Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etnografi merupakan salah satu bidang studi yang menarik untuk di pelajari. Yang
dimaksud dengan etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu
masyarakat atau etnik, baik itu berupa adat istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi maupun
bahasa. Tujuan dari etnografi sendiri antara lain memahami cara-cara kehidupan lain dari
sudut pandang masyarakat.

Dalam hal ini, Suku Madura yang merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia
dengan kebudayaan yang unik sangatlah menarik untuk dipelajari. Suku Madura adalah suku
yang memiliki karakter yang sangat kuat, baik dari sisi bahasa, kesenian, teknologi dan unsur
kebudayaan lainnya. Persebaran orang-orang yang berasal dari Suku Madura tidak hanya
terfokus di satu daerah, melainkan di berbagai daerah di Indonesia. Namun, masyarakat Suku
Madura cukup teguh dalam mempertahankan kebudayaannya. Kebudayaan Suku Madura
masih bisa bertahan meski sedikit perubahan dalam masyarakat yang terus bergerak secara
dinamis.

Berkenaan dengan pentingnya mengetahui karakteristik Suku Madura dalam upaya


menambah wawasan akan budaya nusantara, perlu disusun sebuah makalah yang mampu
menjadi wahana untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan konsep kebudayaan pada Suku
Madura, baik secara teoritis maupun secara praktis. Penyusun membuat makalah yang
berjudul “KEBUDAYAAN SUKU MADURA, JAWA TIMUR”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal mula dan sejarah suku bangsa Suku Madura?
2. Apa bahasa yang digunakan oleh Suku Madura?
3. Bagaimana sistem mata pencaharian Suku Madura?
4. Bagaimana sistem pengetahuan di Suku Madura?
5. Bagaimana kesenian di Suku Madura?
6. Bagaimana sistem religi masyarakat Suku Madura?
7. Sebutkan dan bagaimana jenis-jenis rumah adat Suku Madura!
8. Sebutkan dan jelaskan beberapa upacara adat di Suku Madura!

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Suku Madura

Suatu negara yang bernama "Mendangkamulan" dengan seorang Raja yang bernama
"Sangyangtunggal", beliau mempunyai anak gadis bernama "Bendoro Gung". Suatu hari
hamil dan diketahui Ayahnya. Raja marah karena kehamilan putri kesayangannya tidak bisa
masuk akal, akhirnya dia menyuruh sang Patih yang bernama "Pranggulang" untuk
membunuh anaknya itu. Karena tidak tega melihat putri Bendoro Gung, maka ia tidak
membunuh anak raja itu, melainkan mengasingkan ke tepi laut sambil berucap pergilah ke
“Madu Oro” (waktu itu hanya sebuah dua bukit di tengah laut yang kemudian sekarang
tempat tersebut disebut Gunung Geger di Bangkalan dan bukit yang kedua adalah Gunung
Pajudan Sumenep) dan patih yang baik hati itu tidak kembali ke Istana dengan tujuan takut di
bunuh oleh raja. Karena telah melalaikan tugas dia merubah namanya dengan Ki Poleng serta
melepas pakaian kebangsawan dan di ganti dengan kain tenun (kain sederhana yang kemudian
menjadi ciri khas orang Madura). Putri raja yang hamil yang malang merasa perutnya sakit
dan segera ia memanggil Ki Poleng dengan cara mengepakkan kakinya ke bumi sebanyak tiga
kali sesuai petunjuk nya dulu. Tidak lama kemudian Ki Poleng datang dan mengatakan bahwa
Bendoro Gung akan melahirkan anak. Akhirnya putra tersebut yang diberi nama Raden
Segoro (artinya laut, sebab dia lahir ditengah laut).

Maka dapat disimpulkan bahwa istilah Madura berasal dari akar kata “Madu Oro”
yang merupakan lontaran dari patih yang bijaksana dalam menyimbolkan dua bukit ditengah
lautan. Sedangkan asal usul penduduk pulau Madura merupakan anak cucu dari Raden Segoro
dari ibu Bendoro Gung.

2. Bahasa Suku Madura

Bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia dengan manusia yang lainnya,
sehingga terjadi proses interaksi antara individu dengan individu, kelompok dengan
kelompok, dan kelompok dengan individu yang bertujuan menyampaikan pesan atau
informasi. Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura
mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang, dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur
Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan,
Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan.
Bahasa Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri. Di Pulau Kalimantan,
2
masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang,
Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah
Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas.

Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-
Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain
sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa
sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa
ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi
sudah tentu dengan lafal yang berbeda. Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang
blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga
dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja.

