul le wae(Adik,dimana celana panjangmu
yang kotor untuk dicuci).
 Nana,nuk toing data tua,neka rongko rantang taung seng agu beti weki(Adik,ingat
pesan orangtua,jangan merokok karena menghabiskan uang dan merusak tubuhmu).
b. Kakak laki-laki berbicara kepada saudarinya

 Enu,eme manga ata rona da’at kudut nanang meu,tombo agu ami kudut kawe,agu
toing ko ongga ata rona hitu (Adik, adik kalau ada laki-laki jahat yang menggoda
kamu dan memukul kamu kami akan mencarinya,menegur dia,dan memukulnya).

4. Percakapan antara adik dengan kakak

a. Kakak berbicara kepada adiknya

 Ase,eme tegi hang,tegi di’a-di’a.Neka tegi le retang.(Adik,kalau meminta


makan,mintalah baik-baik.Jangan minta dengan menangis).

b.Adik berbicara kepada kakaknya:

 Kae,neka rabo ami ase’de bao pecu ngkero duhu hang one osang hang(Kakak,mohon
maaf,adik tadi kentut dengan bunyi besar waktu makan di ruang makan).

b. Woe Nelu

Adalah keluarga kerabat yang terbentuk atas dasar hubungan perkawinan


antara kedua keluarga kerabat ,yaitu anak rona(keluarga kerabat pemberi istri)dan anak
wina(keluarga kerabat penerima istri)

1. Anak rona

Adalah keluarga kerabat pemberi istri/keluarga asal istri.

Sebenarnya pengertian anak rona Cuma satu pengertian ,yaitu keluarga


pemberi istri atau keluarga asal istri.Dengan kata lain anak rona adalah ine ame atau ende
ema (orangtua).Tetapi realitanya anak rona terdiri dari dua macam yaitu anak rona dungka
dan anak rona musi.Adanya istilah ini dilihat dari kedekatan level darah perkawinan antara
keluarga kerabat.Anak rona dungka adalah keluarga kerabat langsung.Anak rona musi adalah
keluarga kerabat pemberi istri mertua laki-laki atau keluarga asal istri mertua laki-laki.

Beberapa hal seperlunya yang merupakan tanggung jawab anak rona,yaitu:

a. Tei berkak Anak wina(Memberi dukungan doa restu atau memberi berkat agar
hubungan kekerabatan dialami secara penuh bahagia,damai harmonis,baik dalam hal
kehidupan ekonomi,pendidikan,kesehatan,keturunan,dan lain-lain).
b. Tegi sida one anak wina.
Anak rona wajib melakukan sida(minta sumbangan pada anak wina).Tujuan sida
adalah:sida mata(minta sumbangan dana kematian),sida kawing(minta sumbangan
dana perkawinan anak laki-laki),sida penti(minta sumbangan dana acara
syukuran),dan sebagainya.
c. Tei wida.
Wida adalah hadiah (pemberian) dari anak rona kepada anak wina berupa harta
warisan.Motif utama wida adalah pemberian tanpa mengharapkan imbalan dari anak
wina.Meskipun realitanya bahwa anak wina tetap membalas wida itu dengan uang
secukupnya.
d. Rinding anak wina(dukungan atau perlindungan keluarga anak rona terhadap anak
wina baik dari segi materi maupun moril).
e. Hang nuru wai bangkong(makan daging hasil acara perkawinan anak perempuan pada
keluarga anak wina).
f. La’at Anak Wina(mengunjungi keluarga kerabat anak wina oleh keluarga kerabat
anak rona.

2. Anak Wina

Adalah keluarga asal suami atau keluarga penerima istri. Ada beberapa tanggung
jawab anak wina kepada anak rona:

a. La’at Anak Rona(Mengunjungi keluarga kerabat asal istri atau keluarga kerabat
pemberi istri)
b. Tiba Sida Anak Rona(Menerima permintaan sumbangan dana dari keluarga anak rona
agar anak rona dapat meringankan urusannya.
c. Ba Tabing
Membawa cendera mata dari keluarga anak wina kepada keluarga anak rona
berupa kain songke khas hasil tenunan manggarai,dan juga berupa uang untuk beli
sabun,bedak anak gadis yang dilamar pada keluarga anak rona.Ba tabing dibawakan
oleh orangtua kandung laki-laki(pelamar)dan diberikan kepada orangtua kandung
perempuan(yang dilamar).Cendera mata yang dimaksud harus diberikan kepada anak
gadis tersebut.Istilah tabing khusus berlaku dalam perkawinan yang bersifat
Crosscousin unilateral(tungku). Perkawinan tungku adalah perkawinan yang ada
hubungan dara antara anak dari saudara perempuan dengan anak saudara laki-laki,
baik berupa tungku cu (perkawinan antara anak dari saudara laki-laki dengan anak
dari saudari perempuan kandung ), maupun tungku neteng nara ( perkawinan antara
anak saudari dan anak saudara sepupu ).
d. Ba Wai Bangkong
Adalah membawa oleh-oleh berupa hewan oleh keluarga kerabat anak wina
kepada anak rona karena telah berlangsungnya perkawinan keponakan perempuan
pada keluarga anak wina. Meskipun hang nuru wai bangkong hanya satu kali jata
yang disiapkan anak wina kepada anak rona, akan tetapi tidak berarti bahwa keluarga
kerabat anak rona tidak hadir pada pernikahan anak perempuan atau anak wina.
e. Baro Laki Peang.
Adalah pemberitahuan perkawinan keponakan anak laki-laki kawin diluar suku
bukan perkawinan tungku melainkan kawing cangkang. Disebut kawin cangkang,
karena hubungan kekerabatan anak wina dan anak rona tersebut barulah terjalin saat
perkawinan itu dikukuhkan; bahwa belum ada hubungan kekerabatan sebelumnya.
f. Ngende
Adalah meminta,memohon pertolongan kepada anak rona atas
krisis,derita,kesulitan yang dialami keluarga anak wina,baik berupa krisis
ekonomi,tidak adanya turunan,ataupun kesulitan lain.Ngende biasanya dilakukan oleh
anak wina kepada anak rona;sebab anak rona ibaratnya ende ema (ibu bapak atau
orangtua).

c .Pa’ang Ngaung

Pa’ang ngaung (pa’ang=pintu gerbang kampung;Ngaung=kolong


rumah,belakang kampung).Kata pa’ang ngaung biasanya dalam acara adat seperti acara torok
tae/tudak (petuah adat) selalu ditambahkan dengan kata keterangannya yakni membentuk
suku kata berikut:Pa’ang olo ngaung musi(pintu gerbang depan sampi kolong rumah
belakang).Itu menandakan bahwa mereka hidup/tinggal pada suatu kompleks,yang dalam
bahasa manggarainya ca bengkok kaeng.Orang/keluarga yang tinggal berdekatan ini sebagai
keluarga yang paling dekat/tetangga.Realita yang terjadi di Manggarai bahwa kampung-
kampung yang berdampingan dan dalam satu kompleks yang disebut Pa’ang ngaung
itu,terdiri dari anggota keluarga yang berasal dari turunan leluhur berbeda-beda,tetapi sebagai
pa’ang ngaung mereka berperan aktif bersama-sama (wuli cama-cama),ada yang berperan
sebagai saksi dalam perkawinan,wajib turut belasungkawa(seng wae lu’u) atas meninggalnya
keluarga tetangga;membuat pagar kompleks (pande kinta beo),dan lain-lain.
Jadi pa’ang ngaung adalah keluarga kerabat /anggota hubungan kekerabatan
yang terbentuk atas dasar tempat tinggal yang sangat berdekatan,dalam satu kompleks atau
dalam satu kampung.

d. Hae Reba

Hae reba (Hae=orang/yang punya;reba=pemuda/laki-laki/ganteng).Untuk


memperjelas kata hae yang artinya:orang/yang punya misalnya,ada orang bertanya
begini:manga hae raes meu?(ada orang yang temani?).Hae reba arti katanya orang
muda/punya kenalan orang muda.Ada juga istilah untuk kalangan perempuan yaitu,hae
molas(kenalan sesama perempuan/perempuan yang masih gadis).Hae molas hanya sebatas
istilah ini,dan tidak mengarah pada pengertian hubungan kekerabatan.Padahal istilah hae reba
yang artinya kenalan pemuda/laki-laki yang masih muda.

