Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN OPSI

IPS

TRADISI KUAH BEULANGONG DI TANAH RENCONG

TIM PENGUSUL:
KHAIRA APRILIANI
AKLUL MUHARI

BIDANG LOMBA PENELITIAN


ISH

SMA NEGERI 1 TANAH JAMBO AYE


ACEH UTARA, ACEH
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa
dan berada di antara samudra Pasifik dan samudra Hindia. Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia. Nama lain yang dipakai adalah Nusantara. Dari Sabang
( ujung barat Indonesia) sampai Merauke ( ujung timur Indonesia), Indonesia terdiri
dari berbagai suku, bangsa, bahasa, agama, ras dan budaya. Sebagai negara yang
kaya akan budaya, tentunya Indonesia memiliki makanan makanan lezat khas
daerah yang dapat dijumpai di belahan bumi Indonesia. Karena setiap daerah
memiliki makanan khasnya dengan beragam cita rasa dan keunikannya tersendiri.
Masakan Indonesia adalah salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di
Indonesia. Kekayaan jenis makanannya merupakan cerminan dari keberagaman
budaya dan tradisi Nusantara. Hampir seluruh masakan di Indonesia kaya akan
bumbu rempah rempah-rempah khas Nusantara seperti kemiri, cabai, lengkuas,
jahe, kencur, kunyit, kelapa, dan gula aren. Sebagai contoh, di Sumatra Barat
terdapat masakan daerah berbahan dasar daging yang diolah dengan rempah-
rempah khas daerah tersebut yaitu rendang. Lain halnya dengan Indonesia bagian
timur yang kebanyakan makanannya berbahan dasar sagu seperti papeda khas
Maluku dan Papua.
Begitu juga di daerah Aceh yang memiliki makanan khas daerah yang
berbeda dengan makanan khas daerah lain di Indonesia. Seperti timphan, kuah
pliek, kuah beulangong dan masih banyak jenis lainnya. Kuah beulangong
merupakan kuliner turun temurun dari Aceh yang belum banyak diketahui oleh
masyarakat luar. Kuah beulangong adalah makanan berkuah sejenis kari dengan
bahan utama berupa daging sapi atau kambing yang dicampur dengan rempah-
rempah khas Aceh yang biasanya ditambahkan dengan pisang atau nangka muda
yang menambah keunikan cita rasa khas Aceh.
Masakan ini disebut kuah beulangong karena proses memasaknya berdurasi
lama dalam wajan besar yang warga Aceh sebut “beulangong ( belanga)” sehingga
mampu menyajikan 200 porsi untuk setiap belanganya. Biasanya dibutuhkan waktu
kurang lebih sekitar 120 menit atau 2 jam, sehingga kuah yang berisikan daging
sapi atau kambing tersebut benar-benar empuk dan gurih. Dengan wajan yang amat
besar, kuah beulangong tentu tidak dapat diracik oleh satu orang saja, dibutuhkan
beberapa pekerja sehingga segala aspek dan prosedur racikan dapat terealisasi
dengan baik. Uniknya, jenis kuliner unik ini berdasarkan adat setempat hanya boleh
dimasak oleh kaum lelaki.
Hal tersebut tak terlepas dari tradisi yang sudah turun-temurun dari masa
kesultanan hingga sekarang. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum kalau
memasak kari di Aceh baik kambing, lembu, ayam maupun itik kerap ditambah ganja
sebagai bagian bumbu untuk penyedap rasa. Bagi sebagian warga, rasa kari tak
lengkap tanpa tambahan ganja. Itu diyakini dapat mempercepat empuk daging dan
menambah lezat. Pemakaian ganja hampir merata di semua daerah.Tak hanya
lezat, Kuah Beulangong dipercaya memiliki pesan moral yang kuat, yaitu
menggambarkan kebersamaan dan silaturahmi antar keluarga dan warga.
Hal tersebut terlihat saat memasak yang dilakukan secara gotong ro oleh
nyong untuk kemudian disantap bersama warga setempat. Kuah beulangong bagi
warga Banda Aceh dan Aceh Besar tidak bisa dipisahkan dalam kehidupannya.
Kuah beulangong adalah kuliner tradisional yang sudah melegendaris dan telah
menarik wisatawan datang ke Aceh untuk mencicipinya. Masakan ini sudah ratusan
tahun diolah menjadi masakan khas yang selalu ada saat perayaan hari-hari besar
keagamaan atau upacara adat, seperti acara maulid nabi Muhammad Saw, resepsi
pernikahan, tahun baru Islam, dan saat ramadhan.

