Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan pada dasarnya telah ada semenjak hadirnya manusia pertama dimuka bumi ini.
Kebudayaan berfungsi memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat supranatuaral
maupun kebutuhan materil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut untuk sebagian besar
dipenihi oleh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan adalah sejumlah cita-cita, nilai, dan standar prilaku yang didukung oleh sebagian
warga masyarakat, sehingga dapat dikatakan kebudayaan selalu pada setiap rumpun masyarakat
di muka bumi. Meskipun demikian penting untuk disadari bahwa semua itu bukan berarti
keseragaman. Dalam setiap masyarakat manusia, tedapat perbedaan-perbedaan kebudayaan khas
dan unik.kemudian kebudayaan dapat dipahami sebagi identitas suatu rumpun masyarakat
bersangkutan.
Mandar adalah nama suatu suku (etnis) yang terdapat di sulawesi selatan dan nama budaya
dalam Lembaga Budayaan Nasional dan Lembaga Pengkajian Budaya Nasional. Diistilahkan
sebagai etnis karena Mandar merupakan salah satu kelompok etnis dari empat suku yang
mendiami kawasan provinsi Sulawesi Selatan yakni etnis Makassar (makasara’), etnis Bugis
(ogi’), etnis Toraja (toraya). Pengelompokkan ini dimaksudkan dalam suatu kelompok
pengkajian yang disebut “lagaligologi”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah yang di maksud suku mandar ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran IPS


2. Untuk mengetahui yang di maksud dengan suku mandar
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN SUKU MANDAR

Kata Mandar memiliki tiga arti yaitu :

1. Mandar berasal dari konsep Sipamandar yang berarti saling kuat menguatkan;
penyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar.
2. Kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai
3. Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan
kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang
penduduknya.

Selain itu, dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai keterangan tentang asal kata Mandar yang
berbeda. Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari A. Saiful Sinrang, kata Mandar
berasal dari kata mandar yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis Hamzah berasal dari
kata mandag yang berarti “Kuat”; selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan itu
diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa
(Saharuddin, 1985:3). Sungai itu kini lebih dikenal dengan nama Sungai Balangnipa. Namun
demikian tampak penulisnya menyatakan dengan jelas bahwa hal itu hanya diperkirakan
(digunakan kata mungkin). Hal ini tentu mengarahkan perhatian kita pada adanya penyebutan
Teluk Mandar dimana bermuara Sungai Balangnipa, sehingga diperkirakan kemungkinan
dahulunya dikenal dengan penyebutan Sungai Mandar.

2. LETAK SUKU MANDAR


Wilayah suku mandar terletak diujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Selatan
bagian barat dengan letak geografis antara 10-30 lintang selatan dan antara 1’180-1’190 bujur
timur
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan :
1. luas kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622,40 Km2
2. luas kabupaten Mameje : 1.932 Km2
3. luas kabupaten Polewali Mamasa : 9.985 Km2
Semula dari zaman dahulu, dizaman perjanjian atau Allamungang Batu di Lujo, batas-batas
wilayah Mandar adalah :
Advertisements
REPORT THIS AD
a) Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
c) Sebelah selatan dengan Binanga Karaeng, kabupaten Pinrang
d) Sebelah barat dengan Selat Makasar.
Kini batas Mandar di utara berubah menjadi Suremana, yang berarti kita kehilangan wilayah
lebih dari 10 km, dan juga kehilangan 10 km di selatan, karena batas wilayah Mandar di selatan
sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tetapi Paku.

3. BAHASA SUKU MANDAR

Bahasa Mandar juga berasal dari rumpun bahasa Malayu Polinesia atau bahasa Nusantara atau
yang lebih acap disebut sebagai bahasa ibunya orang Indonesia. Oleh Esser (1938) disebutkan,
seperti yag dikutip Abdul Muttalib dkk (1992), bahwa mandfarsche dialecten yang awal
penggunaannya berangkat dari daerah Binuang bagian utara Polewali hingga wilayah Mamuju
Utara daerah Karossa.

Hingga kini belum jelas benar sejak kapan penggunaan bahasa Mandar dalam keseharian orang
Mandar. Namun dapat diduga, bahwa penggunaan bahasa Mandar sendiri bersamaan lahirnya
orang atau manusia pertama yang ada di tanah Mandar. Hal yang lalu dapat dijadikan rujukan
adalah adanya bahasa Mandar yang telah digunakan dalam lontar Mandar sekitar abad ke-15 M.
Ibrahim Abas (1999).