Hae reba menurut budaya Manggarai adalah suatu hubungan kekerabatan yang
dibangun atas dasar kenalan,persatuan,persaudaraan,keakraban,kekeluargaan,baik dalam hal
pengorbanan materi,spiritual dan tenaga,pikiran,dalam rangka urusan keluarga seperti:acara
perkawinan,pendidikan,dan kematian.Acara kumpul kope (persatuan laki-laki untuk
pengumpulan dana perkawinan anak laki-laki) merupakan salah satu bentuk persatuan hae
reba.

2.3 SISTEM PENGETAHUAN

Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya,


baik flora maupun fauna dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat
Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang
flora, tentang tanaman atau tumbuhan-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun-temurun karena orang Manggarai
pada dasarnya senang beternak dan berburu.

2.4 SISTEM BAHASA

Bahasa Manggarai menjadi umum di Manggarai dan hampir dikuasai oleh


semua orang diberbagai wilayah.Meskipun bahasa Manggarai menjadi umum,namun dua
wilayah timur yakni Rongga dan Rembong memiliki bahasa yang khas dan berbeda dengan
bahasa Manggarai.Menurut Fransiskus XaveriusDo KoO,pembagian bahasa di Manggarai
dapat ditelusuri dari klasifikasi kata “tidak”.Orang Manggarai Tengah dan bahasa yang
digunakan di wilayah ini disebut kata” toe”orang Rongga dengan bahasa Rongga yaitu
kata”mbaen”orang Rembong dengan menggunakan bahasa Rembong yaitu“pae”.Perbedaan
yang mencolok ketiga jenis bahasa ini adalah terletak dalam kosakata,dialek,dan konsonan
vokal yang dimiliki tiap bahasa.

Sementara itu,di wilayah Manggarai Barat hampir semua kata yang digunakan
sama dengan kosa kata yang dipakai di Manggarai Tengah.Perbedaan yang cukup kentara
terletak dalam dialek,sedangkan konsonan vokal tidak memiliki perbedaan yang
mencolok.Misalnya bunyi (e)dalam suku akhir tertutup diganti dengan bunyi (o).Kata
“temek” dalam bahasa Manggarai Tengah menjadi” temok”dalam bahasa Manggarai Timur.

Di Manggarai Tengah kita temukan pada akhir kata bunyi(-ng),di Manggarai


Timur terdapat(-n).Misalnya di Manggarai Timur lantun pada kata yang sama di Manggarai
Tengah latung.Di Manggarai Barat lafal-lafal bunyi menyerupai bunyi-bunyi di Manggarai
Tengah.Perubahan terjadi pada pronominal personal misalnya di Manggarai Tengah
ami(kami),meu(kamu) menjadi hami,hemi di Manggarai Barat.Wilayah yang memiliki
kekhususan bahasa di Manggarai Barat hanyalah orang komodo.Bahasa komodo merupakan
campuran antara bahasa Manggarai dengan bahasa Bima.

Bahasa Manggarai merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di


Indonesia.Bahasa Manggarai digunakan oleh masyarakat Manggarai.Penuturnya terdapat di
kabupaten Manggarai Barat,Manggarai serta Manggarai Timur.Penggunaan bahasa
Manggarai selain untuk berkomunikasai,juga untuk mempererat hubungan antara sesama
masyarakat.Dalam percakapan sehari-hari terdapat beberapa dialek yang menjadi ciri khas
dari suatu wilayah di Manggarai.Dialek tersebut cendrung berbeda di setiap etnis hal itu
dipengaruhi oleh unsur kebahasaanyang disebut unsur suprasegmental.Unsur ini terdiri atas
keras lemahnya suara(tekanan),tinggi rendahnya suara(nada),panjang pendeknya
ucapan(durasi),dan jarak waktu pengucapannya(jeda).
2.5. KESENIAN

A. Seni Tari dan Seni Suara

1. Caci

a. Arti Caci

Kata caci berasal dari kata ca = satu.Caci terbagi atas dua suku kata,yaitu kata
ca dan ci.Kata ci kalau berdiri sendiri artinya paksa,memaksa.Misalnya,Seorang anak selalu
menangis minta makan pada orangtuanya.Begitu orang memberi makan kepada anak itu,tetap
juga anak tersebut selalu menangis minta makan pada orangtuanya.Saking marahnya si
orangtua,lalu ia mengatakan:”Eme toe aku ci hang ce lewing mese po bae!”(kalau tidak,nanti
saya paksa kau makan satu periuk/dandang besar baru kau rasa!).Caci arti harafiahnya satu-
satu,satu di sana,satu di sini,memukul dan menangkis secara berbalasan,satu lawan satu.

Main caci terdiri dari dua kelompok (kubu).Istilah kubu di sini bukan
bermaksud sebagai lawan,musuh,dan dalam pertandingan pun tidak mengutamakan siapa
yang kalah dan siapa yang menang;Tetapi yang penting dilihat adalah secara keseluruhan
permainan caci itu.Permainan caci merupakan acara budaya,misalnya dilakukan pada waktu
acara adat perkawinan(tae kawing),acara syukuran(penti),dan lain-lain.Yang bermain caci
adalah kaum lelaki,sedangkan perempuan hanya berpartisipasi dalam acara,seperti main
gong(tebang nggong),melayani tamu-tamu atau keluarga kerabat dengan menyiapkan
konsumsi atau snack.Main caci dilaksanakan pada siang hari,sekitar pukul 08.00 pagi -sampai
pukul 17.00 waktu setempat.Tempat pelaksanaan caci di halaman kampung(natas) atau di
lapangan tertentu yang telah disepakati bersama.Seyogianya yang ikut bermain caci adalah
orang dewasa antara usia 21 tahun ke atas,baik yang masih muda maupun yang sudah tua
atau yang telah berkeluarga.Main caci juga tidak diperkenankan pemain caci antara saudara
kandung,saudara sepupu terdekat,keluarga terdekat,satu warga kampung,keluarga tetangga
(pa’ang ngaung),kenalan dekat(hae reba).

b. Kriteria Caci

1.Pria atau Lelaki

Kalau dulu,yang ikut bermain caci khusus lelaki yang sudah dewasa,tetapi kini
bisa juga remaja atau orang muda atau anak sekolah sesuai moment acaranya.Dalam
permainan caci dalam konteks perkawinan (tae kawing),acara sykuran(penti),syukuran
membuka kebun bundar yang baru atau tanah ulayat yang baru(randang lingko),maka pemain
caci dewasa yang ditampilkan.Sedangkan anak remaja,orang muda,bisa ikut bermain caci
dalam konteks pendidikan,seperti pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI,Hari
Pendidikan Nasional(Hardiknas),Hari Sumpah Pemuda,serta hari bersejarah lainnya yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Manggarai.Permainan caci ialah khusus kaum
lelaki,karena motifnya agak keras,agak kasar,kurang etis yaitu tidak memakai baju.Bagian
perut(tuka) sampai batas pusat(putes) tidak ditutupi dengan baju.Jadi,caci khusus tarian kaum
lelaki.

