Anda di halaman 1dari 9

Perubahan Mata Pencaharian dan Budaya Komunikasi Etnis Madura di

Wilayah Surabaya

Indonesia merupakan suatu negara yang majemuk yang dihuni oleh


beranekaragam etnis, ras, suku, dan agama. Bahkan terdapat suatu pulau yang di
dalam nya dihuni beragam jenis suku, seperti di pulau jawa yang didiami oleh
beberapa etnis diantaranya adalah, suku Jawa, suku Betawi, suku Samin, suku
Sunda, suku Osing, suku Tengger, dan suku Madura. Dapat dilihat dari banyaknya
suku yang mendiami pulau Jawa maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
yang ada di pulau Jawa juga beragam dan berbeda-beda pula. Definisi kebudayaan
menurut koentjaraningrat adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang
harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan daru hasil budi dan
karyanya. Didalam kebudayaan itu sendiri memiliki unsur-unsur yang universal,
unsur tersebut dikatakan universal karena unsur-unsur tersebut sudah terdapat
didalam semua kebudayaan yang ada, adapun unsur-unsur tersebut yakni; Sistem
religi dan Upacara keagamaan; Organisasi kemasyarakatan; Sistem pengetahuan;
Bahasa atau komunikasi; Kesenian; Mata pencaharian hidup; Sistem teknologi
dan peralatan1. Dari ketujuh unsur kebudayaan yang universal tersebut masih
dapat dijabarkan lagi kedalam tiga wujud kebudayaan, menurut koentjaraningrat
tiga wujud kebudayaan tersebut yakni:
1. Wujud kebudayaan yang pertama adalah wujud kebudayaan yang ideal
yakni kebudayaan sebagai suatu hal kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya (Koentjaraningrat, 2015: 6).
contoh dari kebudayaan yang ideal adalah adat istidadat yang berfungsi
untuk mengendalkan dan memberi arah perbuatan manusia.
2. Wujud kebudayaan yang kedua yakni wujud kebudayaan sebagai suatu
kumpulan aktivitas kelakuan dari manusia dalam masyarakat. kebudayaan
yang kedua ini sering disebut dengan sistem sosial, yang terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berkomunikasi, serta bergaul

1
Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.(Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama,2015). hlm2
antara individu dengan masyarakat, atau individu dengan individu
(Koentjaraningrat, 2015: 7).
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud
ketiga kebudayaan ini sering disebut dengan kebudayaan fisik, dan
merupakan keseluruhan dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya
manusia (Koentjaraningrat, 2015: 7). Sifat dari wujud kebudayaan yang
ketiga ini yakni konkret, dapat diraba, dilihat, dan difoto2.
Diatas telah disebutkan bahwa pulau jawa didiami oleh beranekaragam
suku yang salah satunya adalah suku madura. Suku madura merupakan salah satu
suku yang masih termasuk ke dalam pulau Jawa, walaupun sebagian besar dari
mereka tinggal di wilayah pulau madura. Wilayah Madura terbagi kedalam 4
kabupaten,yakni kabupaten Sampang, Sumenep, Bangkalan, dan Pamekasan.
Meskipun pulau madura dan pulau Jawa terpisahkan oleh laut dan selat, pulau
Madura ini masih dikategorikan sebagai wilayah cakupan provinsi Jawa Timur.
Bahkan banyak juga orang dengan suku Madura bermukim di sebagian besar
wilayah Jawa Timur, beberapa diantaranya yang terbesar adalah di wilayah Tapal
Kuda meliputi probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi, selain itu
orang madura juga tersebar di wilayah Jawa Timur lainnya, seperti Surabaya, dan
Malang. Tujuan masyarakat Madura bermigrasi di kota Surabaya karena letak
kota Surabaya yang sangat dekat dengan pulau Madura, dan juga kota Surabaya
merupakan kota yang mengalami perkembangan pesat yang menyebabkan
tersedianya lapangan pekerjaan yang jarang ditemukan di pulau Madura. Di
wilayah Surabaya sendiri kita dapat dengan mudah menjumpai orang Madura di
wilayah surabaya bagian utara misalnya daerah bulak cumpat, nambangan,
larangan, dan sukolilo. Hal tersebut karena wilayah surabaya bagian utara sangat
dekat dengan wilayah pulau madura.
Masyarakat etnis Madura dalam kebudayaannya, tergolong menjadi salah
satu etnis yang memiliki budaya migrasi atau merantau selain suku Bugis, Batak,
dan Minangkabau. Karena banyaknya orang Madura yang bermigrasi hingga pada
tahun 1930 jumlah orang Madura yang tetap tinggal di pulau Madura hanya 45%

