• Rumusan Masalah
• Bagaimana peran sanggar Dayang sades terhadap perkembangan budaya senjang di Kabupaten
Musi Banyuasain
• Apa saja Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan budaya senjang
oleh sanggar dayang sandes di Kabupaten Musi Banyuasian
• Tujuan penelitian
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan di atasa, maka yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah:
• Untuk menganalisis peran sanggar dayang sandes terhadap perkembangan budaya
senjang di Kabupaten Musi Banyuasin.
• Unuk menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi sanggar
Dayang Sandes dalam mengembangakan seni senjang di Kabupaten Musi Banyuasin.
• Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan acuan dari penelusuran yang terkait dengan tema yang diteliti, peneliti
mencari referensi mengenai hasil penelitian yang dikaji oleh peneliti terdahulu sehingga
membantu dalam proses pengkajian tema yang diteliti. Pada suatu penelitian, tentulah akan
terdapat bahan referensi bagi peneliti, hal ini sangat ditentukan dari konteks penelitian tersebut.
Selain dari pada referensi yang berasal dari bahan literatur seperti buku, jurnal yang berisi
penelitian dari peneliti sebelumnya pun akan sangat bermanfaat sebagai penghubung masalah
penelitian dengan penelitian yang dibuat. Selain itu, penelitian sebelumnya dapat pula menjadi
penopang dari penelitian yang dilaksanakan tersebut. Sebagai bahan tinjauan pustaka dari
penelitian ini, penelitian relevan yang menjadi bahan referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
Pertama, penelitian yang dilakuakan oleh Arif (2016), Yang berjudul “Pemanfaatan
Tradisi Lisan Senjang Musi Banyuasin Sumatra Selatan Sebagai Identitas Kultural”. Penelitian
ini menggunakan model etnografis yang berupaya memahami caracara orang berinteraksi
melalui fenomena teramati dalam kehidupan sehari-hari. Hasil dalam penelitian ini ditemukan
Ada empat fungsi yang diemban oleh tradisi senjang dalam kehidupan masyarakat Musi
Banyuasin. Fungsi estetis atau keindahan dapat dilihat dari bentuk yang ada pada senjang yang
terdiri dari sampiran dan isi. Tradisi senjang sebagai wadah bagi seniman senjang
mengembangkan ide seni dalam bentuk sampiran dan isi yang syarat mengandung nilai-nilai
keindahan. Fungsi pragmatik terlihat pada pemanfaatkan tradisi senjang yang dijadikan: 1)
sebagai alat untuk menyindir, 2) sebagai alat untuk propaganda, 3) sebagai alat untuk protes atau
kritik sosial, 4) mengeluh, 5) sumber pengetahuan dan kebijaksanaan, 6) alat pengesahan
kebudayaan, 7) solidaritas kolektif, dan 8) penerangan dan hiburan. Sementara fungsi pragmatis
tradisi sebagai pedoman agama, pemenuhan kebutuhan hidup, sebagai superior seseorang, dan
sebagai pencari dana sosial tidak terdapat di dalam tradisi senjang Musi Banyuasin.
Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Apriadi dan Eva (2018), yang berjudul, “ Senjang:
Sejarah Tradisi Lisan Masyarakat Musi Banyuasain”. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah sejarah budaya
Senjang di Musi Banyuasain, dan hasial penelitian ini adalah Senjang sebagai tradisi lisan
masyarakat Musi Banyuasin senjang pertama sekali muncul didaerah sungai Keruh, dengan
berjalannya waktu kesenian senjang menyebar ke daerah yang ada di kabupaten Musi Banyuasin.
Musik pengiring senjang dahulunya memakai kenong dengan masuknya kebudayaan dari luar
maka senjang disampaikan memakai alat musik tanjidor dan sekarang musik tanjidor sudah
digantikan dengan alat musik orgen tunggal sehingga adanya perubahan dari segi alat musik
pengiringnya.
Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Nurlela (2013), yang berjudul “Kesatuan
Imperatif Pada Talibun Senjang Musi Banyuasain”. Penelitian ini termasuk dalam penelitian
kualitatif bersifat deskriptif. Fokos pada penelitian pada kesantunan imperatif yang terdapat pada
Senjang. Hasil analisis kesantunan imperatif terhadap 55 tuturan imperatif pada talibun Senjang
Musi Banyuasin mengenai penerapan maksim-maksim dan skala kesantunan Leech, ternyata
terdapat lima maksim yang dipatuhi dalam tuturan imperatif pada talibun Senjang Musi
Banyuasin. Diantaranya maksim kemufakatan, kerendahan hati, kecocokan, kesimpatian, dan
penghargaan. Dari kelima maksim tersebut yang paling banyak dipakai yakni maksim
kerendahan hati yang ditandai dengan kata minta dan tolong sedangkan yang paling sedikit
diterapkan adalah maksim kemufakatan yang ditandai dengan kata anggaplah.
Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Sukma (2015), yang berjudul “ Keberadaan
Kesenian Senjang Pada Masyarakat Kabupaten Musi Banyuasain Sumatera Selatan”. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. difokuskan pada beberapa hal yakni: bentuk kesenian
Senjang secara tekstual, keberadaan dan fungsi kesenian Senjang secara kontekstual, dan
mengapa kesenian Senjang mampu eksis sampai dengan saat ini. Hasial dalam penelitian ini
menjelasakan bahwa senjang mengalam perkembangan yaitu: Pertama, bentuk kesenian Senjang
Musi Banyuasin mengalamai perubahan dari setiap era, baik bentuk pantun maupun instrumen
musik, mulai dari non instrumen yang hanya berupa pantun bersahut, kemudian menggunakan
instrumen musik Jidor, instrumen musik Senjang sudah diaransmen dengan berbagai jenis alat
musik, sampai pada menggunakan instrumen keyboard. Kedua, fungsi Senjang pada masyarakat
kabupaten Musi Banyuasin mengalami perluasan, jika pada awal mulanya Senjang berfungsi
sebagai sarana hiburan dan komunikasi masyarakat, atau sekedar menyampaikan nasehat, kini
berkembang menjadi media propaganda, dalam pemanfaatan banyak hal, yang pada hakekatnya
bertujuan untuk memperkuat keberadaan kesenian Senjang itu sendiri di tengah-tengah
masyarakat, disamping untuk menambah penghasilan bagi para seniman Senjang. Ketiga,
Senjang mampu menghadapi tantangan zaman dan mampu mengikuti arus globalisasi, terbukti
keberadaannya masih ada sampai saat ini.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fadilah (2013), yang berjudaul “peran sanggar
Alang-alang Surabaya dalam upaya pemberdayaam anak jalanan”. penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
(1) bagaimanakah peranan sanggar Alang-alang Surabaya dalam upaya pemberdayaan anak
jalanan; (2) kendala apa yang dihadapi pengurus sanggar Alang-alang dalam upaya
pemberdayaan anak jalanan dan bagaimana upaya untuk mengatasinya. Tujuan penelitian ini
yaitu : (1) untuk mengetahui peranan sanggar Alang-alang Surabaya dalam upaya pemberdayaan
anak jalanan; (2) untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi oleh pengurus sanggar Alang-
alang dan upaya mengatasi kendala yang terjadi dalam upaya pemberdayaan anak jalanan. Hasil
dalam penelitian ini adalah Peran sanggar Alang-alang Surabaya dalam upaya memberdayakan
anak jalanan di sekitar terrminal Joyoboyo diwujudkan dengan berbagai program kegiatan yang
di selenggarakan di sanggar Alang-alang. Pembelajaran di Alang-alang lebih ditekankan pada
bidang kesenian. Seperti terlihat pada program kegiatan yang diselenggarakan diantaranya yaitu
pertama, program belajar Bimbingan Anak Negeri (BIAN) yang dikhususkan untuk anak-anak
jalanan dengan berbagai kegiatan kesenian di dalamnya. Kedua, program belajar Bimbingan
Anak Perawan (Perempuan Rawan) yang dikhususkan untuk anak-anak jalanan perempuan yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga ataupun anak-anak perempuan yang ada di jalanan,
