Anda di halaman 1dari 23

MAKNA KEBERAGAMAN DALAM MENJAGA KEBUDAYAAN

NGALAWAR PADA MASYARAKAT ADAT DI DESA PUPUAN TABANAN-


BALI

OLEH :
ERIAWAN AKBAR ATMANTO
01689210028

PROPOSAL TESIS

PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


2022
BAB I

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai suku, ras, budaya dan
agama. Indonesia memiliki keanekaragaman yang sangat besar, terdapat puluhan suku
bangsa dengan budayanya masing-masing. Keanekaragaman budaya dan kearifan
lokal, bahasa, suku, agama dan adat istiadat yang patut dihargai dan dilindungi.
Memiliki 17.760 pulau dan terdapat 1.340 suku dengan bahasa yang berbeda-beda serta
memiliki sejarah budaya dan agama yang beragam dari Sabang sampai Merauke (Lasut
et al., 2021). Contohnya adalah di pulau Sumatera: Batak, Minang, Aceh, Melayu, di
Pulau Jawa; Sunda, Badui, Jawa dan Maduro di Pulau Bali; Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur; Flores, Sumbawa, dll di Pulau Kalimantan; Melayu, Dayak, dll.
(Gaffar Ruskhan, 2007). Oleh karena itu, tidak heran jika Indonesia memiliki
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya kita berbeda tetapi satu jiwa yang
mencerminkan banyak perbedaan namun tetap memiliki yang menyambung yaitu
unsur keindonesiaan.
Budaya adalah konsep dasar yang mencakup semua pengalaman manusia,
budaya meliputi kepercayaan, pengetahuan, seni, moral, hukum, dan keterampilan
serta perilaku lain yang diperoleh atau dipelajari orang sebagai anggota masyarakat (K.
Simbar, 2016). Keunikan budaya meliputi peradaban manusia yang diperoleh melalui
dan bergantung pada integrasi ke dalam habitat seseorang. Dengan demikian, budaya
mencakup semua sistem berupa gagasan, kegiatan untuk menciptakan lingkungan
masyarakat tempat orang belajar (K. Simbar, 2016). Oleh karena itu kebudayaan sangat
erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
Studi tentang budaya adalah cara untuk mengenali tradisi, sejarah, atau
bagaimana terbentuknya suatu pola tertentu yang terdapat di suatu daerah. Studi
budaya mencakup indentifikasi dari tradisi, makanan, kedaerahan, lokasi, dan dari akar
kebudayaanya(Nelson et al., 1992). Studi perihal budaya merupakan metode yang
diistimewakan oleh disiplin ilmu yang ada, dengan membutuhkan banyak pekerjaan
didalam merefleksikan sebuah kajian dari budaya yang dilakukan secara permanen atau
dalam advance. Budaya berbicara soal konteks, maka seorang peneliti harus benar-
benar observasi dan ikut serta dalam kebudayaan dan melihat langsung dari budaya
tersebut. Analisis Tekstual, semiotika, dekonstruksi, analisis fenomik, wawancara,
etnografi, penelitian survey, semua dapat memberikan wawasan dari analis perihal
studi budaya (Nelson et al., 1992). Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian terkat
budaya seorang peneliti harus mempelajari secara mendalam terkait budaya yang akan
dilakukan.
Karena studi perihal budaya tidak memiliki metodologi yang pasti, dalam
perihal masyarakat dan sebuah kebudayaan merupakan kontrak sosial yang merupakan
bagian dari konsep ilmu sosial dan budaya. Dalam kehidupan gejala sosial yang timbul
dalam sebuah lingkungan masyarakat, kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat
tertentu, dan berbagai kebiasaan yang dilakukan pada suatu lingkungan masyarakat
merupakan contoh dari kebudayaan(Kistanto, 2008). Maka dari itu, kehidupan yang
terdapat di suatu lingkungan masyarakat merupakan contoh dari kebudayaan.
Dalam hal ini, bangsa Indonesia memiliki jutaan seni budaya yang diajarkan
pada saat semua orang menginjak bangku sekolah dasar. Seni budaya adalah ciptaan
manusia untuk pengembangan kehidupan bersama dalam suatu kelompok dengan
unsur-unsur keindahan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada dasarnya tujuan
seni budaya adalah untuk membangkitkan emosi orang lain. Kebudayaan yang ada di
suatu daerah merupakan hasil interaksi dari kehidupan yang diciptakan Bersama.
Dalam prosesnya budaya memiliki perkembangan serta kemajuan dan masyarakat
sebagai pemilik budaya tersebut harus menjadikan budaya sebagai cerminan untuk
menjadi kemajuan terhadap peradaban masyarakat tersebut (Wahyudi et al., 2019).Hal
tersebut menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang dan budaya yang
beraneka beragam.
Perbedaan yang berganda telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang
harus diterima oleh masyarakat Indonesia dan merupakan ciri dari kemajemukan
masyarakat Indonesia. Pluralisme suatu masyarakat dapat dinilai dengan menggunakan
variabel-variabel tertentu, antara lain pluralisme sosial dan budaya. Pluralisme sosial
berkaitan dengan status sosial dalam masyarakat, seperti: status, kelas, institusi dan
kekuasaan. Pada saat yang sama, pluralisme budaya mengacu pada ras, bahasa, agama,
kasta, dan wilayah (Lasut et al., 2021). Dapat disimpulkan bahwa kemajemukan
merupakan kemajemukan menjadi kunci bagi suatu lingkungan adat, desa dalam selalu
mentoleransi antar individu dan kelompok.
Provinsi Bali merupakan Provinsi yang dikenal sebagai surga bagi para
wisatawan mulai dari local maupun internasional. Bagaimana tidak, mereka memiliki
berbagai spot wisata yang sangat kaya dengan alam mulai dari pantai, gunung, sawah,
hingga berbagai wisata kuliner yang sangat menarik untuk di nikmati. Hal tersebut
tidak mengherankan karena, Provinsi Bali merupakan Provinsi yang sangat produktif
dalam hal mendatangkan wisatawan asing guna berwisata. Merujuk pada data yang
diperoleh pada laman (Pusat Statistik, 2022). Provinsi Bali mendapatkan pencapaian
pengunjung tertinggi dalam kurun dua tahun terakhir setelah pandemic Covid-19. Pada
data tersebut menjelaskan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Bali pada Mei 2022
mencapai 115.553 pengunjung. Wisatawan tersebut datang dari mancanegara dan
berbagai kebangsaan, Australia menjadi penyumbang terbanyak dengan 31.000an
pengunjung. Kemudian disusul oleh wisatawan dari India 11.000an dan dari Inggris
dengan 8.000an pengunjung.
Desa Pupuan, Kecamatan Tabanan, Gianyar Bali merupakan desa yang terkenal
dalam akan keindahan alamnya. Merujuk Pada (Tabananbali.pikiran-rakyat.com,
2021) Desa Pujuang yang adalah salah satu dari Desa sekian yang ada di Pupuan, Kab.
Gianyar Bali meraih Toursim Award Desa Wisata 2021. Hal tersebut dinilai dari
bagaimana sebuah desa dapat menerapkan kepariwisataan dalam segi Politik, Ekonomi
dan Budaya di Indonesia dengan baik, berdasarkan konsep Trisakti dari Bung Karno.
Desa Pupuan merupakan satu dari 10 Kecamatan yang berada di Kabupaten Tabanan
Provinsi Bali. Pupuan yang terletak di dataran tinggi memiliki luas wilayah sebesar
172,5 km2. Masyarakat yang bermukim di daerah ini rata-rata mengandalkan sector
pertanian dan perkebunan untuk mensejarhterakan mereka, Kopi, Durian dan Manggis
merupakan contoh hasil perkebunan dari Pupuan (Pupuan-tabanankab, 2019). Oleh
karaena itu, masyrakat Desa pupuan banyak yang berprofesi sebagai petani.
Selain menjadi pusat pariwisata, Kecamatan Pupuan juga kaya akan nilai
budaya dan multi etnis. Penduduk di Desa Pupuan terkenal akan keharmonisanya
dalam berkehidupan. Walaupun penduduk disana kebanyakan berasal dari Etnis
Tionghoa dan Etnis Bali, mereka hidup dalam keharmonisan dalam berukun dan
berwarga(Made Aryana, 2017). Nilai budaya yang terdapat di Desa Pupuan yang
diantaranya adalah Tarian Rejang. Tarian Rejang adalah ayunan yang dilaksanakan
oleh masyarakat desa Pupuan Ketika malam purnama tiba, dan Upacara Piodatan di
Pura Puseh Bale Agung. Tarian Rejang dipercaya oleh masyarakat Desa Pupuan
bertujuang hanya sebagai upacara spiritual kepada Dewa Yadnya yang dapat mengusir
roh jahat dari kegagalan panen, diserang hama, maupun terhindar dari wabah penyakit
(Putu et al., 2021). Selain tari-tarian masyarakat adat di Bali terkenal memiliki
kebudayaan makan Bersama yang disebut lawar.
Kebudayaan atau Tradisi Ngelawar adalah prosesi berbagi makanan antar
sesama masyarakat di Bali. Tradisi Ngelawar rutin dilakukan ketika ada berbagai
perayaan Hari besar di Bali, terutama Hari Raya Gulungan, tujuan dari budaya
Ngelawar adalah agar mempererat keluarga dan lingkungan sekitar. Tradisi ngelawar
berarti menyiapkan sayur dan hidangan yang terbuat dari daging dan sayur khas Bali.
Ngelwar memiliki arti dasar campuran bumbu makanan. Budaya ngelawar lahir dan
berkembang setelah masa kerajaan Bali, terus berkembang di sekitar kerajaan
(Sumandya, 2019).Makna yang didapatkan apabila menelaah dari literature review
perihal budaya lawar adalah contoh dari kemajemukan dari masyarakat adat di Desa
Pupuan dengan makan bersama dengan sesame, tanpa membedakan suku, budaya, ras
dan agama.