2. Selek

Selek adalah menata diri pemain caci dalam hal berpakaian.Secara umumnya
bahwa perlengkapan pakaian caci sudah diketahui oleh setiap pemain caci,akan tetapi cara
berpakaian:kerapian,kebersihan pakian,keserasian warna pakaian,merupakan nilai plus bagi
peserta main caci.Ada ungkapan Manggrai bahwa:Di’a keta selek caci ata rona hiot maeng
caci(bagus sekali cara berpakaian si laki-laki pemain caci itu).Dari ungkapan ini menandakan
bahwa selek di’a(berpakaian yang bagus) merupakan ekspresi jati diri,menunjukan estetika
budaya. Berpakaian merupakan cerminan diri manusia.

3. Lomes

Lomes adalah tata krama,keramahan,yang menekankan variasi gaya pemain


caci.Yang dilihat secara sepintas menyangkut lomes yaitu:suara waktu menyanyi,raut muka
yang ramah,bahasa-bahasa kiasan yang digunakan tidak menyinggung perasaan orang
lain,tetapi malah orang lain senang,terpaku dan kagum,terlena,tertawa ria,simpati pada diri
pemain caci itu.Misalnya cara menari (congka),cara memuji diri di hadapan lawan atau
penonton dan anggotanya(kubunya),dengan khas.

Lomes tidak hanya ditampilkan pada waktu diri pemain caci yang tak kena
cambukan caci,tetapi ia tetap menunjukan sikap ramah (lomes).Misalnya si A telah
menangkis pukulan atau cambukan dari pihak lawan (poli tiba larikk),ia tetap menunjukan
diri dengan sikap ramah (lomes),dengan banyak variasi antara lain seperti dalam bahasa
Manggarai berikut ini:”asa ende,ema,ase,kae,weta-weta,hena ko????sala hena ranga?sala
hena mata?sala hena tilu?sala hena tuka?sala hena lime?(artinya:bagaimana
ibu,bapak,saudara,saudari,adik-adik,apakah saya kena cambukan?Barangkali kena di muka?
Barangkali kena mata? Barangkali kena telinga? Barangkali kena perut? Barangkali kena
tangan?).Si pemain caci menanyakan dirinya sendiri setelah menangkis cambukan dari lawan
caci.Apakah ia kena atau tidak,tapj ini adalah salah satu cara lomes dalam permainan caci.

Setiap pertanyaan dari pemain caci seperti contoh contoh lomes tersebut di
atas,maka anggota kelompoknya (satu kubu) dan penonton caci harus menjawab toe manga
(tidak) meskipun ia kena atau tidak.

4. Ilo

Ilo artinya tidak kena cambukan oleh lawan caci.Pemain caci yang ilo merupakan
salah satu nilai atau bobot tersendiri dan penting.Orang juga dianggap hebat main caci justru
salah satu hal terletak di sini yaitu ilo(tidak kena pukulan atau cambukan atau jarang kena
cambukan ole lawan caci).

Mencari pemain seperti ini cukup sulit.Karena pihak lawan caci,yang mendapat
giliran memukul atau mencambuk disertai berbagai macam gerakan,upaya-upaya,aba-aba
sedemikian rupa membuat pihak lawan caci terlena(temo),tertipu(adong).Karena ketika pihak
yang menerima cambukan (ata tiba larik) dan mampu menangkis cambukan tersebut
(nganceng tiba larik) dan tidak kena pukulan(toe hena larik),itulah yang disebut ilo.Yang
disebut ilo tiba larik(lincah tidak kena cambukan caci) bukan karena belas kasihan dari pihak
lawan,atau bukan karena ia menangkisnya dengan cara tidak halal (diluar aturan main) akan
tetapi dilakukan secara sportif,jujur dan tidak ada sekongkol.

5 .Co’o Pakin
Co’o pakin (co’o=bagaimana caranya;pakin=memukul,mencambuk).Co’o pakin
artinya bagaimana cara memukul atau mencambukinya.Pada kriteria kelima ini,ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan,antara lain:

a. Mberes Paki

Mberes paki(mberes=deras, kuat; paki=memukul,mencambuk).

Mberes paki artinya kuat memukul atau mencambuki,dan ini merupakan lambang
kejantaan,kekuatan energi lelaki.Dampak lain mberes paki ialah pada pihak penangkis
pukulan diupayakan supaya siap siaga,waspada menerima pukulan yang deras itu.Menarik
juga ditonton bila kuat memukul, karena akan terdengar bunyi tangkisannya oleh pihak
lawan.Pemain caci semestinya memiliki fisik yang besar, berenergi, dan bersih.Dan syarat
utamanya adalah harus sehat jasmani dan rohani.

b. Co’o pakin

Co’o pakin ialah bagaimana cara mencambuki atau memukulnya.Memukul atau


saling mencambuki dalam tanding caci tidak sekedar mencambuki.Seharusnya berpacu pada
aturan-aturan umum permainan caci, yang prakteknya tergantung tabiat setiap
orang.Misalnya, dalam hal embong larik (lagu-lagu singkat membuat pihak penangkis
terlena).Mungkin lagu tersebut hanya satu bait saja, baru langsung mencambuki.

c. Nia pakin

Nia pakin (nia=di mana; pakin =sasaran pukulnya, sasaran cambukan).Nia pakin
artinya di mana sasaran memukul atau sasaran cambukan.Tidak semua badan dipukul atau
dicambuk saat main caci.Secara umum batas area tubuh yang dipukul atau dicambuk adalah
pada bagian tubuh tertentu seseorang, yaitu sekitar di atas pusat (putes) sampai ujung rambut
atau kepala (haeng eta sa’i).Jika ada orang yang memukul di luar ketentuan umum tersebut
akan ditegur (toing) dan dimarahi (rabo) oleh tua adat atau panitia pertandingan atau
tarian.Atau dalam kondisi tertentu yang melanggar memukul itu dikeluarkan dari arena
permainan atau pertandingan.Sifat pemberhentian hanya berlaku saat itu, bukan untuk
seterusnya.