dengan kegiatan keterampilan didalamnya. Ketiga, program belajar Bimbingan Ibu dan Anak
Negeri (BIAN) yang dikhususkan untuk ibu-ibu yang bertempat tinggal di sekitar terminal
Joyoboyo yang mempunyai anak yang masih usia dini ataupun bayi. Kendala-kendala yang
dihadapi para pengurus sanggar Alang-alang yaitu: (1) Anakanak yang belajar di Sanggar
Alang-alang tidak bisa mengikuti peraturan-peraturan yang dibiasakan di sanggar; (2) Tidak
memperhatikan ketika diberi pelajaran di saat kegiatan belajar mengajar berlangsung; (3) Tidak
patuh pada aturan yang diberikan sanggar; (4) Kurang menghormati orang yang lebih tua.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2015), “peran sanggar dalam
mesestarikan kesenian tradisional Betawi” . Metode penelitian yang digunakan adalah metode
dekriptif, adapun pendekatannya menggunakan pendekatan penelitian kualitati. Hasail dalam
penelitian ini yaitu, berbagai cara dilakukan untuk menyelamatkan kesenian tradisional dari
kepunahan. Hal ini dilakukan oleh berbagai elemen selain pemerintah seperti seniman, LSM, dan
komponen lainnya. Salah satu upaya yang sudah dilakukan oleh seniman dalam rangka
menyelamatkan dan menjaga kesenian tradisional agar tetap hidup adalah dikelola di dalam
sanggar. Selanjutnya di dalam sanggar pembinaan dan pelatihan para pemain terus dilakukan
secara kontinuitas walapun dalam frekuensi yang masih minim dan terbatas, karena mereka
berlatih sekadarnya dan hanya untuk mempersiapkan bila akan manggung. Namun eksistensi
sanggar sangat kursial dan penting sebagai upaya penyelamatan kesenian tradisional seperti
topeng Betawi, topeng blantek, dan tanjidor.
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Rahamat (2007), yang berjudul “strategi
pelestarian dan pengembangan budaya lokal oleh kerukuna keluarga Palembang (KKP) studi
pada organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan kerukunan keluarga Palembang”. Penelitian
ini menyatakan bahwa strategi pelestarian dan pengembangan budaya lokal di Palembang
ditentukan oleh tingkat solidaritas sosial di kalangan etnis lokal Palembang. Solidaritas sosial
dalam pelestaraian dan pengebangan budaya lokal di Palembang dipengaruhi oleh beberapa hal
yaitu, moderenitas di Palembang, kesenjangan tradisi antar generasi, dan tantangan budaya luar
yang datang di Kota Palembang.
Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Melati (2004), yang berjudul “pelestarian dan
pengembangan seni tari Daerah Banyuasain studi pada sanggar seni sedulung setuntung
pemerintah Kabupaten Banyuasain”. Penelitian ini lebih menekankan kepada upaya
pelelestarian dan pengembangan masyarakat itu sendiri. Serta secar khusus akan dibahas tentang
dua tarian yang menjadi ciri khas daerah Banyuasain, yaitu tari persembahan sedulung dan tari
tradisi kreasi pegi mantang. Penelitian ini juga melihat bagai mana peran tari daerah Banyuasain
itu sendiri sebagai media penyampaian pesan/informasi (media komunikasi) kepada orang yang
menyaksikannya/penikmat tari. Komunikasi yang dilakukan sebagai upaya bentuk promosi
budaya aset pariwisata yang ada di Banyuasain. Penelitian ini juga kana menjelaskan secara
mendalam tentenag makan-makan dari beberapa tarian yang ada di Banyuasain, yang Merupakan
pesan yang akan di sampaikan kepada penonton/penikmat tari.
Kedelapan, penelitan yang dilakuakan oleh Yunizawati (2004), yang berjudul “sejarah
perkembangan syarofal anam di Palembang”. Penelitian ini mengambarakan bagaimana sejarah
perkembangan seni syarifal anam dan fungsinya bagi masyarakat muslim palembang, sehingga
keberadanya masi tetap ada sampai sekarang. Hasil dalam penelitian ini disimpulkan bahwa seni
syarifal anam merupakan bagian dari hasil kreatifitas manusia yang secara tidak langsung
membentuk moral dan akhlak generasi muda untuk menjadi generasi muda yang beradab,
sealain itu kesenian tersebut menambah keimanan dan ketakwaan pada ALLAH SWT.
