JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah
“SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT NTT” dengan judul:
“SISTEM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MANGGARAI”.
Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Eksistensi dan peran manusia
bersumber pada budaya. Bahkan sebelum dan sejak manusia lahir, bersamaan itu pula budaya
lahir. Memahami, mencintai budaya merupakan suatu alternatif pilihan kita, melainkan suatu
keharusan bagi manusia.
Salah satu filosofi budaya Manggarai “Neka oke kuni agu kalo” (jangan lupa tanah
kelahiran atau tanah leluhur kita atau jangan lupa tanah tumpah darah). Pada dasarnya kita
diajak untuk selalu melihat,berpikir, bertindak, bersama-sama dalam suatu bingkai oleh jati
diri budaya yang sama. Dalam kebersamaan dan dalam semangat bermusyawarah bersama
inilah suatu kekuatan besar untuk membangun daerah. Dengan kuatnya suatu daerah, secara
otomatis dapat menjadi bangsa yang besar.
Marilah kita menyatukan persepsi kita dengan pesan bijak budaya berikut ini:” Maiga
ite nai ca anggit, tuka ca leleng, kope olos todo kongkol, bantang cama reje lele, kudut pande
rewo beo rang kaeng tana Manggarai” (Marilah kita sehati dan sepikir bersatu padu yang
dilandas oleh semangat hidup bermusyawarah untuk tercapainya suatu mufakat sehingga
dapat terciptanya jati diri daerah yang mantap, kokoh dan bermartabat).
Akhirnya, segala kekurangan dalam makalah ini adalah tanggung jawab pemakalah.
Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritikan demi penyempurnaan refleksi
budaya Manggarai.
Kiranya makalah ini dapat disimak makna yang paling dalam, dalam kehidupan
kultural masyarakat Manggarai.
Penulis
PEMBAHASAN
Pada umumnya gambaran masyarakat manggarai bisa dilihat dari corak maupun
ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang
berlaku.Beragam Sub Sistem yang hidup dalam masyarakat manggarai yang dapat
memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di manggarai.Adapun Sub
sistem itu antara lain:sistem Religi,sistem organisasi,sistem pengetahuan,sistem
bahasa,kesenian,sistem mata penceharian atau ekonomi dan sistem teknologi.
Dan alasan dasar tradisi budaya manggarai sehingga membuat compang beserta
langke (pohon besar) karena dulu moyang manggarai menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme(percaya pada roh-roh halus atau dewa).Diyakini bahwa roh-roh halus itu
(poti,jing,setan,roh-roh leluhur) tinggal pada pohon-pohon besar (langke),di sumber air(one
ulu wae),di rawa-rawa (one temek),dan di hutan lebat(puar mese/poco).Tempat-Tempat
seperti itu dianggap mempunyai sumber kekuatan atau keramat yang disebut pong.Kemudian
leluhur orang Manggarai berupayah menanam kembali bibit pohon besar itu di tengah
kampung dengan disertai compang.Bibit pohon besar itu biasanya yang cocok mewakili
semua pohon ialah haju langke(pohon beringin).Kebanyakan masyarakat memahami bahwa
kekuatan atau keramat (pong)banyak terjadi pada pohon besar.Atas dasar itu,moyang
Manggarai menghadirkan kembali pong itu dengan membuat compang,yang disertai haju
langke ,sehingga masyarakat terlindung dari ancaman,hambatan,gangguan,dan rintangan
ketika menyebrangi samudera kehidupannya.Bahkan lewat compang juga sebagai tempat
sumber mendapat kekuatan gaib (tiba mbeko atau toing mbeko).Menurut orang Manggarai
pong memiliki dua versi yaitu yang baik dan yang jahat.Bahwa bila seorang Manggarai jatuh
dari pohon,biasanya dituduhkan kepada poti/darat,setan atau jin.
Artinya tanggung jawab utama dalam acara-acara seperti itu adalah tanggung jawab
per keluarga ranting,sedangkan keluarga ranting yang lain hanya turut berpartisipasi
saja.Sedangakn dalam urusan umum dalam suatu kampung,semua keluarga ranting bersatu
dan mempunyai tanggung jawab yang sama.Kegiatan umum tersebut adalah :Syukuran
(penti) antara lain:penti ongko gejur(syukuran memetik hasil panen),penti neteng
ntaung(syukuran tahun), lodok uma weru atau tente teno(membuka kebun bundar atau tanah
ulayat baru),pande kintal beo(membuat pagar kompleks kampung).
b. TuaGolo
Tua Golo terdiri dari dua kata yaitu tua dan golo;(tua
=ketua,kepala,pemimpin;golo:bukit,gunung,keris).Kalau kata golo,makaartinya ialah
gunung,bukit,keris.kemudian jika kata golo diikuti dengan kata lainnya,artinya ialah kepala
kampung.Kemudian kalau kata golo diikuti dengan kata lainnya,misalnya pake golo atau
selek golo (memakai keris atau mengenakan keris.kemudian contoh lainnya eta golo(di atas
gunung atau di atas bukit).kata golo bermakna ganda kalau ia berdiri sendiri.kalau kata
tersebut diikuti dengan kata lainnya,maka artinya lebih spesifik atau tunggal.Lazimnya,kata
golo tersebut harus dirangkai dengan kata lainnya,misalnya golo lonto artinya kampung.
Ada satu kata lain yang mengandung arti kampung ialah kata beo.
Kata beo maknanya tunggal yaitu artinya kampung;meskipun kata tersebut di
gabung dengan kata lain.Misalnya,ata beo(orang kampung),beo ruteng(kampung
ruteng),kaeng one beo(tinggal di kampung).
Kriteria untuk menjabat sebagai tua golo pada umumnya adalah memenuhi hal
berikut ini:sudah mencapai usia dewasa dan sudah nikah,orang yang asli warga
kampung,sehat jasmani dan rohani,memahami adat manggarai,mampu memimpin,dan tinggal
di rumah adat.
Tugas dan wewenang tua golo antara lain untuk memimpin sidang warga
kampung menyangkut kepentingan warga kampung.Misalnya ,dalam hal membuat pagar
kompleks kampung(pande kena kintal beo),mengadakan rehabilitas rumah adat atau
membangun rumah adat (pande cuwir kole mbaru tembong atau pande mbaru tembong
weru),bersih kubur(weang boa),membersihkan air minum(barong wae teku).Masa jabatan tua
golo tak tentu,bisa sewaktu-waktu ganti sesuai situasi dan kondisi melalui rapat tua-tua
panga.
c. Tua Teno
Tua teno adalah kepala bagi tanah ulayat.Kata tua teno terdiri dari dua kata
yakni tua dan teno.(Tua=ketua,kepala;teno=kayu teno).
Tua teno beserta anggota tuan tanah yang lain sebagai penanggung jawab
ketika suatu saat kebun ulayat(lingko) diganggu gugat oleh pihak lain,penanggung jawab
utama di sini ialah tua teno.
Tua teno memiliki tugas untuk mencatat nama-nama peserta yang berhak
mendapat pembagian tanah ulayat.Pada saat awal pembagian tanah,tua teno yang berhak
menanam kayu teno dan satu butir telur ayam kampung yang untuk ditanam pada bagian
sentral tanah ulayat.Tempat sentral ini disebut lodok.Lodok bisa diartikan juga titik star bagi
tanah,karena setiap orang yang mendapat pembagian tanah pada tanah ulayat itu harus mulai
dari lodok tersebut.Hanya satu lodok atau pilar star untuk satu kebun ulayat.
