Anda di halaman 1dari 9

Nama : Lufnatul Awwaliyah NIM : 1900030256

Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Kangean Madura Dengan Masyarakat


Dataran Madura Asli

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Madura merupakan salah satu pulau di Indonesia dan salah satu suku yang
mendiami pulau Jawa bagian Timur. Madura terdiri sekitar 126 pulau-pulau kecil yang
membentang diantara pulau Jawa dan Bali. 120 KM dari dataran asli Madura terdapat pulau
penghujung yaitu pulau Kangean. Pulau tersebut terletak 120 KM juga dari Pulau Bali. Pulau
Kangean merupakan satu-satunya Pulau di Madura yang memiliki perbedaan mencolok baik
dari segi sejarah, budaya, dan bahasa dengan pulau Madura lainnya.

Berpatokan pada bukti sejarah masyarakat pribumi Kangean bukan hanya berasal
dari suku Madura. Ada beberapa suku seperti suku Sunda, Jawa, Tionghoa, Arab, Bugis, dan
Bajo. Menurut sejarah, awalnya Pulau Kangean adalah pulau pembuangan dari tahanan
tentara Belanda pada masa kerajaan Arya Wiraraja di Sumenep, berbagai macam suku dari
penjuru Indonesia di asingkan kesana. Jadi tidak heran jika bahasa, tradisi dan budayanya
jauh berbeda dengan masyarakat dataran asli pulau Madura.

Komunikasi erat kaitannya dengan bahasa, suku Madura sendiri memiliki tiga
tingkatan bahasa, yaitu bahasa madura halus, tengah dan kasar atau rendah. Bahasa madura
halus biasanya dipergunakan untuk orang yang lebih tua dan di hormati seperti guru dan kiai.
Sedangkan ahasa tengah untuk orang yang lebih tua juga tapi lebih kepada orang tua dan
orang yang tidak di kenal, sedangkan bahasa rendah atau kasar untuk teman sebaya yang
seumuran. Sedangkan pulau Kangean satu-satunya pulau di gugusan pulau Madura yang
tidak berbahasa Madura baik halus, tengah maupun kasar.

Nah, hal inilah kemudian membuat peneliti tertarik untuk membahas keunikan dari
pulau tersebut. Bagaimana pola komunikasi antar budaya mereka dalam bersososialisasi
dengan masyrakat Madura asli, karena beberapa tahun lalu terjadi fanomena tetapi bukan
sebuah konflik, banyak masyarakat pribumi Kangean yang mengatakan “ Kami bukan
Madura”. Apakah yang sebenarnya terjadi? Apakah sejarah dan tradisi mempengaruhi
pemikiran tersebut?. Lalu, bagaimana komunikasi antar budaya masyarakat kepulauan
kangean sendiri dengan masyarakat dataran Madura asli?

Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) adalah proses pertukaran


pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya (Maletzke dalam Mulyana, 2005: xi).
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap
aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya
bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomuni-kasikannya
(verbal dan nonverbal) dan kapan mengkomunikasikannya (Mulyana, 2005: xi).

Komunikasi antar etnis terjadi apabila terjadi perpindahan tempat atau migrasi dari
etnis yang berbeda ke wilayah atau daerah yang mempunyai etnis yang berbeda. Disitulah
terjadi yang dinamakan komunikasi antar etnis. Ketika pendatang tersebut bermaksud untuk
menetap di daerah tersebut mereka perlu melakukan adaptasi di daerah tersebut baik dari segi
adat, bahasa budaya dan lain-lainnya. Dalam proses adaptasi tersebut akan muncul kesulitan-
kesulitan yang akan ditemui, baik secara kognitif maupun afektif.

Oleh karena itu proposal ini disusun untuk mengetahui apakah ada sejarah yang
yang menyebabkan bahasa di pulau kangean berbeda, dan bagaimana proses komunikasi
antar budaya masyarakat kepualau Kangean yang di kelilingi atau di kepung pulau yang
berbahasa Madura.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahh dari penelitian ini ialah,

1. Bagiamana sejarah bahasa dan budaya kepulauan Kangean?

2. Bagaimana budaya komunikasi masyarakat pribumi Kangean dan Madura?

3. Bagaimana komunikasi antar budaya masyarakat pribumi Kangean dan masyarkat asli
Madura?

4. Bagaimana dampak dari proses komunikasi antar budaya masyarakat Kangean dan
Madura asli?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memaparkan hasil penelitian tentang
konsep komunikasi antar budaya masyarakat pribumi Kangean dengan masyarakat dataran
Madura asli.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi


masyarakat Indonesia dalam aspek kajian etnis dan komunikasi antar budaya serta juga
diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi adik-adik yang duduk di sekolah
maupun mahasiswa.