d. Nganceng Hena Paki One Ata

Nganceng hena paki one ata (nganceng=bias, dapat; hena= kena ; paki =cambuk
atau pukul ; one ata= kepada orang lain).Nganceng hena paki one ata artinya bias kena
cambuk pada pihak lawan.Ada beberapa tingkatan bobot pukulan dalam tanding
caci.Misalnya si pencambuk mampu melukai lawannya.Lebih hebatnya lagi jika si
pencambuk mampu mengarahkan pukulannya dan mengenai lawan pada bagian tubuh
tertentu yang dianggap bergengsi, dan kalau pada tempat tersebut hena beke (kena luka
cacat).Tempat-tempat tersebut adalah tangan, dan bagian muka atau kepala. Disebut hena
beke, sebab dalam permainan saling cambuk ini posisi tangan terlindung oleh temeng (
nggiling ) dan gagang ( koret ). Sedangkan bagian kepala atau muka disebut beke ( kena cact
) sebab bagian ini ditutupi dengan topi ( panggal ) dan seluruh muka dan kepala ditutupi
dengan lapisan kain yang disebut jonggo. Jadi, orang yang terkena cambukan pada bagian
yang dianggap beke akan merasa malu, merasa gensinya turun.

e. Nenggo / dere

Nenggo atau dere adalah nyanyian atau menyanyi. Dere sebetulnya adalah bagian
dari lomes tetapi karena lomes menyangkut hal-hal yang umum maka nenggo perlu diuraikan
secara khusus. Dere atau nenggo yang ditampilkan waktu caci tidak sekedar menyanyi, tetapi
sedapat mungkin berkaitan dengan momen acara. Pesan Manggarainya : porong icin dere
cama nuhu co’o icin tombo adak duhu hitu ( isi pesan lagu harus sesuai dengan topic acara
pada saat itu ). Bagi orang Manggarai, lagu ( dere ) Bukan sekedar estetika budaya,
melainkan mempunyai pesan budaya cukup penting, karena begitu besarnya kesukaan orang
manggarai dalam hal dere, baik berupa dere tunggal maupun lagu kolektif.

f. Tebang Nggong

Tebang Nggong ( tebang = main, bermain; nggong = gong ). Tebang nggong


artinya bermain nggong atau membunyikan gong. Peserta main gong adalah para perempuan
atau ibu-ibu, dengan memakai pakyan adat yang sesuai acara. Ada beberapa macam tebang
nggong yakni :

 Tebang nggong tutung ( main nggong dengan gerak tempo lambat )


 Tebang nggong kedendet ( main nggong dengan gerak tempo cepat ).

Tebang nggong adalah syarat mutlak atau bagian yang tak terpisahkan dalam
main caci. Bunyi gong yang baik akan sangat menentukan atau berpengaruh, menambah
semangat lomes. Jika bunyi gongnya gerak tempo lambat, maka pemain caci pun menari
dengan lambat; begitupun kalau bunyi gongnya gerak tempo cepat maka pemain cacipun
akan menari dengan gerak cepat.
2.Torok Tae atau Tudak

a. Torok Tae

1.Arti Torok Tae

Torok tae ( torok=menyampaikan atau mengemukakan atau membeberkan ; tae=


bicara, cara, pesta ). Torok tae artinya menyampaikan pesan ujud permohonan acara atau
pesta kepada leluhur atau Allah. Misalnya tork tae mata ( menyampaikan pesan waktu acara
kematian ). Pengertian torok tae yang lebih lengkap adalah menyampaikan pesan, berupa doa
permohonan, syukuran, pujian, sembah, hormat, terima kasih kepada Allah atau leluhur,
sesama, lingkungan baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia atas segala
pengalaman hidup manusia yang sifatnya positif, dalam situasi formal, terbuka, dihadapan
banyak orang dengan menggunakan bahasa kiasan ( bahasa tinggi budaya ) dan dapat
dilakukan dengan disertai penyembelihan hewan dan bisa juga tanpa dengan penyembelihan
hewan.

2. Siapa yang membawakan torok tae

Dulu, pada zaman feodal yang berhak membawakan torok tae adalah dari turunan
bangsawan, karena ini adalah pesan budaya dengan menggunakan bahasa tinggi
budaya.Tetapi kini, karena pengaruh zaman modernisasi budaya bahwa yang membawakan
torok tae adalah boleh juga di luar dari turunan darah biru, yang penting punya kharisma
untuk itu.Oleh karena itu, ia harus mengyasai adat, memahami istilah –istilah budaya
Manggarai, sehingga kata yang diucapkannya pada saat torok tae sesuai dengan momen
acaranya.

3. Sifat Torok Tae


 Baro (melapor)
Pada bagian awal torok tae, pertama-tama orang menyapa Allah atau leluhur
atau dewa.Selanjutnya menyampaikan maksud yang mau disampaikan.
 Naring (pujian)
 Bengkes (syukuran atau terima kasih)
 Ampong Ndekok (pengampunan Dosa)
 Tegi (permintaan atau permohonan)
 Suju (sembah atau persembahan)
4. Macam-macam Torok Tae
 Torok tae penti (bahasa kiasan dalam acara syukuran)
 Torok tae wuat wa’i ngo sekola (pesan kepada anak sekolah)
 Torok tae wagal (pesan adat waktu perkawinan)

b. Tudak

1. Arti Tudak

Tudak adalah menyampaikan pesan atau maksud kepada leluhur, jin (darat atau
poti atau empo).Inti bahasa tudak berupa permohonan, syukur, pujian, hormar, baik yang
diucapkan dalam situasi formal maupun dalam situasi tidak formal (pribadi) baik yang
bersifat positif maupun yang negative, dengan menggunakan bahasa kiasan.

2.Sifat-Sifat Tudak

 Tudak yang bersifat positif (hampir sama dengan torok tae).


 Tudak yang bersifat negatif dilakukan dalam banyak kesempatan baik secara
pribadi, maupun secara kolektif, resmi, formal, dan transparan.

C. Sanda

Sanda adalah salah satu tarian budaya Manggarai dengan gerak, jalan berbaris-
baris secara teratur membentuk lingkaran berbaris sambil menyanyi antara pria dan wanita
dengan memakai pakaian adat yang berlaku, yang dilakukan di rumah adat, waktu
pelaksanaannya pada malam hari dalam suasana sukacita.
Sanda merupakan kategori seni suara dan gerak.Supaya sanda itu dilakukan
dengan baik,dibutuhkan kerja tim (team work) yang baik.Sanda mestinya dilakukan pada
malam hari, karena butuh kosentrasi, disiplin berbaris, menguasai lagu yang dinyanyikan dan
tidak boleh salah atau lupa.Kalau salah ucap (cadel) akan dimarahi oleh sesama anggota
keluarga, sebab salah ucap berarti dianggap pembawa sial.