1.2 Identifikasi Masalah


Penelitian sebelumnya tentang perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di
Desa Pupuan menjelaskan bahwa perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di desa
Pupuan juga termasuk perubahan identitas. mulai dari kepercayaan, dan agama
sehingga perubahan identitas secara Bahasa dan perubahan nama marak terjadi(Putra
Kusuma Yudha, 2014). Perubahan identitas tersebut pun terjadi secara bertahap,
biasanya dikarena ketidak cocokan antara individu dengan pemikiran agama yang
dianut sehingga mengingkan perpindahan agama.
Ada pula penelitian yang berkaitan dengan Desa Pupuan, tentang “Kuasa di
balik harmoni: Etnografi kritis relasi etnis Tionghoa dan etnis Bali di desa Pupuan,
Tabanan, Bali” menjelaskan bagaimana kuasa dibalik keharmonisan antar dua Etnis
yaitu: Tionghoa dan Bali yang bermukim dan berkehidupan di satu wilayah yaitu di
Desa Pupuan, Kabupaten Gianyar, Bali(Made Aryana, 2017). Penelitian tersebut juga
menjabarkan model Pendidikan seperti apa yang dilakukan sehingga toleransi antar
umat berbudaya sangat terjaga dalam lingkungan Desa Pupuan.
Hampir serupa dengan penelitian sebelumnya, dengan menjadikan salah satu
Desa di Pupuan, Tabanan Bali sebagai objek penelitian. (Ardana Putra et al., 2020)
Penelitian yang menjelaskan bagaimana Desa Belimbing bangkit dari keterpurukan
pariwisata yang terjadi akibat dari pandemic covid-19, dan dampak dari pariwisata dan
ekonomi yang turut serta dalam berkembangnya Desa Belimbing.
Berdasarkan literature review diatas cenderung meneliti perihal etnik & budaya
yang terdapat di Desa Pupuan. Maka selanjutnya akan mendalami perihal
kemajemukan dan keberagaman dari masyarakat adat di Desa Pupuan menjadi sebuah
daya tarik untuk diteliti lebih dalam, perihal bagaimana masyarakat disana memiliki
keunikan juga ciri khas dalam menjaga adat istiadat, budaya leluhur & nilai sejarah
yang mereka pegang. Maka dari itu penelitian perihal budaya lawar yang menjadi
santapan di setiap perayaan upacara adat, mengapa selalu dijadikan simbolik untuk
hidangan yang bertujuan untuk membaurkan masyarakat adat di Bali.
Selain memiliki akulturasi budaya yang kental antar etnik yaitu Bali dan China
Desa Pupuan juga memiliki keindahan alam yang potensial untuk perihal agrowisata.
Desa Pupuan yang terletak di Kabupaten Tabanan dikenal sebagai daerah yang
memiliki pemandangan lahan pertanian, perkebunan dan persawahan terluas di
Provinsi Bali. Desa Pupuan yang terletak di daerah hutan yaitu sebelah utara gunung
Batu Kuru(Bagus Idedhyana et al., 2017). Maka dari itu Desa Pupuan sangat potensial
untuk dijadikan penunjang bagi pariwisata di Kabupaten Tabanan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah makna kemajemukan dalam melestarikan nilai kebudayaan
Ngalawar yang dilakukan masyarakat adat di Desa Pupuan Tabanan Bali?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan kepada Rumusan Masalah diatas, dapat dijabarkan tujuan dilakukan
penelitian ini ialah untuk:
1. Mengetahui bagaimana kemajemukan yang terjadi di antara masyakat di Desa
Pupuan dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.
2. Menjelaskan factor apa saja yang menjadi penghambat dari komunikasi antar
budaya pada masyarakat Desa Pupuan.
3. Mengetahui ritual yang terjadi pada saat Budaya Ngalawar yang terjadi pada
masyarakat adat di Bali.
1.5 Signifikan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengaharapkan memberikan manfaat yang dapat
dibedakan menjadi tiga secara signifikan, yakni:
1.5.1 Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai refresni untuk penelitian yang
akan datang mengenai topik Pola Komunikasi di sebuah Masyarakat adat desa. Selain
itu penelitian ini juga menambahkan tentang pola etnografi dalam melakukan sebuah
penelitian.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai refrensi bagi para praktisi
komunikasi untuk lebih memahami cara masyarakat adat desa dalam melakukan
komunikasi. Hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan bagi para praktisi atau
professional di bidang lain yang memiliki sangkut paut dalam lingkup kebudayaan.
Penelitian ini menjadi bahan evaluasi bagi para peneliti dalam perkembangan dalam
melakukan penelitian Studi Budaya dan Komunikasi.
1.5.3 Manfaat Sosial
Manfaat lain dari penelitian ini adalah dalam segi sosial. Penelitian ini dapat
meningkatkan kesadaran dalam segi kebudayaan karena agar masyarakat adat di Desa