2. Manfaat praktis

a. Bagi penulis diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat pada banyak orang atas
pengimplementasian pengetahuan penulis tentang komunikasi antar budaya.
b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini bisa dijadikan rujukan dalam penelitian
berikutnya dan bisa dikembangkan dari segi teori.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

Dalam penelitian kualitatif, pencarian dan pengadaan literatur atau kepustakaan


merupakan suatu hal yag penting. Kepustakaan merupakan jembatan untuk peneliti
mendapatkan landasan kontruksi teoritik, kajian pustaka atau kajian teoritis mempunyai
peranan penting dalam hal penelitian. Dengan kajian pustaka penliti dapat mengidentifikasi
masalah penelitian dan arah penelitian. Di dalam kajian teoritis bab II penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis komunikasi antar budaya masyarakat Kangean Madura dengan
masyarakat dataran Madura asli. Maka dari itu perlu mencantumkan kajian pustaka guna
mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Adapun kajian pustaka tersebut mencakup a). Komunikasi antar budaya, yang mana
nantinya akan membahas tentang pengertian dari komunikasi antar budaya, jenis komunikasi
antar budaya, dan gambaran penerapan komunikasi antar budaya di Indonesia. b). Suku
Madura, yang mencakup sejarah suku Madura, geografis pulau Madura dan budaya suku
Madura, nantinya dalam poin ini juga aka mengaitkan komunikasi antar budaya masyarakat
di Madura.

1. Kajian Teori Tentang Komunikasi Antarbudaya

a. Pengertian Komunikasi Antar Budaya

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communication yang berarti komunikasi
haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian
antara komunikator (penyebar pesan) dan penerima pesan (Suprapto, 2011:5). Sedangkan,
Rogers bersama D. Lawrence Kincaid dalam (Cangara, 2011:59) melahirkan definisi baru
yang menyatakan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu dengan yang lainnya, yang pada
gilirannya akan timbul saling pengertian yang mendalam”. Jadi bisa ditarik kesimpulan jika
komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau pesan yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih.

Definisi Komunikasi antarbudaya menurut Tubbs dan Moss dalam (Sihabudin


2013:13) merupakan komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti
ras, etnik ataupun perbedaan sosioekonomi). Sedangkan, Menurut Young Yung Kim dalam
(Suranto 2010:32) komunikasi antarbudaya menunjukkan pada suatu fenomena komunikasi
dimana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu
kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung.
Adapun tujuan Komunikasi Antarbudaya (Suranto 2010:36) adalah:

a) Memahami bagaimana perbedaan latar belakang sosial budaya mempengaruhi praktik


komunikasi.

b) Mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang muncul dalam komunikasi antar budaya

c) Meningkatkan keterampilan verbal dan nonverbal dalam berkomunikasi

d) Menjadikan kita mampu berkomunikasi efektif

b. Jenis-jenis Komunkasi Antarbudaya

Menurut DeVito (1997) yang dikutip dalam Jurnal Abdul Karim (2015) bentuk – bentuk
komunikasi antarbudaya adalah meliputi bentuk-bentuk komunikasi lain yaitu :

1) Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda.

2) Komunikasi antara subkultur yang berbeda

3) Komunikasi antara suatu subkultur dan kultur yang dominan

4) Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda .

c. Gambaran Penerapan Komunikasi Antarbudaya di Indonesia

Indonesia adalah negara kepualauan dengan ribuan suku bangsa. Setiap suku
memiliki perbedaan bahasa, tradisi dan agama bahkan walaupun sesama suku juga memiliki
tradisi berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Seperti misalnya suku Madura,
Madura juga memiliki berbagai pulau yang mana penghuninya juga suku Madura. Namun,
banyak perbedaan bahasa dan tradisi antara pulau Madura satu dengan lainnya seperti salah
satunya adalah pulau Kangean. Secara geografis pulau Kangean memasuki wilayah Madura,
dengan begitu otomatis akan dikliam jika Kangean adalah suku Madura.