B. Rumusan masalah
Untuk mempermudah dan penyelesaian penulisan penelitian ini maka
diperlukan perumusan masalah sebagai awal langkah dari penelitian rumusan-
rumusan dan pokok pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses memasak kuah beulangong sebagai pembentukan
karakter masyarakat?
2. Apa saja nilai-nilai sosial yang terkandung dalam tradisi kuah beulangong?

C. Tujuan penelitian
Setiap penelitian tentu mempunyai maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses memasak kuah beulangong sebagai pembentukan
karakter masyarakat.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai sosial yang terkandung dalam tradisi kuah
beulangong di aceh.

D. Manfaat penelitian
Dalam setiap penelitian yang sudah diteliti oleh setiap manusia, pasti ada sisi
baiknya dan manfaat yang baik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai-
nilai yang positif dan manfaat bagi semua orang, baik secara akademik maupun
praktik.
1. Manfaat akademik (teoritik)
 Penelitian ini diharapkan bisa menambah dan memperluas pengetahuan
mengenai tradisi kuah beulangong.
 Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang pembentukan karakter dan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam
tradisi kuah beulangong.
 Juga menambah wawasan mengenai tradisi tradisi lokal Aceh.
2. Manfaat praktik
Kegunaan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan sosial
dan budaya lokal di Aceh, hasilnya juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
setempat untuk menarik wisatawan dengan memperkenalkan salah satu tradisi
lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat setempat hingga saat ini.
BAB II

A. Kajian pustaka
1. Pengertian tradisi
Menurut khazanah bahasa Indonesia, tradisi berarti segala sesuatu seperti
adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainnya, yang turun temurun dari nenek
moyang.Ada pula yang menginformasikan, bahwa tradisi berasal dari kata traditium,
yaitu segala sesuatu yang ditransmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa
sekarang. Berdasarkan dua sumber tersebut jelaslah bahwa tradisi, intinya adalah
warisan masa lalu yang dilestarikan, dijalankan dan dipercaya hingga saat ini.
Tradisi atau adat tersebut dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat
kebiasaan lain yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan (Ensiklopedia,
1999).
Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu
ke masa kini (Shils, buku Piotr Sztompka). Menurut arti yang lebih sempit dari tradisi
sendiri adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu
namun benar-benar tersisa dari masa lalu. Kebudayaan adalah semua hasil cipta,
karsa rasa, dan karya manusia dalam masyarakat, maka kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Purwanto S.U)

2. Fungsi tradisi
Fungsi tradisi yaitu sebagai berikut :
a. Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita
pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti onggokan gagasan dan material
yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Contoh : peran yang harus
diteladani (misalnya, tradisi kepahlawanan, kepemimpinan karismatis, orang
suci atau nabi).
b. Fungsi tradisi yaitu untuk memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup,
keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Contoh : wewenang seorang
raja yang disahkan oleh tradisi dari seluruh dinasti terdahulu.
c. Tradisi berfungsi menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,
memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
Contoh Tradisi nasional : dengan lagu, bendera, emblem, mitologi dan ritual
umum.
d. Fungsi Tradisi ialah untuk membantu menyediakan tempat pelarian dari
keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti
kebanggalan bila masyarakat berada dalam kritis. Tradisi kedaulatan dan
kemerdekaan di masa lalu membantu suatu bangsa untuk bertahan hidup
ketika berada dalam penjajahan. Tradisi kehilangan kemerdekaan, cepat
atau lambat akan merusak sistem tirani atau kediktatoran yang tidak
berkurang di masa kini.