Tongka terdiri dari dua kata yaitu tong dan paka. Dengan kata lain, tongka
adalah singkatan dari kata tong-paka. Meskipun terdiri dari dua kata, tong-paka, akan tetapi
kata tersebut tidak digunakan istilah yang diginakan adalah tongka.
Arti kata tongka ialah takaran, juru bicara perkawinan. Kata tongka bermakna
polisme yakni takaran dan juru bicara.
Dimanggarai dikenal istilah tongka koe (takaran kecil), atau tongka wokok
(takaran pendek), dan tongka mese(takaran besar), atau tongka lewe (tongka panjang).
Tongka yang berfungsi sebagai takaran adalah untuk takaran beras, jagung dll. Tongka koe
atau tongka wokok ukuran takarannya, yaitu berkisar antara 2,5;3,5 kg. Dan tongka mese atau
tongka lewe juga ukurannya sama, yaitu berkisar antara 5 kg -7 kg. Takaran seperti ini
berfungsi untuk menakar beras atau jagung dalam jumlah cukup banyak atau lebih banyak.
Ada beberapa tingkatan yang ukuran cukup banyak itu yakni recie ( takaran yang berukuran
10 kg ), warang ( takaran yang berukuran 20 – 25 kg ), wega ( takaran yang berukuran antara
40-50 kg), beka ( takaran yang berukuran 100 kg ).Takaran ukuran: recie, warang, wega,
beka dalam karung yang terbuat dari anyaman daun pandan ( saung rea ). Untuk
memudahkan takaran selanjutnya, melalui kelipatan takaran yang ada. Misalannya, ukran 1
warang berarti 2 kali ukuran recie.
Tongka yang bermakna sebagai juru bicara ialah dalam hal urusan
perkawinan,antara kedua keluarga kerabat yakni keluarga kerabat anak rona dan keluarga
kerabat anak wina.
Tongka anak rona adalah juru bicara keluarga perempuan (pemberi istri) yang
bertugas untuk menyampaikan segala niat,isi hati,niat yang baik,harta berupa
uang,kerbau,kuda dan lain-lain.Tongka anak rona juga disebut tongka tongka one mai (juru
bicara dari dalam).Disebut one mai (dari dalam),karena keluarga pemberi istri ibaratnya
keluarga yang menerima tamu atau sebagai tuan rumah.Yang datang dari luar adalah keluarga
laki-laki sebagai pelamar.Tongka sebagai juru bicara keluarga itu memiliki peran sebagai
duta keluarga ,fasilitator keluarga,penyambung lidah,harapan ,niat keluarga,anak perempuan
untuk disampaikan kepada keluarga pelamar(anak wina).
Tongka anak wina adalah juru bicara dari keluarga kerabat penerima istri
(pelamar),sebagai perantara ,fasilitator,duta keluarga untuk menyampaikan segala niat,isi
hati,menyerahkan uang,kerbau,kuda,dan menerima istri atau anak permpuan.Tongka anak
wina juga disebut sebagai tongka peang mai(juru bicara keluarga dari luar).Dikatakan peang
mai(dari luar),karena keluarga laki-laki sebagai pelamar yang datang dari luar dan Melamar
anak perempuan keluarga perempuan (keluarga yang dilamar).
Oleh karena itu,baik tongka anak rona maupun sebagai tongka anak wina
adalah juru bicara keluarga kerabat masing-masing,dia adalah duta kedua
keluarga.Jadi,tongka harus pintar bicara adat perkawinan ,memiliki sikap
memimpin,demokrasi,sabar,berwawasan luas,dan lain-lain.Sebab kegagalan dan keberhasilan
dalam pembicaraan adat perkawinan kedua keluarga kerabat justru salah satu penentunya
yang penting adalah tongka.
Salah satu strategi yang digunakan tongka ketika suasana tegang atau belum
ada titik temu dalam pembicaraan adat,maka perlu diadakan skorsingsidang dengan istilah
Manggarainya ialah locedi(berbaring dulu ditikar minta istirahat sebentar).Dalam hal ini
mirip dengan istilah dalam dunia olahraga yaitu time out(minta keluar sebentar atau minta
istirahat sebentar).Arti kata locedi yaitu minta istirahat sejenak untuk mencari suasana pikiran
yang baru,jernih.Istilah ini,bukan berarti peserta keluarga kerabat pergi baring betul di
tikar,tetapi suatu momen yang penuh kebebasan,santai sambil berbicara masing-masing
kedua keluarga (pelamar,yang dilamar),untuk menyampaikan ide yang tak sempat
disampaikan diforum resmi adat perkawinan (peminangan itu).Bahkan pada waktu acara
locedi ada yang bisa bicara lintas kedua keluarga kerabat melalui watang.Tugas watang
menyampaikan pikiran baru kepada juru bicara kedua keluarga supaya tidak ada salah paham
lagi waktu acara adat resmi.Mengapa perlu juga perantara yaitu untuk antisipasi jangan
sampai terjadi kegagalan dalam pembicaraan adat yang berujung pada
pembatalan.Susahnya,apalagi kalau kedua anak (laki-laki dan perempuan) saling jatuh
cinta.Jangan sampai gara-gara adat,cinta kedua anak itu bisa batal.
A. Wa’u/Ase kae
Pria yang setelah kawin menetap pada kampung kelahiran istrinya atau pada
marga orang tua kandung istri,maka laki-laki itu disebut asekae ata kaeng olo atau asekae ata
kaeng peang(keluarga kerabat patrilineal yang tinggal di luar).Istilah asekae terlalu ekslusif
untuk kaum laki-laki.Dalam pemahaman orang manggarai sebagaimana diulas
Verheijen,bahwa kesatuan genealogis lebih besar yang harus dianggap paling utama ialah
klan patrilineal/wa’u.Namun demikian,dalam hubungan kekerabatan tetap
harmonis,akrab,melalui perkawinan cross cousin unilateral (tungku).perkawinan tungku ialah
perkawinan karena ada hubungan darah antara anak saudari dengan anak saudara.
Ada beberapa bentuk ungkapan persatuan wa’u yang sifatnya wajib dan
tetap,seperti:urusan perkawinan (tae kawing),baik menyangkut perkawinan anak laki-laki
(tae laki),maupun urusan acara perkawinan anak perempuan (tae wai),dalam acara kematian
(tae mata),acara syukuran (penti), seperti:penti beo(syukuran kampung), penti ongko gejur
(syukuran memungut hasil panen), penti neteng ntaung(syukuran tahunan),penti
kilo(syukuran keluarga dalam satu turunan nenek moyang),tente teno/lodok uma weru
(membuka kebun ulayat baru),barong wae (membersihkan tempat atau lokasi air
minum),weang boa (membersihkan kuburan), kumpul kope wuat wai ngos sekola (kumpul
dana untuk persiapan anak masuk sekolah atau kuliah), menjaga kebersihan dan keamanan
atau ketertiban warga kampung dan lain-lain.
Jika dalam satu kampung (beo) didiami keluarga patrilineal yang sudah berlapis-
lapis turunan,maka keluarga tersebut dipecah-pecah membentuk keluarga panga (ranting atau
subklan). Kemungkinan setiap keluarga ranting sudah mandiri dalam banyak urusan,keluarga
seperti ini disebut woleng-woleng paki ela (masing-masing potong babi). Tetapi urusan yang
bersifat umum tetap merupakan tanggung jawab bersama dalam satu keluarga besar (satu
turunan atau satu kampung).Ada bermacam-macam tingkatan atau level darah dalam
keluargakerabatpatrilineal(Wa’u)Yaitu:empo/popo(nenek/kakek),empo(cucu),ende/ema
(mama/ayah), anak/mantar (anak), ase/kae (adik/kakak), weta/nara (saudari/saudara).