Ada banyak lagu sanda.Di Manggarai ada satu jenis lagu sanda yang dikenal
dengan sebutan sanda lima.Sanda lima artinya isi syair lagu tersebut sebanyak lima babak,
berarti harus dinyanyikan semua secara nonstop.Dari kelima babak lagu itu tidak boleh
berhenti sebelum sanda lima selesai.Tidak boleh dibawakan secara penggal-penggal.Alasan
lain mengapa sanda lima dibawakan di rumah adat, itu sebagai lambing persatuan.

d. Mbata

Mbata adalah suatu acara budaya yang dilakukan dengan sopan sambil menyanyi dan
membunyikan atau memukul gong dan tambur oleh pria dan wanita di rumah adat, dan
waktunya dilaksanakan pada malam hari dalam suasana sukacita, santai dan juga formal.
Mbata, di samping bermakna estetika juga merupakan lambang peradaban
budaya.Dalam situasi tertentu, mbata dapat dilakukan waktu senggang dalam suasana
sukacita, sekedar menghibur, karena cape atau lelah setelah bekerja di sawah atau
lading.Mbata juga dapat dilakukan pada waktu acara perkawinan.Bahwa kalau bicara adat
perkawinan sudah selesai, maka mengadakan mbata antara anggota keluarga kerabat pihak
keluarga mempelai laki-laki dan keluarga pihak mempelai perempuan.Atau juga mbata bisa
dijadikan alat skorsing bicara adat.Misalnya, saat pembicaraan adat perkawinan belum ada
titik temu pendapat antara keluarga mempelai perempuan dan keluarga mempelai laki-
laki,yang diwakili oleh juru bicara masing-masing, maka bisa minta skorsing bicara adat dan
lamanya waktu skorsing dikondisikan (tidak lewat dari 1 jam).Lagu-lagu yang ditampilkan
waktu itu, bermakna cigu (saling menyinggung kedua keluarga tersebut) dengan tetap
memperhatikan etika bicara adat yang baik.
Bila mbata yang ditampilkan waktu itu baik,saling tersentuh hati kedua keluarga
kerabat, maka bisa saja dalam bicara adat yang sebelumnya belum menemukan jalan
keluarnya, kemungkinan besar dapat terjawab melalui acara mbata.
d. Danding

Danding hampir sama dengan sanda.Cuma danding dilakukan di halaman kampong


(natas), waktu pelaksanaannya di siang hari antara laki-laki dan perempuan; lagu yang
dinyanyikan dalam bentuk kanon (bergantian:ada nyanyian solo, ada yang bersama-sama),
sambil berjalan membentuk lingkaran secara teratur dengan memakai pakaian adat, serta
dalam suasana sukacita.
Danding dilakukan pada siang hari,di halaman kampong atau di halaman
terbuka.Lagu yang dinyanyikan baitnya singkat, penuh riang.Judul lagu yang dinyanyikan
bersambung.Artinya, kalau ada yang satu sudah selesai, maka yang lain akan secara spontan
membawakan lagu yang baru dan seterusnya.
e. Sae
Sae arti katanya mengusir binatang atau hewan, seperti kambing, anjing, babi.Kata
sae hanya untuk hewan seperti yang disebutkan tadi.Biasanya jika seseorang mengusir
kambing, anjing, dan babi selalu diserta gerakan tangan (aayunan tangan) ke kiri atau ke
kanan, dan ke depan .Dan mirip sekali arah gerakan tangan si penari.
Sae adalah tarian manggarai yang dilakukan lelaki dan perempuan dengan memakai
pakaian adat yang telah ditentukan.Tempat acaranya dilaksanakan adalah di halam kampong
(natas) atau di tempat tertentu di hadapan pejabat atau tamu terhormat dalam situasi
formal.Tarian sae lebih menonjol gerakan tangan daripada bagian tubuh lainnya.Si penari sae
hanya melakukan gerakan tubuh, tanpa bersuara, tanpa menyanyi.Orang lain yang
membunyikan gong dan tambur saat acara sae disebut pendundu danke.Jadi, orang dapat
melakukan sae jika da orang lain yang memainkan ndundu ndake.Gerakan si penari sae harus
sesuai gerakan tempo bunyi ndundu ndake.

f. Ronda

Ronda adalah gerak berbaris secara teratur sambil bernyani bersama-sama dari rumah
adat menuju keluar, atau dari luar menuju kampong atau rumah adat atau tempat tertentu.
Ronda yang dilakukan dari rumah adat menuju halaman kampung adalah ronda
dalam kaitan acara caci.Pada saat seperti ini, kelompok pemain caci dipimpin oleh seorang
yang disebut ata ba leso ( orang yang bawa matahari ). Orang yang disebut ata ba leso adalah
punya tabiat khusus ;dia adalah penunjuk jalan, pembawa terang bagi peserta
pemain.Diharapkan agar peserta main caci tidak menemukan sial waktu pertandingan.
Sedangkan contoh ronda yang datang dari luar menuju kampung atau rumah adat
yaitu saat menjemput tamu terhormat atau pejabat atau menerima kedatangan wote weru
(anak menantu perempuan baru). Dan menyangkut kedatangan wote weru yang baru pertama
kali masuk kampung suaminya disebut gerep ruha (injak telur).
g. Nenggo atau Dere
Nenggo atau dere (menyanyi, lagu ).Nenggo tidak hanya tampil waktu acara caci,
tetapi hampir dalam semua acara adat istiadat Manggarai. Bahkan waktu acara kematian pun
nenggo bisa dilakukan, asalkan setelah malam saung ta’a (daun hijo, mentah)yaitu pada
malam ketiga atau kelima setelah pemakaman. Singkatnya, dere atau nenggo dilakukan
dalam setiap mata acara budaya Manggarai, baik dalam situasi dukacita maupun di saat
sukacita; baik dinyanyikan secar individu maupun berkelompok, baik dibawakan dal situasi
formal maupun saat santai atu rileks. Nenggo yang baik yaitu selain suara penyanyi baik,
tetapi isi pesan lagu yang disampaikan itu juga hendaknya bermakna dan sesuai dengan
situasi dan kondisi, sesuai topik saat acara itu.
Peran nenggo adalah untuk menghibur (pande rewo atau rame), supaya menghilangkan rasa
duka, sepi, stress, dan semacamnya. Kalau ada anak yang selalu menangis, maka perlu dere
atau nenggo untuk meninabobokan anak-anak (pande reni took ata koe). Dere atau nenggo
juga dapat memperhalus bahasa yang hendak disampaikan kepada sesorang atau sekelompok
orang, dalam moment tertentu. Melalui dere juga orang dapat menyelesaikan persoalan yang
sulit, khususnya dalam hubungan kekerabatan anak wina dengan anak rona.
B. KETERAMPILAN BUDAYA ATAU KERAJINAN TANGAN
1. Lipa Songke

Lipa Songke (lipa=kain, sarung; Songke=nama sarung khas buatan wanita


Manggarai).
Kata lipa hampir sama dengan kata towe. Kedua kata tersebut sama-sama menunjuk
pada pengertian kain sarung yang dipakai pria atau laki-laki disebut tengge dan kalau dipakai
oleh perempuan disebut deng. Lipa dipakai oleh laki-laki dan oleh perempuan dipakai pada
waktu acara adat,acara penting dan dipakai sehari-hari. Ada perbedaan sedikit antara kata lipa
dan towe. Kata lipa mengandung pengertian kain sarung khas Manggarai sebagai sebagai
hasil kerajinan tangan wanita Manggara. Sedangkan towe mengandung pengertian umum
yaitu kain sarung khusus untuk selimut di badan (yang juga bisa diartikan sebagai kain sarung
khas Manggarai yang berarti towe songke atau bisa juga kain sarung pada umumnya seperti
kain tetoron yang terjual di toko atau supermarket). Jadi kata lipa hanya khusus menunjuk
pada pengertian kain sarung khas asli buatan wanita Manggarai.
Untuk membuat lipa songke (kain songke khas Manggarai ) yaitu dengan cara
menenun (tenung). Tetapi tidak semua perempuan atau ibu-ibu Manggarai bisa menenun.
Menenun lipa songke adalah suatu keterampilan khusus. Warna dasar lipa songke atau towe
songke ialah hitam (miteng) dan kainnya agak tebal dan berat. Warna hitam memang cocok
untuk daerah Manggarai yang rata-rata hawanya dingin. Daerah Manggarai rata-rata suhu
udara dingin, karena berbukit, gunung cukup tinggi dari permukaan laut. Daerah yang agak
panas di Manggarai yaitu hanya di pesisir pantai.
Motif lipa songke bervariasi dengan warna-warna lai, antara lain:putih (bakok), merah
(ndereng), hijau (ta’ak), dan lain-lain yang dilengkapi gambar-gambar bunga, gambar-gambar
bintang.
Lipa songke, selain untuk pakaian adat Manggarai, juga dipakai pada acara penting
lainnya. Misalnya untuk acara ba tabing (cendera mata perempuan), juga bisa
diperdagangkan atau komersial. Harga kain songke cukup mahal, tidak sebanding harga kain
pabrik yang terjual di toko, pasar, supermarket.