2
Ibid.
saja. Tempat yang dijadikan tujuan migrasi orang Madura kebanyakan adalah di
sebagian besar wilayah Jawa Timur, hal itu dikarenakan kondisi geografis pulau
Madura dan wilayah Jawa Timur yang sangat dekat terutama di wilayah Surabaya.
Masyarakat Madura di surabaya dapat sering kita temui di wilayah Surabaya
bagian pesisir misalnya pesisir di wilayah Surabaya Utara, seperti keluarga mas
Syaiful Anam, yang merupakan keluarga Madura yang tinggal di wilayah
Surabaya Utara tepatnya di Sukolilo, Kenjeran. Mereka memilih untuk bermigrasi
di Surabaya dengan tujuan ingin memperbaiki perekonomian keluarga yang
kurang baik3.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya migrasi yang dilakukan oleh
orang Madura antara lain; faktor kondisi alam pulau madura yang merupakan
bukit berkapur menyebabkan kondisi tanah di pulau Madura cenderung gersang
dan tandus yang disebabkan iklim yang panas dan keadaan tanahnya yang berbatu
kapur, dan kurang layak untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Budaya migrasi
orang Madura dilengkapi dengan budaya/tradisi Toron, yakni budaya pulang
kampung yang turum temurun dimiliki orang Madura khususnya orang Madura
yang telah bermigrasi di luar pulau Madura. Di sebagian besar masyarakat sudah
biasa melakukan tradisi pulang kampung meskipun hanya kota ke kota, namun
tidak bagi masyarakat madura, bagi mereka syarat untuk melakukan toron harus
disertai aktivitas perpindahan (Onggha) di luar pulau Madura, jika perpindahan
masih dalam kawasan pulau Madura, maka masih belum dapat dikatakan
Onggha4.
Selain budaya Migrasi dan Toron etnis Madura masih memiliki beragam
kebudayaan lainnya seperti kesenian (lagu, teater, tari-tarian, dan sastra). Dalam
hal kesenian, orang madura sangat menaruh perhatian kepada kesenian agama,
orang madura membedakan dengan jelas antara kesenian Agama dan kesenian
lainnya. Bagi Mayarakat etnis Madura kesenian agama yang dimaksud adalah

3
Hasil Wawancara dengan Syaiful Anam Khairullah. Masyarakat Madura di Surabaya
(21 Tahun). pada tanggal 31 April 2019 pukul 19.00 di Surabaya.
4
Djakfar, Muhammad. Tradisi Toron Etnis Madura: Memahami Pertautan Agama,
Budaya, dan Etos Bisnis. el Harakah, Vol.14, No.1. 2012.Hlm 41
kesenian islam, yakni kesenian yang berasal dari agama islam seperti kesenian al-
banjari, Qasidah, dll. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan mayoritas masyarakat
Madura yang memeluk agama islam, sehingga kesenian agama langsung diartikan
sebagai kesenian islam5, Selain itu dalam bidang kesenian di Madura juga
berkembang kesenian pertunjukan tari dan teater6.
Etnis Madura juga terkenal masyarakatnya memiliki semangat kerja yang
sangat tinggi, dalam etnis Madura sendiri juga berkembang beberapa peribahasa/
kata ungkapan yang memiliki makna yang mencerminkan semangat kerja antara
lain: Bharenteng (Sangat Giat) ungkapan ini menunjukan kerajinan masyarakat
madura dalam melakukan pekerjaan, Kar-ngakar colpe’ (bekerja keras), selain
kerajinan sikap orang Madura yang mencerminkan etos kerja yakni keuletan.
Karena keuletannya yang digunakan oleh orang Madura untuk nyare kasap
(mencari sesuap nasi) juga dikagumi oleh orang banyak. Orang Madura mau
bekerja seperti apa saja walaupun berat atau ringan, terlihat hina atau terlihat
mulia selama pekerjaan yang dikerjakannya halal dan di ridhoi oleh Allah, SWT
maka akan terus dikerjakan. Tak hanya menggambarkan etos kerja beberapa
peribahasa madura juga mencerminkan sifat orang Madura seperti sifat orang
Madura yang sangat efisien terhadap waktu yang tercermin dalam ungkapan atolo
ngeras mandi (berkeramas sambil mandi). Kemudian ungkapan nondu’ mente
tampar (duduk menunduk memintal tali), yang bermakna meskipun kelihatan
duduk, orang madura tetap ulet dan rajin dalam melakukan kegiatan yang
bermanfaat7.
Etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat etnis Madura juga diterapkan
ketika masyarakat Madura berada di wilayah migrasi, seperti yang dapat kita lihat
sebagian besar masyarakat kurang bisa mengandalkan sektor pertanian sehingga
masyarakat Madura hanya bisa mengandalkan sektor agraris maka tidak heran
bahwa masyarakat Madura dikenal sebagai seorang pelaut yang ulung.