Neka daku kali ngong data(jangan katakan itu miliku padahal milik orang lain).
Neka mese nai agu hae ata,agu neka hembur le tebur lau(jangan bersikap sombong
terhadap orang lain)
Mose dite one lino ho’o mose dokong(kita hidup di dunia ini hanya sementara).
Ende agu ema hiang ata hiang lami anak’de(mami dan papi yang ananda hormati)
Tegi dami kamping mori kraeng,dasor cebo lewe mose dite one lino(kami hanya
berdoa dan memohon rahmat Allah Yang Maha Esa agar mami dan papi dalam
keadaan sehat dan panjang umur).
Nana,nia deko lewe saki demeu kudut nul le wae(Adik,dimana celana panjangmu
yang kotor untuk dicuci).
Nana,nuk toing data tua,neka rongko rantang taung seng agu beti weki(Adik,ingat
pesan orangtua,jangan merokok karena menghabiskan uang dan merusak tubuhmu).
b. Kakak laki-laki berbicara kepada saudarinya
Enu,eme manga ata rona da’at kudut nanang meu,tombo agu ami kudut kawe,agu
toing ko ongga ata rona hitu (Adik, adik kalau ada laki-laki jahat yang menggoda
kamu dan memukul kamu kami akan mencarinya,menegur dia,dan memukulnya).
Kae,neka rabo ami ase’de bao pecu ngkero duhu hang one osang hang(Kakak,mohon
maaf,adik tadi kentut dengan bunyi besar waktu makan di ruang makan).
b. Woe Nelu
1. Anak rona
a. Tei berkak Anak wina(Memberi dukungan doa restu atau memberi berkat agar
hubungan kekerabatan dialami secara penuh bahagia,damai harmonis,baik dalam hal
kehidupan ekonomi,pendidikan,kesehatan,keturunan,dan lain-lain).
b. Tegi sida one anak wina.
Anak rona wajib melakukan sida(minta sumbangan pada anak wina).Tujuan sida
adalah:sida mata(minta sumbangan dana kematian),sida kawing(minta sumbangan
dana perkawinan anak laki-laki),sida penti(minta sumbangan dana acara
syukuran),dan sebagainya.
c. Tei wida.
Wida adalah hadiah (pemberian) dari anak rona kepada anak wina berupa harta
warisan.Motif utama wida adalah pemberian tanpa mengharapkan imbalan dari anak
wina.Meskipun realitanya bahwa anak wina tetap membalas wida itu dengan uang
secukupnya.
d. Rinding anak wina(dukungan atau perlindungan keluarga anak rona terhadap anak
wina baik dari segi materi maupun moril).
e. Hang nuru wai bangkong(makan daging hasil acara perkawinan anak perempuan pada
keluarga anak wina).
f. La’at Anak Wina(mengunjungi keluarga kerabat anak wina oleh keluarga kerabat
anak rona.
2. Anak Wina
Adalah keluarga asal suami atau keluarga penerima istri. Ada beberapa tanggung
jawab anak wina kepada anak rona:
a. La’at Anak Rona(Mengunjungi keluarga kerabat asal istri atau keluarga kerabat
pemberi istri)
b. Tiba Sida Anak Rona(Menerima permintaan sumbangan dana dari keluarga anak rona
agar anak rona dapat meringankan urusannya.
c. Ba Tabing
Membawa cendera mata dari keluarga anak wina kepada keluarga anak rona
berupa kain songke khas hasil tenunan manggarai,dan juga berupa uang untuk beli
sabun,bedak anak gadis yang dilamar pada keluarga anak rona.Ba tabing dibawakan
oleh orangtua kandung laki-laki(pelamar)dan diberikan kepada orangtua kandung
perempuan(yang dilamar).Cendera mata yang dimaksud harus diberikan kepada anak
gadis tersebut.Istilah tabing khusus berlaku dalam perkawinan yang bersifat
Crosscousin unilateral(tungku). Perkawinan tungku adalah perkawinan yang ada
hubungan dara antara anak dari saudara perempuan dengan anak saudara laki-laki,
baik berupa tungku cu (perkawinan antara anak dari saudara laki-laki dengan anak
dari saudari perempuan kandung ), maupun tungku neteng nara ( perkawinan antara
anak saudari dan anak saudara sepupu ).
d. Ba Wai Bangkong
Adalah membawa oleh-oleh berupa hewan oleh keluarga kerabat anak wina
kepada anak rona karena telah berlangsungnya perkawinan keponakan perempuan
pada keluarga anak wina. Meskipun hang nuru wai bangkong hanya satu kali jata
yang disiapkan anak wina kepada anak rona, akan tetapi tidak berarti bahwa keluarga
kerabat anak rona tidak hadir pada pernikahan anak perempuan atau anak wina.
e. Baro Laki Peang.
Adalah pemberitahuan perkawinan keponakan anak laki-laki kawin diluar suku
bukan perkawinan tungku melainkan kawing cangkang. Disebut kawin cangkang,
karena hubungan kekerabatan anak wina dan anak rona tersebut barulah terjalin saat
perkawinan itu dikukuhkan; bahwa belum ada hubungan kekerabatan sebelumnya.
f. Ngende
Adalah meminta,memohon pertolongan kepada anak rona atas
krisis,derita,kesulitan yang dialami keluarga anak wina,baik berupa krisis
ekonomi,tidak adanya turunan,ataupun kesulitan lain.Ngende biasanya dilakukan oleh
anak wina kepada anak rona;sebab anak rona ibaratnya ende ema (ibu bapak atau
orangtua).
c .Pa’ang Ngaung
d. Hae Reba
Hae reba menurut budaya Manggarai adalah suatu hubungan kekerabatan yang
dibangun atas dasar kenalan,persatuan,persaudaraan,keakraban,kekeluargaan,baik dalam hal
pengorbanan materi,spiritual dan tenaga,pikiran,dalam rangka urusan keluarga seperti:acara
perkawinan,pendidikan,dan kematian.Acara kumpul kope (persatuan laki-laki untuk
pengumpulan dana perkawinan anak laki-laki) merupakan salah satu bentuk persatuan hae
reba.
Sementara itu,di wilayah Manggarai Barat hampir semua kata yang digunakan
sama dengan kosa kata yang dipakai di Manggarai Tengah.Perbedaan yang cukup kentara
terletak dalam dialek,sedangkan konsonan vokal tidak memiliki perbedaan yang
mencolok.Misalnya bunyi (e)dalam suku akhir tertutup diganti dengan bunyi (o).Kata
“temek” dalam bahasa Manggarai Tengah menjadi” temok”dalam bahasa Manggarai Timur.
1. Caci
a. Arti Caci
Kata caci berasal dari kata ca = satu.Caci terbagi atas dua suku kata,yaitu kata
ca dan ci.Kata ci kalau berdiri sendiri artinya paksa,memaksa.Misalnya,Seorang anak selalu
menangis minta makan pada orangtuanya.Begitu orang memberi makan kepada anak itu,tetap
juga anak tersebut selalu menangis minta makan pada orangtuanya.Saking marahnya si
orangtua,lalu ia mengatakan:”Eme toe aku ci hang ce lewing mese po bae!”(kalau tidak,nanti
saya paksa kau makan satu periuk/dandang besar baru kau rasa!).Caci arti harafiahnya satu-
satu,satu di sana,satu di sini,memukul dan menangkis secara berbalasan,satu lawan satu.