Namun, terlihat jelas perbedaan bahasa dan tradisi masyarakat Kepualauan


Kangean dengan Masyarakat dataran asli Madura, misal dari bahasa arti kata “tole” di
Kangean adalah “Pagi”sedangkan di Madura daratan tole itu berarti “menoleh”. Di Kangean
cinta itu “terro” sedangkan di dataran Madura asli ialah “kasokan” dan masih banyak lagi
perbedaan bahasa diantara keduanya. Hal ini tidak hanya terjadi di suku Madura, bahkan di
suku yang lainnyapun begitu, seperti Jawa misalnya. Antara masyarakat Jawa Timur dan
Jawa Tengah memiliki beberapa perbedaan kosa kata dan cara penyampaian. Logat daerah
bagian Jawa Tengah biasanya lebih halus dibandingkan logat daerah Jawa bagian Timur
padahal mereka masih satu etnis yaitu etnis Jawa.

Adapun gangguan komunikasi terjadi jika terdapat salah satu elemen


komunikasi ,sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif (Shannon
dan Weaver:1949) . sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan ialah adanya hambatan
yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan
komunikator dan komunikan. Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala
sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan
komunikan, atau paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan
menghambat komunikan menerima pesan dan sumber pesan .

Sementara itu gangguan yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian
makna atas pesan disampaikan secara verbal, (sinonim, homonim, denotatif dan konotatif),
perbedaan tafsir atas non verbal (bahasa isyarat tubuh). De Vito (1997) menggolongkan tiga
macam gangguan;

1. Fisik, berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain, misalnya desingan
mobil yang lewat, dengungan komputer, kaca mata.

2. Psikologis, interfensi kognitif atau mental, misalnya prasangka dan bias pada sumber-
penerima-pikiran yang sempit

3. Semantik, berupa pembicara dan pendengar memberi arti berlainan, misalnya orang yang
berbicara bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu rumit tidak
dipahami pendengar.

B. Suku Madura

a. Sejarah suku Madura

Dilansir dari website Pojok Suramadu, sejarah asal usul suku Madura Suku Madura
merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia jumlahnya sekitar 7,1 juta jiwa, Mereka
berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya. Suku Madura dikenal dengan intonasi
bicaranya yang sangat keras dan terdengar kasar. Walaupun begitu, mereka juga dikenal
hemat disiplin dan rajin bekerja. Selain itu, suku Madura dikenal mempunyai tradisi Islam
yang sangat kuat, Harga diri juga paling penting dalam kehidupan orang Madura . Dikisahkan
jika zaman dahulu seorang raja memiliki putri bernama Bendoro Agung, pada suatu malam
sang putri bermimpi jika perutnya dimasuki rembulan dan pada pagi harinya putri Bendoro
dinyatakan hamil oleh tabib setempat. Mengetahui hal tersebut sang ayah sekaligus raja
marah besar dan meminta pengawalnya untuk memenggal kepala sang putri.

Pengawalnyapun membawa putri tersebut ke hutan, namun saat hendak memenggal


kepalanya ada kejadian aneh yang membuat si pengawal mengurungkan niat untuk
memenggal kepala sang putri. Dari kejadian itulah yang membuat pengawal raja berpikir
secara bijak, jika kehamilan puteri raja itu bukan kesalahan sang puteri, ada hal luar biasa
yang dibalik kejadian ini. Akhirnya pengawal pulang ke kerajaan, mulai saat itu juga ia
berganti nama dengan nama “Kyai Poleng”. Kemudian sang putri oleh Kiai Poleng
didudukkan di atas ghitek di tepi pantai dan Kyai poleng menendang ghitek tersebut menuju
Madu Oro artinya pocok menuju ke arah yang luas. Hal inilah yang menurut sebagian
pendapat menjadi asal-usul nama Madura.