2. Songkok

Songkok adalah topi yang dipakai oleh kaum lelaki atau bapak. Bahan dasar topi
songkok adalah daun pandan (saung rea). Tetapi sekarang kebanyakan songkok terbuat dari
bahan dasar benang (lawe) hasil produksi pabrik. Alasannya, pohon pandan (haju rea) sudah
semakin kurang bertumbuh; dan rasa-rasanya topi yang terbuat dari benang (lawe) lebih kuat
dan bertahan dipakai daripada bahan dasar dari daun pandan. Daun pandan cepat lapuk, dan
cepat hancur kalau kena air.
Songkok hasil kerajinan tangan pria-wanita Manggarai. Tidak semua pria-wanita
manggarai bisa membuat songkok. Membuat songkok merupakan keterampilan khusus.
Songkok dipakai pada waktu acara adat, pesta, pada waktu terima tamu. Songkok ini
motifnya hampir sama dengan topi hitam (topi kebangsaan RI). Songkok Manggarai tersebut
dapat diperdagangkan. Motifnya, berwarna-warni dengan gambar-gambar bunga,
pemandangan alam, gambar binatang komodo (buaya darat, salah satu objek wisata
kabupaten Manggarai Barat), biasa dipakai dikalangan umum, acara budaya, perlengkapan
pakaian adat Manggarai.

3. Sapu

Sapu adalah salah satu pelengkap pakaian adat laki-laki atau pria baik dalam acara
perkawinan maupun acara adat lainnya. Sapu berukuran seperti selebar kain taplak meja, atau
bermotif sapu tangan, tetapi ukurannya besar dan terbuat dari bahan dasar batik atau kain
songke, dan dipakai di kepala laki-laki.

4. Kope
Kope artinya parang. Kope terbuat dari bahan dasar besi, fer, baja. Kope adalah hasil
kerajinan tangan kaum lelaki Manggarai. Tidak semua laki-laki Manggarai bisa membuat
kope. Membuat parang adalah hasil keterampilan khusus laki-laki Manggarai.
Parang ini perlu dilengkapi dengan sarungnya yang disebut bako kope (sarung
parang), corang kope (gagang parang), dan wase kope (tali parang). Terkadang lelaki yang
cukup terampil bikin parang membuat ukiran pada bagian gagang parang dengan gambar
muka dan kepala manusia. Ini tidak berlaku pada semua parang, tergantung kemampuan atau
daya kreasi pembuatnya dan selera pembeli parang. Untuk mengenakan parang, harus di
bagian pinggul kiri (pega leo) dengan posisi parang lencek nggerwa (lurus ke bawah atau
vertical). Dan agar parang tidak terlepas dari badan, harus diikat dengan tali parang (wase
kope).
Dilihat dari fungsinya bahwa parang terbagi atas dua hal yaitu:parang untuk bekerja
(kope duat), dan parang untuk koleksi atau berdagang (kope selek).
5. Piso
Piso atau lading artinya pisau. Bahan dasar pembuatan piso atau lading adalah besi,
fer, nikel, dan lain-lain. Piso merupakan hasil kerajinan tangan kaum lelaki. Karena ini
sebagai kerajinan tangan, tentunya juga tidak semua laki-laki bisa membuat pisau itu.
Pisau dipakai oleh semua kalangan jenis kelamin, pria-wanita. Pisau khusus dipakai
untuk pekerjaan halus, misalnya memetik sayur di kebun, mengetam padi (ako woja),
memetik jagung (poka latung). Pisau kebanyakan dipakai oleh ibu atau perempuan di rumah,
seperti dalam hal tumis sayur, memotong daging (poro nuru), memotong daun pandan (poro
rea). Dalam hal acara adat misalnya tudak manuk (sembelih ayam),maka alat untuk
memotong leher ayam adalah pisau.

6. Loce

Loce artinya tikar. Loce adalah tempat alas tidur (lapeng toko), tempat alas duduk
(lapeng lonto), tempat untuk jemur padi (pari woja), jemur jagung (pari latung), jemur kopi
(pari kopi), dan sebagainya.
Loce merupakan hasil kerajinan tangan kaum perempuan atau ibu Manggarai.
Menganyam tikar (rojok loce) dilakukan oleh perempuan Manggarai pada waktu malam hari
di rumah mereka masing-masing. Bahan dasar membuat tikar adalah daun pandan ( saung
pandang ). Hampir semua perempuan Manggarai tahu menganyam tikar, kecuali wanita-
wanita Manggarai yang dibesarkan yang diberkan di kota-kota dan keturunan Manggarai
yang dibesrkan di tanah perantauan( daerah diluar Manggarai ).
Dilihat dari ukuran tikar tersebut terdiri dari dua macam yaitu : tikar kecil ( loce koe ),
dan tikar besar ( loce mese ). Tikar kecil ukurannya untuk ukuran tidur satu orang, atau
maksimal dua orang, pas untuk ukuran satu kasur dalam tempat tidur. Sedangkan besar daya
tampungnya untuk tidur banyak orang , sekitar lima orang ke atas ; juga di pakai untuk alas
duduk tamu-tamu; untuk jemur padi atau barang hasil bumi lainnya. Ukuran tikar besar
bekisar antara 3 meter – 10 meter. Misalnya, kalau panjang ruang tamu dalam satu rumah 5
meter, maka panjang tikar pun disesuaikan dengan panjang ruang tamju tersebut.
Kemudian dilihat dari motif loce terbagi atas dua yaitu : loce umpuk ). Tikar berwarna
khusushdigunakan untuk tiidur, tempat alas duduk tamu, tua-tua adat pada suatu acara adat.
Sedangkan tikar polos adalah tikar yang khusus untuk mengalas loce umpuk ( tikar warna-
warni ) di tempat tidur, untuk alas duduk sehari-hari, untuk jemur barang-barang hasil bumi,
seperti kopi, jagung, dan padi. Tikar juga dapat diperdagangkan (komersial). Bahkan ada
orang bisa mempertahankan hidupnya dengan bisnis tikar (pande loce atau pika loce).
Sampai sekarang tikar masih digunakan oleh sebagian besar orang Manggarai, dan kalau saat
acara adat,maka tikar digunakan untuk menerima tamu.