Main caci terdiri dari dua kelompok (kubu).Istilah kubu di sini bukan
bermaksud sebagai lawan,musuh,dan dalam pertandingan pun tidak mengutamakan siapa
yang kalah dan siapa yang menang;Tetapi yang penting dilihat adalah secara keseluruhan
permainan caci itu.Permainan caci merupakan acara budaya,misalnya dilakukan pada waktu
acara adat perkawinan(tae kawing),acara syukuran(penti),dan lain-lain.Yang bermain caci
adalah kaum lelaki,sedangkan perempuan hanya berpartisipasi dalam acara,seperti main
gong(tebang nggong),melayani tamu-tamu atau keluarga kerabat dengan menyiapkan
konsumsi atau snack.Main caci dilaksanakan pada siang hari,sekitar pukul 08.00 pagi -sampai
pukul 17.00 waktu setempat.Tempat pelaksanaan caci di halaman kampung(natas) atau di
lapangan tertentu yang telah disepakati bersama.Seyogianya yang ikut bermain caci adalah
orang dewasa antara usia 21 tahun ke atas,baik yang masih muda maupun yang sudah tua
atau yang telah berkeluarga.Main caci juga tidak diperkenankan pemain caci antara saudara
kandung,saudara sepupu terdekat,keluarga terdekat,satu warga kampung,keluarga tetangga
(pa’ang ngaung),kenalan dekat(hae reba).
b. Kriteria Caci
Kalau dulu,yang ikut bermain caci khusus lelaki yang sudah dewasa,tetapi kini
bisa juga remaja atau orang muda atau anak sekolah sesuai moment acaranya.Dalam
permainan caci dalam konteks perkawinan (tae kawing),acara sykuran(penti),syukuran
membuka kebun bundar yang baru atau tanah ulayat yang baru(randang lingko),maka pemain
caci dewasa yang ditampilkan.Sedangkan anak remaja,orang muda,bisa ikut bermain caci
dalam konteks pendidikan,seperti pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI,Hari
Pendidikan Nasional(Hardiknas),Hari Sumpah Pemuda,serta hari bersejarah lainnya yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Manggarai.Permainan caci ialah khusus kaum
lelaki,karena motifnya agak keras,agak kasar,kurang etis yaitu tidak memakai baju.Bagian
perut(tuka) sampai batas pusat(putes) tidak ditutupi dengan baju.Jadi,caci khusus tarian kaum
lelaki.
2. Selek
Selek adalah menata diri pemain caci dalam hal berpakaian.Secara umumnya
bahwa perlengkapan pakaian caci sudah diketahui oleh setiap pemain caci,akan tetapi cara
berpakaian:kerapian,kebersihan pakian,keserasian warna pakaian,merupakan nilai plus bagi
peserta main caci.Ada ungkapan Manggrai bahwa:Di’a keta selek caci ata rona hiot maeng
caci(bagus sekali cara berpakaian si laki-laki pemain caci itu).Dari ungkapan ini menandakan
bahwa selek di’a(berpakaian yang bagus) merupakan ekspresi jati diri,menunjukan estetika
budaya. Berpakaian merupakan cerminan diri manusia.
3. Lomes
Lomes tidak hanya ditampilkan pada waktu diri pemain caci yang tak kena
cambukan caci,tetapi ia tetap menunjukan sikap ramah (lomes).Misalnya si A telah
menangkis pukulan atau cambukan dari pihak lawan (poli tiba larikk),ia tetap menunjukan
diri dengan sikap ramah (lomes),dengan banyak variasi antara lain seperti dalam bahasa
Manggarai berikut ini:”asa ende,ema,ase,kae,weta-weta,hena ko????sala hena ranga?sala
hena mata?sala hena tilu?sala hena tuka?sala hena lime?(artinya:bagaimana
ibu,bapak,saudara,saudari,adik-adik,apakah saya kena cambukan?Barangkali kena di muka?
Barangkali kena mata? Barangkali kena telinga? Barangkali kena perut? Barangkali kena
tangan?).Si pemain caci menanyakan dirinya sendiri setelah menangkis cambukan dari lawan
caci.Apakah ia kena atau tidak,tapj ini adalah salah satu cara lomes dalam permainan caci.
Setiap pertanyaan dari pemain caci seperti contoh contoh lomes tersebut di
atas,maka anggota kelompoknya (satu kubu) dan penonton caci harus menjawab toe manga
(tidak) meskipun ia kena atau tidak.
4. Ilo
Ilo artinya tidak kena cambukan oleh lawan caci.Pemain caci yang ilo merupakan
salah satu nilai atau bobot tersendiri dan penting.Orang juga dianggap hebat main caci justru
salah satu hal terletak di sini yaitu ilo(tidak kena pukulan atau cambukan atau jarang kena
cambukan ole lawan caci).
Mencari pemain seperti ini cukup sulit.Karena pihak lawan caci,yang mendapat
giliran memukul atau mencambuk disertai berbagai macam gerakan,upaya-upaya,aba-aba
sedemikian rupa membuat pihak lawan caci terlena(temo),tertipu(adong).Karena ketika pihak
yang menerima cambukan (ata tiba larik) dan mampu menangkis cambukan tersebut
(nganceng tiba larik) dan tidak kena pukulan(toe hena larik),itulah yang disebut ilo.Yang
disebut ilo tiba larik(lincah tidak kena cambukan caci) bukan karena belas kasihan dari pihak
lawan,atau bukan karena ia menangkisnya dengan cara tidak halal (diluar aturan main) akan
tetapi dilakukan secara sportif,jujur dan tidak ada sekongkol.
5 .Co’o Pakin
Co’o pakin (co’o=bagaimana caranya;pakin=memukul,mencambuk).Co’o pakin
artinya bagaimana cara memukul atau mencambukinya.Pada kriteria kelima ini,ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan,antara lain:
a. Mberes Paki
Mberes paki artinya kuat memukul atau mencambuki,dan ini merupakan lambang
kejantaan,kekuatan energi lelaki.Dampak lain mberes paki ialah pada pihak penangkis
pukulan diupayakan supaya siap siaga,waspada menerima pukulan yang deras itu.Menarik
juga ditonton bila kuat memukul, karena akan terdengar bunyi tangkisannya oleh pihak
lawan.Pemain caci semestinya memiliki fisik yang besar, berenergi, dan bersih.Dan syarat
utamanya adalah harus sehat jasmani dan rohani.
b. Co’o pakin
c. Nia pakin
Nia pakin (nia=di mana; pakin =sasaran pukulnya, sasaran cambukan).Nia pakin
artinya di mana sasaran memukul atau sasaran cambukan.Tidak semua badan dipukul atau
dicambuk saat main caci.Secara umum batas area tubuh yang dipukul atau dicambuk adalah
pada bagian tubuh tertentu seseorang, yaitu sekitar di atas pusat (putes) sampai ujung rambut
atau kepala (haeng eta sa’i).Jika ada orang yang memukul di luar ketentuan umum tersebut
akan ditegur (toing) dan dimarahi (rabo) oleh tua adat atau panitia pertandingan atau
tarian.Atau dalam kondisi tertentu yang melanggar memukul itu dikeluarkan dari arena
permainan atau pertandingan.Sifat pemberhentian hanya berlaku saat itu, bukan untuk
seterusnya.