Pupuan mengerti tentang pola komunikasi dalam menjaga kebudayaan yang mereka
miliki yaitu Budaya Ngalawar dan cara toleransi yang baik antar individu dan
kelompok yang hidup dalam satu lingkungan di Desa tersebut.
BAB 2
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian berjudul “ Pola Komunikasi Dalam Menjaga Kebudayaan
Ngalawar Pada Masyarakat Adat Di Desa Pupuan”, peneliti berusaha
menggambarkan bagaimana pola komunikasi dalam sebuah desa adat berjalan
sesuai dengan adat istiadat yang dilakukan. Peneliti membahas perihal komunikasi
yang dilakukan sehari-hari oleh masyarakat adat Desa Pupuan dalam interaksi satu
sama lain dengan menonggakan budaya ngalawar sebagai bahan observasi dalam
penelitian ini.
2.1.1 Pola Komunikasi
Menurut E.T Hall, Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikan
menyampaikan makna atau pesan yang ingin disampaikan kepada komunikator
atau lawan bicaranya. Budaya memiliki pengertian yang luas dan kompleks, bukan
hanya perihal adat-istiadat, tari-menari ataupun berbagai kesenian lainya. Budaya
adalah bagian dari hasil pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Komunikasi
pada masyarakat dengan menuturkan antar budaya dapat diartikan adalah kegiatan
bertukar pesan antara masyarakat satu dengan lainya yang terjadi antar peserta
dengan memiliki latar belakang budaya yang berbeda (Kusuma, 2017). Maka dapat
disimpulkan komunikasi merupakan medium untuk bertukar pesan antara mahluk
hidup.
Pola komunikasi meruapakan pola interaksi yang dilakukan antara individu
dengan suatu lingkungan tertentu. Pola komunikasi biasanya berbeda tergantung
dengan suku, adat dan budaya yang ada di suatu lingkungan tertentu. Pola
komunikasi biasanya didasarkan pada turun temurun bagaimana suatu lingkungan
dalam menanggapi cara dalam komunikasi antar satu dengan yang lainya (Wahyuni
et al., 2019). Oleh karena itu, pola komunikasi disetiap daerah memiliki perbedaan
dan keunikanya masing-masing yang menjadikan hal tersebut menjadi beragam.
2.1.2 Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi antara sekelompok
orang yang memiliki budaya berbeda, seperti B. kelompok etnis yang berbeda,
ras, sosial ekonomi atau kombinasi dari beberapa di antaranya. Budaya adalah
cara hidup dan perkembangan yang dianut oleh sekelompok orang dan berlanjut
dari generasi ke generasi. Pola komunikasi budaya yang berbeda di setiap
daerah mengakibatkan anggota masyarakat berasal dari latar belakang yang
sama dan mempengaruhi komunikasi antar suku dan anggota yang berbeda.
Untuk menciptakan komunikasi lintas budaya yang efektif, seseorang harus
mengembangkan kompetensi, orang antar budaya mengacu pada keterampilan
yang diperlukan untuk mencapai komunikasi lintas budaya yang efektif (Janna
Natsir, 2019). Oleh karena itu, komunikasi antar budaya merupakan cara yang
dilakukan ditengah banyaknya kultur budaya yang ada di Indonesia.
Komunikasi antarbudaya seperti yang dijelaskan Edward hail pada teori
komunikasi antar budaya hingga menjadikan teori Bahasa, konflik dan media
massa. Komunikasi antar budaya berkaitan dengan sistem atau nilai yang dianut
setiap daerah, bangsa dan negara yang berbeda(Aang Ridwan et al., 2016).
Komunikasi antarabudaya menjelaskan bagaimana cara orang Jepang dan
Amerika melakukan sebuah negosiasi bisnis. Hal itu mengaitkan perbedaan
budaya antar kedua negara yang menimbulkan perbedaan minat yang
signifikan.
Secara umum, komunikasi memiliki keragaman yang sangat penting, yang
menurut Wiryanto (Karim, 2015) menjadi standar dalam komunikasi antarbudaya:
(1) Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri
sendiri, atau cara mengolah informasi dengan pikiran dan saraf seseorang; (2)
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah kegiatan
komunikatif yang dilakukan dengan orang lain, yang intinya adalah berkomunikasi
pada tingkat yang menjadikan seseorang unik. Dalam komunikasi ini, jumlah
pelaku hanya dua orang, asalkan pesan dan informasi disampaikan secara pribadi;
(3) komunikasi kelompok (group communication) adalah komunikasi yang terjadi
antar anggota kelompok. Interaksi dalam komunikasi antarkelompok biasanya
melibatkan lebih dari tiga orang yang berbagi informasi dan memecahkan suatu
masalah. (4) Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi
dalam suatu kelompok yang mencakup anggota organisasi; (5) Komunikasi massa
adalah komunikasi yang ditujukan kepada beberapa kelompok sasaran yang