3. Kebudayaan Aceh
Manusia dimanpun ia berada sangat berkaitan erat dengan adat dan
budayanya. Manusia menciptakan budaya dan budaya juga membentuk karakter
manusiawi itu sendiri. Kebudayaan menempati posisi sentral dalam seluruh
tatanan hidup manusia. Seluruh bangunan hidup manusia dan masyarakat.
Gambaran nilai budaya Aceh memang sangat menarik. Budaya Aceh tidak
terbatas pada hal-hal yang bersifat substansial, tetap juga menyangkut esensi dari
nilai budaya itu sendiri. Di Aceh, nilai-nilai budaya setempat telah bercampur baur
dengan nilai-nilai budaya asing, terutama budaya Islam yang masuk ke daerah
Aceh.
Diantara keduanya tidak ada lagi jurang pemisah, melainkan telah menyatu.
Di sisi lain, ternyata tradisi dan budaya Aceh tidak hanya memberikan warna dalam
persatuan kenegaraan, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-
praktek keagamaan. Masyarakat Aceh memiliki tradisi dan budaya yang banyak
dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu-Buddha, terus bertahan hingga
sekarang, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan dan kebudayaan yang
berbeda.

4. Tradisi kuah Beulangong


Makanan khas merupakan identitas suatu daerah yang dapat membedakan
keberadaan dengan daerah lain. Begitu juga keberadaan makanan khas suku
bangsa Aceh yang berbeda dengan makanan khas dari daerah lain di Indonesia.
Kekayaan kuliner Aceh diwariskan dari generasi ke generasi hanya dengan lisan
sehingga sukar untuk dapat diketahui secara pasti kapan keberadaan makanan
khas tersebut di Aceh, salah satunya kuah Beulangong. Kuah
beulangong,merupakan gulai yang masyhur di masyarakat Aceh Besar dan Banda
Aceh. Disebut kuah beulangong karena masakan ini dimasak dalam jumlah besar
dalam wajan/belanga.
Di Sumatra, wajan disebut dengan belanga dan dalam bahasa Aceh dikenal
dengan beulangong.Gulai daging gurih ini punya keunikan tersendiri, tidak
menggunakan santan kelapa, atau kalaupun digunakan hanya sedikit. Parutan
kelapa tua digiling halus kemudian dimasukkan langsung ke dalam belanga, tanpa
diperas santannya. Bersama capli kleng (cabai kering), bawang mirah (bawang
merah) dan bawang puteh (bawang putih), halia (jahe), awueh (ketumbar), kunyet
(kunyit) bubuk, kunyet segar, berpadu dengan beragam rempah lainnya termasuk
on temurui (daun kari), dan kelapa sangrai (u senelue) yang digiling halus.
Semuanya dihaluskan dan dicampur menjadi satu adonan bumbu. Daging
beserta nangka muda dan pisang kepok muda digodog dengan bumbu-bumbu tadi
selama hampir empat jam atau hingga daging menjadi lunak dan mudah lepas dari
tulang.U Neulheu adalah kelapa parut yang disangrai. Sebelum disangrai, kelapa
parut dijemur terlebih dahulu sehingga kandungan minyak dalam kelapa
menghilang. Setelah disangrai sampai menimbulkan warna kecoklatan dan
beraroma khas, maka kelapa tersebut dihaluskan, bisa menggunakan gilingan atau
pun blender.
Soal masakan penuh rempah, memang sudah mendarah daging bagi
masyarakat Aceh. Dampier, seorang penjelajah Barat yang mampir di Aceh pada