Nganceng hena paki one ata (nganceng=bias, dapat; hena= kena ; paki =cambuk
atau pukul ; one ata= kepada orang lain).Nganceng hena paki one ata artinya bias kena
cambuk pada pihak lawan.Ada beberapa tingkatan bobot pukulan dalam tanding
caci.Misalnya si pencambuk mampu melukai lawannya.Lebih hebatnya lagi jika si
pencambuk mampu mengarahkan pukulannya dan mengenai lawan pada bagian tubuh
tertentu yang dianggap bergengsi, dan kalau pada tempat tersebut hena beke (kena luka
cacat).Tempat-tempat tersebut adalah tangan, dan bagian muka atau kepala. Disebut hena
beke, sebab dalam permainan saling cambuk ini posisi tangan terlindung oleh temeng (
nggiling ) dan gagang ( koret ). Sedangkan bagian kepala atau muka disebut beke ( kena cact
) sebab bagian ini ditutupi dengan topi ( panggal ) dan seluruh muka dan kepala ditutupi
dengan lapisan kain yang disebut jonggo. Jadi, orang yang terkena cambukan pada bagian
yang dianggap beke akan merasa malu, merasa gensinya turun.
e. Nenggo / dere
Nenggo atau dere adalah nyanyian atau menyanyi. Dere sebetulnya adalah bagian
dari lomes tetapi karena lomes menyangkut hal-hal yang umum maka nenggo perlu diuraikan
secara khusus. Dere atau nenggo yang ditampilkan waktu caci tidak sekedar menyanyi, tetapi
sedapat mungkin berkaitan dengan momen acara. Pesan Manggarainya : porong icin dere
cama nuhu co’o icin tombo adak duhu hitu ( isi pesan lagu harus sesuai dengan topic acara
pada saat itu ). Bagi orang Manggarai, lagu ( dere ) Bukan sekedar estetika budaya,
melainkan mempunyai pesan budaya cukup penting, karena begitu besarnya kesukaan orang
manggarai dalam hal dere, baik berupa dere tunggal maupun lagu kolektif.
f. Tebang Nggong
Tebang nggong adalah syarat mutlak atau bagian yang tak terpisahkan dalam
main caci. Bunyi gong yang baik akan sangat menentukan atau berpengaruh, menambah
semangat lomes. Jika bunyi gongnya gerak tempo lambat, maka pemain caci pun menari
dengan lambat; begitupun kalau bunyi gongnya gerak tempo cepat maka pemain cacipun
akan menari dengan gerak cepat.
2.Torok Tae atau Tudak
a. Torok Tae
Dulu, pada zaman feodal yang berhak membawakan torok tae adalah dari turunan
bangsawan, karena ini adalah pesan budaya dengan menggunakan bahasa tinggi
budaya.Tetapi kini, karena pengaruh zaman modernisasi budaya bahwa yang membawakan
torok tae adalah boleh juga di luar dari turunan darah biru, yang penting punya kharisma
untuk itu.Oleh karena itu, ia harus mengyasai adat, memahami istilah –istilah budaya
Manggarai, sehingga kata yang diucapkannya pada saat torok tae sesuai dengan momen
acaranya.
b. Tudak
1. Arti Tudak
Tudak adalah menyampaikan pesan atau maksud kepada leluhur, jin (darat atau
poti atau empo).Inti bahasa tudak berupa permohonan, syukur, pujian, hormar, baik yang
diucapkan dalam situasi formal maupun dalam situasi tidak formal (pribadi) baik yang
bersifat positif maupun yang negative, dengan menggunakan bahasa kiasan.
2.Sifat-Sifat Tudak
C. Sanda
Sanda adalah salah satu tarian budaya Manggarai dengan gerak, jalan berbaris-
baris secara teratur membentuk lingkaran berbaris sambil menyanyi antara pria dan wanita
dengan memakai pakaian adat yang berlaku, yang dilakukan di rumah adat, waktu
pelaksanaannya pada malam hari dalam suasana sukacita.
Sanda merupakan kategori seni suara dan gerak.Supaya sanda itu dilakukan
dengan baik,dibutuhkan kerja tim (team work) yang baik.Sanda mestinya dilakukan pada
malam hari, karena butuh kosentrasi, disiplin berbaris, menguasai lagu yang dinyanyikan dan
tidak boleh salah atau lupa.Kalau salah ucap (cadel) akan dimarahi oleh sesama anggota
keluarga, sebab salah ucap berarti dianggap pembawa sial.
Ada banyak lagu sanda.Di Manggarai ada satu jenis lagu sanda yang dikenal
dengan sebutan sanda lima.Sanda lima artinya isi syair lagu tersebut sebanyak lima babak,
berarti harus dinyanyikan semua secara nonstop.Dari kelima babak lagu itu tidak boleh
berhenti sebelum sanda lima selesai.Tidak boleh dibawakan secara penggal-penggal.Alasan
lain mengapa sanda lima dibawakan di rumah adat, itu sebagai lambing persatuan.
d. Mbata
Mbata adalah suatu acara budaya yang dilakukan dengan sopan sambil menyanyi dan
membunyikan atau memukul gong dan tambur oleh pria dan wanita di rumah adat, dan
waktunya dilaksanakan pada malam hari dalam suasana sukacita, santai dan juga formal.
Mbata, di samping bermakna estetika juga merupakan lambang peradaban
budaya.Dalam situasi tertentu, mbata dapat dilakukan waktu senggang dalam suasana
sukacita, sekedar menghibur, karena cape atau lelah setelah bekerja di sawah atau
lading.Mbata juga dapat dilakukan pada waktu acara perkawinan.Bahwa kalau bicara adat
perkawinan sudah selesai, maka mengadakan mbata antara anggota keluarga kerabat pihak
keluarga mempelai laki-laki dan keluarga pihak mempelai perempuan.Atau juga mbata bisa
dijadikan alat skorsing bicara adat.Misalnya, saat pembicaraan adat perkawinan belum ada
titik temu pendapat antara keluarga mempelai perempuan dan keluarga mempelai laki-
laki,yang diwakili oleh juru bicara masing-masing, maka bisa minta skorsing bicara adat dan
lamanya waktu skorsing dikondisikan (tidak lewat dari 1 jam).Lagu-lagu yang ditampilkan
waktu itu, bermakna cigu (saling menyinggung kedua keluarga tersebut) dengan tetap
memperhatikan etika bicara adat yang baik.
Bila mbata yang ditampilkan waktu itu baik,saling tersentuh hati kedua keluarga
kerabat, maka bisa saja dalam bicara adat yang sebelumnya belum menemukan jalan
keluarnya, kemungkinan besar dapat terjawab melalui acara mbata.
d. Danding
f. Ronda
Ronda adalah gerak berbaris secara teratur sambil bernyani bersama-sama dari rumah
adat menuju keluar, atau dari luar menuju kampong atau rumah adat atau tempat tertentu.
Ronda yang dilakukan dari rumah adat menuju halaman kampung adalah ronda
dalam kaitan acara caci.Pada saat seperti ini, kelompok pemain caci dipimpin oleh seorang
yang disebut ata ba leso ( orang yang bawa matahari ). Orang yang disebut ata ba leso adalah
punya tabiat khusus ;dia adalah penunjuk jalan, pembawa terang bagi peserta
pemain.Diharapkan agar peserta main caci tidak menemukan sial waktu pertandingan.