heterogen, komunikasi massa sering digunakan saat ini adalah menggunakan Social
Media yang disebar luaskan begitu cepat; (6) Komunikasi Publik adalah
komunikasi yang dilakukan diruang public, seperti berbicara didepan upacara
kemerdekaan.
Menurut Johsnon pada (Nelson et al., 1992);
“ writes, cultural studies is both an intellectual and a political tradition. There
is kind of double articulation of culture in studies, where"Culture" is
simultaneously the ground on which analysis proceeds, the object of study, and the
site political critique and intervention. But Cultural studies has not embraced all
political positions.”
Johnson menjelaskan bahwa tradisi intelektual dan politik memiliki artikulasi
ganda didalam penjabaran apa itu studi budaya. Namun, studyd budaya belum tentu
merangkul semua posisi politik.
2.1.3 Desa Adat
Desa dalam desa adat adalah suatu ras dalam suatu kelompok adat yang
mempunyai ikatan dasar adat istiadat dan dihubungkan dengan adanya tiga pura
utama atau Kahyangan Tiga. Kahyangan Desa Adat adalah masyarakat adat yang
bergerak di bidang adat dan agama Hindu, yang anggotanya secara bersama-sama
dan sukarela melakukan kegiatan sosial dan keagamaan yang diatur oleh suatu
sistem budaya (Keddy Setiada, 2003). Maka dari itu, peran Desa adat sangat
penting bagi sebuah komunitas budaya karena merupakan sebuah simbolik dari
tempat bernaung mereka.
Adapun desa adat Bali, konon desa ini sudah ada sejak zaman Neolitikum
prasejarah. Kota tradisional memiliki unsur masyarakat hukum dan karakteristik
yang membedakannya dari kelompok sosial lainnya. Dalam hal ini yang dicirikan
adalah wilayah dengan batas-batas wilayah dengan bangunan-bangunan relief yang
unik di setiap desa adat dan dengan Tri Hita Karana, yang dianggap (1)
Parahyangan (menjalin hubungan antara manusia dengan penciptanya, yaitu Hyang
Widhi Wasa), (2) Melemahkan (Menjalin hubungan antara manusia dengan
lingkungan alam tempat tinggalnya), (3) Pawonga (Memahami hubungan manusia
sebagai ciptaan Tuhan) (Purbathin Hadi, 2002). Oleh karena itu, Desa Adat yang
bernaung di Bali merupakan turunan dari leluhur yang harus terus di lestarikan dan
dijaga agar terus menjaga kesakralan juga nilai sejarah dari sebuah masyarakat
adat.
2.1.4 Etnografi
Dalam meniliti perihal kebudayaan adat para peneliti sering
menggunakan penelitian Etnografi. Etnografi menurut Troike adalah
“Ethnography is a field of study which is concerned primarily with
thedescription and analysis of culture, and linguistics is a field
concerned,among other things, with the description and analysis of language
codes. Inspite of long-standing awareness of the interrelationship of language
andculture, the descriptive and analytic products of ethnographers and
linguists traditionally failed to deal with this interrelationship.”(Troike, 2003).
Oleh karena itu, etnografi adalah bidang studi yang berkaitan dengan deskripsi
dan analisis budaya, dan linguistik, antara lain, deskripsi dan analisis kode bahasa.
Terlepas dari kesadaran lama tentang hubungan antara bahasa dan budaya,
produk deskriptif dan analitis dari etnografer dan ahli bahasa secara tradisional
tidak membahas hubungan ini. Etnografi komunikasi berfokus pada komunitas
linguistik di mana metode komunikasi disusun dan diorganisasikan ke dalam sistem
peristiwa komunikasi dan bagaimana mereka berinteraksi dengan semua sistem
budaya lainnya.
Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk memandu pengumpulan dan
analisis data deskriptif tentang bagaimana makna sosial disampaikan. Hal ini
menjadikan etnografi komunikatif sebagai metode penelitian yang sangat
diperlukan dengan konten. Melakukan studi etnografi budaya lain terutama
melibatkan kerja lapangan, observasi, mengajukan pertanyaan, berpartisipasi
dalam kegiatan kelompok, dan menguji validitas konsep intuisi ilahi. Rencana
penelitian harus memungkinkan keterbukaan terhadap kategori dan pola pemikiran
dan perilaku yang mungkin tidak diantisipasi oleh peneliti.
Etnografi adalah penelitian kualitatif yang bertujuan mempelajari budaya.
Etnografi adalah bidang penelitian yang berkaitan dengan deskripsi dan analisis
budaya dan linguistik satu sama lain melalui analisis kode bahasa. Selain hubungan
antara bahasa dan budaya, produk analitik etnografer dan ahli bahasa secara
tradisional berurusan dengan hubungan ini (Troike, 2003). Dogulas menegaskan
(2003, h.14) “Fokus dari etnografi dalam komunikasi adalah komunitas budaya,