Dari berbagai penelitian di atas merupakan penelitaian yang berkaitan tentang budaya
senjang, perang, hingga sanggar. Perbedaan penelitan saya yang berjudul “peran sanggar Dayang
Sandes terhadap perkembangan budaya senjang di Musi Banyuasain” dengan penelitian-
penelitian diatasa, yaitu di dalam penelitan ini lebih menekankan kepada bagaiman peran
sanggar Dayang Sandes dalam mengembangkan senjang di Musi Banyuasin. Sanggar sebagain
suatu wada yang melahirkan para pelaku senjang yang berkualitas yang bertindak sebagi agen
sosialisasi yang akan mengembangakan senjang agar dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas
dan Faktor internal dan faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi perkembangan budaya
senjang oleh sanggar dayang sandes di Kabupaten Musi Banyuasian
Terjemahan:
Beli kaen ke Palembang
Beli juga salendang
Untuk pesta di Karang Anyar
Pergi naik sepeda tua
Sepeda tua mirip mangkok
b. Karakteristik Senjang
Menurut Rusiana (2001:39-40) Senjang Musi Banyuasin memiliki beberapa
karakteristik, diantaranya yakni:
• Terdiri dari enam, delapan, atau sepuluh baris dalam setiap bait
• Jika terdiri dari enam baris, baris pertama sampai ketiga adalah sampiran, baris keempat
sampai keenam merupakan isi, jika terdiri dari delapan baris maka pembagiannya empat-
empat dan seterusnya.
• Isinya merupakan nasihat, sindirian, dan ungkapan perasaan.
• Pengucapannya dilagukan (diirimakan), dan diiringi alat musik. Notasi musik
yang mengiringi Senjang adalah sebagai berikut.
I6756671I217
1675I432345
3432I
• Musik pengiring Senjang dapat berupa kelompok musik lengkap semacam
tanjidor, rebana, gitar, atau gong saja.
• Bentuknya terdiri atas pembukaan, isi, dan penutup. Pada isi antara bait pertama dengan
bait berikutnya merupakan satu kesatuan, seperti pantun berkait. Pada pembukaan, isi,
dan penutup jumlah barisnya tidak terlalu sama, dapat saja dalam satu Senjang,
pembukaan terdiri atas enam baris, isi terdiri dari sepuluh baris, penutup terdiri atas
delapan baris.
• Dituturkan oleh orang tua dan muda-mudi.
• Ditampilkan pada acara pesta pernikahan, pertemuan muda-mudi, dan musim tanam padi.
• Berfungsi sebagai alat penghibur, menyampaikan nasihat, dan untuk mengungkapkan
perasaan.
c. Fungsi Senjang
Bila dilihat dari penampilan dan isi yang terdapat di dalam sebuah senjang tampak ada
beberapa fungsi yang terdapat di dalamnya, yaitu:
• Menghibur, Fungsi ini dapat dirasakan ketika Senjang itu akan ditampilkan. Ini
dikarenakan penampilan Senjang selalu diiringi oleh musik yang dinamis. Musik dan
penuturan Senjang tampil secara bergantian. Sebelum bagian pembuka ada musik yang
mengiringinya. Antara bagian pembuka dan bagian isi juga diselingi dengan musik.
Antara bagian isi dan bagian penutup pun diselingi oleh musik. Pada bagian akhir musik
akan muncul lagi. Walaupun irama musiknya yang itu - itu juga, penonton akan merasa
terhibur.
• menyampaikan nasihat (didaktis). Nasihat ini tidak hanya ditujukan kepada anak anak,
tetapi juga ditujukan kepada para remaja bahkan orang tua. Oleh sebab itu Senjang sering
dituturkan pada pesta keluarga seperti pesta perkawinan, khitanan dan lain-lain. Pada
kesempatan ini semua keluarga baik tua maupun muda, dewasa maupun anak-anak
berkumpul. Dengan demikian, semua usia tadi dapat mengikuti penuturan Senjang itu.
Pesan moral yang dituturkan oleh pesenjang dengan bernyanyi sambil menari itu cukup
menghibur dan tidak terkesan menggurui.