5
Bouvier, Helene. Lebur: Seni Musik Dan Pertunjukan Dalam Masyarakat Madura.
(Jakarta: Forum Jakarta-Paris, 2002).hlm.111
6
Ibid.,hlm 112
7
Ersya Faraby Muhammad. Etos Kerja Pedagang Etnis Madura Di Pusat Grosir
Surabaya Ditinjau Dari Etika Bisnis Islam. JESTT, Vol.1, No,3, 2014. hlm 182-183.
Keahliannya sebagai seorang pelaut tersebut dibawa hingga ke wilayah migrasi
dan banyak dari masyarakat Madura yang menjadikan Nelayan/pelaut sebagai
profesi yang sebagian besar digeluti oleh imigran dari Madura, seperti ayah dari
mas Syaiful Anam yaitu pak Suyono yang menjadikan nelayan sebagai profesi
yang digelutinya, beliau telah bergelut pada bidang tersebut sejak mereka
bermigrasi ke Surabaya, kurang lebih sekitar tahun 2000. Pak Suyono berkata
bahwa beliau memilih menjadi nelayan karena profesi tersebutlah yang paling
dikuasainya, dan yang sudah biasa dilakukan ketika di Madura, jadi kehidupan
ekonomi keluarganya masih bergantung kepada hasil laut8.
Dalam sektor agraris tidak hanya Pak Suyono, namun istrinya pun juga
bekerja sebagai Nelayan yang hanya mencari jenis kerang, seperti kerang kur-kur
atau kerang darah, kerang gelatik, kerang hijau, kerang bambu (lurjuk), dan
kupang (sejenis kerang kecil berwarna putih). Selain itu ibunya juga bekerja
sebagai buruh ikan, yakni membantu suaminya dan para nelayan yang sudah
pulang melaut untuk memilah-milah ikan hasil tangkapan mereka, tak jarang mas
Syaiful Anam dan adiknya juga ikut membantu jika terdapat waktu luang. Dalam
hal untuk meningkatkan perekonomian meskipun keluarga mereka mengandalkan
hasil laut, tetapi mereka menyadari bahwa hasil tangkapan ikan tidak selalu ramai
terkadang juga sepi, untuk mengatasi hal tersebut maka keluarga mereka
mendirikan toko sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya kalau kondisi hasil laut sepi.
Aktivitas Nelayan mencakup banyak aspek tidak hanya pergi berlayar
dan menangkap ikan saja, tetapi nelayan juga harus memikirkan strategi
penangkapan yang akan digunakan, nelayan juga harus menjalin hubungan baik
antar sesama nelayan karena dapat bekerja sama jika kondisi tangkapan sedang
sepi. Serta mereka harus memiliki hubungan baik dengan para tengkulak agar
hasil tangkapannya dibayar dengan harga yang layak dan pas 9. Istri nelayan juga
memiliki posisi penting bagi perekonomian keluarga, selain mereka akan