bagaiamana cafra berkomunikasi di dalamnya dan terotganisis sebagai sistem
peristiwa komunikatif, dan cara-cara berinteraksi dengan semua sistem budaya
lainya.
Tujuan utama dari pendekatan Etnografi adalah untuk memandu pengumpulan
dan analisis data deskriptif tentang cara-cara di mana sebuah makna sosial
disampaikan. Dalam melakukan penelitian etnografi kerja lapangan yang
melibatkan budaya, mulai dari mengamati, mengajukan wawancara, hingga
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, dan menguji validitas dari persepsi
seseorang terhadap budaya yang sedang di teliti.
Menurut Dell Hymnes (Zakiah, 2005)Dalam sebuah penelitian etnografi
terdapat kategori yang digunakan untuk membandingkan budaya yang berbeda.
Kategori ini adalah:
(1) Cara berbicara. Dalam kategori ini, peneliti mempertimbangkan pola
komunikasi umum (2) Pembicara yang fasih ideal. Dalam kategori ini, peneliti
dapat melihat sesuatu yang menyarankan apa yang harus ditiru/diciptakan oleh
suatu media Komunitas Bahasa (3) Dalam kategori ini, peneliti mempertimbangkan
komunitas linguistik itu sendiri dan batas-batasnya (4) Situasi Wacana Dalam
kategori ini, peneliti mempertimbangkan situasi di mana suatu bentuk wacana
dianggap sesuai dengan komunitas (5) Peristiwa wacana. Dalam kategori ini,
peneliti dapat melihat fakta linguistik sebagai bentuk komunikasi yang cocok untuk
anggota komunitas budaya (6) Seni kata-kata. Dalam kategori ini, peneliti melihat
seperangkat perilaku tertentu yang dianggap komunikatif dalam tindak tutur (7)
Komponen tindak tutur. Dalam kategori ini, peneliti tertarik pada komponen-
komponen tindak tutur (8) Aturan tutur dalam masyarakat. Dalam kategori ini,
peneliti memandang instruksi berfungsi sebagai alat untuk menilai perilaku
komunikatif (9) Fungsi tuturan dalam masyarakat Dalam kategori ini, peneliti
memandang peran komunikasi dalam masyarakat. Dalam konteks ini, mengacu
pada keyakinan bahwa bahasa menjadi solusi dari permasalahan yang ada dalam
komunitas budaya.
Teori etnografi adalah model penelitian kualitatif yang memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan karaktersistik dari suatu kulutral yang terdapat dari sebuah
lingkungan individual tau sekolompok orang yang menjadi anggota sebuah
kelompok kultural masyarakat. Penelitian Etnografi adalah pengembangan dari
metodologi antropologi, dalam penelitian ini menyelidiki perihal kondisi
masyarakat dan budaya dengan pengujian manusia, interpersonal, sosial dan
budaya dengan berbagai kerumitanya. Pada penelitian etnografi mengacu pada
proses dan metode dibandingkan dengan hasil yang dicapai(Wijaya, 2018). Maka
dari itu, penelitian perihal etnografi yang dilakukan di Desa Pupuan akan
menjabarkan karakteristik kultural dari masyrakat yang tinggal di daerah tersebut.
Penelitian etnografi adalah memfokuskan pada budaya dari sebuah kelompok.
Umumnya, penelitian etnografi meneliti budaya secara general. Maka dari itu,
penelitian etnografi terfokus pada organisasi yang mendefinisikan grup of people,
pada awalnya kualitatif lebih banyak di gunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya (Sinyoto & Sodik, 2015).
Etnografi dalam komunikasi bertujuan untuk menafsirkan dan memahami
bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan oleh anggota komunitas atau budaya.
Etnografer yang sebagai peneliti melihat komunikasi dalam (1) Bentuk-bentuk
Komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok, (2) Makna praktik komunikasi
ini bagi kelompok, (3) Kapan dan di mana anggota kelompok menggunakan.
Praktik-praktik ini, (4) Bagaimana praktik komunikasi menciptakan rasa
kebersamaan, (5) Variasi kode yang digunakan oleh suatu kelompok(W. Littlejohn,
2016).
Hymes juga menjelaskan model heuristic untk menganalisis dan memahami
peristiwa etnografi pada(W. Littlejohn, 2016); (1) Pengaturan dan Adegan,
memperhatikan antara ruang, tempat dan waktu, (2) Peserta, menganalisis siapa
yang berbicara dan kepada siapa ia berbicara (audience), (3) Tujuan, Tujuan dari
penelitian yang menghasilkan dan sasaran, (4) Urutan Tindakan, bentuk perilaku
dan urutan tertentu di mana mereka disajikan, (5). Kunci, Indikatpr nada atau
semangat tindak tutur, (6) Instrumentalitas, saluran atau media berinteraksi, (7)
Norma, aturan sosial yang menafsirkan dan menghasilkan suatu perilaku, (8)
Genre, jenis atau kelas tindak tutur atau peristiwa. Hal tersebut berguna untuk
membandingkan budaya.
2.2 Kerangka Berpikir

