Anda di halaman 1dari 11

Budaya Komunikasi Soméah Pada Masyarakat Suku Sunda

Disampaikan untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah


“KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA”
Dosen Pengampu : Fajar Kurniawan, S.Sos, M.Si

Disusun Oleh :
Nama : Sari Siti Aisyah
NIM : 44190905
Kelas : 44.7C.25

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BAHASA


PRODI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya ucapkan kepada Tuhan YME atas ridha dan rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester pada mata kuliah
Lintas Budaya dengan judul “Budaya Komunikasi Soméah Pada Masyarakat Suku
Sunda”.
Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada Fajar Kurniawan, S.Sos, M.Si
yang yang telah membimbing dan membantu saya dalam proses penyusunan karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman yang telah membantu baik
secara moral maupun material sehingga tugas ini dapat terwujud.
Dalam tugas ini terdapat penjelasan mengenai dua aspek yang membuktikan bahwa
masyarakat Suku Sunda merupakan pribadi yang gemar berbudaya soméah, yakni selalu
tampil menarik dengan wajah ramah dan murah senyum. Masyarakat Sunda juga memiliki
selera humor yang tinggi. Kesimpulannya bahwa budaya soméah sebagai nilai kearifan lokal
yang telah menjadi salah satu pola komunikasi dengan tujuan membangun dan menjaga
hubungan berbasis budaya.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam karya tulis
yang disusun. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas kesalahan tersebut. Kritik dan saran
dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna meningkatkan kualitas tulisan ke
depannya.