Contoh :

1. Bhila (huruf “a” dibaca [e] (info)) sama dengan bila = kapan.

2. Oreng = orang.

3. Tadha’ = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak).

4. Dhimma (baca: dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau).

5. Tanya = sama dengan Tanya.

6. Cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau).

7. Onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh).

8. Kamma (baca: kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau “kemana”)

3. Sistem Mata Pencaharian Suku Madura

Orang Madura tipe pekerja keras. Hidup bagi orang Madura haruslah bermakna. Sebab
jika dalam hidup bermanfaat, akan mengangkat harga dirinya di hadapan orang lain. Bekerja
memang adalah sebuah tuntutan untuk bisa hidup. Sebab secara geografis, alam Madura
gersang dan sulit ditanami. Dengan kondisi alam seperti saat ini, sangat sulit ekonomi
masyarakat Madura berkembang.

3
Masyarakat hidup dalam tingkat ekonomi yang cukup. Ini ditandai dengan muncul nya
industri garam. Juga dimulai dengan penanaman tembakau, khususnya Madura di bagian
timur,di era tahun 60-an sampai tahun 80-an. Namun andalan komoditi lokal ini semakin lama
semakin merosot. Harga garam anjlok. Industri garam lesu. Kondisi ini semakin parah dalam
beberapa tahun belakangan ini. Tidak berbeda dengan tembakau. Beberapa tahun belakangan
harga tembakau anjlok. Petani tembakau banyak yang rugi. Bahkan pemerintah daerah seperti
Pamekasan dan Sumenep, berusaha mencari tanaman alternatif pengganti tembakau.

Secara keseluruhan, Madura termasuk salah satu daerah miskin di provinsi Jawa
Timur. Tidak seperti Pulau Jawa, tanah di Madura kurang cukup subur untuk dijadikan tempat
pertanian. Kesempatan ekonomi lain yang terbatas telah mengakibatkan pengangguran dan
kemiskinan. Faktor-faktor ini telah mengakibatkan emigrasi jangka panjang dari Madura
sehingga saat ini banyak masyarakat suku Madura tidak tinggal di Madura. Penduduk Madura
termasuk peserta program transmigrasi terbanyak. Pertanian subsistem (skala kecil untuk
bertahan hidup) merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan
tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di banyak lahan
kecil. Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi pertanian di pulau ini dan
memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga petani selain penting untuk kegiatan karapan
sapi. Perikanan skala kecil juga penting dalam ekonomi subsistem Suku Madura.

Tanaman budi daya yang paling komersial di Madura ialah tembakau. Tanah di pulau
ini membantu menjadikan Madura sebagai produsen penting tembakau dan cengkeh bagi
industri kretek domestik. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura juga telah menjadi penghasil
dan pengekspor utama garam. Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah
mengalami industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari Surabaya,
kota terbesar kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan menjadi daerah suburban
bagi para penglaju ke Surabaya, dan sebagai lokasi industri dan layanan yang diperlukan
dekat dengan Surabaya. Jembatan Suramadu yang sudah beroperasi sejak 10 Juni 2009,
diharapkan meningkatkan interaksi daerah Bangkalan dengan ekonomi regional. Selain itu,
Suku Madura terkenal dengan berjualan makanan khas sate yang sering disebut sate Madura.
Sehingga banyak orang Madura yang merantau ke provinsi-provinsi lain untuk mengadu
nasibnya sebagai penjual sate.

4. Sistem Pengetahuan Suku Madura

Sistem pengetahuan Suku Madura sangat rendah, karena tingkat pendidikan suku
Madura tidak terlalu tinggi. Suku Madura cenderung melanjutkan ke pesantren daripada ke
4
jenjang lebih tinggi. Bahkan menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad
Nuh menyatakan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan di Madura masih sangat rendah,
baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Orang Madura lebih peduli
mendengarkan dan mengikuti ucapan, nasehat atau petuah, serta perilaku kyai sebagai
pemimpin informal daripada petunjuk atau arahan pemimpin formal, seperti kepala desa,
camat, bupati, atau pejabat-pejabat pemerintahan lainnya.

Karena mayoritas agama yang dianut suku Madura adalah agama islam. Secara
hierarkis, masyarakat Madura memiliki empat figur, yaitu buppa`, babbu, guru, ban rato
(bapak, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan). Figur-figur utama itulah kepatuhan hierarkis
orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam kehidupan sosial budaya mereka.