Mungkin banyak versi tentang sejarah asal-usul pulau Madura, tapi itu adalah
sejaranh yang banyak dirilis oleh berbagai sumber.
b. Geografis pulau Madura

Dilansir dari Wikipedia, Madura terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau
Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk
hampir 4 juta jiwa. Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk utama menuju
Madura, selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui dari jalur laut ataupun melalui jalur
udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya
menuju Pelabuhan Kamal di Bangkalan, Selain itu juga bisa dilalui dari Pelabuhan
Jangkar Situbondo menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.
Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan sapi, terdiri dari empat Kabupaten,
yaitu: Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Madura, Pulau dengan sejarahnya
yang panjang, tercermin dari budaya dan keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.
Pulau Madura didiami oleh suku Madura yang merupakan salah satu etnis suku dengan
populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 5 juta jiwa, dan dihuni oleh beberapa suku
pendatang seperti Suku Jawa, Etnis Tionghoa, Suku Sunda, Suku Melayu.
Suku Madura berasal dari pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Bawean,
Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak juga yang
berdatangan dan menetap di bagian timur Jawa Timur Daratan biasa disebut sebagai
wilayah Tapal Kuda, yaitu membentang dari Pasuruan sebelah Timur sampai
utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep, Situbondo dan Bondowoso jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa
berbahasa Jawa. Sedangkan orang Madura yang menetap di Probolinggo, Jember, Surabaya
bagian Utara, Lumajang dan sebagian Gresik rata rata menguasai Bahasa Jawa disamping
bahasa Madura.
c. Budaya suku Madura

Dalam jurnal Budaya Madura (Muhammad Faried dan Levieta : 2016), tiga wujud
budaya di Madura yaitu:

1. Budaya Ide/Gagasan

a. Adat Perkawinan Nyalabar

Perkawinan merupakan salah satu unsur daur hidup yang penting pada hampir semua
masyarakat, termasuk pada masyarakat Madura ini. Banyak aturan adat berdasarkan sistem
pengetahuan dan kepercayaan yang harus dilaksanakan dalam rangka suatu perkawinan.
Menurut adat, tahap-tahap dalam proses perkawinan di Madura dimulai dengan mencari gadis
bagi jodoh anak laki yang disebut nyalabar. Tahap ini dilanjutkan dengan menghubungi pihak
wanita (narabas pagar), dan kalau dapat diterima dilanjutkan dengan pertunangan yang diikat
dengan penyengset. (Nurcahyo Tri Arianto, 2011:8) Gadis yang akan memasuki jenjang
perkawinannya harus menjalani pingitan selama 40 hari. Iring-iringan pengantin pria yang
datang ke rumah pengantin wanita disebut panganten ngekak sangger. Rombongan ini
biasanya diiringi dengan suara musik hadrah. Mereka membawa barang-barang bawaan dari
pihak pria yang disebut bangiban. (Nurcahyo Tri Arianto, 2011:8).

Barang itu antara lain sepasang ayam dari kayu yang melambangkan tekad pengantin
pria dalam menempuh hidup baru. Ada beberapa seserahan yang 2 dibawa oleh pihak laki-
laki, diantranya kembang sekar mayang yang menggambarkan harapan terhadap kelimpahan
rezeki, dan bawaan lain yang bersifat simbolis yang mengandung harapan dan makna
tertentu. Seusai ijab kabul, kedua pengantin diwajibkan menganyam bambu (ngekak
sangger), yang merupakan suatu perlambang saja. Kedua pengantin akan menjadi anggota
dan menyatu dalam dua keluarga besar dan mereka harus menjalin hubungan demi
kelestarian rumah tangganya. Sekarang sudah tidak lagi secara langsung menganyam bambu
itu, tapi hanya sekedar meraba-raba anyaman hambu yang sudah tersedia (Nurcahyo Tri
Arianto, 2011:8).