zaman kerajaan, menyebutkan unggas, ikan, dan kerbau dimasak enak benar dan
disedapkan dengan bawang putih dan lada. Denys Lombard mencatat keterangan
pelaut Dampier ini dalam buku Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-
1636) terbitan Balai Pustaka tahun 1986, halaman 69. Dampier juga berkata
bahwa masyarakat Aceh sudah mewarnai daging dengan kunyit dan membuat
kuah-kuah yang lezat berempah. Gulai sudah menjadi hal yang lumrah bagi orang
Aceh, bahkan di jaman kesultanan Iskandar muda.
Makanan tidak semata bercita rasa. Ia juga punya makna lain, bahkan
menyangkut makna-makna keagamaan. Semacam ketupat dan opor pada
perayaan Idul Fitri, lontong cap go meh untuk perayaan budaya masyarakat Cina di
Indonesia, dan banyak lagi. Soal makanan dan perayaan yang bermakna dalam—
seperti halnya di kebudayaan suku bangsa lain di Nusantara—, makanan dan
simbol agama dan budaya, serta makanan yang berkait dengan politik memang
sudah dimahfumi oleh masyarakat Aceh. Dahulu kala, zaman kerajaan Aceh
Darussalam, nasi dan pengiring lauk lainnya digunakan dalam prosesi politik Orang
Kaya kala menghadap Sultan.
Buku panduan zaman kerajaan, Adat Aceh, yang dialihaksarakan oleh Ramli
Harun & Tjut Rahma M.A. Gani, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta, 1985, mengetengahkan hal itu pada halaman 66-68. Makanan juga
menjadi bagian penting dalam prosesi adat mengawal kapal. “Akan bujang yang
duduk di kapal itu makanan nasi dan sirih pinangnya”, tertulis dalam Adat Aceh
halaman 85. Nasi pun bersanding dengan sirih.Kuah beulangong bukan sekedar
gulai, tak sebatas makanan untuk memuaskan lidah. Ia punya nilai yang
berkelindan dengan Islam, agama jalan hidup orang-orang Aceh.
Kuah beulangong dikhususkan untuk menyambut dan merayakan
keistimewaan. Kuah beulangong menjadi penanda uroe meugang (hari raya untuk
menyambut bulan suci Ramadhan, dan menyambut Idul Fitri), Nuzulul Qur’an,
Maulid Nabi, hingga Isra’ Mi’raj.
B. Makna dalam kuah Beulangong
Setiap masakan daerah pasti memiliki makna tersendiri di wilayah masing
masing. Tak terkecuali dengan kuah beulangong. Selain memiliki daya tarik
tersendiri, juga memiliki cerita sejarah dibalik kelahiran kuliner tersebut. Kuah
beulangong dapat mempererat silaturahmi antar warga di Aceh, yang tercermin
pada proses memasaknya yang melibatkan masyarakat khususnya kaum laki-laki,
yang bekerja secara bergotong royong. Kuah beulangong juga punya makna
kebersamaan yang dirayakan di akhir Ramadhan yaitu sebagai simbol menamatkan
Al-Quran dalam tadarus yang berlangsung selama Ramadhan.
Selain mempererat silaturahmi antar masyarakat Aceh, kuah beulangong
jugadapat menyatukan warga, dengan memasak kuah beulangong masyarakat akan
berkerja sama dan saling tolong menolong untuk menghasilkan suatu masakan yang
lezat. Kemudian masakan tersebut akan dimakan rame rame oleh warga di wilayah
Aceh. Sehingga terbentuk kebersamaan dan kekeluargaan dalam masyarakat di
Aceh.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian kajian tradisi kuah beulangong ini merupakan penelitian