Jakarta, 19 Oktober 2022

Sari Siti Aisyah


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang majemuk karena terdiri dari beragam suku. Sensus
penduduk tahun 2010 mencatat terdapat 1.331 (seribu tiga ratus tiga puluh satu) kategori
suku, meliputi nama suku, sub-suku, nama sub dari sub-suku, hingga nama lain atau nama
alias suatu suku (Tumoutounews, 2017). Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik
atau suku bangsa yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia dengan ciri budaya, bahasa dan
kepercayaan yang berbeda.
Bahasa merupakan salah satu faktor budaya yang mampu mendorong suatu suku
populer atau dikenal oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena bahasa dianggap sebagai
parameter dalam mempelajari dan mengenalkan budaya kepada orang lain, termasuk
berfungsi untuk memahami sekaligus membedakan antar budaya. Selaras dengan pernyataan
Samovar bahwa bahasa sebagai alat untuk mengenal nilai budaya orang lain (Samovar,
Porter, & McDaniel, 2010). Selain itu, bahasa sebagai alat komunikasi juga dapat membentuk
kelompok-kelompok sosial tertentu.
Pemaparan latar belakang pada paragraf sebelumnya merupakan alasan ketertarikan
penulis untuk mengkaji secara khusus tentang nilai-nilai budaya di balik penggunaan istilah
bahasa soméah yang direpresentasikan di setiap perilaku komunikasi masyarakat Suku
Sunda. Suku Sunda sebagai masyarakat di Indonesia terkenal dengan karakternya yang
ramah, sopan, dan santun. Hal itu tak lepas dari pola komunikasi yang telah menjadi budaya
masyarakat Suku Sunda, yaitu soméah.
Someah yang direpresentasikan melalui penggunaan bahasa seperti punten dan
mangga pada setiap perilaku komunikasi memang telah menjadi salah satu filosofi hidup
masyarakat Suku Sunda yaitu Soméah Hade ka Sémah, artinya ramah, bersikap baik,
menjaga, menjamu dan membahagiakan setiap tamunya atau setiap orang meskipun belum
dikenal (Hendriana & Setiyadi, 2018).
Nilai-nilai budaya soméah yang secara tidak langsung telah menjadi pola komunikasi
yang sudah melekat dan mengkristal sebagai ciri khas, ikon sekaligus brand personality
masyarakat Suku Sunda. Namun sayangnya, belum banyak yang mengetahui soméah sebagai
brand personality Suku Sunda. Dalam studi tentang brand personality, Patterson, Khogeer,
dan Hodgson dalam (R, Hanretty, & Lettice, n.d., 2018) mengemukakan bahwa brand
personality dibangun di atas konsep merek produk (product brand), akan tetapi konsep
tersebut dapat juga digunakan sebagai karakter atau kepribadian seseorang dan sekelompok
orang.
Berdasarkan pemaparan permasalahan pada bagian pendahuluan, maka pada tuliasan
ini penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang implikasi dan aplikasi pola
komunikasi soméah sebagai brand personality masyarakat Suku Sunda, dan upaya
memperkenalkan budaya soméah kepada masyarakat melalui personal branding. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui secara spesifik tentang nilai-nilai budaya soméah termasuk
implikasi dan aplikasinya pada perilaku komunikasi masyarakat Suku Sunda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suku Sunda
Suku Sunda adalah salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, yang mayoritas
mendiami wilayah Provinsi Banten dan Jawa Barat. Menurut data sensus penduduk pada
tahun 2010, populasi orang Sunda di Indonesia mencapai hampir 37 juta jiwa. Dalam catatan
Portugis, Suma Oriental, orang Sunda digambarkan memiliki sifat optimis, ramah, sopan,
riang, dan bersahaja. Kata Sunda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu sund atau sudsha, yang
memiliki makna terang, bersinar, putih, atau berkilau. Dalam bahasa Bali dan Jawa Kuno
juga terdapat kata Sunda, yang artinya bersih, suci, murni, tak bernoda, dan tak tercela.
Orang-orang Sunda berasal dari keturunan Austronesia yang diperkirakan berasal dari
Taiwan. Mereka kemudian bermigrasi melalui Filipina lalu mencapai Jawa pada sekitar 1500
SM hingga 1000 SM. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa nenek moyang Suku Sunda
berasal dari daerah Sundalandia. Sundalandia merupakan orang yang mendiami semenanjung
cekung besar yang saat ini membentuk Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Sunda, dan kepulauan
di sekitarnya. Sedangkan menurut studi genetik yang dilakukan belum lama ini, Sunda
bersama dengan Jawa dan Bali, memiliki rasio penanda genetik yang hampir sama dengan
Austronesia dan Austroasiatik.
Suku ini merupakan suku terbesar kedua di Indonesia yang memiliki banyak kesenian
unik dan khas. Suku Sunda merupakan salah satu suku mayoritas yang ada di Indonesia.
Populasinya mencapai 15,5% dari penduduk Indonesia atau terbesar kedua setelah Suku
Jawa. Suku Sunda berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Uniknya bahasa Sunda yang
digunakan memiliki dialek khas dari daerah-daerah di Jawa Barat. Misalnya Sunda-Banten,
Cirebonan, atau Sunda-Jawa Tengah yang biasanya eksis di daerah-daerah perbatasan.
Suku Sunda dikenal dengan Tatar Pasundan meliputi wilayah bagian barat pulau
Jawa dimana sebagian besar wilayahnya masuk provinsi Jawa Barat dan Banten. Berasal dari
akar kata sund atau suddha dalam bahasa Sanskerta yang berarti bersinar, terang dan putih.
(Williams, 1872:1128, Eringa, 1949:289). Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah
pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak (1610) dan dari
arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625). Karakter masyarakat
sunda sudah dijalankan sejak zaman kerajaan.
Suku Sunda lumayan terkenal dan banyak ciri khas yang dimiliki oleh suku Sunda ini.
Jika orang mendengar istilah-istilah yang akan dijelaskan dibawah ini mereka pasti langsung
bisa menebak bahwa itu dimiliki oleh Suku Sunda. Salah satu istilah yang banyak diketahui
oleh masyarakat besar adalah Pamali atau larangan. Banyak perilaku atau ucapan yang
menjadi norma masyarakat Sunda namun penyampaian aturan yang dilakukan adalah dengan
istilah-istilah Pamali. Selain istilah Pamali, ada juga istilah mungkin masih banyak
masyarakat suku lainnya yang belum tahu, yaitu Someah.
Penduduk Sunda yang terkenal dengan keramahtamahannya memiliki berbagai
sejarah yang menghasilkan berbagai kesenian tradisional. Sesuai dengan
semboyannya, Someah Hade ka Semah yang memiliki arti ramah pada tamu. Budaya lemah
lembut, periang, serta hormat pada yang lebih tua telah diajarkan sejak mereka masih kecil.
Sehingga karakternya dapat terbentuk ketika telah dewasa. 
B. Someah Hade ka Semah
Dalam prinsip Sunda, ada prinsip penghormatan kepada tamu ini memiliki istilah “someah
hade kasemah” alias ramah atau bersikap baik kepada tamu. Hingga kini, kata dia, nilai-nilai
someah hade ka semah selalu diajarkan secara turun temurun.
'Someah Hade Ka Semah' merupakan prinsip atau bagian dari filosofi hidup masyarakat
Sunda, terutama adab kepada tamu. Prinsip tata krama yang kira-kira bermakna, antara lain
bersikap baik, ramah, menjamu, dan membahagiakan tamu walaupun belum mengenalnya.
Someah hade ka semah merupakan prinsip orang Sunda yang merendah, tersenyum, ketika
menghadapi tamu. Pemilik rumah juga harus susuguh (menyajikan) makanan. Kalau dalam
budaya Sunda, menu utamanya biasanya bakakak Sunda.
Meski begitu, tentu saja someah hade ka semah pada dasarnya bukan hanya prinsip yang
dimiliki orang Sunda saja, melainkan melekat juga pada seluruh bangsa Indonesia. Itulah
mengapa orang Sunda khususnya dan orang Indonesia pada umumnya terkenal dengan
keramahannya.
Dengan adanya prinsip tersebut masyarakat Suku Sunda Sebagian besar dikenal sebagai
orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman berinteraksi yang mencerminkan pribadi
terbuka, mudah bergaul dan menerima orang lain. Hal ini senada dengan filosofi hidup
masyarakat Suku Sunda yaitu Soméah Hade ka Sémah, artinya ramah, bersikap baik,
menjaga, menjamu dan membahagiakan setiap tamunya atau setiap orang meskipun belum
dikenal (Hendriana & Setiyadi, 2018).
Masyarakat Suku Sunda sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, itulah kenapa Suku
Sunda dikenal sebagai pribadi yang murah hati dan baik terhadap sesama, apalagi terhadap
orang yang lebih tua. Adapun, kata someah mengandung nilai-nilai kepribadian masyarakat
Sunda, yang sopan, ramah, dan terbuka.
Masyarakat Suku Sunda yang dikenal soméah juga direpresentasikan melalui pribadi yang
humoris. Mereka dikenal sebagai pribadi yang hidup dengan selera humor tinggi. Gaya
humor yang dibingkai di dalam setiap perilaku komunikasi tersebut tidak heran apabila
membuat orang lain tertawa terbahak-bahak. Selain kepiawaian dalam menyusun ide juga
pandai dalam menyampaikan ide dengan gaya yang khas dan unik. Misalnya, kekhasan
bahasa, dialek bahkan dalam pelafalan huruf seperti “F” yang selalu tertukar dengan huruf
“P” atau pelafalan huruf “D” menjadi “T”. Hal ini seringkali mengundang rasa geli sehingga
membuat orang lain tertawa. Karakter masyarakat Suku Sunda dengan selera humor yang
tinggi juga sangat melekat di benak masyarakat. Tidak mengenal usia, pendidikan maupun
jabatan, selera humor ini senantiasa ditemukan pada setiap perilaku komunikasi.
C. Budaya Soméah sebagai Brand Personality Masyarakat Suku Sunda
Menurut Dasrun Hidayat dan Hanny Hafiar dalam Nilai-nilai Budaya Someah Pada Perilaku
Komunikasi Masyarakat Suku Sunda (2019), budaya someah telah menjadi sebuah ciri khas,
ikon, sekaligus brand personality dari masyarakat Sunda.
Namun sayangnya, belum banyak yang mengetahui soméah sebagai brand personality Suku
Sunda. Dalam studi tentang brand personality, Patterson, Khogeer, dan Hodgson dalam (R,
Hanretty, & Lettice, n.d., 2018) mengemukakan bahwa brand personality dibangun di atas
konsep merek produk (product brand), akan tetapi konsep tersebut dapat juga digunakan
sebagai karakter atau kepribadian seseorang dan sekelompok orang. Brand personality
berangkat dari konsep merek (Kotsi & Valek, 2017).
Brand juga merepresentasikan gaya hidup serta status sosial kelompok masyarakat tertentu.
Brand tidak hanya sekedar nama atau simbol yang melekat pada produk, akan tetapi brand
memiliki enam tingkatan pengertian, yaitu atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan
pemakai (Purwaningwulan, 2017). Demikian pula halnya budaya soméah sebagai brand
personalitiy yang dimiliki oleh masyarakat Suku Sunda. Budaya soméah diyakini
mengandung nilai-nilai sekaligus ragam manfaat bagi pemilik budaya maupun masyarakat
atau lingkungannya. Hal ini yang mendorong keyakinan mereka untuk senantiasa
melestarikan budaya soméah sebagai brand personality masyarakat Suku Sunda.

