PENELITIAN ETNOGRAFI
Oleh
Pertama tama tim penyusun memanjatkan puja dan puji syukur ke hadiran Tuhan
Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga laporan penelitian
etnografi ini dapat selesai dan siap digunakan. Secara umum ,laporan ini berisi
pendahuluan, kajian teori. Laporan ini disusun untuk menjadi bahan ajar dan
panduan bagi siswa di SMA Negeri 1 Amlapura di dalam pelaksanaan
pembelajaran antropologi. Adapun pembelajaran di kelas XI.10 mengambil tema
Kesenian dengan judul “Melacak Kearifan Lokal dalam Kesenian Tradisional
Gebug Ende” siswa diberikan kebebasan di dalam mengembangkan penelitian dan
berkolaborasi dengan pihak /sumber lain yang diketahuinya, strategi pembelajaran
maupun alokasi waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini
disesuaikan dengan kondisi sekolah, sarana dan prasarana, minat serta
karakteristik peserta didiknya. Apresiasi kepada
Amlapura
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terletak di antara dua samudra, Samudra Hindia
dan Pasifik, serta dua benua, Asia dan Australia. Dengan lebih dari 17.000 pulau,
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki beragam
lanskap yang menakjubkan, mulai dari gunung berapi yang aktif hingga hutan
hujan tropis yang subur.Keberagaman budaya dan etnis menjadi ciri khas utama
Indonesia. Negara ini dihuni oleh lebih dari 300 kelompok etnis yang berbicara
dalam lebih dari 700 bahasa daerah. Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi dan bahasa pengantar yang dipahami oleh mayoritas penduduk, tetapi
bahasa daerah dan budaya lokal tetap hidup dan dijaga dengan kuat di berbagai
daerah.Budaya Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama-agama yang dianut oleh
penduduknya, termasuk Hindu, Kristen, Islam, dan Budha. Setiap agama
membawa warisan budaya dan tradisi yang khas, menciptakan keberagaman luar
biasa dalam praktik keagamaan, upacara adat, dan festival-festival yang dirayakan
di seluruh negeri.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan tradisi, ada banyak
ragam seni dan tradisi yang berkembang di Indonesia. Mulai dari Sabang sampai
Merauke, kita bisa mendapati seni dan tradisi yang unik dan indah. Setiap daerah
memiliki tradisi dan sejarah masing-masing, yang secara langsung menjadi
budaya mereka. Salah satunya terdapat di daerah Bali yang mayoritas
penduduknya menganut agama Hindu. Bali yang terkenal akan keindahan seni dan
tradisi yang unik, salah satunya yaitu Tradisi Gebug Ende yang merupakan
budaya yang unik dan berakar kuat dimasyarakat Bali, khususnya di Desa Seraya.
Tradisi Gebug Ende adalah salah satu warisan budaya luhur yang telah diturunkan
secara turun-temurun, tradisi ini mencerminkan kekayaan dan keindahan budaya
lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Gebug Ende adalah sebuah
pertunjukan seni bela diri yang menggabungkan unsur-unsur tari, musik, dan
gerakan akrobatik yang spektakuler. Dalam setiap pertunjukan Gebug Ende, para
penampil, yang seringkali merupakan anggota masyarakat setempat yang telah
terlatih dengan baik, menghadirkan gerakan-gerakan yang dinamis dan penuh
semangat. Mereka menggunakan berbagai alat tradisional seperti tongkat, dan
perisai kayu untuk menunjukkan keahlian bela diri mereka, sambil diiringi oleh
musik tradisional yang khas, seperti gamelan atau kendang. Lebih dari sekadar
pertunjukan seni, Gebug Ende juga memiliki makna dan nilai-nilai yang
mendalam bagi masyarakat setempat. Tradisi ini sering kali digunakan sebagai
sarana untuk menurunkan hujan dikala musim kemarau yang berkepanjangan atau
sebagai bagian dari upacara adat tertentu, seperti perayaan hari besar atau upacara
keagamaan. Selain itu, Gebug Ende juga dianggap sebagai bentuk latihan fisik dan
mental yang baik, serta sebagai cara untuk memperkokoh solidaritas dan
persatuan di antara anggota masyarakat.
1.1. Rumusan Masalah
1. Apa nilai-nilai tradisional yang tercermin dalam Tradisi Gebug Ende di Desa
Seraya?
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
1. Bagi Masyarakat:
Melalui penelitian ini, dapat menjadikan masyarakat untuk lebih mendalami nilai-
nilai yang terkandung dalam tradisi Gebug Ende. Dengan demikian, mereka dapat
memperkaya pemahaman mereka tentang budaya tradisional dan
mempraktikkannya secara lebih mendalam dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi Pemerintah:
Sebagai masukan kepada pemerintah daerah dalam upaya mereka untuk penting
memperhatikan dan melestarikan tradisi Gebug Ende di Desa Seraya, yang saat ini
mungkin terabaikan karena popularitas hiburan modern yang lebih menarik.
Dengan memahami nilai-nilai budaya dan identitas lokal yang terkandung dalam
Gebug Ende.
Penelitian ini akan memberikan kontribusi penting bagi dunia pendidikan dengan
menyediakan wawasan yang berharga tentang nilai-nilai budaya tradisional yang
terkandung dalam tradisi Gebug Ende di Desa Seraya.