8
Hasil Wawancara dengan Bapak Suyono, Nelayan Madura (Umur 50 tahun). pada
tanggal 31 April 2019 pukul 19.00 di Surabaya
9
Ibid.
membantu memilah-milah ikan hasil tangkapan, istri nelayan juga harus pandai
mengolah dan memanfaatkan hasil laut tersebut10. Hal tersebut secara tidak
langsung dapat berguna untuk membantu meningkatkan perekonomian keluarga
disaat kondisi tangkapan hasil laut sedang sepi, seperti menjual hasil tangkapan
dengan cara mengolahnya terlebih dahulu seperti dijemur atau dimasak, misalnya
dijadikan ikan asin atau kerupuk olahan ikan. Dengan strategi pemasaran tersebut
hasil tangkapan nelayan akan mendapatkan harga yang lebih mahal dibandingkan
dijual kepada tengkulak saat masih mentah. Dari pernyataan-peryataan diatas
maka kita dapat mengetahui bahwa sifat rajin dan ulet yang dimiliki etnis Madura
masih melekat kepada masyarakatnya meskipun mereka sudah melakukan migrasi
sejak lama.
Budaya etnis Madura yang masih dapat melekat meskipun telah
melakukan migrasi sejak lama adalah budaya komunikasi etnis Madura. Seperti
yang telah kita ketahui masyarakat etnis Madura berkomunikasi dengan cara yang
lantang, menggunakan nada yang keras dan terlihat sangat emosional.
Berkomunikasi dengan keras dan lantang memang sudah menjadi kebiasaan yang
dilakukan mereka dan pada kenyataannya ciri khas bahasa dan cara
komunikasinya lah yang dapat dengan mudah menunjukan identitas mereka.
Namun masih banyak masyarakat umum yang belum mengetahuinya, sehingga
masih banyak orang yang menyalahartikan sebagai ungkapan kemarahan.
Masyarakat Etnis Madura khususnya yang tinggal di daerah pesisir sudah
terbiasa berkomunikasi dengan nada yang keras dan lantang karena berbagai
faktor; pertama, sebagian besar dari mereka adalah nelayan yang setiap harinya
harus pergi melaut untuk mencari ikan, dan untuk dapat berkomunikasi dengan
nelayan yang lainnya maka mereka harus berbicara dengan keras dan lantang.
Kedua, bagi mereka yang tinggal di wilayah pesisir sering menghadapi kondisi
angin yang kencang sehingga mereka harus berkomunikasi dengan keras supaya
suara mereka dapat terdengar oleh lawan bicara. Ketiga, dikarenakan sebagian

10
Mulyadi, Achmad. Perempuan madura pesisir meretas budaya Mode Produksi
Patriarkat. Karsa, Vol.19, No. 2011. Hlm.208
besar masyarakat etnis Madura memiliki watak yang keras, yang berpengaruh
terhadap cara mereka berkomunikasi11.
Di kalangan orang Madura dikenal dengan empat dialek utama bahasa
Madura, yaitu dialek Bangkalan yang digunakan oleh masyarakat yang berada di
Bangkalan dan Sampang barat, Dialek Pamekasan yang digunakan oleh
masyarakat yang tinggal di Sampang timur dam Pamekasan, dialek Sumenep yang
digunakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Sumenep dan pulau yang ada
didekatnya, dialek Kangean yang digunakan oleh masyarakat di pulau Kangean.
Bagi orang luar Madura dialek Sumenep dapat dikatakan merupakan dialek
madura yang terdengar paling halus, jelas, dan merdu. Karena hal itu sejak tahun
1893 dialek Sumenep dijadikan pedoman bahasa yang baku dan juga digunakan
sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, dan buku bahasa Madura12.
Meskipun mereka memiliki watak yang keras dan cara berkomunikasi
yang terkesan seperti sedang marah seperti bahasa daerah yang lainnya, bahasa
Madura tetap memiliki tingkatan bahasa yang digunakan untuk orang yang lebih
tua maupun yang lebih muda. Tingkatan bahasa yang berkembang dalam bahasa
Madura terbagi menjadi tiga yaitu, Enja’-Iyah (bahasa kasar), bahasa ini seperti
bahasa ngoko jika di Jawa, Enggi-Enten (bahasa menengah), tingkatan yang
kedua seperti tingkatan bahasa krama jika di Jawa, dan Engghi-Bunten (bahasa
halus), tingkatan yang ketiga sama seperti bahasa Krama halus jika di Jawa.
Bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat etnis Madura adalah bahasa
Indonesia, dan sering dijumpai pula yang menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal
itu dikarenakan sebagian besar dari mereka telah mengenal dan belajar berbahasa
Jawa, meskipun mereka lebih banyak menggunakan bahasa Jawa ngoko, dan
jarang yang bisa berbahasa Jawa krama atau krama halus. Meskipun mereka
sudah terbiasa memakai bahasa Jawa atau Indonesia, logat madura mereka masih
tampak kental dan dapat dengan mudah membedakan bahwa ia adalah orang
Madura.
11
Hasil Wawancara dengan Syaiful Anam Khairullah, masyarakat madura yang
bermigrasi di Surabaya. pada tanggal 31 April 2019 pukul 19.00 di Surabaya
12
Dzulkarnain, Iskandar. Mahalnya Sebuah Identitas Peradaban Madura: Cinta Semu
Kebudayaan Madura. Karimun, Vol.01, No.01, 2013.hlm 38
Begitu pula yang cara komunikasi yang digunakan oleh keluarga pak
Suyono, ketika mereka melakukan aktivitas sehari-hari seperti saat Sekolah, dan
bekerja mereka sering menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ngoko
supaya mudah dipahami oleh lawan bicara. Tetapi meskipun dalam keseharian
mereka menggunakan bahasa Jawa tak jarang pula mereka juga menyempatkan
menggunakan bahasa Madura. Bahasa Madura digunakan ketika berkomunikasi
dengan keluarga dan sanak saudara serta dengan kelompok yang sama-sama
berasal dari Madura. Hal tersebut merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan
keluarga Pak Suyono untuk tidak melupakan identitas asli keluarganya.