Kepatuhan kepada bapak dan ibu (buppa’ ban babbu’) sebagai orang tua kandung
(nasabiyah) sudah jelas, tegas, dan diakui keniscayaannya. Kepatuhan orang-orang Madura
kepada figur guru berposisi pada level hierarkis. Penggunaan dan penyebutan istilah guru
menunjuk dan menekankan pada pengertian kyai (pengasuh pondok pesantren), atau
sekurang-kurangnya ustadz pada “sekolah-sekolah” bercorak keagamaan. Peran dan fungsi
guru lebih ditekankan pada konteks moralitas yang dipertalikan dengan kehidupan eskatologis
terutama dalam aspek ketenteraman dan penyelamatan diri dari beban, atau derita di alam
kehidupan akhirat (morality and sacred world). Ketaatan orang-orang Madura kepada figur
guru menjadi penanda khas budaya mereka. Kepatuhan orang Madura kepada figur rato
(pemimpin pemerintahan) menempati posisi hierarkis keempat. Figur rato dicapai oleh
seseorang dari mana pun etnik asalnya, bukan karena faktor genealogis, melainkan karena
keberhasilan dalam meraih status.

Masyarakat Madura juga terkenal dengan pengobatan tradisional, yaitu jamu. Secara
umum, minum jamu yang diracik dari tumbuh-tumbuhan telah menjadi kebiasaan keluarga
dan masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru (keturunan dan kerabat raja).
Kebiasaan minum jamu yang begitu melekat ini telah menimbulkan suatu prinsip “lebih baik
tidak makan daripada tidak minum jamu”. Ramuan Jamu Madura mengandung banyak resep
untuk keperluan menjaga kesehatan, misalnya jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan,
jamu mempertahankan stamina, dan lain-lain. Pada zaman dahulu, potensi pengetahuan akan
racikan tumbuhan obat ini didukung dengan tersedianya berbagai macam tumbuhan yang bisa
menjadi tanaman pekarangan masyarakat. Sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut
keberadaannya menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan
5
masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya. Hilangnya pengetahuan pribumi
dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati
tumbuh-tumbuhannya sendiri. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, maka dikhawatirkan
kepunahan tidak hanya terjadi pada tumbuhannya saja, tetapi pengetahuan tentang tumbuhan
obat pada masayarakat Madura tersebut akan punah pula.

5. Sistem Kesenian Suku Madura

Madura kaya akan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan bernilai.
Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materialisme dan pragmatisme.
Kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak
terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal. Berikut contoh
keseniannya :

a. Tembang Macapat

Tembang macapat adalah tembang yang dipakai sebagai media untuk memuji
Allah sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut
dan membawa kesyahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut, juga berisi
ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-
sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakikat kebenaran, serta
membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap
manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair
tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta
ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.

b. Duplang

Tari duplang merupakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari
tarian ini disebabkan karena tarian ini merupakan sebuah penggambaran kehidupan
seorang wanita desa. Wanita yang berkerja keras sebagai petani yang selama ini
terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-
lembut, dan lemah gemulai.

c. Karapan Sapi

Sebuah perlombaan dengan menggunakan sapi sebagai media, akan tetapi


sekarang jarang dilakukan karena dianggap menyakiti hewan yang juga makhluk
hidup.
6
6. Sistem Religi Suku Madura

Suku Madura mayoritas memeluk agama islam. Selain itu, juga ada yang menganut
agama kristen protestan dan katolik. Orang Madura merupakan salah satu suku yang dikenal
identik dengan tradisi islam yang sangat kuat. Islam begitu meresap dan mewarnai pola
kehidupan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Suku Madura betapa pentingnya nilai-nilai
keagamaan yang terungkap dari ajaran abantal syahadat, asapo’ angina, apajung Allah yang
artinya suku Madura sangat religius. Suku Madura merupakan salah satu pemeluk agama
islam yang sangat taat, sehingga mereka akan merasa aneh ataupun kurang simpati bahkan
jika identitas kemaduraannya hilang lingkungan sosial ‘akan menolak’ dan orang yang
bersangkutan akan merasa terasingkan dari akar Madura, apabila ada orang Madura yang
tidak memeluk agama islam. Namun, ada juga masyarakat Madura yang memeluk agama lain
selain islam. Bukan karena faktor bawaan dari lahir, melainkan faktor perkawinan silang dan
transmigrasi penduduk ke luar pulau Madura.

Bagi orang Madura, naik haji mempunyai makna sosial. Di samping mempunyai arti
telah menunaikan rukun Islam yang ke lima, orang telah naik haji akan dipanggil tuan, dan
prestisnya akan naik sehingga akan memperoleh penghargaan dan penghormatan oleh
masyarakat lingkungannya. Tujuan hidup orang Madura yang utama adalah menunaikan
ibadah haji ke Mekkah.