7. Tange

Tange artinya bantal. Tange terbuat dari bahan dasar daun pandan (saung rea).
Membuat bantal adalah salah satu kerajinan tangan ibu atau perempuan Manggarai. Membuat
bantal hampir sama dengan membuat tikar yaitu dengan cara menganyam (rojok).
Dilihat dari fungsinya atau penggunaannya, tikar terdiri dari dua hal yaitu:
a. Tange Sai (bantal kepala)
Tange sai adalah bantal yang khusus dipakai untuk alas kepala kalau hendak tidur. Cara
menganyam bantal kepala, lebih halus dan anyaman daun pandan juga agak kecil.
Dulu, kalau mau menganyam tange sai,harus dibuat dengan halus, rapi dan indah. Tetapi
sekarang bantal kepala dari daun pandan itu hampir total sudah hilang, karena perkembangan
teknologi. Bantal yang dipakai sekarang ialah motif buatan yang terjual ditoko, pasar, dan
supermarket.
b. Tange wai
Tange wai adalah bantal yang khusus digunakan untuk tempat duduk, alas kaki waktu
tidur, tempat alas piring waktu makan, ibaratnya seperti meja kecil.
Fungsi tange wai ada beberapa hal sebagaimana yang diuraikan diatas, yang secara
rinci adalah sebagai berikut :
 Alas kaki waktu tidur ( lepeng wai cang du toko ), tetapi tak mutlak untuk alas kaki
waktu tidur di ranjang tidur., ini khusus alas kaki tidur diruang tamu/ yang tak ada
ranjang tidurnya.
 Sebagai ganti meja makan untuk meletakan piring nasi ( mangko hang ), piring sayur
(mangko ute ), gelas ( cangkir ) dan lain-lain.
 Tempat duduk ( latang d lonto ).
Bantal dapat juga dibagi atas dua jenis yaitu : bantal polos ( tange laco ), dan bantal
warna ( tange umpuk ). Biasanya, bantal polos digunakan untuk tempat duduk, sedangkan
bantal warna kebanyakan dipakai untuk meja makan, untuk alas kaki dikepala waktu tidur.
Sekarang bantal ini masi ada di Manggarai, meskipun tak semua digunakan, karena bantal
adalah bagian sarana/fasilitas waktu terima tamu saat acara adat, sehingga bantal tetap ada.

8. Roto

Roto artinya keranjang. Roto adalah keranjang yang terbuat dari bahan kombinasi
anyaman daun pandan dengan anyaman belahan pohon bambu kecil ( pering ).
Motif roto terbagi atas dua macam yaitu :
a. Roto ( keranjang ) yang tidak ada tempat jinjingnya, tak ada telinganya ( roto toe
manga tilung ). Keranjang yang tak ada jinjingnya ini biasanya berukuran besar, dan
sering disimpan di rumah, jarang dibawa keluar ( ke kebun ).
b. Roto yang ada telinganya, ada tempat jinjingnya. Keranjang seperti ini kebanyakan
ukuranya sedang, kecil, untuk bisa dibawa kemana-mana, seperti ke kebun, dan lain-
lain. Lapisan dalam anyaman keranjang ini adalah daun, sedangkan lapisan luarnya
ialah anyaman belahan pohon bamboo kecil ( pering ). Fungsi keranjang yaitu untuk
menyimpan sayur, ubi, untuk membawa makanan bagi orang yang kerja di kebun ( ba
hang ata duat one uma ).

9. Lancing
Lancing adalah keranjang besar, kas, yang terbuat dari dua bahan dasar yaitu hasil
anyaman daun pandan dengan anyaman belahan pohon bamboo kecil ( gurung atau pering ).
Lapisan dalamnya adalah anyaman daun pandan lapisan luarnya dari anyaman pohon bambu
kecil. Kegunaan lancing adalah untuk menyimpan padi, jagung, gaplek, dan hasil bumi
lainnya. Ukuran takaran lancing berkisar 300 kg sampai 1000 kg. Biasanya lancing
disimpan dilantai atas yang disebut lobo mbaru. Tinggi keranjang besar ini tidak mepet
dengan atap rumah, supaya orang bisa masuk untuk mengambil dan menyimpan barang hasil
bumi tersebut. Lancing adalah kerajinan tangan kaum lelaki. Tetapi sekarang lancing hampir
tidak ada, dan diganti dengan kas ( terbuat dari papan ) atau diganti dengan karung
sebagaimana yang terjual di toko.
10. Lepo
Lepo artinya karung. Lepo adalah karung dari hasil anyaman daun pandang lepo
adalah hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan Manggarai. Lepo harus elastic, supaya
bisa dilipat ( diguling ) jika belum terisi barang di dalamnya. Lepo khusus menyimpan bahan
makanan yang halus, seperti padi, beras, jagung, dan kapas. Ukuran takarannya sekitar 30
kg- 75 kg. Lepo disimpan dalam rumah dan bisa dibawa keluar rumah ( kebun), untuk
menyimpan padi disawah. Sekarang ini, lepo kurang ada lagi, karena banyak karung yang
terjual di toko. Karung sekarang lebih kuat, praktis dan tahan lama.
11. Luni
Luni adalah semacam bungkusan atau jinjingan kecil, karung kecil. Luni banyak
variasi takarannya, mulai takaran yang terkecil sampai takaran yang 10 kg. Takaran 1-3 kg
bisa untuk simpan makanan atau nasi waktu kerja di kebun atau berdagang. Yang takaran 5-
10 kg untuk simpan beras, jagung yang siap dimasak. Luni terbuat dari anyaman daun
pandan, dan merupakan hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan manggarai.
12. Kumpek
Kumpek adalah tempat menyimpan daging, ikan, garam. Kalau daging yang tersimpan di
dalam kumpek disebut na’a nuru one kumpek. Kalau daging atau ikan di simpan di kumpek,
agak susah tikius, kucing, anjing melalapnya. Dan supaya daging itu tetap awet, maka harus
disertai dengan garam. Kumpek selalu diletakan dekat tungku api ( liking api atau sapo )
supaya kena asap api, agar daging agak kering, awet, sehingga tikus dan kucing susah
mengambilnya. Sekarang kumpek sudah hampir tidak ada lagi.
13. Lopa

Lopa adalah kotak kecil untuk menyimpan uang, menyimpan bahan cepa ( daun sirih,
pinang, kapur= tahang ). Lopa terbuat dari kayu, bamboo, tetapi sekarang lopa tak ada/
hampir tak ada, karena perkembangan teknologi.
14. Gogong
Motif gogong hampir sama dengan tongka ( takaran beras, jagung ). Bahannya sama-
sama terbuat dari potongan bamboo; dan bagian luar bambu dikupas, serta bagian pantatnya
(riti gogong ) tak boleh dilubangi, sebab fungsinya untuk menimba air, menyimpan minuman
alcohol dari pohon enau ( na’a tuak ). Orang yang memikul tuak dari pohon enau ini disebut
lemba tuak. Tak semua orang lincah lemba tuak, sebab kalau jalan cepat dan salah atur,
gogong terayun kena badan si pemikulnya dan susah untuk jalan jauh.
15. Tongka
Tongka ialah takaran barang hasil bumi misalnya, padi, beras, dan jagung. Bahan dan
motifnya sama dengan motif gogong. Cuma bedanya yakni, kalau gogong ukurannya bebas,
disesuaikan saja agar bisa memikul air, dan harus mempunyai tempat jinjingnya ( tilung ).
Sedangkan tongka ukurannya sudah diatur, karena fungsi tongka ialah untuk takaran dan tak
ada tempat jinjingnya ( tilung ).