Mengetahui Budaya Ngalawar


yang turun temurun dari
zaman Kerajaan Bali

Pola Komunikasi yang


dilakukan antar individu,
kelompok dan budaya yang
berada di Desa Pupuan

Masyarakat Desa Pupuan


Hidup dalam Multikulralisme
dan Toleransi yang Tinggi

Studi Etnografi (Troike) Teori Komunikasi antarbudaya

Makna Persatuan bagi


masyarakat adat Desa
Pupuan

Tabel 1.0 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir dalam penelitian ini memberikan gambaran bagaimana cara


pemaknaan yang dilakukan masyarakat adat di Desa Pupuan, perihal bagaimana
mereka hidup dalam sebuah lingkungan dengan banyaknya suku dan budaya didalam
satu lingkup. Kebudayaan yang menjadi tradisi pada hari haraya Galungan denfan
adanya makan bersaama atau Budaya ngalawar yang dijaga dan diteruskan kepada
generasi penerus yang akan hidup dalam lingkup Desa Pupuan.
BAB III Metodologi
Pada bab metodologi, penulis akan menjabarkan perihal metodologi penelitian yang
akan digunakan dalam melakukan penelitian ini, meliputi paradigma penelitian yang
menekan induktif dan menekankan interpretasi pada dunia sehari-hari.
3.1 Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian adalah suatu cara pandang atau cara pandang terhadap
sesuatu yang hidup dalam diri seseorang dan dapat mempengaruhi orang tersebut
menurut pandangannya terhadap suatu realitas yang timbul disekitarnya. Model
penelitian menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, dan kriteria
uji yang mendasari jawaban dari masalah penelitian (Ridha, 2017). Paradigma
penelitian juga merupakan kondisi mental yang menjelaskan bagaimana seorang
peneliti memandang peristiwa kehidupan sosial dan perlakuan konstruktivis dan
peneliti ilmiah sebagai sudut pandang dasar disiplin ilmu tentang subjek kajian.
3.2 Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif dicoba atas dasar ini memahami, mengeksplorasi dan
menembus untuk gejala yang sangat dalam kemudian Menafsirkan dan
menurunkan gejala itu sesuai dengan konteksnya. Jadi satu hal tercapai kesimpulan
objektif dan alami berdasarkan gejala subjektif(Harahap, 2020.) Teknik
pengumpulan data juga tergabung secara segitiga. Analisis data bersifat kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif berfokus pada pemaknaan dan generalisasi (Wijaya,
2018). Dengan demikian, dalam penelitian kualitatif mengharuskan peneliti untuk
mendalami suatu penelitian, peneliti berusaha mengumpulkan data secara empiris
dan sistematis untuk memeriksa pola data sehingga mereka dapat lebih memahami
dan menjelaskan kehidupan sosial, tetapi pendekatan penelitian dapat
menimbulkan kesalahpahaman dan kesalahpahaman. keterangan yg salah.
Data dari penelitian kualitatif adalah Soft Data (kata, kalimat, gambar, simbol).
Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan prinsip-prinsip ilmu sosial
interpretatif atau kritis. Dalam penelitian kualitatif, logika berasal dari praktik yang
sedang berlangsung dan mengikuti garis penelitian non-linier(Neuman, 2007).
Metode kualitatif juga berbicara dalam bahasa 'kasus dan konteks', makna dan
budaya. Dalam banyak studi kualitatif, peneliti mengusulkan banyak hipotesis baru
dan mengelaborasi mekanisme atau proses kausal untuk sekumpulan kasus yang
terbatas.
3.3 Pengambilan Data
Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi yang dilakukan oleh
masyarakat adat di Desa Pupuan dengan menggunakan metode Etnografi maka
sumber dan pengambilan data dilakukan dengan cara Observasi dan
Wawancara.
Dalam proses komunikasi yang dilakukan secara langsung oleh
masyarakat Adat Desa Pupuan terdapat dua aspek yaitu Verbal dan Non Verbal.
Sehingga dalam penelitian ini, peneliti memiliki aspek bagaimana pesan yang
disampaikan dari individu kepada individu lain di Desa tersebut berjalan
dengan baik sehingga terciptanya masyarakt yang asri.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada Masyarakat Adat di Desa
Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali sebagai sarana untuk mengungkapkan
ekpresi mereka kepada lingkungan kelompok yang tinggal di Desa Pupuan
tersebut. Wawancara dilakukan sebagai upaya dari kedua orang untuk
melakukan tukar opini serta pemikiran, dan gagasan dari informasi yang ada
menggunakan proses saling bertanya dan menjawab terhadap satu topik
bahasan.
3.4 Etnografi
Penelitian Etnografi akan dilakukan terhadap budaya Ngalawar yang biasanya
dilakukan pada Hari Raya Galungan. Konteks yang dilihat dari bagaimana warga
Desa Pupuan menyiasati keberagaman yang terjadi, dalam satu lingkup desa tanpa
membeda-bedakan suku, ras, etnic, agama, dll. Desa Pupuan kental dengan
akulturasi Budaya karena, masyrakat Bali dan China hidup perdampingan dan
bahkan sampai beranak pinak hingga membuat keluarga baru dan melahirkan
generasi baru (Bagus Idedhyana et al., 2017). Maka dari itu, keberagaman menjadi
hal yang menjadi pokok utama dari pembahsaan dari sebuah unsur kebudayaan.
3.5 Sumber Data dan Infroman Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam, observasi partisipan dan studi dokumentasi.
1. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh informasi dari informan tentang bagaimana masyarakat di Desa
Pupuan memaknai tradisi Budaya Ngalawar dengan segala perbedaan dalam
masyarakat.
2. Observasi Partisipan Teknik observasi partisipan digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode pengumpulan data dari peneliti yang terlibat dalam kegiatan persiapan
hingga pelaksanaan yang dilakukan oleh para informan terkait dengan tradisi