Sehingga kuat dugaan bahwa bahasa yang digunakan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan
masa lalu di daerah Mandar telah menggunakan bahasa Mandar, yang untuk itu dapat dicermati
dalam beberapa lontar yang terbit pada masa-masa pemerintahan kerajaan Mandar.

Area penyebaran bahasa Mandar sendiri, hingga kini masih dengan mudah bisa di temui
penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti, Polmas, Mamasa, Majene, Mamuju dan
Mamuju Utara. Kendati demikian di beberapa tempat atau daerah di Mandar juga telah
menggunakan bahasa lain, seperti untuk Polmas di daerah Polewali juga dapat ditemui
penggunaan bahasa Bugis, sebagai bahasa Ibu dari etnis Bugis yang berdiam dan telah menjadi
to Mandar (orang Mandar-pen) di wilayah Mandar. Begitu pula di Mamasa, menggunakan
bahasa Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di dalamnya banyak ditemui
perbedaannya dengan bahasa Mandar. Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat ditemui
banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga
telah menjadi to Mandar di daerah tersebut. Kecuali di beberapa tempat di Mandar, seperti
Mamasa. Selain daerah Mandar-atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat-tersebut, bahasa
Mandar juga dapat ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung Lero
Kabupaten Pinrang dan daerah Tuppa Biring

4. AGAMA SUKU MANDAR


Pada umumnya dewasa ini suku Mandar adalah penganut agama Islam yang setia tetapi
dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali,
larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan
sesaji.
Didaerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam masuk, religi
budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan sebagai bepeganng
pada falsafah Pemali Appa Randanna.
Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana Binanga sendiri, religi budayanya dapat
ditemui pada peningglaanya yang berupa ritual dan upacara-upacara adapt yang tampaknya bisa
dijadikan patokan bahwa ia besumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti
ritual Mappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattula bala’ (menyiapkan sesjai untuk
menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada
masyarakat yang melakukannya. Dari sini jelas tampak betapa symbol-simbol budaya itu
berangkat dari religi budaya, yang untuk itu tidak dikenal dalam Islam.

5. SYSTEM KEMASYARAKATAN
Pelapisan masyarakat di daerah Mandar nampaknya masih ada walaupun tidak menjadi hal yang
mutlak dikedepankan lagi dalam pergaulan keseharian.Hal ini dapat diperhatikan jika kita
membaca sejarah Mandar.
Kerajaan-kerajaan yang masih mempunyai kedaulatan pada masa berkuasanya raja-raja dahulu
hakekatnya terbagi dalam dua stratifikasi,yaitu lapisan penguasa dan lapisan yang
dikuasai.Sistem mobilisasi social yang Mandar memiliki sifat yang amat sederhana dan elastis
dimana lapisan penguasa bukan hanya dari golongan tomaradeka (orang biasa),apabila mereka
mampu memperlihatkan prestasisosialnya,misalnya : to panrita,to sugi,to barani,to sulasana,dan
to ajariang.
Kelima macam tersebut ditempatkan dalam lapisan elit (golongan atas orang yang
terpandang ).Dengan demikian terjadilah mobilisasi social horizontal bagi anak puang.Lambat
laun nampak pelapisan masyarakat ini makin tipis akibat pembauran dalam bentuk
perkawinan.Kelima golongan tadi juga memiliki andil untuk dipilih sebagai pemimpin dalam
masyarakat karena kelebihannya itu.
Struktur masyarakat di daerah Mandar pada dasarnya sama dengan susunan masyarakat di
seluruh daerah di Sulawesi Selatan,dimana susunan ini berdasarkan penilaian daerah menurut
ukuran makro yaitu : 1. Golongan bangsawan raja, 2. Golongan bangsawan hadat atau pia, 3.
Golongan tau maradeka yakni orang biasa, 4. Golongan budak atau batua.
Golongan bangsawan adapt ini merupakan golongan yang paling bayak jumlahnya.Mereka tidak
boleh kawin dengan turunan bangsawan raja supaya ada pemisahan.Raja hanya sebagai lambing
sedangkan hadat memegang kekuasaan.
Pada umumnya suku Mandar ramah-ramah yang muda menghormati yang tua.Kalau orang tua
berbicara dengan tamu,anak-anak tidak boleh ikut campur (ikut bersuara).Ada beberapa hal yang
menjadi kebiasaan dalam suku Mandar seperti:
a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat.
b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe
c. Kalau bertamu sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang.