16. Korong

Korong ialah sangkar ayam ( cewo manuk ), tempat ayam bertelur dan menetas.
Biasanya Korong disimpan di kolong rumah ( ngaung mbaru ). Sangkar ayam ini terbuat dari
bahan dasar bambu ( pering/gurung ). Korong berbentuk memanjang bagian depan
memanjang bagian depan pintu masuk ayam berlubang kecil ( pas ukuran ayam masuk dan
keluar ), bagian tengah Korong lwbih besar dan melengkung kebawah, dan luas, supaya ayam
bisa tidur, bertelur dan menetas di situ.

17. Potang
Potang adalah tempat sarang induk ayam dan ayam setelah menetas ( setelah di
pindah dari Korong ). Induk ayam dan anaknya tinggal di potang sampai anak ayam lincah
berjalan, terbang untuk mencari makan. Bahan dasar membuat potang adalah dar i pohon
bamboo kecil.
Bentuk potang bersaegi empat, disiapkan pintu masuk bagian depan, ketika ayam
sudah ada di dalam potang pada malam hari, maka pintunya harus di kunci rapat, agar tidak
dimakan tikus, kucing, ular. Potang harus digantung di kolong rumah pada malam hari.
Membuat potang adalah suatu keterampilan khusus kaum lelaki. Jadi, tak semua kaum lelaki
bisa membuatnya. Potang hanya berlaku sebelum ayam bisa mencari sendiri makanannya.
Kalau ayam sudah linca mencari makan, maka boleh lepas dari potang.
18. Doku
Doku adalah tempat tampi beras, jagung, kopi. Doku sebagai hasil kerajinan tangan
kaum lelaki. Bentuk doku adalah berbentuk bundar. Doku terbuat dari anyaman belahan
pohon bambu. Sampai kini, doku masih di gunakan.

19. Lide
Lide/penggek adalah tempat untuk menyimpan nasi dalam ukuran yang banyak.
Tempat simpan makanan/hasil bumi seperti kopi dan beras; juga sebagai piring makan
khususnya lide yang ukuran 1 liter. Tetapi sekarang lide kurang/tak dipakai karena sudah di
ganti dengan piring yang banyak terjual di toko.
Lide atau penggak merupakan hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan
Manggarai. Bahan dasar pembuatan lide ialah daun pandan dan belahan pohon bamboo kecil.
20. Cewak
Cewak adalah piring sayur ( mangko ute ). Cewak terbuat dari belahan atau ukiran
tempurung kelapa. Motifnya berbentuk bundar, dan berukuran setengah lingkaran dari bahan
dasar tempurung kelapa. Sekarang cewak sudah tidak ada lagi.
21. Kebor
Kebor adalah irus, sendok yaitu alat mencedok nasi dan sayur ( latang caok hang agu
teku ute ). Tangkai kebor terbuat dari bahan dasar kayu. Bagian tempat cedoknya terbuat dari
bahan tempurung kelapa. Kini kebor tak dipakai lagi dari bahan dasar seeperti itu. Sekarang
orang memakai kebor dari bahan yang terjual di toko atau di pasar.
22. Lewing Tana
Lewing tana adalah periuk yang terbuat dari tanah liat, melalui proses pembuatan
tertentu. Lewing tana disebut lompo. Membuat periuk seperti ini adalah suatu
keterampilan khusus kaum adam ( laki-laki ). Tak semua laki-laki tahu membuatnya.
Sekarang periuk yang dipakai orang Manggarai ialah periuk hasil produksi yang
terjual di toko/pasar.
23. Serente
serente adalah perangkap burung yang dipasang di terasering (pematang)sawah pada
malam hari. Serente talinya terbuat dari ijuk. Serente juga bisa dipasang di sawah
(tana sawa) tetapi bisa juga di lading kering (tana masa). Membuat perangkap ini
adalah keterampilan laki-laki. Serente yang dipasang di sawah biasanya untuk
menjerat burung waeweris. Waeweris adalah sejenis burung yang hidup di sawah,
rawa-rawa, daerah dekat air sebagai habitat utamanya.

24. Cempe
Cempe adalah perangkap tikus di ladang kering. Membuat cempe adalah pekerjaan
lelaki. Cara memasang cempe adalah dengan menggantung batu,kemudian di bawah
batu diletakkan ikan asin, jagung, supaya tikus terpancing masuk ke dalam ruang
cempe.

25. Campat
Campat adalah perangkap hewan atau binatang yang hidup di air kali (nuru wae)
antara lain ikan (ikang), udang (kuse), kepiting (rukus), dan belut (tuna). Campat
dipasang di tempat saluran air menurun,tempat muara yang bisa disebut ola. Alat
perangkap ini terbuat dari anyaman bamboo kecil yang masih muda.

2.6. SISTEM MATA PENCEHARIAN DAN EKONOMI


Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal dalam
masyarakat Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula
pengenalan masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata
pencaharian.
Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh
masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian
yangdisebutlodok). Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan
mata pencaharian orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi. Pesta
kebun adalah acara syukuran kepada mori jari dedek dan arwah nenek moyang atas hasil padi
dan jagung yang diperoleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang
dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang
mengganggutanaman. Diketahui, masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat
agraris. Secara turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung.
Bahwa kemudian kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang
Manggarai.
Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di
Manggarai. Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa
asing. Tapi, setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan
menjanjikan, maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian
malah menjadi kegiatanprimadona. Di samping mengerjakan sawah, berladang dan menanam
kopi orang Manggarai juga terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing,
ayam, serta melaut.

2.7 TEKNOLOGI
Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau
perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Secara tradisional, mereka sudah dapat
membangun rumah. Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima
tahapan yang sekaligus menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini
berkaitan dengan latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang
sebagai angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari
kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima,
lampek lima. Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan
pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka
umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan
yang berasal dari daun-daunan, misalnya londekjembu yaitu pucuk daun jambu untuk
mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri. Sebelum mengenal logam,
untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal perkakas dari bambu, kayu
atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni
bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide yang ada di
dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari itu adalah abstrak. Sementara
perwujudan budaya adalah benda-benda yang diciptakan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, bentuk dan benda-benda yang nyata. Adapun unsure-unsur kebudayaan
masyarakat Manggarai yaitu :
1. Sistem Religi yang terdiri atas compang atau mesbah dan rangga kaba;
2. Sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan antara lain lembaga adat atau tua-tua
adat yang terdiri dari tua kilo atau tua panga, tua golo, tua teno, dan tongka; dan
kekerabatan atau keluarga perkawinan yang terdiri atas wa’u atau ase kae, woe
nelu, pa’ang ngaung, hae reba;
3. Sistem pengetahuan;
4. Sistem Bahasa;
5. Kesenian antara lain seni tari dan seni suara yang terdiri atas Caci, Torok tae atau
tudak, Sanda, Mbata, Danding, Sae, Ronda dan Nenggo atau Dere; keterampilan
budaya atau kerajinan tangan, Lipa Songke, Songkok, Sapu, Kope, Piso, Loce,
Tange, Roto, Lepo, Luni, Kumpek, Lopa, Gogong, Tongka, Korong, Potang,
Doku, Lide, Cewak, Kebor, Lewing Tana, Cempe, dan Campat;
6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi;
7. Sistem Teknologi.
4.1 SARAN

Anda mungkin juga menyukai