KESIMPULAN

Etnis Madura merupakan salah satu etnis di Indonesia yang memiliki


budaya migrasi/merantau. Sebagian besar masyarakat etnis Madura memilih Jawa
Timur khususnya Surabaya sebagai tempat untuk bermigrasi. Tradisi Migrasi
Madura tersebut dilengkapi dengan tradisi Toron (Pulang kampung) dengan syarat
harus berpindah terlebih dahulu (Onggha) ke wilayah luar pulau Madura. Kita
dapat menjumpai banyak Masyarakat Etnis Madura di wilayah Surabaya bagian
utara. Kebanyakan dari mereka yang bermigrasi di Surabaya Utara berprofesi
sebagai Pelaut atau Nelayan, tidak hanya kepala keluarga tetapi para istri nelayan
juga memiliki andil dalam profesi tersebut seperti membantu untuk memilah-
milah ikan, mengolah ikan untuk dijual. Sifat masyarakat Madura yang masih
melekat walaupun telah lama menetap di Surabaya adalah sifat rajin dan ulet
dalam bekerja, keuletan mereka terlihat dari cara mereka memenuhi kebutuhan
perekonomian saat kondisi hasil laut sepi. Selain itu budaya yang masih melekat
pada etnis madura di Surabaya adalah cara berkomunikasi mereka yang terkesan
keras dan penuh emosional, meskipun mengunakan nada keras bahasa madura
juga menggunakan tingkatan bahasa seperti bahasa daerah lainnya. Cara
berkomunikasi masyarakat Madura sebagian besar dengan cara menggunakan
bahasa Jawa ngoko dengan disertai logat Madura mereka. Dan supaya tidak
melupakan identitas mereka terkadang mereka juga menggunakan bahasa madura
saat berkomunikasi dengan keluarga dan kelompok Madura lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bouvier, H. 2002.Lebur: Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura.


Jakarta: Forum Jakarta-Paris.
Koentjaraningrat. 2015. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wiyata, A. Latief. 2002. CAROK: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang
Madura. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Jurnal dan web
Djakfar, Muhammad. 2012. Tradisi Toron Etnis Madura: Memahami Pertautan
Agama, Budaya, dan Etos Bisnis. el Harakah, Vol.14, No.1 .
Dzulkarnain, Iskandar. 2013. Mahalnya Sebuah Identitas Peradaban Madura:
Cinta Semu Kebudayaan Madura. Karimun, Vol.01, No.01 .
Fajrie, Mahfudlah. 2016. Budaya Komunikasi Warga Madura (Kajian Komunitas
Profesi pangkas rambut maduram di kecamatan Tahunan kabupaten
jepara). Wahana Akademika, Vol.3, No.1 .
Faraby, M. Ersya. 2014. Etos Kerja Pedagang Etnis Madura di Pusat Grosir
Surabaya Ditinjau Dari Etika Bisnis Islam. JESTT .
Hartono, Mudji. 2010. Migrasi orang-orang madura di ujung timur jawa timur
suatu kajian sosial ekonomi. Istoria, Vol.8, No.1 .
Mulyadi, Achmad. 2011. Perempuan Madura Pesisir Meretas Budaya Mode
Produksi Petriarkat. Karsa, Vol.19, No.2 .
Wawancara
Khairullah, S. Anam, Orang Madura yang Bermigrasi di Surabaya. 2019.
“Wawancara Perubahan Budaya Etnis Madura di Surabaya”. Surabaya,
31 April 2019 pukul 19.00.
Suyono, Nelayan Madura. 2019. “Wawancara Perubahan Budaya Etnis Madura
pada nelayan Surabaya”. Surabaya, 31 April 2019 Pukul 19.00

Anda mungkin juga menyukai