Sedangkan contoh ronda yang datang dari luar menuju kampung atau rumah adat
yaitu saat menjemput tamu terhormat atau pejabat atau menerima kedatangan wote weru
(anak menantu perempuan baru). Dan menyangkut kedatangan wote weru yang baru pertama
kali masuk kampung suaminya disebut gerep ruha (injak telur).
g. Nenggo atau Dere
Nenggo atau dere (menyanyi, lagu ).Nenggo tidak hanya tampil waktu acara caci,
tetapi hampir dalam semua acara adat istiadat Manggarai. Bahkan waktu acara kematian pun
nenggo bisa dilakukan, asalkan setelah malam saung ta’a (daun hijo, mentah)yaitu pada
malam ketiga atau kelima setelah pemakaman. Singkatnya, dere atau nenggo dilakukan
dalam setiap mata acara budaya Manggarai, baik dalam situasi dukacita maupun di saat
sukacita; baik dinyanyikan secar individu maupun berkelompok, baik dibawakan dal situasi
formal maupun saat santai atu rileks. Nenggo yang baik yaitu selain suara penyanyi baik,
tetapi isi pesan lagu yang disampaikan itu juga hendaknya bermakna dan sesuai dengan
situasi dan kondisi, sesuai topik saat acara itu.
Peran nenggo adalah untuk menghibur (pande rewo atau rame), supaya menghilangkan rasa
duka, sepi, stress, dan semacamnya. Kalau ada anak yang selalu menangis, maka perlu dere
atau nenggo untuk meninabobokan anak-anak (pande reni took ata koe). Dere atau nenggo
juga dapat memperhalus bahasa yang hendak disampaikan kepada sesorang atau sekelompok
orang, dalam moment tertentu. Melalui dere juga orang dapat menyelesaikan persoalan yang
sulit, khususnya dalam hubungan kekerabatan anak wina dengan anak rona.
B. KETERAMPILAN BUDAYA ATAU KERAJINAN TANGAN
1. Lipa Songke
2. Songkok
Songkok adalah topi yang dipakai oleh kaum lelaki atau bapak. Bahan dasar topi
songkok adalah daun pandan (saung rea). Tetapi sekarang kebanyakan songkok terbuat dari
bahan dasar benang (lawe) hasil produksi pabrik. Alasannya, pohon pandan (haju rea) sudah
semakin kurang bertumbuh; dan rasa-rasanya topi yang terbuat dari benang (lawe) lebih kuat
dan bertahan dipakai daripada bahan dasar dari daun pandan. Daun pandan cepat lapuk, dan
cepat hancur kalau kena air.
Songkok hasil kerajinan tangan pria-wanita Manggarai. Tidak semua pria-wanita
manggarai bisa membuat songkok. Membuat songkok merupakan keterampilan khusus.
Songkok dipakai pada waktu acara adat, pesta, pada waktu terima tamu. Songkok ini
motifnya hampir sama dengan topi hitam (topi kebangsaan RI). Songkok Manggarai tersebut
dapat diperdagangkan. Motifnya, berwarna-warni dengan gambar-gambar bunga,
pemandangan alam, gambar binatang komodo (buaya darat, salah satu objek wisata
kabupaten Manggarai Barat), biasa dipakai dikalangan umum, acara budaya, perlengkapan
pakaian adat Manggarai.
3. Sapu
Sapu adalah salah satu pelengkap pakaian adat laki-laki atau pria baik dalam acara
perkawinan maupun acara adat lainnya. Sapu berukuran seperti selebar kain taplak meja, atau
bermotif sapu tangan, tetapi ukurannya besar dan terbuat dari bahan dasar batik atau kain
songke, dan dipakai di kepala laki-laki.
4. Kope
Kope artinya parang. Kope terbuat dari bahan dasar besi, fer, baja. Kope adalah hasil
kerajinan tangan kaum lelaki Manggarai. Tidak semua laki-laki Manggarai bisa membuat
kope. Membuat parang adalah hasil keterampilan khusus laki-laki Manggarai.
Parang ini perlu dilengkapi dengan sarungnya yang disebut bako kope (sarung
parang), corang kope (gagang parang), dan wase kope (tali parang). Terkadang lelaki yang
cukup terampil bikin parang membuat ukiran pada bagian gagang parang dengan gambar
muka dan kepala manusia. Ini tidak berlaku pada semua parang, tergantung kemampuan atau
daya kreasi pembuatnya dan selera pembeli parang. Untuk mengenakan parang, harus di
bagian pinggul kiri (pega leo) dengan posisi parang lencek nggerwa (lurus ke bawah atau
vertical). Dan agar parang tidak terlepas dari badan, harus diikat dengan tali parang (wase
kope).
Dilihat dari fungsinya bahwa parang terbagi atas dua hal yaitu:parang untuk bekerja
(kope duat), dan parang untuk koleksi atau berdagang (kope selek).
5. Piso
Piso atau lading artinya pisau. Bahan dasar pembuatan piso atau lading adalah besi,
fer, nikel, dan lain-lain. Piso merupakan hasil kerajinan tangan kaum lelaki. Karena ini
sebagai kerajinan tangan, tentunya juga tidak semua laki-laki bisa membuat pisau itu.
Pisau dipakai oleh semua kalangan jenis kelamin, pria-wanita. Pisau khusus dipakai
untuk pekerjaan halus, misalnya memetik sayur di kebun, mengetam padi (ako woja),
memetik jagung (poka latung). Pisau kebanyakan dipakai oleh ibu atau perempuan di rumah,
seperti dalam hal tumis sayur, memotong daging (poro nuru), memotong daun pandan (poro
rea). Dalam hal acara adat misalnya tudak manuk (sembelih ayam),maka alat untuk
memotong leher ayam adalah pisau.
6. Loce
Loce artinya tikar. Loce adalah tempat alas tidur (lapeng toko), tempat alas duduk
(lapeng lonto), tempat untuk jemur padi (pari woja), jemur jagung (pari latung), jemur kopi
(pari kopi), dan sebagainya.
Loce merupakan hasil kerajinan tangan kaum perempuan atau ibu Manggarai.
Menganyam tikar (rojok loce) dilakukan oleh perempuan Manggarai pada waktu malam hari
di rumah mereka masing-masing. Bahan dasar membuat tikar adalah daun pandan ( saung
pandang ). Hampir semua perempuan Manggarai tahu menganyam tikar, kecuali wanita-
wanita Manggarai yang dibesarkan yang diberkan di kota-kota dan keturunan Manggarai
yang dibesrkan di tanah perantauan( daerah diluar Manggarai ).
Dilihat dari ukuran tikar tersebut terdiri dari dua macam yaitu : tikar kecil ( loce koe ),
dan tikar besar ( loce mese ). Tikar kecil ukurannya untuk ukuran tidur satu orang, atau
maksimal dua orang, pas untuk ukuran satu kasur dalam tempat tidur. Sedangkan besar daya
tampungnya untuk tidur banyak orang , sekitar lima orang ke atas ; juga di pakai untuk alas
duduk tamu-tamu; untuk jemur padi atau barang hasil bumi lainnya. Ukuran tikar besar
bekisar antara 3 meter – 10 meter. Misalnya, kalau panjang ruang tamu dalam satu rumah 5
meter, maka panjang tikar pun disesuaikan dengan panjang ruang tamju tersebut.