etnopedagogi, yakni penelitian etnografi terhadap praktik pendidikan
nonformal berbasis kearifan lokal yang menjadikan tradisi kuah beulangong sebagai
sumber inovasi dan kreasi bahan pembelajaran bagi masyarakat. Penelitian ini
hendak mengeksplorasi nilai budaya dan karakter masyarakat berbasis kearifan
lokal yang terkandung dalam tradisi kuah beulangong. Oleh karena sasaran
eksplorasi berbasiskan kearifan lokal, maka penelitian ini harus memiliki daya
ungkap terhadap berbagai bentuk kearifan lokal dan proses pembuatan yang ada
dalam tradisi kuah beulangong.
Oleh karena itu, pada Bab III ini akan dipaparkan penjelasan tentang metode
penelitian, pendekatan penelitian, teknik dan prosedur pengumpulan data, instrumen
penelitian, informan, teknik analisis data, pedoman analisis, dan alur kerangka
penelitian.

A. Metode Penelitian
Metodologi adalah strategi, rencana, proses, atau rancangan yang berada di
balik pilihan dan penggunaan metode tertentu dan menghubugkan pilihan dan
penggunaan metode untuk mencapai hasil penelitian yang diinginkan.1Oleh karena
itu penulis menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metodelogi yang digunakan
dilapangan atau didalam masyarakat yang sebenarnya. Untuk menentukan realitas
apa yang tengah terjadi mengenai masalah tertentu2.
Sifat Penelitian
` Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.Penelitian deskriptif menurut Jalaludin Rahmat adalah penelitian yang
hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi aktual secara terperinci, mengidentifikasi masalah,
membuat perbandingan dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam
menghadapi masalah3.
Dalam penelitian ini, penulis menggunkan pendekatan kualitatif. Pendekatan
Kualitatif adalah penelitian dengan menganalisis data yang tidak
berbentuk angka,tetapi berbentuk pemaparan dengan menggambarkan suatu hal
dengan tidak menggunakan angka. Pengumpulan data penelitian kualitatif dilakukan
dengan cara observasi, dokumentasi,dan wawancara mendalam Fokus Group
Discussion atau observasi4.Penelitian ini mencoba memahami
fenomena dan berusaha tidak memanipulasi fenomena yang diamati.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berada di wilayah Aceh utara. Terdapat beberapa wilayah di
Aceh utara yang dalam interaksi sosialnya didominasi oleh pola perilaku adat
istiadat masyarakat Aceh, seperti di desa cempedak, kecamatan Tanah Jambo Aye,
kebupaten Aceh Utara, provinsi Aceh. Pemilihan desa cempedak sebagai wilayah
penelitian sebab di daerah ini merupakan salah satu wilayah yang banyak menjual
atau mengolah kuah beulangong di Aceh utara. Ditempat ini meskipun bukan tempat
asal kuah beulangong tetapi sebagian besar masyarakatnya masih
mempertahankan kehidupan tradisional, misalnya gotong-royong pelaksanaan
upacara adat daur hidup, peringatan hari besar agama islam dan bentuk-bentuk
tradisi lainnnya . Dari penelitian pada objek ini,juga dapat diketahui tata cara masak
kuah beulangong dan simbol-silmbol yang terdapat dalam memasak kuah
beulangong.