6. MATA PENCARIAN
Masyarakat Mandar memiliki mata pencarian sebagai nelayan. Melaut bagi suku Mandar
merupakan sebuah penyatuan diri dengan laut. Chistian Pelras dalam Manusia bugis (Nalar,
2006) menilai bahwa sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut bukan orang Bugis
seperti pendapat banyak orang.
Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah tehnologi penangkapan ikan yang pertama
kali ditemukan oleh pelaut Mandar, perahu sandeq adalah perahu tradisional bercadik yang
tercepat dan ramah lingkunagn dikawasan Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral yang
ditemukan pelaut mandar dilaut.
Mencari hidup dilaut bukanlah pekerjaan sembarangan bagi orang Mandar. Mereka tahu betul
bagaimana beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilaut. Dikampung-kampung
Mandar, alat tangkap tak semuanya sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada juga yang
menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik.
Sistematis pengetahuan yang harus dimiliki nelayan Mandar, terdiri dari kegiatan: berlayar
(paissangang asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang
paalopiang) dan kegaiban (biasa disebut paissangang). Sebelum melaut, mereka melangsungkan
upacara Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap sang pencipta, sebagai prasyarat melaut. Upacara
Kuliwa ini semakin berarti dalam aktivitas Motangnga yaitu mengakap ikan terbang beserta
telurnya diakhir musimbarat dan diawal musim timur (april-agustus).

7. RUMAH ADAT, SENI DAN KEBUDAYAAN SERTA MAKANAN KHAS

Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang
Pattu’du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat
suku Mandar di Kecamatan Pulau Laut Selatan, Kabupaten Kota Baru, yaitu “mappando’esasi”
(bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll.

8. PERKAWINAN SUKU MANDAR


Untuk perkawinan di daerah Mandar secara umum, garis besarnya melalui 14 fase seperti:
1) Massulajing
Massulajing artinya mencalonkan dan mencocokkan antara dua orang yang akan di persunting.
Fase ini dilakukan oleh orang tua si lelaki berssama keluarga terdekat. Ini bermakna saling
menghargai antara keluarga dan merupakan isyarat bahwa pengurusan dan seluruh tanggung
jawab akan menjadi tanggung jawab bersama.
2) messisi’ atau Mammanu’manu
messisi’ adalah langkah permulaan yang berfungsi sebagai pembuka jalan dalam rangka
pendekatan pihak laki-laki terhadap pihak wanita. Tugas ini biasanya dilakukan oleh satu atau
dua orang diambil dari orang-orang yang kedudukannya dapat menengahi urusan ini. Artinya dia
ada hubungan keluarga dengan wanita dan juga ada hubungan kelurga dengan pihak pria.
3) Mettumae atau Ma’duta
Mettumae atau ma’duta ialah mengirim utusan untuk melamar, merupakan proses lanjutan utuk
lebih memastikan dan membuktikan hasil yang dicapai pada fase mammanu’-manu. Duta artinya
utusan tediri dari bebrapa pasangan suami istri yang biasanya dari keluarga dekat, pemuka adat
dan penghulu agama dengan berbusana secara adat.
4) Mambottoi Sorong
Sorong atau mas kawin adalah sesuatu yang memiliki nilai moral dan material yang mutlak ada
dalam suatu perkawinan. Tanpa adanya mas kawin, perkawianan dianggap tidak sah menurut
aturan adat maupun menurut syariat Islam.