Upaya memperkenalkan soméah sebagai brand personality salah satunya melalui tindakan
personal branding. Menurut Wasesa, personal branding adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk memperkenalkan seseorang kepada publik (Wasesa, 2011). Personal branding juga
sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat. Malaysia Tourism Promotion Board
(MTPB) pernah melansir bahwa secara personal branding Malaysia mencitrakan dirinya
sebagai bangsa multikultur (Alifahmi, 2012). Keberhasilan seseorang sebagai ikon karena
adanya proses personal branding (Rezvanpour & Bayat, 2017).
Dalam konteks ini, ikon sebagai personal branding masyarakat Suku Sunda adalah perilaku
komunikasi soméah. Hal ini dapat ditemukan melalui perilaku komunikasi masyarakat Suku
Sunda baik antar sesama maupun berbeda suku. Selain itu brand juga personal branding dapat
dilalui dengan memanfaatkan media massa atau media sosial (Kusuma & Sugandi, 2018),
(Pakaradena et al., 2018).
Perilaku komunikasi secara tidak langsung sebenarnya mampu merepresentasikan nilainilai
budaya soméah masyarakat Suku Sunda. Namun, hal ini membutuhkan kesungguhan dalam
memberikan pemahaman kepada publik terhadap pesan komunikasi. Dalam konteks
penelitian ini adalah pesan tentang nilai-nilai budaya soméah masyarakat Suku Sunda. Pesan
yang disampaikan melalui perilaku komuikasi sangat mungkin dinilai masyarakat positif
karena terpenuhinya pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya soméah. Adanya respons
positif melalui penilaian diharapkan mampu membangun citra (image) tentang budaya
soméah. Citra adalah kesan yang sengaja diciptakan terhadap suatu objek.
Lau & Phau mendefinisikan citra sebagai bentuk keyakinan yang dipegang oleh masyarakat
(Amron, 2018). Citra sebuah persepsi dan keyakinan yang dimiliki oleh setiap orang terhadap
objek yang diterima oleh panca indra. Citra dapat berupa persepsi positif maupun negatif
terhadap perilaku komunikasi yang melekat pada kelompok masyarakat tertentu (Hidayat et
al., 2017).
Proses menanamkan brand personality dalam istilah public relations disebut personal
branding, yakni upaya untuk menyampaikan informasi, memperkenalkan tentang brand
kepada publik atau masyarakat melalui interaksi dan komunikasi. Prinsip dasar dari
komunikasi yakni adanya proses transaksional (Suranto, 2010). Upaya personal branding
terhadap nilai-nilai budaya soméah sebagai brand personality, mencerminkan transaksi
dengan landasan komunikasi sosial budaya.
Transaksi yang berjalan dinamis dan berkesinambungan dengan landasan budaya. Personal
branding atau transaksi, keduanya mempertukarkan simbol, gagasan, pesan dari satu pihak ke
pihak lain yang bertujuan untuk mengenalkan dan menanamkan pemahaman kepada publik.
Indikator keberhasilan personal branding berupa penilaian atau dukungan dan kepercayaan
publik. Kesan positif yang berkesinambungan dapat membangun citra masyarakat Suku
Sunda yang dikenal sebagai masyarakat yang soméah yaitu masyarakat yang rendah hati,
hormat, sopan dan terbuka.
Personal branding sebagai transaksi juga membuka jalan bahwa budaya soméah dapat
dipelajari oleh siapa pun karena pada prinsipnya budaya bersifat dinamis. Untuk itu, transaksi
budaya dibagikan tidak hanya sesama suku, akan tetapi antar suku. Transaksi budaya tersebut
menyebabkan terjadinya akulturasi pada masyarakat nonpribumi yang hidup berdampingan
dengan masyarakat Suku Sunda. Akulturasi dapat diartikan sebagai proses integrasi dan
berasimilasi (Bliuc, McGarty, Badea, & Boza, 2018). Williams & Berry mendefinisikan
akulturasi sebagai proses yang dapat terjadi ketika antarmuka budaya (Cromer et al., 2018).
Akulturasi dapat bersifat terarah, akan tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang
menyesuaikan karakteristik budaya yang dominan yang ada disekitarnya.
Menurut Garcia & Ahler, adaptasi karakteristik tersebut dapat melibatkan mengintegrasikan