Ngalawar.
3. Dokumentasi; Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan
mendokumentasikan tentang hari Galungan yang disertai dengan makan berasama
yaitu Ngalawar di Desa Pupuan dari awal hingga akhir prosesi dalam bentuk foto
maupun video.
Dalam sebuah penelitian Etnografi, informan yang didapatkan harus sebagai
pemegang kunci, dalam penelitian ini. Kriteria pemilihan informan pada penelitan ini
memiliki "power" dalam lingkungan masyarakat Desa, atau orang yang berpengaruh
pada Desa Pupuan. Seperti: Kepala Desa, Kepala Suku, Masyarakat sesepuh. Data
sekunder berupa dokumen pendukung, seperti rekaman dokumentasi (foto dan video,
rekaman suara dan dokumentasi lainnya yang berkaitan dengan Kebudayaan dan
lingkungan yang terdapat di Desa Pupuan Tabanan, Bali.
Refrensi :
Aang Ridwan, H., Pengantar Beni Ahmad Saebani, Ma., & Pustaka Setia Bandung, Ms.
(2016). Mengubah Persepsi dan Sikap dalam Meningkatkan Kreativitas Manusia.
Ardana Putra, I. M., Suardani, M., Anom Purwa Winaya, I. N., Rai Jaya Widanta, I. M.,
& Dana Ardika, I. W. (2020). Pengembangan Desa Wisata Partisipatif-Mandatori:
Studi Kasus pada Desa Belimbing, Pupuan, Tabanan-Bali. 4, 253–262.
https://doi.org/10.23887/ijcsl.v4i4
Bagus Idedhyana, I., Mariada Rijasa, M., & Ari Dwijayanti, N. M. (2017).
PERANCANGAN RESOR AGROWISATA DI DESA PUPUAN TABANAN.
PERANCANGAN RESOR AGROWISATA DI DESA PUPUAN TABANAN.
http://pupuan.tabanankab.go.id,
Gaffar Ruskhan, A. (2007). PEMANFAATAN KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA
DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA).
PEMANFAATAN KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA DALAM PENGAJARAN
BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA).
Harahap, Dr. N. (n.d.). Penelitian Kualitatif.
Janna Natsir, M. (2019). KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA.
https://www.researchgate.net/publication/330158248
K. Simbar, F. (2016). FENOMENA KONSUMSI BUDAYA KOREA PADA ANAK MUDA DI
KOTA MANADO. FENOMENA KONSUMSI BUDAYA KOREA PADA ANAK MUDA DI
KOTA MANADO , x(18).
Karim, A. (2015). KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DI ERA MODERN (Vol. 3, Issue 2).
Keddy Setiada, N. (2003). DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL
BALI. DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI, 1(2), 52–
108.
Kistanto, N. H. (2008). SISTEM SOSIAL-BUDAYA DI INDONESIA. SISTEM SOSIAL-
BUDAYA DI INDONESIA, 3(2).
Kusuma, A. (2017). Pengantar Komunikasi Antar Budaya. In Pengantar Komunikasi
Antar Budaya.
Lasut, S., Hardori, J., Sugiono, S., Gratia, Y. P., & Eldad, C. (2021). Membingkai
Kemajemukan Melalui Pendidikan Agama Kristen di Indonesia. Fidei: Jurnal
Teologi Sistematika Dan Praktika, 4(2), 206–225.
https://doi.org/10.34081/fidei.v4i2.273
Made Aryana, I. G. (2017). Kuasa di balik harmoni: Etnografi kritis relasi etnis Tionghoa
dan etnis Bali di desa Pupuan, Tabanan, Bali (Vol. 07).
Nelson, C., A. Treichler, P., & Geossberg, L. (1992). Cultural Studies. In Cultura Studies.
Neuman, W. L. (2007). Basics of Social Research Qualitative and Quantitative (J.
Lasser, Ed.; 2nd ed.).
Purbathin Hadi, A. (2002). EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS
BALI. EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI.
Pusat Statistik, B. (2022). Rekor Baru sejak Pandemi, Bali Terima 115 Ribu Turis Asing
pada Mei 2022.
Putra Kusuma Yudha, I. P. (2014). PERUBAHAN IDENTITAS BUDAYA ETNIS TIONGHOA
DI DESA PUPUAN KECAMATAN PUPUAN KABUPATEN TABANAN.
Putu, N., Lestari, I. S., Agung, G., Suryawati, A., Ni, ), & Gelgel, A. (2021). PROSES
PEWARISAN MAKNA TRADISI TARI REJANG AYUNAN DI DESA PUPUAN,
TABANAN, BALI.
Ridha, N. (2017). PROSES PENELITIAN, MASALAH, VARIABEL DAN PARADIGMA
PENELITIAN. PROSES PENELITIAN, MASALAH, VARIABEL DAN PARADIGMA
PENELITIAN, 14(1).
Sinyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). DASAR METODOLOGI PENELITIAN (Vol. 1).
Sumandya, I. W. (2019). Meningkatkan Kemampuan Komunkasi Matematis Melalui
Pendidikan Matematika Realistik Bermuatan Budaya Lokal. Meningkatkan
Kemampuan Komunkasi Matematis Melalui Pendidikan Matematika Realistik
Bermuatan Budaya Lokal, 1.
Troike, M. S. (2003). The Ethnography of Communication.
W. Littlejohn, S. (2016). THEORIES OF HUMAN COMMUNICATION.
Wahyudi, I. I., Bahri, S., & Handayani, P. (2019). Aplikasi Pembelajaran Pengenalan
Budaya Indonesia. Jurnal Teknik Komputer, 71–76.
https://doi.org/10.31294/jtk.v4i2
Wahyuni, N. T., Kriyantono, R., & Nasution, Z. (2019). POLA KOMUNIKASI
PEMBANGUNAN TERKAIT PENGELOLAAN PROGRAM INOVASI DESA MENUJU
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. POLA KOMUNIKASI PEMBANGUNAN TERKAIT
PENGELOLAAN PROGRAM INOVASI DESA MENUJU PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT, 8(1), 92–106.
Wijaya, H. (2018). Analisis Data Kualitatif Model Spradley (Etnografi). In Analisis Data
Kualitatif Model Spradley (Etnografi).
Zakiah, K. (2005). Penelitian Etnografi Komunikasi:Tipe dan Metode. Penelitian
Etnografi Komunikasi:Tipe Dan Metode, 56.

Online:
https://tabananbali.pikiran-rakyat.com/tabanan-kota/pr-1832481423/hebat-kembang-
wisata-berbasis-alam-dan-budaya-desa-pujungan-raih-trisakti-tourism-award-desa-
wisata-2021

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/05/rekor-baru-sejak-pandemi-
bali-terima-115-ribu-turis-asing-pada-mei-2022

https://pupuan.tabanankab.go.id/
https://travel.kompas.com/read/2020/02/18/085000127/tradisi-ngelawar-cerminan-
eratnya-masyarakat-bali?page=all

Anda mungkin juga menyukai