5) Membawa Paccanring
Membawa paccandring adalah pernyataan rasa gembira oleh pihak laki-laki atas tercapainya
kesepakatan tentang sorong dan besar belanja. Yang dibawa dominan buah-buahan segala
macam dan sebanyak mungkin. Menurut kebiasaan, paccanring ini dibagi-bagikan kepada
segenap keluarga dan tetangga, dan pengantarnya harus dengana arak-arakan.
6) Ma’lolang
Adalah perkunjuangan laki-laki bersama sahabat-sahabatnya kerumah wanita. Ini merupakan
pernyataan resminya pertunangan dan perkenalan pertama laki-laki yang akan dikawinkan
kepada segenap keluarga pihak wanita.
Yang dilakukanya antara lain mengadakan permainan musik Gambus, Kecapi dan lain-lain.
Mengenai konsumsi dalam acara ini ditanggung sepenuhnya oleh pihak laki-laki.
7) Mappadai Balaja
Artinya pihak laki-laki mengantar uang belanjaan yang telah disepakati kepihak wanita dengan
arak-arakan yang lebih ramai lagi. Ini dilakukan sebelum ‘mata gau’ dan diantar sesuai
permintaan pihak wanita.
8) Mappasau
Dilakukan pada malam hari menjelang besoknya persandingan. Mappasau artinya mandi uap,
dimaksudkan agar semua bau busuk yang yang mungkin ada pada mempelai wanita menjadi
hilang.
Bahannya terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang disebut “daun bunga” sejenis daun pandan dan
beberapa campuran rempah-rempah lainnya.
9) Pallattigiang
Pallatiang dalam suku Mandar ada 3 yaitu pellattigiang secara adat, pelattigiang adat oleh raja-
raja, an pelattigiang secara pauli atau obat.
Pelaksanaan pelattigiang waktunya ada 2 macam :