Orang Madura umumnya sulit membedakan antara Islam dan (kebudayaan) Madura.
Hal ini tampak pada praktek kehidupan mereka sehari-hari yang tidak bisa lepas dari dimensi
agama islam. Selain shalat lima waktu, orang-orang Madura melaksanakan pula kewajiban-
kewajiban yang berkaitan dengan peringatan hari-hari penting agama Islam. Misalnya, selama
bulan Asyuro, mereka membuat selamatan jenang suro, selama bulan Safar diadakanlah se
lamatan jenang sapar, di bulan Maulud mereka memperingati dengan selamatan Mauludan. Di
bulan Ramadhan, mereka menunaikan ibadah puasa kegiatan keagamaan, seperti mengaji,
membayar zakat fitrah dan sebagainya.

7. Rumah Adat Suku Madura

Provinsi Jawa Timur, suku bangsa Madura memiliki rumah adat yang tidak termasuk
dalam rumah adat serontong, limasan atau joglo. Rumah adat suku Madura dibedakan
berdasarkan jenis bangunan dan bentuk atap bangunan.

Berdasarkan jenis bangunan dikenal rumah adat:

7
 Slodoran atau Malang Are, disebut demikian karena memiliki bentuk memanjang
dan tidak memiliki kamar.
 Sedanan, yang memiliki jenis bangunan berkamar – kamar.

Sedangkan berdasarkan bentuk atap dikenal rumah adat :

 Gandrim, yaitu bangunan memiliki bubungan dua.


 Ekodan, yaitu bangunan memiliki mpat tiang pokok.
 Pacenanan, yaitu bangunan yang pada dua ujung atap nya memiliki tonjolan
seperti ular.

Ciri khas dari rumah adalah gaya tradisional yang kuat dengan bagian dalam ruangan
yang tidak memiliki dinding pemisah (sekat). Konstruksi bangunan rumah adat Madura
terbuat dari kayu dan bahan bangunan yang umumnya diambil dari alam sekitar. Rata-rata
rumah adat Madura dibangun dengan arah orientasi utara, selatan atau menghadap ke arah
matahari. Posisi pintu dalam rumah adat Madura tidak begitu diperhatikan, terkadang berada
di samping atau belakang rumah.

Sedangkan jendela umumnya tidak dipasang atau merupakan rumah tanpa jendela atau
lubang angin lainnya. Pengaruh Islam dalam rumah adat Madura terlihat dengan adanya
langgar di hampir semua rumah, sedangkan budaya Tiongkok terlihat dari ragam hiasan ular
naga laut yang diletakan di pintu masuk rumah.

8. Upacara Adat Suku Madura

Perkawinan merupakan upacara paling sakral dalam perjalanan kehidupan manusia.


Suatu kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas beberapa Suku Bangsa, Agama, Adat Istiadat
yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam. Masing-masing
daerah mempunyai tata cara tersendiri tak terkecuali dalam adat prosesi perkawinannya, baik
Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Madura pada umumnya. Pada Upacara Perkawinan
biasanya kedua mempelai dirias berbusana secara khusus. Berbeda apa yang mereka pakai
pada pesta-pesta resepsi sehari-hari. Tata rias dan busana pengantin menjadi pusat perhatian.
Masyarakat dan khususnya menarik perhatian para tamu yang hadir dalam pesta itu. Oleh
karena itu, hal yang demikian itu ternyata juga dilakukan oleh suku bangsa Madura pada
umumnya dan khususnya Sumenep sendiri.

Pakaian pengantin dan alat-alat rias disediakan secara khusus serta pemakainya
mempunyai tata cara dan aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi, maka diharapkan salah

8
satu tujuan tata rias akan berhasil yaitu pengantin akan kelihatan (benne bahasa madura) atau
pengantin putri akan tampak lebih cantik dan anggun, pengantin pria nampak tampan. Tata
rias pengantin, kecuali mengandung arti keindahan (estetis) religius dan ada kalanya
mengandung arti simbolis serta fungsi dalam kehidupan masyarakat.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat Madura yang memiliki beragam budaya ini perlu dilestarikan, terlebih lagi
nilai-nilai budaya yang masih sarat dengan nilai-nilai Islam. Dengan mengetahui budaya
Madura, kita juga dapat mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang Madura, karena sebenarnya orang Madura itu tidak lah seperti anggapan orang
kebanyakan, bahwa orang Madura itu kasar dan suka membunuh. Selain itu juga, dengan
mengetahui seluk-beluk budaya Madura akan mempermudah kita sebagai mahasiswa jurusan
komunikasi penyiaran islam, untuk berdakwah dan menyampaikan nilai-nilai islam melalui
budaya atau yang lebih dikenal dengan dakwah kultural.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://yogisetiawan92.wordpress.com/2012/12/12/suku-madura/

http://ddayipdokumen.blogspot.co.id/2013/05/tugas-antropologi-makalah-suku-madura.html

11

Anda mungkin juga menyukai