• Alat kontrol sosial dan politik. Fungsi ini terutama sekali terlihat ketika Senjang
dituturkan pada acara yang dihadiri pejabat, baik acara pemerintahan maupun acara
kekeluargaan. Akan tetapi, karena format penyampaiannya selalu didahului dengan
permohonan izin dan maaf dan diakhiri pula dengan permohonan pamit dan maaf, serta
diiringi dengan musik dan tari yang dilakukan pesenjang, kontrol dan kritik yang
disampaikan oleh pesenjang itu menjadi enak didengar, tidak membuat pihak yang
dikontrol atau dikritik tersinggung. Senjang mengkritik tetapi tidak menyakiti,
mengontrol tetapi tidak menghujat pihak yang dikritiknya (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, 2007:6-10).
• Teori Peran
Sebelum sampai pada konsep peran terlebih dahulu dibahas tentang konsepstatus atau
kedudukan yang berkaitan dengan peran. Secara sederhana status dapat diartikan kedudukan
seseorang dalam suatu kelompok dan hubunggannya dengan anggota yang lain dalam kelompok
yang sama seseorang yang memiliki setatus tertentu dalam kehidupan masyarakat. Maka akan
timbul suatu harapann-harapan baru, dari harapan-harapan ini seseorang akan bersikap,
bertindak, atau berusah untuk mencapainya dengan cara dan kemampuan yang dimiliki yang
disebut sebagai peranan. Menurut Berry (1995:105), peran mengandung dua harapan, yaitu:
• Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiaban
dari pemegang peran.
• Harapan-harapan oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang
yang berhubungan dengannya dalam menjalakan perannya atau kewajiban-
Dalam beberapa literatur, di sebutkan bahwa peran memiliki berbagai definisi. Peran ini
membarikan kerangka konseptual dalam studi prilaku di dalam organisai. Selain itu melibatkan
pola penciptaan produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan. Dalam teorinya Biddle dan
Thomas dalam (Sarlinto, 2002: 224-225) ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya
dengan peran :
• Expection (harapan) adalah harapan-harapan orang pada umumnya tentang prilaku-
prilaku yang pantas ditunjukan olrh seorang yang mempunyai peran tertentu.
• Norm (norma) adalah salah satu bentuk haraoan yang menyertai suatu peran dana
merupakan suatu tuntunan peran (role deman). Tuntunan peran melalui proses
internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.
• Performance (wujud prilaku) adalah perwujudan prilaku secara nyata dalam suatu oeran
oleh aktor kepada target sasaran.
• Evaluaion (penilaian) dan sanction (sanksi) adalah segala sesuatu yang didasarkan pada
harapan masyarakat tentang norma. Berdasarkan norma tersebut orang memberikan
penilaian berupa kesan positif atau negatif terhadap suatu prilaku. Sedangkan sanksi
adalah usaha orang untuk mempertahankan nilai positif agar perwujudan perilaku dalam
peran di ubah sedimikan rupa sesuai dengan harapan dan norma dimasyarakat.
Dengan demikian expection (harapan), norm (Norma), performance (wujud prilaku),
evalution (penilaian) dan sanction (sanksi) saling berkaitan dalam prilaku peran. Harapan dan
norma merupakan segala sesuatu yang nerisi harapan atau keinginan masyarakat tentang perilaku
yang menyertai suatu peran. Kemudian munculah wujud prilaku sebagai realisasi dari harapan
dan norma tersebut sehingga timbulah penilaian dan sanksi terhadap prilaku yang telah
diwujudkan tersebut.
Ditinjau dari prilaku organisasi, peran ini merupakan salah satu komponen dari sistem
sosial organisasi, sistem norma dan budaya organisasi sehingga strategi dan struktur organisasi
juga terbukti mempengaruhi peran dan presepsi peran atau role perception. Soekanto dalam
bukunya sosiologi Suatu Pengantar (2004:239-240), mengatakan Peranan adalah aspek dinamis
kedudukan (ststus). Peranan adalah suatu aspek interaksi sosial dimana seseorang atau
sekelompok orang atau organisasi dalam badan hukum menjadi aktivitas perilaku atau
melaksanakan usaha-usaha yang sesuai dengan kedudukanaya.