keyakinan, kebiasaan, dan bentuk pakaian (Cromer et al., 2018). Akulturasi artinya proses
bergabungnya budaya dengan tidak menghilangkan budaya aslinya. Personal branding, selain
membuka terjadinya transaksi budaya, juga bertujuan untuk menegaskan bahwa budaya
sifatnya organik atau terbentuk karena kekuatan budaya yang bersifat turun-temurun.
Demikian halnya dengan budaya soméah yang senantiasa diyakini atas dasar keteladanan dari
orangtua dan sesepuh adat yang sifatnya diwariskan. Dengan demikian, mewarisi budaya
soméah dipandang sebagai kebanggaan masyarakat Suku Sunda. Bahkan untuk menjaga
kelestariannya, masyarakat Suku Sunda menyadari perlu adanya dukungan dan pengakuan
publik atau masyarakat. Dukungan tersebut dapat melahirkan relasi budaya atau hubungan
yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya masyarakat Suku Sunda.
Personal branding, selain membuka terjadinya transaksi budaya, juga bertujuan untuk
menegaskan bahwa budaya sifatnya organik atau terbentuk karena kekuatan budaya yang
bersifat turun-temurun. Demikian halnya dengan budaya soméah yang senantiasa diyakini
atas dasar keteladanan dari orangtua dan sesepuh adat yang sifatnya diwariskan. Dengan
demikian, mewarisi budaya soméah dipandang sebagai kebanggaan masyarakat Suku Sunda.
Bahkan untuk menjaga kelestariannya, masyarakat Suku Sunda menyadari perlu adanya
dukungan dan pengakuan publik atau masyarakat. Dukungan tersebut dapat melahirkan relasi
budaya atau hubungan yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya masyarakat Suku Sunda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya memperkenalkan nilai budaya soméah sebagai brand personality dapat dilakukan
melalui tindakan personal branding. Tindakan yang dapat dijumpai pada setiap konteks
perilaku komunikasi masyarakat Suku Sunda, baik antar sesama maupun dengan lingkungan
sekitar. Tindakan personal branding sebagai upaya mensosialisasikan nilai-nilai budaya
masyarakat Suku Sunda dengan memperhatikan strategi sebelum berkomunikasi meliputi
aspek Insight, Porgram Strategic, Program Implementation, Action and Reputation atau
disingkat IPPAR Model.
Tindakan personal branding berupa perilaku komunikasi yang konsisten dan terpolakan
mendorong lahirnya relasi budaya atau hubungan yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya
masyarakat Suku Sunda. Relasi budaya menjadi bukti kekuatan dan dukungan masyarakat
Suku Sunda dalam mengenalkan dan membangun pemahaman tentang nilai-nilai budaya
soméah sebagai brand personality masyarakat Suku Sunda, berupa pesan komunikasi verbal
yaitu kata punten dan mangga.
Pesan komunikasi yang menarasikan nilai-nilai ajakan, mempersilahkan, penawaran,
permohonan, dan meminta maaf. Hasil penelitian ini tentunya masih sangat terbuka untuk
dikembangkan karena fokus pada artikel ini baru pada nilai-nilai budaya soméah. Tentu saja
masih banyak budaya lainnya yang dapat melengkapi tentang kepribadian masyarakat Suku
Sunda selain soméah. Hal ini menjadi bagian dari rekomendasi atau saran, agar peneliti
berikutnya dapat mengembangkan hasil penelitian ini. Adanya penelitian lanjutan diharapkan
mampu menghasilkan nilai-nilai budaya masyarakat Suku Sunda yang lebih komprehensif.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan tulisan di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSATAKA
Hidayat, D., & Hafiar, D. H. (2019). Nilai-nilai budaya soméah pada perilaku komunikasi
masyarakat Suku Sunda. 7(1), 84–96.

Nafiah, Lyl. 2021. 9 Daftar Kesenian Khas Sunda yang Tetap Lestari Hingga Saat Ini. ExoVillage

Detikcom, tim. 2021. Ciri Khas Suku Sunda Lengkap: Bahasa, Kesenian, sampai Rumah Adat.
Detik.com
News, TB. 2022. Berikut Fakta-fakta Menarik Tentang Bahasa Sunda. TRIBRATA NEWS (polri.go.id)

SUSAN SUSANTI, S.PD. 2020. Fakta Menarik Tentang Suku Sunda. smktarunabangsa.sch.id

Anda mungkin juga menyukai