C. Data dan Sumber Data


Data dalam penelitian ini adalah teks ungkapan tradisional Aceh yang ada
dalam tradisi kuah beulangong. Data ini dijaring langsung pada saat pelaksanaan
tradisi kuah beulangong. Data pendukung lainnya adalah data dari hasil observasi
partisipatif dan wawancara dengan para informan perihal tradisi kuah beulangong
pada masyarakat Aceh. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah informan
yang terdiri dari imam, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, serta
masyarakat pendukungnya. Adapun kriteria dalam pemilihan dan penentuan
informan, yaitu
1) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi dan paham tentang
substansi tradisi kuah beulangong;
2) Usia telah dewasa,
3) Sehat jasmani dan rohani;
4) Fleksibel dan memiliki cukup waktu untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan dan
5) Bersikap netral dalam artian tidak memikirkan kepentingan pribadi.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan
cara triangulasi atau gabungan dari teknik observasi, wawancara, dan catatan
lapangan. Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi partisipatif.
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Catatan lapangan
digunakan pada saat observasi dan wawancara untuk mencatat hal-hal penting yang
kemungkinan dilewatkan dalam observasi dan wawancara. Triangulasi diharapkan
dapat menghasilkan informasi dan data-data akurat, sehingga interpretasi
Untuk memudahkan kerja peneliti dalam mengumpulkan data, maka peneliti yang
diambil akan lebih tepat.
Menggunakan instrumen atau alat penelitian, yakni pedoman wawancara,
pedoman observasi, catatan lapangan, taperecorder dan handycam. Masing-
masing perangkat tersebut memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Pedoman wawancara digunakan sebagai rujukan pertanyaan yang akan
diajukan terhadap responden dalam melakukan wawancara.
b. Pedoman observasi digunakan sebagai patokan dalam melakukan observasi
ketika berada di lapangan penelitian.
c. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari
observasi dan wawancara yang mungkin mempengaruhi hasil
pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.
d. Tape recorder digunakan untuk merekam proses wawancara yang dilakukan
oleh peneliti dan responden, serta untuk merekam tuturan yang disampaikan
oleh responden.
e. Handycam digunakan untuk merekam gambar (proses memasak kuah
beulangong) yang menjadi objek penelitian.

E. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah tokoh adat yang terlibat dalam proses
pelaksanaan tradisi kuah beulangong. Terutama yang menjadi penjaga resep kuah
beulangong. Informan lain adalah masyarakat desa Cempedak, Kecamatan
Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Penentuan informan itu menggunakan
sistem snowball yang berarti informan dimulai dengan jumlah kecil (satu orang)
kemudian atas rekomendasi orang tersebut, informan berkembang menjadi banyak
hingga jumlah tertentu sampai data jenuh. Faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam penentuan informan penelitian ini adalah
1) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi tentang masalah
yang diteliti, Usia telah dewasa,
2) Sehat jasmani dan rohani,
3) Bersikap netral, tidak memiliki kepentingan pribadi, dan
4) Berpengetahuan luas (Endraswara, 2006:57).