Kemudian dilihat dari motif loce terbagi atas dua yaitu : loce umpuk ). Tikar berwarna
khusushdigunakan untuk tiidur, tempat alas duduk tamu, tua-tua adat pada suatu acara adat.
Sedangkan tikar polos adalah tikar yang khusus untuk mengalas loce umpuk ( tikar warna-
warni ) di tempat tidur, untuk alas duduk sehari-hari, untuk jemur barang-barang hasil bumi,
seperti kopi, jagung, dan padi. Tikar juga dapat diperdagangkan (komersial). Bahkan ada
orang bisa mempertahankan hidupnya dengan bisnis tikar (pande loce atau pika loce).
Sampai sekarang tikar masih digunakan oleh sebagian besar orang Manggarai, dan kalau saat
acara adat,maka tikar digunakan untuk menerima tamu.
7. Tange
Tange artinya bantal. Tange terbuat dari bahan dasar daun pandan (saung rea).
Membuat bantal adalah salah satu kerajinan tangan ibu atau perempuan Manggarai. Membuat
bantal hampir sama dengan membuat tikar yaitu dengan cara menganyam (rojok).
Dilihat dari fungsinya atau penggunaannya, tikar terdiri dari dua hal yaitu:
a. Tange Sai (bantal kepala)
Tange sai adalah bantal yang khusus dipakai untuk alas kepala kalau hendak tidur. Cara
menganyam bantal kepala, lebih halus dan anyaman daun pandan juga agak kecil.
Dulu, kalau mau menganyam tange sai,harus dibuat dengan halus, rapi dan indah. Tetapi
sekarang bantal kepala dari daun pandan itu hampir total sudah hilang, karena perkembangan
teknologi. Bantal yang dipakai sekarang ialah motif buatan yang terjual ditoko, pasar, dan
supermarket.
b. Tange wai
Tange wai adalah bantal yang khusus digunakan untuk tempat duduk, alas kaki waktu
tidur, tempat alas piring waktu makan, ibaratnya seperti meja kecil.
Fungsi tange wai ada beberapa hal sebagaimana yang diuraikan diatas, yang secara
rinci adalah sebagai berikut :
Alas kaki waktu tidur ( lepeng wai cang du toko ), tetapi tak mutlak untuk alas kaki
waktu tidur di ranjang tidur., ini khusus alas kaki tidur diruang tamu/ yang tak ada
ranjang tidurnya.
Sebagai ganti meja makan untuk meletakan piring nasi ( mangko hang ), piring sayur
(mangko ute ), gelas ( cangkir ) dan lain-lain.
Tempat duduk ( latang d lonto ).
Bantal dapat juga dibagi atas dua jenis yaitu : bantal polos ( tange laco ), dan bantal
warna ( tange umpuk ). Biasanya, bantal polos digunakan untuk tempat duduk, sedangkan
bantal warna kebanyakan dipakai untuk meja makan, untuk alas kaki dikepala waktu tidur.
Sekarang bantal ini masi ada di Manggarai, meskipun tak semua digunakan, karena bantal
adalah bagian sarana/fasilitas waktu terima tamu saat acara adat, sehingga bantal tetap ada.
8. Roto
Roto artinya keranjang. Roto adalah keranjang yang terbuat dari bahan kombinasi
anyaman daun pandan dengan anyaman belahan pohon bambu kecil ( pering ).
Motif roto terbagi atas dua macam yaitu :
a. Roto ( keranjang ) yang tidak ada tempat jinjingnya, tak ada telinganya ( roto toe
manga tilung ). Keranjang yang tak ada jinjingnya ini biasanya berukuran besar, dan
sering disimpan di rumah, jarang dibawa keluar ( ke kebun ).
b. Roto yang ada telinganya, ada tempat jinjingnya. Keranjang seperti ini kebanyakan
ukuranya sedang, kecil, untuk bisa dibawa kemana-mana, seperti ke kebun, dan lain-
lain. Lapisan dalam anyaman keranjang ini adalah daun, sedangkan lapisan luarnya
ialah anyaman belahan pohon bamboo kecil ( pering ). Fungsi keranjang yaitu untuk
menyimpan sayur, ubi, untuk membawa makanan bagi orang yang kerja di kebun ( ba
hang ata duat one uma ).
9. Lancing
Lancing adalah keranjang besar, kas, yang terbuat dari dua bahan dasar yaitu hasil
anyaman daun pandan dengan anyaman belahan pohon bamboo kecil ( gurung atau pering ).
Lapisan dalamnya adalah anyaman daun pandan lapisan luarnya dari anyaman pohon bambu
kecil. Kegunaan lancing adalah untuk menyimpan padi, jagung, gaplek, dan hasil bumi
lainnya. Ukuran takaran lancing berkisar 300 kg sampai 1000 kg. Biasanya lancing
disimpan dilantai atas yang disebut lobo mbaru. Tinggi keranjang besar ini tidak mepet
dengan atap rumah, supaya orang bisa masuk untuk mengambil dan menyimpan barang hasil
bumi tersebut. Lancing adalah kerajinan tangan kaum lelaki. Tetapi sekarang lancing hampir
tidak ada, dan diganti dengan kas ( terbuat dari papan ) atau diganti dengan karung
sebagaimana yang terjual di toko.
10. Lepo
Lepo artinya karung. Lepo adalah karung dari hasil anyaman daun pandang lepo
adalah hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan Manggarai. Lepo harus elastic, supaya
bisa dilipat ( diguling ) jika belum terisi barang di dalamnya. Lepo khusus menyimpan bahan
makanan yang halus, seperti padi, beras, jagung, dan kapas. Ukuran takarannya sekitar 30
kg- 75 kg. Lepo disimpan dalam rumah dan bisa dibawa keluar rumah ( kebun), untuk
menyimpan padi disawah. Sekarang ini, lepo kurang ada lagi, karena banyak karung yang
terjual di toko. Karung sekarang lebih kuat, praktis dan tahan lama.
11. Luni
Luni adalah semacam bungkusan atau jinjingan kecil, karung kecil. Luni banyak
variasi takarannya, mulai takaran yang terkecil sampai takaran yang 10 kg. Takaran 1-3 kg
bisa untuk simpan makanan atau nasi waktu kerja di kebun atau berdagang. Yang takaran 5-
10 kg untuk simpan beras, jagung yang siap dimasak. Luni terbuat dari anyaman daun
pandan, dan merupakan hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan manggarai.
12. Kumpek
Kumpek adalah tempat menyimpan daging, ikan, garam. Kalau daging yang tersimpan di
dalam kumpek disebut na’a nuru one kumpek. Kalau daging atau ikan di simpan di kumpek,
agak susah tikius, kucing, anjing melalapnya. Dan supaya daging itu tetap awet, maka harus
disertai dengan garam. Kumpek selalu diletakan dekat tungku api ( liking api atau sapo )
supaya kena asap api, agar daging agak kering, awet, sehingga tikus dan kucing susah
mengambilnya. Sekarang kumpek sudah hampir tidak ada lagi.
13. Lopa
Lopa adalah kotak kecil untuk menyimpan uang, menyimpan bahan cepa ( daun sirih,
pinang, kapur= tahang ). Lopa terbuat dari kayu, bamboo, tetapi sekarang lopa tak ada/
hampir tak ada, karena perkembangan teknologi.