BAB III
METODE PENELITIAN
• Desain Penelitian
Silalahi (2009:180) menyatakan bahwa desain penelitian ialah rencana dan struktur
penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban
untuk pertanyaan-pertanyaan mengenai penelitiannya. Dalam desain terdapat tiga tipe desain
penelitian yaitu desain korelasional, desain eksperimental dan desain studi kasus. Dalam desain
penelitian, terangkum paparan mengenai hal-hal yang akan dilakukan oleh peneliti, mulai dari
penulisan hipotesis dan implikasi operasional hipotesis tersebut sampai pada analisis akhir
terhadap data. Jadi, penelitian kasus atau studi kasus merupakan penelitian yang mempelajari
secara intensif atau mendalam satu anggota dari kelompok sasaran suatu objek penelitian. Yin
(dalam Silalahi, 2009:186) berpendapat bahwa studi kasus merupakan satu strategi penelitian
yang secara umum lebih cocok digunakan untuk situasi bila pokok bentuk pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “bagaimana” atau “mengapa”.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain studi kasus, dimana dalam studi kasus
peneliti berusaha menjelaskan secara mendalam banyak ciri dari sedikit kasus melalui satu
durasi waktu karena berhubungan dengan klasifikasi perilaku antara satu area penelitian tetentu.
Peneliti menjelaskan secara mendalam terkait dengan sasaran subjek penelitian yaitu pembina,
pengurus dan panggota yang ada di sanggar Dayang Sandes. Hal ini berkenaan dengan
pertanyaan dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana peran, faktor internal dan faktor
eksternal sanggar Dayang Sandes terhadap perkembangan budaya senjang di Kabupaten Musi
Banyuasain.
• Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian kualititatif ini adalah strategi studi
kasus instrinstik. Studi kasus instrinsik merupakan usaha peneliti untuk mengetahui “lebih
dalam” tentang suatu hal. Denzin dan Lincoln (2009:301) jenis ini ditempuh oleh peneliti yang
ingin lebih memahami sebuah kasus teretentu. Hal ini merupakan usaha peneliti untuk
mengetahui lebih dalam akan fenomena yang akan diteliti, sehingga studi kasus instrinstik
bermaksud menggali hal yang mendasar (esensi) yang menyebabkan terjadinya atau keberadaan
dari suatu kasus. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggali secara mendasar mengenai bentuk
dan tujuan kegiatan, dan pelaksanaan kegiatan sanggar Dayang Sandes terhadap perkembangan
senjang di Kabupaten Musi Banyuasain.
• Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah,
dimana rumusan masalah peneliti dijadikan acuan dalam menentukan fokus penelitian. Bungin
(2003: 41), fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang
menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas. Fokus dalam penelitian
ini adalah:
• Bagaimana peran pelaku sanggar Dayang Sandes terhadap perkembangan budaya
senjang di Kabupaten Musi Banyuasain.
• Apa saja faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan budaya
senjang oleh sanggar dayang sandes di Kabupaten Musi Banyuasian.
• Penentuan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive yaitu ditetapkan secara sengaja (Cresswell, 2013). Purposive adalah teknik
pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
lebih memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.
Informan ditentukan oleh peneliti dan diharapkan dapat memberikan informasi terperinci
mengenai penelitian. Informan dipilih sesuai dengan kriteria para pelaksana dalam
keberlangsungannya kegiatan sanggar Dayang Sandes terhadap perkembangan senjang, yang
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
• Pimpinan sekaligus Pembina sanggar dayang sandes. Alasan peneliti menentukan
pimpinanan sanggar dayang sandes sebagai informan yaitu untuk mendapatkan informasi
mengenai sejarah berdirinya.
• Anggota yang berperan serta terselenggaranya kegiatan gerakan sanggar dayang.
Masyarakat di Desa Ngulak. Adapun alasan peneliti menjadikan masyarakat sebagai
informan yaitu untuk mengetahui pandangan mereka dengan adanya sanggar Dayang
Sandes.
• Tokoh adat.