 Bersamaan dengan hari akad nikah


 Sehari sebelum akad nikah

Pelaksanaan pellattigiang secara adat harus berbusana lengkap dengan keris di pinggang,
khusus pellattiang pauli (obat), busana dan kelengkapan lainnya bebas.
10) Mambawa Pappadupa
Adalah perkunjungan utusan pihak wanita ke rumah pihak laki-laki membawa “lomo masarri
atau manyak wangi” dan busana yang akan dipakai pada saat akad nikah. Maksud utama dari
padduppa ini adalah pernyataan kesiapan dan kesedian calon mempelai wanita untuk
dikawinkan. Ini dilakukan pada malam hari, menuju esonya akan dinikahkan.
11) Matanna Gau
Merupakan puncak dari segenap acara yang ada dalam upacara perkawinan. Pada bagian ini
dilakukan arak-arakan yang lebih ramai ari sebelumnya untuk mengantar calon mempelai pria
kerumah calon mempelai wanita.
13) Mando E Bunga
Artinya mandi bunga untuk menharumkan dan membersihkan diri dari hadas besar yang
mungkinterjadi sesudah akad nikah. Ini dilakukan bersama-sama kedua mempelai dalam
tempayan yang satu, untuk memasuki tahap berikutnya.
14) Marola atau Nipemaliangngi
Marola artinya mengikut atau rujuk ialah perkunjungan kedua mempelai kerumah mempelai pria.
Kegiatan ini dilakukan hanya untuk bersenang-senang, bermain musik dan lain-lain. Kesempatan
ini biasa orang tua pria melakukan pemberian barang-barang berharga seperti tanah, perkebunan,
rumah dan sebagainya sebagai pernyataan syukur dan gembira terhadap terlaksananya
perkawinan tersebut.
9. JENIS ALAT-ALAT TRADISIONAL
1.1. Alat-alat Produktif
– Alat-alat bertani
Uwase (kapak besar), bacci (kapak kecil), kowik passembaq (parang), pambuar (tual),
peduiq (linggis), sodo (sodo), basse (pengikat padi), joppa (pemikul padi), pewulle
(pemikul), kandao (sabit), daqala (bajak), raqapang (ani-ani).
– Alat-alat mengolah padi
Palungang (lesung panjang), issung (lessung), parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong
(ayak besar).
– Alat-alat mengolah sagu
Passulung (alat pembelah batang), lakung (pemukul), saringang (alat untuk menyaring
sagu), sakung (alat untuk menghancurkan sagu dari batangnya), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk mengolah kopra
Endeq (tangga), kowiq (parang), passukkeang (alat untuk mengupas kulit kelapa),
panisi (alat untuk mengeluarkan gading kelapa dari tempurung).
– Alat-alat untuk berburu
Doe (tombak), marepeq masandeq (bambu runcing), kowiq (parang).
– Alat Bantu untuk Mapparondong Lopi (menurunkan dan menaikkan perahu).
Pallaga seqde (penopang samping), paqdisang (pengganjal bagian bawah), sambeta
(kayu penopang kiri-kanan),kalandada (kayu melintang bagian bawah), landurang (rel
roda), kaqjoliq (roda), gulang (tali-temali).
– Alat-alat untuk beternak
Pattoq (tiang tambatan), gulang (tali), kaleqer (cincin hidung kerbau atau sapi),
tallotong (alat mengikat kambing), balanu (uncak).
– Alat-alat untuk menangkap ikan
Bandoang (kail), tuluq (tali pancing), parrittaq (pancing untuk menangkap cumi-cumi),
ladung (alat pemberat pancing), dapoq, buaro, dao-dao, lawaq (keramba), banding,
panabe, jarring (alat penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat tumbuh-tumbuhan),
pukaq (pukat).
– Alat-alat tenun.
Cca, pamaluq, passa, talutang, awerang, balida, pattanraq, aleq, saqar, patakko, palapa,
bitting kolliq, kolliq, toraq, pallossorang, pappamalinang, sissir daiq, (kesemuanya
adalah alat untuk menenun), unusang roeng, galenrong, pappamalinang, ayungang, (alat
untuk mengolah sutera), sautang (tempat membuat lungsing), balaqbaq (contoh corak)
– Alat-alat dapur atau memasak
Dapurang (dapur), patuapi (para-para), pallu (tempat belanga atau kuali dijerang),
laliang (tungku), pattapang (anglo), talongngeq (semblokan), panasil (pangganjal),
balenga (belanga), towang (tempat beras), gusi (tempayan), cibor (alat menimba air dari
tempayan), suger (sendok nasi), sekor (gayung), sipiq (sepit), tulilling (embusan api),
jepang (alat membuat jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq (parut), pekelluq (kukuran
kelapa).
– Alat-alat membuat dan menyalakan api
Manggeseq (alat untuk membuat api dari bamboo), tulilling (alat menyalakan api ari
bamboo bulat dan ini khusus dipakai menempa oleh pandai besi).
– Alat bantu mendirikan rumah
Pappeuma (alat untuk penegak), jakaq (alat penopang), gulang (tali), lakung (alat
pemukul), pattuas (pengungkit).
– Alat-alat menganyam
Kowiq-kowiq (pisau), pangarruq (pisau raut), pandarris (alat untuk meraut), panetteq
(alat untuk merapatkan).
– Alat-alat pertukangan
Guma kattang (gagang ketam), palu, paeq (pahat), kettang (kettam), petuttuq paeq (palu
pahat), lakung (palu besar), bassiq (pelurus), soqolo (pelurus), bangko pakkattangang
(kuda-kuda), passangerang (batu asah), garagaji (gergaji), gorogori (pelubang), seqo-
seqong (engkol), batu toying (batu apung untuk menghaluskan barang yang telah
dibuat).
1.2. Alat-alat Senjata
Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik), jambia (belati), kanda wulo (parang panjang),
suppiq (sumpit), panah.
1.3 Wadah
Bakuq (bakul), karajing (keranjang), tedaq dan rakkiq (empat bahan makanan), tappiang (tampi),
katoang (tempat air), bokki (alat mengambil air dari tanah liat), patti (peti), basung (tempat
menyimpan pancing/alat perikanan).
Alat-alat Upacara
Pappeundungang (pedupaan), barang kuningan yang khusus dibeli seperti : pamenangang,
tuquduang, rattiga, cepe-ceper, kapar jarangang, kappar (baki), laqlang (payung).
1.4 Alat-alat Kesenian
Alat yang dipetik : kacaping, sattung
Alat yang ditiup : suling, keke
Alat yang digesek : gesoq
Alat yang dipukulkan : jarumbing
Alat yang dipukul : calong, katto-kattoq, ganrang (gendang) dan
Yang dibeli dari luar, gong, tawaq-tawaq.
1.5 Alat-alat Transport
Alat transport di darat : tekek alat pikulan pada kua kolong (terompah), bakuq (alat
menjunjung),lembar (alat pikulan di bahu), koroba (alat kendaraan yang ditarik kerbau atau
sapi), bendi (alat kendaraan yang ditarik oleh kuda). Alat transport di sungai misalnya rakiq
(rakit), lepa-lepa (sampan). Dan alat-alat transport di laut adalah berbagai macam type dan jenis
perahu

10. KERAJAAN SUKU MANDAR

Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan
tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Secara etnis Pitu Ulunna Salu atau yang biasa
dikenal sebagai Kondosapata tergolong ke dalam grup Toraja (Mamasa dan sebagian Mamuju),
sedangkan di Pitu Ba’ba’na Binanga sendiri terdapat ragam dialek serta bahasa yang berlainan.
Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa
melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.