14. Gogong
Motif gogong hampir sama dengan tongka ( takaran beras, jagung ). Bahannya sama-
sama terbuat dari potongan bamboo; dan bagian luar bambu dikupas, serta bagian pantatnya
(riti gogong ) tak boleh dilubangi, sebab fungsinya untuk menimba air, menyimpan minuman
alcohol dari pohon enau ( na’a tuak ). Orang yang memikul tuak dari pohon enau ini disebut
lemba tuak. Tak semua orang lincah lemba tuak, sebab kalau jalan cepat dan salah atur,
gogong terayun kena badan si pemikulnya dan susah untuk jalan jauh.
15. Tongka
Tongka ialah takaran barang hasil bumi misalnya, padi, beras, dan jagung. Bahan dan
motifnya sama dengan motif gogong. Cuma bedanya yakni, kalau gogong ukurannya bebas,
disesuaikan saja agar bisa memikul air, dan harus mempunyai tempat jinjingnya ( tilung ).
Sedangkan tongka ukurannya sudah diatur, karena fungsi tongka ialah untuk takaran dan tak
ada tempat jinjingnya ( tilung ).
16. Korong
Korong ialah sangkar ayam ( cewo manuk ), tempat ayam bertelur dan menetas.
Biasanya Korong disimpan di kolong rumah ( ngaung mbaru ). Sangkar ayam ini terbuat dari
bahan dasar bambu ( pering/gurung ). Korong berbentuk memanjang bagian depan
memanjang bagian depan pintu masuk ayam berlubang kecil ( pas ukuran ayam masuk dan
keluar ), bagian tengah Korong lwbih besar dan melengkung kebawah, dan luas, supaya ayam
bisa tidur, bertelur dan menetas di situ.
17. Potang
Potang adalah tempat sarang induk ayam dan ayam setelah menetas ( setelah di
pindah dari Korong ). Induk ayam dan anaknya tinggal di potang sampai anak ayam lincah
berjalan, terbang untuk mencari makan. Bahan dasar membuat potang adalah dar i pohon
bamboo kecil.
Bentuk potang bersaegi empat, disiapkan pintu masuk bagian depan, ketika ayam
sudah ada di dalam potang pada malam hari, maka pintunya harus di kunci rapat, agar tidak
dimakan tikus, kucing, ular. Potang harus digantung di kolong rumah pada malam hari.
Membuat potang adalah suatu keterampilan khusus kaum lelaki. Jadi, tak semua kaum lelaki
bisa membuatnya. Potang hanya berlaku sebelum ayam bisa mencari sendiri makanannya.
Kalau ayam sudah linca mencari makan, maka boleh lepas dari potang.
18. Doku
Doku adalah tempat tampi beras, jagung, kopi. Doku sebagai hasil kerajinan tangan
kaum lelaki. Bentuk doku adalah berbentuk bundar. Doku terbuat dari anyaman belahan
pohon bambu. Sampai kini, doku masih di gunakan.
19. Lide
Lide/penggek adalah tempat untuk menyimpan nasi dalam ukuran yang banyak.
Tempat simpan makanan/hasil bumi seperti kopi dan beras; juga sebagai piring makan
khususnya lide yang ukuran 1 liter. Tetapi sekarang lide kurang/tak dipakai karena sudah di
ganti dengan piring yang banyak terjual di toko.
Lide atau penggak merupakan hasil kerajinan tangan ibu-ibu atau perempuan
Manggarai. Bahan dasar pembuatan lide ialah daun pandan dan belahan pohon bamboo kecil.
20. Cewak
Cewak adalah piring sayur ( mangko ute ). Cewak terbuat dari belahan atau ukiran
tempurung kelapa. Motifnya berbentuk bundar, dan berukuran setengah lingkaran dari bahan
dasar tempurung kelapa. Sekarang cewak sudah tidak ada lagi.
21. Kebor
Kebor adalah irus, sendok yaitu alat mencedok nasi dan sayur ( latang caok hang agu
teku ute ). Tangkai kebor terbuat dari bahan dasar kayu. Bagian tempat cedoknya terbuat dari
bahan tempurung kelapa. Kini kebor tak dipakai lagi dari bahan dasar seeperti itu. Sekarang
orang memakai kebor dari bahan yang terjual di toko atau di pasar.
22. Lewing Tana
Lewing tana adalah periuk yang terbuat dari tanah liat, melalui proses pembuatan
tertentu. Lewing tana disebut lompo. Membuat periuk seperti ini adalah suatu
keterampilan khusus kaum adam ( laki-laki ). Tak semua laki-laki tahu membuatnya.
Sekarang periuk yang dipakai orang Manggarai ialah periuk hasil produksi yang
terjual di toko/pasar.
23. Serente
serente adalah perangkap burung yang dipasang di terasering (pematang)sawah pada
malam hari. Serente talinya terbuat dari ijuk. Serente juga bisa dipasang di sawah
(tana sawa) tetapi bisa juga di lading kering (tana masa). Membuat perangkap ini
adalah keterampilan laki-laki. Serente yang dipasang di sawah biasanya untuk
menjerat burung waeweris. Waeweris adalah sejenis burung yang hidup di sawah,
rawa-rawa, daerah dekat air sebagai habitat utamanya.
24. Cempe
Cempe adalah perangkap tikus di ladang kering. Membuat cempe adalah pekerjaan
lelaki. Cara memasang cempe adalah dengan menggantung batu,kemudian di bawah
batu diletakkan ikan asin, jagung, supaya tikus terpancing masuk ke dalam ruang
cempe.
25. Campat
Campat adalah perangkap hewan atau binatang yang hidup di air kali (nuru wae)
antara lain ikan (ikang), udang (kuse), kepiting (rukus), dan belut (tuna). Campat
dipasang di tempat saluran air menurun,tempat muara yang bisa disebut ola. Alat
perangkap ini terbuat dari anyaman bamboo kecil yang masih muda.
2.7 TEKNOLOGI
Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau
perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Secara tradisional, mereka sudah dapat
membangun rumah. Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima
tahapan yang sekaligus menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini
berkaitan dengan latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang
sebagai angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari
kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima,
lampek lima. Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan
pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka
umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan
yang berasal dari daun-daunan, misalnya londekjembu yaitu pucuk daun jambu untuk
mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri. Sebelum mengenal logam,
untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal perkakas dari bambu, kayu
atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni
bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide yang ada di
dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari itu adalah abstrak. Sementara
perwujudan budaya adalah benda-benda yang diciptakan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, bentuk dan benda-benda yang nyata. Adapun unsure-unsur kebudayaan
masyarakat Manggarai yaitu :
1. Sistem Religi yang terdiri atas compang atau mesbah dan rangga kaba;
2. Sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan antara lain lembaga adat atau tua-tua
adat yang terdiri dari tua kilo atau tua panga, tua golo, tua teno, dan tongka; dan
kekerabatan atau keluarga perkawinan yang terdiri atas wa’u atau ase kae, woe
nelu, pa’ang ngaung, hae reba;
3. Sistem pengetahuan;
4. Sistem Bahasa;
5. Kesenian antara lain seni tari dan seni suara yang terdiri atas Caci, Torok tae atau
tudak, Sanda, Mbata, Danding, Sae, Ronda dan Nenggo atau Dere; keterampilan
budaya atau kerajinan tangan, Lipa Songke, Songkok, Sapu, Kope, Piso, Loce,
Tange, Roto, Lepo, Luni, Kumpek, Lopa, Gogong, Tongka, Korong, Potang,
Doku, Lide, Cewak, Kebor, Lewing Tana, Cempe, dan Campat;
6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi;
7. Sistem Teknologi.
4.1 SARAN