• Pemerintah setempat
• Peranan Peneliti
Menurut Herdiansyah (2010:21) peneliti berperan sebagai instrumen dalam penelitian
yang dilakukannya, instrumen atau alat yang dimaksud ialah sejak awal hingga akhir dari
penelitian, peneliti berfungsi penuh atau peneliti terlibat aktif dalam penelitian yang dilakukan
bukan pihak lain. Peneliti menjadikan dirinya sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan antara
dirinya dengan penelitian yang dilakukannya sejak awal hingga akhir.
Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai peran serta, yaitu peranan pengamatan secara
terbuka diketahui oleh pemimpin sangggar, anggota, pemerintah setempat, dan masyarakat
miskin di desa Ngulak, bahkan mendapatkan dukungan dan bantuan dari sanggar Dayang Sandes
sebagai subjek penelitian sehingga mempermudah peneliti mendapatkan informasi rahasia
sekalipun. Peneliti tidak hanya mengamati secara mendalam saja seperti peneliti mengikuti
kegiatan yang dilakukan oleh sanggar Dayang Sandes
Wawancara ini dilakukan untuk mencari data lebih lanjut dari apa yang telah diamati oleh
peneliti. Wawacara yang akan dilaksanakan oleh peneliti dilakukan dengan dua tahapan yaitu
tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Kedua tahap ini dilakukan agar dapat mendapatkan hasil
wawancara yang lebih mendalam. Wawancara mendalam merupakan suatu cara pengumpulan
data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud
mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2003:110).
• Tahap persiapan
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara, pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti merupakan catatan penelitian tentang
pertanyaan- pertanyaan mengenai tujuan kegiatan, pelaksaan kegiatan dan kendala yang dihadapi
yang akan diberikan kepada informan. Sebelum dilakukan antara peneliti dengan masyarakat
yang sesuai dengan kriteria informan, peneliti akan membuat daftar pertanyaan yang sesuai
dengan fokus kajian penelitian kemudian daftar pertanyaan tersebut disusun agar dapat
melakukan wawancara dan mendapatkan jawaban sesuai dengan tujuan peneliti.
• Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan wawancara dengan cara tatap muka langsung pembina atau pimpinan,
anggota, dan masyarakat. Peneliti langsung bertemu dengan informan yang telah ditentukan.
Kemudian mencari informasi selanjutnya pada saat peneliti selesai melaksanakan wawancara
sehingga dapat mencari informasi lagi yang sesuai dengan kriteria penelitian, serta mencari
informan- informan yang dapat menunjang data-data penelitian. Peneliti yang telah menentukan
informan yang akan diwawancari menentukan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara
disaat masayarakat sendang memiliki waktu luang.
• Dokumentasi
Usman (2008:69) dokumentasi dilakukan dengan mencari data-data yang tertulis, baik
berupa buku, jurnal, ataupun lainnya. Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biayanya
relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien. Teknik ini dilakukan dengan mengkategorikan
(mengklasifikasikan) kemudian mempelajari bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan
masalah penelitian dan mengambil data atau informasi yang dibutuhkan.
Dokumen yang dimaksud adalah jurnal, tesis atau artikel, buku tentang gerakan sosial,
buku metode penelitian kualitatif, buku teori sosiologi dan buku lainya yang berhubungan
dengan fokus penelitian yaitu mengenai peran sanggar Dayang Sandes terhadap perkembangan
senjang di Musi Banyuasain.
DAFTAR PUSTAKA
Sukma, Irawan. 2015. Keberadaan Kesenian Senjang Pada Masyarakat Kabupaten Musi
Banyuasain Sumatera Selatan. Tesis. Surakarta, Institit Seni Indonesia (ISI)
Surakarta.
Melati, Sari. 2004. Pelestarian dan Pengembangan Seni Tari Daerag Banyuasin. Skripsi.
Indralaya : FISIP Universitas Sriwijaya.
Nurlela. 2013. Kesatuan Imperatif Pada Talibun Senjang Musi Banyuasain. Skripsi.
Inderalaya : FKIP UNSRI.
Yunizawati. 2004. Sejarah perkembangan syarofal Anam Di Palembang. Skripsi. Palembang.
Fakultas Adab Dan Humaniora IAIN Raden Fata Palembang