Dahulu Suku Mandar terdiri atas 17 kerajaan yang terdiri dari 3 bagian yaitu :

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah :
1. Kerajaan Rante Bulahang
2. Kerajaan Aralle
3. Kerajaan Tabulahang
4. Kerajaan Mambi
5. Kerajaan Matangnga
6. Kerajaan Tabang
7. Kerajaan Bambang

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ba’bana Binanga
adalah :

1. Kerajaan Balanipa
2. Kerajaan Sendana
3. Kerajaan Banggae
4. Kerajaan Pamboang
5. Kerajaan Tapalang
6. Kerajaan Mamuju
7. Kerajaan Benuang

Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mapi
adalah sebagai berikut :

1. Kerajaan Alu
2. Kerajaan Tuqbi
3. Kerajaan Taramanuq

Di kerajaan-kerajaan Hulu pandai akan kondisi pegunungan sedangkan kerajaan-kerajaan Muara


pandai akan kondisi lautan. Dengan batas-batas sebelah selatan berbatasan dengan
Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Toraja, Sulawesi Selatan,
sebelah utara berbatasan dengan Kota Palu, Sulawesi Tengah dan sebelah barat dengan selat
Makassar.
Sepanjang sejarah kerajaan-kerajaan di Mandar, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh pejuang
dalam mempertahankan tanah melawan penjajahan VOC seperti: Imaga Daeng Rioso, Puatta i
sa’adawang, Maradia Banggae, Ammana iwewang, Andi Depu, Mara’dia Batulaya dll meskipun
pada akhirnya wilayah Mandar berhasil direbut oleh pemerintah VOC.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Suku Mandar merupakan suku yang terdapat di Sulawesi Barat, sebagian besar penduduknya
beragama islam tetapi masih dipengaruhi oleh traisi-tradisi dinamisme atau penyembahan
terhadap roh nenek moyaang, sehingga mereka masih mengadakan upacara sesajen. Mata
pencarian mereka adalah melaut atau menjadi nelayan, suku Mandar sangat terkenal akan
kehebatan mereka melaut dan menaklukan ombak yang deras. System kekerabatan suku Mandar,
pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu system bilateral.
Kesenian yang paling di tunggu oleh masyarakat Mandar adalah saeyang pattuqduq. Upacara ini
diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan khataman Al-Qur’an, khitanan, perkawinan, atau
memeriahkan acara syukuran lain.
Rumah adat suku mandar sangat sederhana, dan dalam pembuatanya ada syarat yang harus
diperhatikan yaitu syarat ekonomi, tekhnis dan kesehatan.
Perkawian dalam suku Mandar terdiri dari 14 tahap seperti : massulagiang, messisi’, mettumae,
mambotoi sorong, paccandring, ma’lolang, mappadai balaja, mappasau, pallattigiang,
pappadupa, mattanagau, mando e bungo, masola.
Upacara-upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Mandar contohnya seperti Niuri dalam
masyarakat Mandar adalah upaya penyelamatan lahirnya seorang bayi. Bagi wanita utamanya
yang baru pertama kalinya hamil sudah menjadi tradisi (kebiasaan) diadakan acara niuri dalam
masa kehamilan 7 sampai 8 bulan selain itu juga ada Pappatadayang artinya pelantikan
contohnya pelantikan seorang Raja yang mengambil sempel di Kerajaan Pamboang, yang pasti
caranya sama dengan seluruh kerajaan di Pitu “Ba’ba Binanga Mandar.
Bahasa yang diguankan masyrakat mandar disebut bahasa Mandar, meskipun ada dibeberapa
wilayah mandar yang masih menggunakan bahas Bugis.
B. SARAN
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandar
http://www.polewalimandarkab.go.id/index.php?jenis=content&id=202
http://makassarkota.go.id/sosial-dan-budaya/budaya-maritim-sandeq-dan-kearifan-lokal-suku-
mandar.html
http://www.panyingkul.com/view.php?id=102&jenis=bukukita
http://www.indonesianship.com/depan-isi.asp?offset=-1&id=18
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/30/tanahair/3642422.htm
http://jibis.pnri.go.id/informasi-rujukan/indeks-makalah/thn/2007/bln/08/tgl/24/id/1113
http://www.tamanmini.com/budaya/busana_tradisional/busana_tradisional_mandar

Anda mungkin juga menyukai