F. Metode Analisis Data


Analisis data dalam penelitian etnografi lazimnya dilakukan melalui dua
prosedur, yaitu
1) Analisis selama penyajian data, dan
2) Analisis setelah pengumpulan data. Kedua prosedur itu dilakukan pula dalam
penelitian ini. Prosedur pertama dilakukan melalui tahapan berikut:
a. Reduksi data,
b. Sajian data dengan pola gambar matriks, dan
c. Pengambilan simpulan/verifikasi yang sifatnya tentatif untuk
diverifikasikan, baik dengan triangulasi data maupun dengan triangulasi
teknik pengambilan data. Langkah proses analisis tersebut disebut analisis
model interaktif (Miles dan Huberman, 1984: 21—25). Prosedur kedua
dilakukan dengan dengan langkah
 Transkripsi data hasil rekaman,
 Pengelompokan atau kategorisasi data yang berasal dari perekaman dan
catatan lapangan berdasarkan tradisi kuah beulangong
yang menjadi fokus penelitian,
 Penafsiran nilai-nilai budaya dan pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal dalam masyarakat, dan
 penyimpulan tentang metode revitalisasi nilai-nilai tersebut.
Kaidah dan simpulan aspek-aspek tradisi kuah beulangong dalam
masyarakat desa Cempedak dianalisis dengan menggunakan metode analisis
kontekstual. Adapun yang dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah
cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan,
dan mengaitkan konteks kekinian (Rokhman, 2003:42).
Metode analisis data penelitian tradisi ini dilakukan dengan menerapkan teori
keilmuan sesuai dengan latar belakang peneliti atau fokus kajian yang ditetapkan
yakni tradisi. Oleh karena itu, teori pelengkap yang digunakan untuk analisis adalah
teori struktural naratif, semotika, dan hermeneutika. Teori struktural naratif
digunakan untuk menganalisis kearifan lokal bentuk teks. Teori struktural semiotika
digunakan untuk menganalisis kearifan lokal bentuk ko-teks. Teori struktural
hermeneutika digunakan untuk menganalisis kearifan lokal bentuk konteks.
Tahap berikutnya dalam analisis data tahap verifikasi atau mengambil sebuah
simpulan (Sugiyono, 2010: 95).
Untuk lebih jelasnya langkah-langkah analisis data dapat dilihat sebagai berikut:
1) Mengumpulkan, mengklasifikasi, dan mengkategorisasi data yang telah
didapat dari lapangan.
2) Menyusun secara sistematis data-data tersebut dan menguraikannyasecara
deskriptif.
3) Menganalisis data sesuai dengan pisau analisis (menggunakan pendekatan
struktural).
4) Menyusun dan merancang model pemanfaatannya dalam pengajaran
apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.
5) Menarik simpulan penelitian.
G. Pedoman Analisis Data
Pedoman analisis digunakan sebagai acuan peneliti dalam melakukan
analisis data penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti konsisten pada pencarian
jawaban atas masalah-masalah penelitian yang telah ditetapkan. Pedoman analisis
dalam penelitian ini mencakup proses pembuatan kuah beulangong, analisis teks
ungkapan tradisi kuah beulangong, konteks penuturan, proses penciptaa, serta nilai-
nilai kultural dalam tradisi yang terdapat dalam kuah beulangong.
Tabel.1 Pedoman analisis tradisi kuah beulangong dan nilai nilai pembentukan
karakter dan nilai nilai sosial yang terkandung dalam tradisi kuah beulangong.
No Tujuan Penelitian Data Temuan

1. Mendeskripsikan dan menganalisis Tahap tahap pelaksanaan tradisi kuah


tradisi kuah beulangong di wilayah beulangong di aceh
aceh
2. Konteks penuturan tradisi kuah Waktu, suasana, tempat, tujuan,dan
beulangong di aceh penuturan
3. Proses penciptaan tradisi kuah Pewarisan ungkapan tradisi kuah
beulangong di aceh beulangong
4. Nilai nilai pembentukan karakter dan Nilai religi, menghormati sesama, dan
nilai nilai sosial yang terdapat dalam nilai kerbersamaan
tradisi kuah beulangong

H. Paradigma Penelitian
Tradisi merupakan manifestasi budaya masyarakat pendukungnya.
Untuk menganalisisnya diperlukan teori dan pendekatan penelitian yang sesuai
agar nilai-nilai sebagai representasi angan-angan, ide-ide, gagasan, estetika dan
cita-cita kelompok masyarakatnya dapat diungkapkan dengan sebaik-baiknya.
Tradisi kuah beulangong pada masyarakat Acehakan dianalisis dengan
menggunakan pendekatan struktural, khususnya pada komponen teks ungkapan
tradisi kuah beulangong.
Daftar pustaka

Samiaji Sarosa. Penelitian kualitatif dasar dasar edisi 2 ( Jakarta : PT. Indeks 2003)
hal 6
Marzuki, metodologi riset ( Yogyakarta: ekonisia kampus fakultas ekonomi UUI,
2005) hal 14
Masri Singarimbun, metode penelitian survey ( Jakarta: Nawawi, Hardadi, 1985) hal
9
Jalaluddin Rahmad, metode penelitian komunikasi ( Bandung; Rosda karya, 2004)
hal 24-35.
Rahmi Harun dan Tjut Rahma M.A.Gani, departemen pendidikan dan kebudayaan,
Jakarta,1985, hal 66-68
Adat Aceh, hal 85

Anda mungkin juga menyukai