2. Budaya Tindakan

a.Tanean Lanjang

Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi tali


kekerabatan, dan salah satu simbol yang mendukung tentang tali kekerabatan ini, dapat
dilihat dari denah sebuah rumah yang masih bersifat tradisional atau rumah – rumah adat
yang terdapat di Madura. Permukiman tradisional masyarakat madura memiliki ciri khas
tersendiri yang berbeda dengan permukiman – pemukiman masyarakat lainnya, hal ini lebih
dikenal dengan model atau sebutan Tanean Lanjang. Tanean lanjang (halaman panjang)
adalah permukiman tradisional masyarakat madura yang dihuni oleh keluarga besar yang
masih satu keturunan.

b. Bahasa Madura

Bahasa Madura adalah bahasa daerah yang digunakan sebagai sarana komunikasi
sehari-hari oleh masyarakat etnik madura, baik yang bertempat tinggal di pulau madura dan
pulau pulau kecil sekitarnya maupun di perantauan. Bahasa madura menempati posisi
keempat dari tiga belas besar bahasa daerah terbesar di indonesia dengan jumlah penutur
sekitar 13,7 jiwa (Lauder dalam Akhmad Sofyan, 2010:207).

c. Kerapan Sapi

Karapan sapi adalah salah satu perminan rakyat Madura. Orang Madura menyebut
permainan itu keraben sapeh. Permainan ini melombakan pasanganpasangan sapi yang
dikendalikan oleh seorang “joki” yang disebut penompak. Pasangan sapi itu dilihat dan
diukur kecepatan larinya dalam menempuh jarak sekitar 100-150 meter. Permainan ini konon
telah ada pada masa raja Arjawiraja memerintah kerajaan Madura sekitar abad 12-13 M yang
dilakukan oleh sekelompok petani setelah usai masa panen, dengan melombakan pasangan
sapi itu dari satu pematang ke pematang sawah. (Aries Sudiono dalam Nurcahyo Tri Arianto,
2008:8)

3. Arfek

Artefak bisa saja meliputi batik, ukiran pada masjid yang khas di adura dan lain-lain.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

a) Penelitian yang dilakukan oleh Taufiqurrahman 2012 tentan “Identitas Budaya Madura”,
penelitian ini menghasilkan bahwasannya suku Madura memiliki identitas yang mecolok di
Jawa Timur. Masyarakat Madura memiliki beberapa konsep komunikasi budaya sehingga
mampu mempertahankan keakraban sesama suku walaupun terkenal dengan perangainya
yang tegas.

b). Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rahma Hidayat tentang “Makna Relasi Tradisi
Budaya Masyarakat Madura Dalam Perspektif Ontologi Anton Bakker dan Relevansinya
Bagi Pembinaan Jati Diri Orang Madura” yang menghasilkan setiap orang Madura
memiliki ciri-ciri relasi yang bermakna antara satu dengan yang lainnya, namun penelitian
ini lebih menitik beratkan pada ontologi Anton Bakker. Peneliti bisa mnegaitkan dengan
menganalsis isi komunikasi verbal yang dibahas didalamnya.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir atau kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan langkah ilmiah
terhadap penelitian yang akan dilakukan dan memberikan landasan kuat terhadap topik
penelitian yang dipilih dan sesuai dengan identifikasi masalah. Kerangka pikir penelitian
ini dengan judul “ Komunikasi Antarbudaya masyarakat Kangean Madura dengan
Masyarakat dataram Madura Asli” adalah sebagai berikut.
Kondisi ideal Kondisi Lapangan

Suku madura kangena merupakan daerah Ada beberapa konflik atau isu antar budaya
satu-satunya dimadura yang memiliki yang menyebabkan pulau Kangean dan pulau
perbedaan bahasa mencolok. Oleh karena Madura daratan tidak memiliki hubunagn yang
itu topik ini di angkat baik, bahkan uncul slogan “kami bukan
Madura”.

Temuan

Komunikasi antar budaya Masyarakat Madura


Kangean dengan masyarakat dataran madura Asli

Fokus Penelitian

Analisis hubungan dan efektifitas


komunikasi antarbudaya masyakart
Kangean dengan Madura dataran asli

Hasil Penelitian

Mendeskripsikan komunikasi antarbudaya masyarakat


Madura Kangean dan masyarakat Madura asli, bagaimana
mereka menjalankan atau berelasi dan apa dampak dari
penerapan komunikasi antar budaya yang baik dan benar.

Keterangan :

Berdasarkan kerangka pikir penelitian tersebut, peneliti akan melakukan penelitian


terhadap kegiatan “Komunikasi Antar Budaya Masyarakat Kangean Madura dengan
Masyarakat Madura Daratan Asli”

Anda mungkin juga menyukai