BAB 2
KAJIAN TEORI
1.Kearifan Lokal
Adapun cirri-ciri dari kearifan lokal, yaitu (1) mampu bertahan terhadap
budaya luar; (2) mampu mengakomodasi budaya luar; (3) mampu
mengintegrasikan budaya luar dengan budaya asli; (4) mampu memberi arah pada
perkembangan budaya; (5) mampu mengendalikan. Kearifan lokal dapat
berbentuk norma, kepercayaan, adat-istiadat, hukum, adat, aturan-aturan khusus
atau awig-awig
Seni pertunjukan tradisional adalah bentuk seni yang telah ada dalam
sebuah budaya atau masyarakat selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad.
Biasanya, seni pertunjukan tradisional menggabungkan unsur-unsur seperti musik,
tarian, teater, dan kadang-kadang cerita atau ritual yang diwariskan dari generasi
ke generasi. Menurut Murgiyanto (1995) Seni pertunjukan merupakan sebuah
tontonan yang memiliki nilai seni dimana tontonan tersebut disajikan sebagai
pertunjukan di depan penonton. Sal Murgiyanto juga mengatakan bahwa kajian
pertunjukan adalah sebuah disiplin baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni
(musikologi, kajian tari, kajian teater) di satu titik dan antropologi di titik lain
dalam satu kajian inter-disiplin (etnomusikologi, etnologi tari dan performance
studies). Menurut Bagus Susetyo (2007:1-23) seni pertunjukan adalah sebuah
ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan
perwujudan norma-norma estetik-artistik yang berkembang sesuai zaman, dan
wilayah dimana bentuk seni pertunjukan itu tumbuh dan berkembang.
Kearifan lokal yang terwujud nyata juga tercermin dalam warisan budaya
berupa cagar budaya, termasuk patung, alat seni tradisional, senjata warisan nenek
moyang yang diwariskan melalui generasi, serta dalam hasil karya tekstil seperti
kain batik dari Pulau Jawa dan kain tenun dari Pulau Sumba. Semua ini
menunjukkan keberlanjutan kearifan lokal yang dijaga dan diwariskan melalui
berbagai medium fisik.
Berlawanan dengan kearifan lokal yang tampak nyata dan dapat dirasakan
secara fisik, kearifan lokal yang bersifat tidak berwujud atau abstrak tidak dapat
diamati secara langsung. Meskipun begitu, meskipun tidak terlihat, jenis kearifan
lokal ini dapat disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kearifan lokal yang tidak berwujud ini mencakup nasihat, lagu, pantun, atau cerita
yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang penting bagi generasi mendatang.
Tujuan dari penuturan ini adalah untuk mendorong generasi muda dalam suatu
wilayah agar menghindari perilaku yang merugikan diri sendiri, masyarakat, dan
lingkungan sekitar, yang merupakan tempat tinggal dan sumber kehidupan
mereka.
Salah satu contohnya adalah kepercayaan asal Papua yang dikenal sebagai
Te Aro Neweak Lako. Kepercayaan ini mencerminkan bentuk kearifan lokal yang
tidak berwujud, di mana masyarakat meyakini bahwa alam merupakan bagian
integral dari diri mereka. Dengan keyakinan bahwa alam adalah bagian dari diri
mereka, masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam
dengan baik. Ini termasuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, seperti
tidak sembarangan menebang pohon yang dapat mengakibatkan deforestasi dan
dampak buruk lainnya. Meskipun alam dapat dimanfaatkan, prinsip utamanya
adalah penggunaan yang berkelanjutan dan tidak berlebihan. Dengan kepercayaan
ini, tidak mengherankan bahwa alam di wilayah Papua masih tetap terjaga dengan
baik.
3.Pengetahuan Lokal
4. Kesenian Tradisional
Gebug Ende merupakan tradisi yang berasal dari Desa Seraya, Kec.
Karangasem, Kab. Karangasem. Nama Gebug Ende berasal dari kata "Gebug"
yang artinya memukul dan "Ende" yang berarti perisai. Tradisi Gebug Ende
dimulai setelah pertempuran yang terjadi antara Kerajaan Karangasem dan
Kerajaan Selaparang. Pasukan Kerajaan Karangasem terdiri dari masyarakat Desa
Seraya, Desa Angantelu, dan Desa Bubug. Pasukan ini memenangkan
pertempuran akibat turunnya hujan lebat, yang kemudian diyakini sebagai
pertolongan dari Hyang Widhi. Mereka kemudian kembali ke desa masing-masing
setelah perang berakhir. Desa Seraya saat itu dilanda oleh kekeringan
berkepanjangan. Mengingat kemenangan mereka dalam perang, para pasukan ini
kemudian melaksanakan upacara memohon hujan kepada Hyang Widhi disertai
dengan permainan peperangan. Sejak saat itu, ritual Gebug ende menjadi tradisi
masyarakat Desa Seraya.
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil-hasil penelitian terdahulu yang bisa
dijadikan acuan dalam topic penelitian ini. Penelitian terdahulu telah dipilih sesuai
dengan permasalahan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan mampu
menjelaskan maupun memberikan referensi bagi penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini. Berikut dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang telah dipilih.